You are on page 1of 8

PEMAHAMAN TERHADAP TAFSIR TAHLILI DAN TAFSIR MAUDLUIY

(Kajian Materi Diklat Guru Al-Quran Hadits Madrasah Aliyah) M. Ladzi Safrony Abstract Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai aspek; ayat demi ayat dibahas secara urut dengan menjelaskan kosakata, melihat hubungan antar paragraf dan memperhatikan sebab-sebab turunnya suatu ayat. Metode ini biasanya terlalu bertele-tele tetapi ada juga yang sebaliknya, terlalu sederhana dan ringkas. Sedangkan tafsir Maudluiy adalah penjelasan ayat-ayat AlQuran secara topik per topik, dengan memperhatikan urutan turunnya masing-masing ayat sesuai dengan Asbabun Nuzul ayat-ayat yang ditafsirkan dan membandingkannya dengan keterangan ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topik yang sama, sehingga lebih mempermudah dalam menjelaskan suatu masalah. Tulisan ini membahas secara ringkas kedua metode tafsir: Tahlili dan Maudluiy dan mencari persamaan dan perbedaannya untuk memperoleh pemahaman dari kedua jenis tafsir tersebut. Kata kunci: Tafsir Tahlili, tafsir Maudluiy.

Pendahuluan
Ketika Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW, para sahabat dengan sabar menekuni dan mendalami kandungan isinya, menghafalkan dengan penuh semangat serta merenungkan dan mendalami lafadz-lafadz dan kandungan maknanya. Bahkan Rasulullah sendiri telah menjadi referensi (maraji) mereka yang pertama untuk mendapatkan penjelasan lafadz Al-Quran yang sukar dipahami oleh akal pikiran mereka atau memperoleh penjelasan tentang maknamaknanya, atau tentang hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. (QS. AnNahl:44). Maka untuk menafsirkan Al-Quran sebenarnya telah dimulai dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW serta beliau sendiri menjadi sumber tafsir pada masa hidupnya. Maka bagaimana halnya dengan kondisi umat sesudah beliau wafat dalam memahami tafsir Al-Quran. Padahal tafsir Al-Quran adalah kunci untuk membuka gudang simpanan Al-Quran guna mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya. (As-Sabuni, 1980:59-60). Itulah sebabnya

Drs. H. M. Ladzi Safroni, M.Ag., adalah Widyaiswara Madya pada Balai Diklat Keagamaan Surabaya.

tafsir menjadi kebutuhan yang begitu penting karena kandungan Al-Quran bukan hanya menyodorkan ajaran agama, tetapi juga kehidupan sosial pragmatis. Sesuai dengan predikat Al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia, maka setelah Rasulullah SAW wafat, upaya penafsiran Al-Quran terus dilakukan dan dikembangkan baik oleh para sahabat maupun tabiin maupun para ulama berikutnya. Penafsirna-penafsiran terhadap Al-Quran yang mereka lakukan tersebut disesuaikan dengan kompleksitas masalah yang mereka hadapi dan kemampuan ilmiah yang mereka miliki. Dari sinilah tafsir akan mengalami perkembangan yang luas dengan kecenderungan dan metode yang bermacam-macam. Tulisan ini akan menjelaskan tafsir Tahlili dan tafsir Maudluiy, yang mencakup pengertian, sistematika, dan metode tafsir, serta membandingkannya sejauh terdapat perbedaan di antara kedua tafsir tersebut.

Pengertian Tafsir Tahlili


Tafsir Tahlili adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan ayat Al-Quran dari berbagai aspek. Dalam metode ini mufassir membahas semua surat Al-Quran secara urut ayat demi ayat sambil menjelaskan kosakata, melihat munasabah (hubungan) antara paragraf dan memperhatikan sebab turunnya suatu ayat (Abdul Aziz Dahlan, 1996 : 1956). Para Mufassir dengan menggunakan metode ini biasanya terlalu berteletele dengan uraian panjang lebar dan ada juga sebaliknya terlalu sederhana dan ringkas.

Berbagai Corak Tafsir Tahlili


Dr. Abdul Hayyi Al-Farmawi memasukkan macam-macam tafsir ke dalam tafsir Tahlili seperti: tafsir Bil Matsur; tafsir Bi Al-Rayi; tafsir Al-Fikhi; tafsir Adab Al-Ijtimai. (Al-Farmawi, 1966 : 12). Tafsir Bil Matsur adalah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran dengan hadis Nabi SAW yang menjelaskan makna sebagai ayat yang dirasakan sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat; atau penafsiran ayat dengan ijtihad para tabiin. Periodeisasi perkembangan tafsir ini ada dua. Pertama, periode lisan. Periode ini lazim disebut dengan periode periwayatan. Yakni para sahabat menukil atau mengambil penafsiran dari Rasulullah SAW atau oleh sahabat dari sahabat atau tabiin dari sahabat dengan cara penukilan yang dapat dipercaya, teliti dan memperhatikan jalur periwayatan. Kedua, periode tadwin. Periode ini proses penukilannya pada periode pertama dicatat dan dikodikasikan. Pada mulanya kodifikasi tersebut dimuat dalam kitab hadits, setelah resmi tafsir menjadi disiplin ilmu yang otonom, maka terbitlah karya-karya tafsir yang secara khusus memuat tafsir Bil Matsur lengkap dengan jalur sanad sampai kepada Nabi. Kitab-kitab Tafsir Bil Matsur ini antara lain: Jamiul bayan fii tafsir al-Quran al-Kariim, oleh Ibnu Jarir Al-Thabari (W.310 H); Maalim at-Tanziil, oleh Al-Bghowy (W. 516 H); dan Tafsir al-Quran alAdziim, oleh Ibnu Katsir (W. 774 H) Tafsir Bi Al-Royi adalah penafsiran Al-Quran dengan ijtihad terutama setelah seorang mufassir itu benar-benar mengetahui bahasa Arab, asbab al-nuzul,

nasikh mansukh dan hal-hal lain yang lazimnya diperlukan oleh seorang mufassir. Lahirnya corak tafsir bi Al-Royi ini dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dengan segala disiplinnya dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda dari mufassir tersebut. Para mufassir mempunyai kecenderungan masing-masing secara arah pembahasan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang cenderung kepada aspek balaghah ada yang cenderung pada aspek hukum syariah dsb. Hal ii dapat terjadi karena sebagian ulama disamping sebgai mufassir juga sebagai ahli bahasa, filosofi, ahli falak dan lain-lain. Tafsir bi Al-Royi ini bisa diterima selama penafsirannya memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan dan juga dapat menjauhi lima macam berikut: 1. Menjauhi sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah di dalam kalamNya, tanpa memiliki persyaratan sebagai seorang mufassir. Memaksakan diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk mengetahuinya. 2. Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab semata, dimana kepentingan madzhab dijadikan dasar utama sementara tafsir itu sendiri dinomor duakan sehingga terjadi beberapa kekeliruan. 3. Menghindari penafsiran yang bersifat qothI (pasti) dimana seorang mufassir tanpa alasan mengklaim itulah satu-satunya maksud Allah. Kitab-kitab tafsir bi Al-Royi ini antara lain sebagai berikut: Mafatih al-Ghaib, oleh Al-Fakhru Al-Rozi (W. 606 H); Anwar at-Tanzil waisrar at-Takwiil, oleh Al-Baidhawy (W. 691 H); Lubab at-Takwil fi maani at-Tanziil, oleh Al-Khazim (w. 741 H) Tafsir Al-Fiqhi. Dengan lahirnya tafsir bi Al-matsur, lahirnya pula tafsir bi Al-Fiqhi dan kedua tafsir ini sama menukil dari Nabi SAW tanpa ada perbedaan antara keduanya. Para sahabat setiap menemukan kesulitan dalam memahami suatu hukum yang terkandung dalam Al-Quran langsung bertanya kepada Rasulullah SAW dan beliau langsung menjawab, jawaban Rasulullah SAW ini di satu pihak adalah tafsir bi Al-matsur dan di pihaklain adalah tafsir bi Al-Fiqhi. Kitab-kitab tafsir bi Al-Fiqhi ini antara lain sebagai berikut: AlAhkamu al-Quran, oleh Al-Jash Shash (W.370 H); Al-Ahkam al-Quran, oleh Ibn Al-Arabi (W. 543 H); Al-Ijma al-Ahkam al-Quran, oleh Al-Qurthuby (W. 671 H). Tafsir Adabi Al-Ijtimai. tafsir ini dalam memahami nash-nash Al-Quran sebagai cara-cara pertama dan ulama mengungkapkan ungkapan-ungkapan AlQuran secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Quran tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian langkah berikutnya menghubungkan nash-nash Al-Quran yang dikaji dengan kenyataan sosial dan sistim budaya yang ada. Kitab-kitab tafsir Adabi Al-Ijtimai ini antara lain sebagai berikut: tafsir al-Manar, oleh Rasyid Ridho (W. 1345 H); tafsir al-Maraghi, oleh Al-Maraghy (W. 1945 H); dan tafsir al-Quran al-Kariim, oleh Syekh Mahmud Syaltut Contoh Metode Penafsiran Al-Tahlili

Seperti penafsiran kisah Adam AS yang dipaparkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqoroh ayat 30-38, kisah tersebut mengandung implikasi tidak saja menyangkut kebenaran yang dinilai dari segi kesejarahan, namun lebih dari itu menyangkut pokok masalah tentang Adam itu sendiri, apakah dia sebagai manusia pertama atau tidak sebagaimana gambaran tentang Surganya dan gambaran tentang sujudnya para Malaikat kepadanya serta siapakah sebenarnya Malaikat dan Iblis itu ? Adapun yang perlu dipaparkan dalam membahas kisah Adam As tersebut adalah antara lain (1) arti mufradat; (2) tinjauan munasabah; (3) kajian kisah Adam As dalam Al-Quran (4) turunnya Adam dan hawa dari Surga; (5) perbuatan Adam bermasiyat kepada Allah.

Pengertian Tafsir Maudluiy


Artinya Maudluiy yang dimaksudkan disini adalah yang dibicarakan atau judul atau topik. Sehingga tafsir Maudhuiy berarti penjelasan ayat-ayat AlQuran yang mengenai satu judul atau topik pembicaraan tertentu. Adapun menurut pengertian terminologi ialah mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungannya dengan ayat-ayat yang lain, kemudian mengistibatkan hukum-hukum (Farmawi, 1977:52). Jadi yang dimaksud tafsir Maudluiy itu adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat Al-Quran mengenai sesuatu judul atau topik tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebabsebab turunnya yang dijelaskan dengan diperbandingkannya dengan keterangan ilmu pengetahuan yang benar yang membahas judul atau topik yang sama, sehingga lebih mempermudah dan menjelaskan suatu masalah. Dalam tafsir Maudluiy ini terdapat dua bentuk metode kajian sebagaimana berikut : 1. Penafsiran satu surat dalam Al-Quran dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surat tersebut, kemudian menghubungkan ayat-ayat yang beraneka ragam itu satu dengan lain dengan tema sentral tersebut. 2. Menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat Al-Quran (sedapat mungkin diurut sesuai dengan masa turunnya, apabila jika yang dibahas adalah masalah hukum) sambil memperhatikan sebab nuzul, munasabah masing-masing ayat, kemudian menjelaskan pengertian ayat-ayat tersebut yang mempunyai kaitan dengan tema atau pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh penafsiran dalam satu kesatuan pembahasan sampai ditemukan jawaban-jawaban Al-Quran menyangkut tema (persoalan) yang dibahas. (Quraish Shihab, 1992:156).

Sistematika Tafsir Maudluiy


Metode penafsiran Maudluiy meskipun telah ada sejak dahulu (jaman Rasul, Sahabat dan Tabiin) namun hal itu baru dikatakan hanya suatu usaha untuk melahirkan metode semacam ini. Batasan yang terperinci dan jelas baru muncul pada periode belakangan oleh Al-Ustadz Dr. Ahmad Al-Sayyid AlKummi Ketua Jurusan tafsir Universitas Al-Azhar beserta beberapa teman beliau dari para dosen Al-Axhar. tafsir Al-Quran yang menggunakan metode Maudluiy / topikal pada dasarnya bisa saja memakai sistim penafsiran yang sederhana atau sedang maupun yang lengkap. Namun kebanyakan kitab-kitab tafsir Maudluiy menempuh sistematika yang lengkap, yang meliputi beberapa tahap penafsiran. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Mencari judul atau topik Al-Quran yang hendak dibahas. 2. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang dibicarakan judul atau topik tersebut. 3. Menerbitkan urutan ayat-ayat sesuai dengan tertib turunnya, makkiyah dan madaniyahnya, sesuai dengan riwayat sebab turunnya. 4. Menjelaskan munasabah (persesuaian) antara ayat yang satu dengan yang lain dan diantara surat dengan surat. 5. Berusaha menyempurnakan pembahasan judul atau topik tersebut dengan dibagi dalam beberapa bagian yang berhubungan bagian satu dengan bagian yang lain. 6. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis Nabi, riwayat sahabat dan lain-lain, sehingga makin terang dan jelas. 7. Mempelajari ayat-ayat yang satu judul atau topik secara sektoral, dengan menyesuaikan antara yang umum dengan yang khusus, yang mutlak dengan yang muqoyudad, yang global dengan yang terperinci dan memadukan antara ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan satu sama lain serta menentukan yang naskah dari yang mansukha. Sehingga mencakup semua nash-nash mengenai satu judul atau topik. (Al-Farmawi, 1977:61-62). Sistematika ini merupakan sistematika tafsir Maudluiy yang lengkap dengan berbagai segi bahasan. Tetapi bukan berarti semua tafsir Maudluiy dalam prosesnya harus melalui sistematika sebagaimana tersebut di atas dan mungkin ada yang tidak lengkap bahkan ada yang sederhana.

Metode Penafsiran Kitab-Kitab Tafsir Maudluiy


Dalam perkembangan tafsir maudluiy meski belum dapat dikatakan memadai dalam segala segi permasalahan yang berkembang namun dapat dikatakan cukup menggembirakan mengingat tanggapan para pakar tafsir dalam karya mereka tentang berbagai judul kitab tafsir Maudluiy ini. Dalam hal ini diharapkan akan adanya kontinuitas penulis tafsir Maudluiy pada masa-masa akan datang sesuai dengan kontek permasalahan yang dihadapi. Adapun karyakarya tafsir Maudluiy yang sesudah ditulis oleh para pakar tafsir antara lain sebagai berikut : 1. Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Al-Bayan Fi Aqsamil Quran 2. Abu Ubaidal dalam kitabnya Majazul Quran.

3. Abu Jafar An Nuhas dalam kitabnya An-Naskhu Wal manskhu Minal Quran 4. Al-Wahidi dalam kitabnya Asbaabun Nuzul (Al-Farmawi, 1977 : 55) 5. Syekh Abbas Al-Aqqad dalam kitabnya Al-Maratu Fil Quranil Karim 6. Abu Ala Al Maudhudhi dalam kitabnya Ar-Riba Fil Quranil Karim 7. DR. Ibrahim Makna dalam kitabnya Al-Ihsan Fil Quranil Karim 8. DR. Ahmad Kamal A-Mudi dalam kitabnya Aayatul Qosam Fil Quranil Karim (Al-Farmawi, 1977 : 74-75) Penafsiran maudluiy atau topikal ini sudah banyak sekali dalam pelbagai permasalahan namun untuk membatasi paparan dalam makalah ini supaya tidak terlalu banyak halaman, penulis hanya mengangkat satu contoh saja dalam masalah Riba sebagai berikut: * Penafsiran masalah Riba, ayat-ayat yang berkaitan dengan riba ini adalah AlQuran surat Ar-Ruum ayat 39, surat An-Nisa ayat 160-161 dan Al-Baqarah ayat 275-279. Ayat-ayat tersebut ditulis dan tahap berikutnya memaparkan kosa kata yang dianggap penting saja, misalnya kata : riba, dhulm, adaafan mudahaafan, al-masuu. Bahasan berikutnya tinjauan umum tentang riba yang meliputi : macam-macam riba dan hukum riba serta perbedaan dengan rentenir. Dan pada tahap akhir perlu dipaparkan sebab-sebab larangan riba dan hikmah diharamkannya dilengkapi dengan simpulan dari bahasan tersebut.

Kedudukan Tafsir Maudluiy


Menurut pendapat ulama, keistimewaan metode tafsir Maudluiy adalah termasuk di antara yang terbaik dari metode-metode yang lain. Mereka beralasan karena metode ini memakai sumber ayat-ayat Al-Quran yang sudah barang tentu akurasinya lebih tinggi dan lebih baik dari pada sumber hadits atau riwayat Sahabat maupun riwayat tabiin. Imam Badruddin Al-Zarkasyi menerangkan bahwa metode tafsir yang paling sakhih dan paling benar adalah menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran (Al Zarkasyi, 1987:175). Ibnu Katsir berpendapat : Bila ditanya tentang metode tafsir apakah yang paling baik maka jawaban beliau yang paling baik dalam hal ini adalah penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran. Sebab hal-hal yang dijelaskan secara global pada suatu tempat sering dijelaskan secara terperinci di tempat yang lain. (Ibnu Katsir t.t, I : 3). Demikian pula pendapat Imam Ibnu Taimiyah : Bahwa metode tafsir yang paling sakhih adalah menafsirkan Al-Qurand engan Al-Quran juga, karena hal-hal yang secara global atau secara ringkas pada suatu tempat, telah diterangkan secara terperinci pada tempat yang lain. (Ibnu Taimiyah, 1971 : 18). Begitu pula pendapat Mahmud Syaltout menganggap bahwa metode Maudhuiy ini adalah metode yang relefan untuk menafsirkan Al-Quran pada masa sekarang, yang menghendaki memberikan petunjuk kepada umat manusia dengan ajaran Al-Quran. Sebab topik-topik ini Al-Quran belum sistematis, mengingat ayat Al-Quran yang membahas suatu topik itu masih tersebar dalam berbagai tempat atau surat. (Al-Farmawi, 1977:64).

Perbedaan Antara Tafsir Tahlili vs Tafsir Maudluiy


1. Tafsir Tahlili mengikuti tertib ayat dan surat seperti yang terdapat dalam mushab. Sedang Tafsir Maudluiy mengumpulkan semua ayat atau sebagian ayat yang dianggap relevan yang membahas suatu topik dari berbagai tempat atau surat, sehingga tidak dapat menurut tertibnya dalam mushab. 2. Tafsir Tahlili ayat dari segala segi dan unsur pembahasannya, sedang Tafsir maudluiy tidak membahas segi-segi lain dari apa yang menjadi topik pembahasannya. 3. Tafsir Tahlili, mufassir menjelaskan lafadz-lafadz dan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan keahlian dan pandangannya. Sedangkan Tafsir Maudluiy, mufassir hanya menjelaskan apa yang menjadi topik pembahasannya. 4. Tafsir Tahlili sukar dibahas secara tuntas suatu topik pembahasan, karena belum lengkap penjelasan aspek-aspek judul dalam suatu ayat. Sehingga kadang-kadang perlu diterangkan bahwa pembahasan selengkapnya ada pada ayat yang sebelumnya atau sesudahnya. Sedang tafsir Maudluiy lebih dahulu mengumpulkan semua ayat yang membicarakan satu topik, sehingga pembahasannya bisa sesuai dengan tuntas. (Al-Farmawi, 1977 : 66). 5. Tafsir Tahlili, Pembahasan munasabah berkisar antara persesuaian ayat yang ditafsirkan dengan ayat-ayat yang terletak sebelumnya dalam tertib mushaf. Sedangkan tafsir maudluiy dalam pembicaraan munasabah berkisar antara persesuaian ayat-ayat yang satu topik dari antara ayat yang ditafsirkan dengan ayat sebelumnya sesuai dengan tertib turunnya, karena dalam tafsir Maudlu;iy ini mengumpulkan ayat diurutkan sedapat mungkin menurut tertib turunnya sesuai dengan asbabun nuzul. 6. Dalam pemahaman suatu topik dalam tafsir Tahlili tidak mudah, karena pembahasan topik itu tersebar dalam beberapa ayat dari berbagai tempat atau surat, sehingga pembahasannya meloncat-loncat, lagi pula berulang-ulang. Sedangkan Tafsir Maudhuiy dalam suatu topik dibahas secara tuntas, dengan mengumpulkan semua ayat yang membicarakan topik tersebut menjadi satu, kemudian dijelaskan tafsirnya, sehingga mudah dipahami dan dihayati serta diamalkan. Bertolak dari segi perbedaan metode antara tafsir Tahlili dengan tafsir Maudluiy tersebut, tampak jelas unsur-unsur kelebihan dari tafsir Maudhuiy, padahal selama ini yang banyak beredar di masyarakat adalah tafsir Tahlili. Maka dengan kecermatan dan kelebihan tafsir Maudhuiy ini penulis harapkan, masyarakat lebih cenderung dan tertarik menggunakan tafsir Maudhuiy mengingat pelbagai tantangan jaman yang serba komplek, maka tafsir Maudhuiy amat relevan dalam impelementasinya.

Kesimpulan
Dari paparan tentang tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy di samping terdapat kesamaan unsur yakni masing-masing obyeknya adalah menafsirkan Al-Quranul Karim juga terdapat perbedaan bahasan dan metodologinya.

2. Secara historis pertumbuhan tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy keduanya selalu ada sejak jaman Rasulullah SAW. Hanya saja keberadaan tafsir Maudhuiy pada masa itu baru dikatakan hanya suatu usaha untuk melahirkan metode hanya pada waktu Rasulullah SAW masih hidup. Sehingga segala persoalan yang berkaitan dengan problema kehidupan yang harus dijawab oleh Al-Quran bisa langsung berhubungan dengan Rasulullah SAW, begitu pula pada jaman sahabat dan tabiin. namun baru saja pemunculan tafsir Maudhuiy secara jelas baru pada periode belakangan ini yang dipelopori oleh Dr. Ahmad Al Sayyid Al-Kumi sebagai ketua Jurusan Tafsir Universitas AlAzhar beserta teman dosen beliau. 3. Efektivitas penggunaan tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy dalam kontek kehidupan sekarang sangatlah relevan pada tafsir Maudhuiy mengingat kompleksitas permasalahan yang mendesak penyelesaiannya dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. 4. Pemasyarakatan tafsir Maudhuiy perlu digalakkan, baik melalui peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengkajinya lebih-lebih para pakar tafsir itu sendiri untuk menambah karya-karya tafsir Maudhuiy dari berbagai bahasan yang berkembang di masyarakat. []

Daftar Pustaka
Al-Quran Al-Karim. Az. Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Quran, Mesir: Isa Al-baby Al-Halabi Wa Syurakauhu. Abdu Al-Hayyi Al-Farmawy, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudluiy, Mesir: [s.n., s.a]. Al-jauziah Ibn Qiyam, Al Tibyan Fi Aqsam Al-Quran, Bairut : Dar Al-Marifah, [s.a]. Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatihu Al-Ghoib, Bairut : Dar Al-Fikri Al-Arabi, 1978. Ibnu Taimiyah, Muqaddimah Fi Ushul At-Tafsir, Kuwait : Dar Al-Quran, 1971. Jalaludin As Suyuthi, Al-Itqon Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Dar Al-Irsyad, 1970. Mana Khalil Al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Muassasah Al-Risalah, 1976. Muhammad Aly Ash-Shabuny, Al-Tibyan Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Dar AlIrsyad, 1970. Subhi Al-Shalh, Mabahits Fi Ulumi Al-Quran, Bairut: Dar Al-ilm Al Malayin, 1977.[]

You might also like