Professional Documents
Culture Documents
(Kajian Materi Diklat Guru Al-Quran Hadits Madrasah Aliyah) M. Ladzi Safrony Abstract Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai aspek; ayat demi ayat dibahas secara urut dengan menjelaskan kosakata, melihat hubungan antar paragraf dan memperhatikan sebab-sebab turunnya suatu ayat. Metode ini biasanya terlalu bertele-tele tetapi ada juga yang sebaliknya, terlalu sederhana dan ringkas. Sedangkan tafsir Maudluiy adalah penjelasan ayat-ayat AlQuran secara topik per topik, dengan memperhatikan urutan turunnya masing-masing ayat sesuai dengan Asbabun Nuzul ayat-ayat yang ditafsirkan dan membandingkannya dengan keterangan ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topik yang sama, sehingga lebih mempermudah dalam menjelaskan suatu masalah. Tulisan ini membahas secara ringkas kedua metode tafsir: Tahlili dan Maudluiy dan mencari persamaan dan perbedaannya untuk memperoleh pemahaman dari kedua jenis tafsir tersebut. Kata kunci: Tafsir Tahlili, tafsir Maudluiy.
Pendahuluan
Ketika Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW, para sahabat dengan sabar menekuni dan mendalami kandungan isinya, menghafalkan dengan penuh semangat serta merenungkan dan mendalami lafadz-lafadz dan kandungan maknanya. Bahkan Rasulullah sendiri telah menjadi referensi (maraji) mereka yang pertama untuk mendapatkan penjelasan lafadz Al-Quran yang sukar dipahami oleh akal pikiran mereka atau memperoleh penjelasan tentang maknamaknanya, atau tentang hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. (QS. AnNahl:44). Maka untuk menafsirkan Al-Quran sebenarnya telah dimulai dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW serta beliau sendiri menjadi sumber tafsir pada masa hidupnya. Maka bagaimana halnya dengan kondisi umat sesudah beliau wafat dalam memahami tafsir Al-Quran. Padahal tafsir Al-Quran adalah kunci untuk membuka gudang simpanan Al-Quran guna mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya. (As-Sabuni, 1980:59-60). Itulah sebabnya
Drs. H. M. Ladzi Safroni, M.Ag., adalah Widyaiswara Madya pada Balai Diklat Keagamaan Surabaya.
tafsir menjadi kebutuhan yang begitu penting karena kandungan Al-Quran bukan hanya menyodorkan ajaran agama, tetapi juga kehidupan sosial pragmatis. Sesuai dengan predikat Al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia, maka setelah Rasulullah SAW wafat, upaya penafsiran Al-Quran terus dilakukan dan dikembangkan baik oleh para sahabat maupun tabiin maupun para ulama berikutnya. Penafsirna-penafsiran terhadap Al-Quran yang mereka lakukan tersebut disesuaikan dengan kompleksitas masalah yang mereka hadapi dan kemampuan ilmiah yang mereka miliki. Dari sinilah tafsir akan mengalami perkembangan yang luas dengan kecenderungan dan metode yang bermacam-macam. Tulisan ini akan menjelaskan tafsir Tahlili dan tafsir Maudluiy, yang mencakup pengertian, sistematika, dan metode tafsir, serta membandingkannya sejauh terdapat perbedaan di antara kedua tafsir tersebut.
nasikh mansukh dan hal-hal lain yang lazimnya diperlukan oleh seorang mufassir. Lahirnya corak tafsir bi Al-Royi ini dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dengan segala disiplinnya dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda dari mufassir tersebut. Para mufassir mempunyai kecenderungan masing-masing secara arah pembahasan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang cenderung kepada aspek balaghah ada yang cenderung pada aspek hukum syariah dsb. Hal ii dapat terjadi karena sebagian ulama disamping sebgai mufassir juga sebagai ahli bahasa, filosofi, ahli falak dan lain-lain. Tafsir bi Al-Royi ini bisa diterima selama penafsirannya memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan dan juga dapat menjauhi lima macam berikut: 1. Menjauhi sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah di dalam kalamNya, tanpa memiliki persyaratan sebagai seorang mufassir. Memaksakan diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk mengetahuinya. 2. Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab semata, dimana kepentingan madzhab dijadikan dasar utama sementara tafsir itu sendiri dinomor duakan sehingga terjadi beberapa kekeliruan. 3. Menghindari penafsiran yang bersifat qothI (pasti) dimana seorang mufassir tanpa alasan mengklaim itulah satu-satunya maksud Allah. Kitab-kitab tafsir bi Al-Royi ini antara lain sebagai berikut: Mafatih al-Ghaib, oleh Al-Fakhru Al-Rozi (W. 606 H); Anwar at-Tanzil waisrar at-Takwiil, oleh Al-Baidhawy (W. 691 H); Lubab at-Takwil fi maani at-Tanziil, oleh Al-Khazim (w. 741 H) Tafsir Al-Fiqhi. Dengan lahirnya tafsir bi Al-matsur, lahirnya pula tafsir bi Al-Fiqhi dan kedua tafsir ini sama menukil dari Nabi SAW tanpa ada perbedaan antara keduanya. Para sahabat setiap menemukan kesulitan dalam memahami suatu hukum yang terkandung dalam Al-Quran langsung bertanya kepada Rasulullah SAW dan beliau langsung menjawab, jawaban Rasulullah SAW ini di satu pihak adalah tafsir bi Al-matsur dan di pihaklain adalah tafsir bi Al-Fiqhi. Kitab-kitab tafsir bi Al-Fiqhi ini antara lain sebagai berikut: AlAhkamu al-Quran, oleh Al-Jash Shash (W.370 H); Al-Ahkam al-Quran, oleh Ibn Al-Arabi (W. 543 H); Al-Ijma al-Ahkam al-Quran, oleh Al-Qurthuby (W. 671 H). Tafsir Adabi Al-Ijtimai. tafsir ini dalam memahami nash-nash Al-Quran sebagai cara-cara pertama dan ulama mengungkapkan ungkapan-ungkapan AlQuran secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Quran tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian langkah berikutnya menghubungkan nash-nash Al-Quran yang dikaji dengan kenyataan sosial dan sistim budaya yang ada. Kitab-kitab tafsir Adabi Al-Ijtimai ini antara lain sebagai berikut: tafsir al-Manar, oleh Rasyid Ridho (W. 1345 H); tafsir al-Maraghi, oleh Al-Maraghy (W. 1945 H); dan tafsir al-Quran al-Kariim, oleh Syekh Mahmud Syaltut Contoh Metode Penafsiran Al-Tahlili
Seperti penafsiran kisah Adam AS yang dipaparkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqoroh ayat 30-38, kisah tersebut mengandung implikasi tidak saja menyangkut kebenaran yang dinilai dari segi kesejarahan, namun lebih dari itu menyangkut pokok masalah tentang Adam itu sendiri, apakah dia sebagai manusia pertama atau tidak sebagaimana gambaran tentang Surganya dan gambaran tentang sujudnya para Malaikat kepadanya serta siapakah sebenarnya Malaikat dan Iblis itu ? Adapun yang perlu dipaparkan dalam membahas kisah Adam As tersebut adalah antara lain (1) arti mufradat; (2) tinjauan munasabah; (3) kajian kisah Adam As dalam Al-Quran (4) turunnya Adam dan hawa dari Surga; (5) perbuatan Adam bermasiyat kepada Allah.
3. Abu Jafar An Nuhas dalam kitabnya An-Naskhu Wal manskhu Minal Quran 4. Al-Wahidi dalam kitabnya Asbaabun Nuzul (Al-Farmawi, 1977 : 55) 5. Syekh Abbas Al-Aqqad dalam kitabnya Al-Maratu Fil Quranil Karim 6. Abu Ala Al Maudhudhi dalam kitabnya Ar-Riba Fil Quranil Karim 7. DR. Ibrahim Makna dalam kitabnya Al-Ihsan Fil Quranil Karim 8. DR. Ahmad Kamal A-Mudi dalam kitabnya Aayatul Qosam Fil Quranil Karim (Al-Farmawi, 1977 : 74-75) Penafsiran maudluiy atau topikal ini sudah banyak sekali dalam pelbagai permasalahan namun untuk membatasi paparan dalam makalah ini supaya tidak terlalu banyak halaman, penulis hanya mengangkat satu contoh saja dalam masalah Riba sebagai berikut: * Penafsiran masalah Riba, ayat-ayat yang berkaitan dengan riba ini adalah AlQuran surat Ar-Ruum ayat 39, surat An-Nisa ayat 160-161 dan Al-Baqarah ayat 275-279. Ayat-ayat tersebut ditulis dan tahap berikutnya memaparkan kosa kata yang dianggap penting saja, misalnya kata : riba, dhulm, adaafan mudahaafan, al-masuu. Bahasan berikutnya tinjauan umum tentang riba yang meliputi : macam-macam riba dan hukum riba serta perbedaan dengan rentenir. Dan pada tahap akhir perlu dipaparkan sebab-sebab larangan riba dan hikmah diharamkannya dilengkapi dengan simpulan dari bahasan tersebut.
Kesimpulan
Dari paparan tentang tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy di samping terdapat kesamaan unsur yakni masing-masing obyeknya adalah menafsirkan Al-Quranul Karim juga terdapat perbedaan bahasan dan metodologinya.
2. Secara historis pertumbuhan tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy keduanya selalu ada sejak jaman Rasulullah SAW. Hanya saja keberadaan tafsir Maudhuiy pada masa itu baru dikatakan hanya suatu usaha untuk melahirkan metode hanya pada waktu Rasulullah SAW masih hidup. Sehingga segala persoalan yang berkaitan dengan problema kehidupan yang harus dijawab oleh Al-Quran bisa langsung berhubungan dengan Rasulullah SAW, begitu pula pada jaman sahabat dan tabiin. namun baru saja pemunculan tafsir Maudhuiy secara jelas baru pada periode belakangan ini yang dipelopori oleh Dr. Ahmad Al Sayyid Al-Kumi sebagai ketua Jurusan Tafsir Universitas AlAzhar beserta teman dosen beliau. 3. Efektivitas penggunaan tafsir Tahlili dan tafsir Maudhuiy dalam kontek kehidupan sekarang sangatlah relevan pada tafsir Maudhuiy mengingat kompleksitas permasalahan yang mendesak penyelesaiannya dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. 4. Pemasyarakatan tafsir Maudhuiy perlu digalakkan, baik melalui peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengkajinya lebih-lebih para pakar tafsir itu sendiri untuk menambah karya-karya tafsir Maudhuiy dari berbagai bahasan yang berkembang di masyarakat. []
Daftar Pustaka
Al-Quran Al-Karim. Az. Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Quran, Mesir: Isa Al-baby Al-Halabi Wa Syurakauhu. Abdu Al-Hayyi Al-Farmawy, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudluiy, Mesir: [s.n., s.a]. Al-jauziah Ibn Qiyam, Al Tibyan Fi Aqsam Al-Quran, Bairut : Dar Al-Marifah, [s.a]. Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatihu Al-Ghoib, Bairut : Dar Al-Fikri Al-Arabi, 1978. Ibnu Taimiyah, Muqaddimah Fi Ushul At-Tafsir, Kuwait : Dar Al-Quran, 1971. Jalaludin As Suyuthi, Al-Itqon Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Dar Al-Irsyad, 1970. Mana Khalil Al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Muassasah Al-Risalah, 1976. Muhammad Aly Ash-Shabuny, Al-Tibyan Fi Ulumi Al-Quran, Bairut : Dar AlIrsyad, 1970. Subhi Al-Shalh, Mabahits Fi Ulumi Al-Quran, Bairut: Dar Al-ilm Al Malayin, 1977.[]