You are on page 1of 6

Bibit Padi Unggul : Perkembangan Varietas Unggul Padi Menjawab Tantangan Jaman

Berita peningkatan produksi padi nasional 2002 cukup melegakan hati. Namun, kita harus selalu waspada, karena tanpa usaha sungguh-sungguh, belum tentu tahun depan akan terjadi hal yang serupa. Serangan hama/penyakit, kekeringan, dan banjir selalu terjadi setiap tahun. Sementara itu, konversi lahan pertanian ke non pertanian terus terjadi, sedangkan pembukaan lahan baru tidak terdengar kabarnya. Segala antisipasi harus disiapkan untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Teknologi harus terus dikembangkan, apalagi menghadapi pasar bebas AFTA, NAFTA, dan GATT. Efisiensi, kualitas, dan produktivitas adalah kata kunci untuk itu. Varietas unggul local merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama misalnya, memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80% total areal padi di Indonesia. Keberhasilan varietas unggul dalam meningkatkan produksi sangat menakjubkan, dan disebut dengan revolusi hijau. Fenomena revolusi hijau dimulai pada tahun 60-an dengan ditemukannya varietas IR-5 dan IR-8. Kedua varietas tersebut mampu berproduksi tinggi, responsif terhadap pemupukan dan berumur genjah, sehingga dapat melipat gandakan hasil. IR-5.8 ton/ha tiga kali tanam dalam setahun, sementara pada kondisi yang sama varietas lokal hanya memeberikan hasil 2-4 t/ha satu atau dua kali tanam dalam setahun jelas sekali pelipat gandaan hasil dapat dilakukan melalui penggunaan varietas unggul. Indonesia mengintroduksi varietas IR-5 dan IR-8 serta melepasnya dengan nama PB-5 dan PB-8. PB adalah singkatan dari Peta Baru, karena kedua varietas tersebut berasal dari varietas lokal Indonesia yaitu Peta. Varietas PB-5 dan PB-8 bersifat pera, sehingga kurang berkembang. Akhirnya, PB-5 dan PB-8 diperbaiki sifat mutu berasnya dan lahirlah varietas-varietas baru yang pulen dan berdaya hasil tinggi misalnya Cisadane (1980). Areal pertanaman varietas unggul terus meluas dan produksi padi di Indonesia terus meningkat. Puncak keberhasilannya adalah dicapainya swasembada padi pada tahun 1984. Pada tahun 1986 dilepas varietas IR-64 yang merupakan introduksi dari IRRI. Varietas tersebut memiliki daya hasil yang tinggi, responsif terhadap pemupukan, relatif tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, daya adaptasi luas, serta bersifat pulen, sehingga sangat digemari oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Varietas itulah terus populer dan mendominasi pertanaman padi di Indonesia selama beberapa dekade. Seiring dengan penggunaan varietas unggul dengan teknik budidaya yang intensif produksi dan produktivitas padi nasional juga terus naik. Pada tahun 1972 produksi padi nasional sebesar 20 juta ton dengan produktivitas 3.21 ton/ha, sedangkan pada tahun 1984 produksi nasional sebesar 38.14 juta ton dengan produktivitas 3.91 ton/ha. Pada tahun 2000, produksi nasional mencapai sekitar 4.4 ton/ha. Permasalahan yang kemudian muncul adalah terjadinya pelandaian peningkatan produksi dan produktivitas padi secara nasional. Data BPS menyebutkan bahwa pertambahan produksi padi nasional tahun 1974 sampai dengan 1980 sebesar 4,8% per tahun, sedangkan pada

dekade 1981-1990 sebesar 4,35%. Angka tersebut kembali turun pada dekade 19912000 menjadi sebesar 1,32%. Peningkatan produktivitas atau rata-rata produksi padi perhektar secara nasional juga mengalami penurunan. Rata-rata peningkatan produktivitas padi secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29% tahun 1981-1990 sebesar 3,03%, sedangkan pada tahun 1991-2000 mengalami penurunan menjadi 1,15%, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Prediksi ke Depan Dengan asumsi pertambahan penduduk 1,35% per tahun dan tingkat konsumsi 133 kg/kapita/th, kebutuhan padi di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 70 juta ton. Hal itu berarti 19 juta ton lebih tinggi daripada tahun 2000. Jika kita anggap luas lahan dan kualitas lahan tanaman padi tidak berubah, maka kebutuhan padi tahun 2025 tersebut dapat dipenuhi dengan produktivitas padi nasional sebesar 6 ton/ha. Rata-rata hasil nasional saat ini sekitar 4.4 ton/ha. Jadi terdapat selisih sebesar 1.6 ton/ha yang harus dicapai pada tahun 2025. Besarnya peningkatan produktivitas padi nasional yang dicapai selama ini adalah 0.5 ton/ha dalam 15 tahun. Jadi, dalam waktu 25 tahun hanya dicapai peningkatan produktivitas padi nasional sebesar 0.83 ton/ha (dari 1.6 ton/ha yang dibutuhkan). Produksi yang dapat dicapai adalah 61 juta ton (kebutuhan 70 juta ton). Devisit 9 juta ton. Dari mana diperoleh? Upaya ke Depan Varietas unggul baru selalu dikembangkan untuk menghadapi tantangan zaman. Salah satu terobosan adalah perakitan padi tipe baru. Padi tersebut memiliki tekstur yang memungkinkan memiliki potensi hasil maksimal. Tipe tanaman yang dibentuk adalah malai panjang, jumlah anakan sedikit. Sifat lain yang diharapkan akan terbentuk adalah batang kuat, postur tanaman tegak, daun hijau tua dengan masa penuaan (senesence) yang lambat, serta tahan terhadap hama penyakit utama. Padi tipe baru mulai dikembangkan di IRRI dengan banyak memanfaatkan varietas lokal Indonesia. Indonesia sendiri, mulai merakit padi tipe baru pada tahun 1985 dan terus dikembangkan sampai sekarang. Padi yang lebih banyak menarik perhatian dunia swasta adalah padi hibrida. Padi hibrida dapat memberikan lonjakan hasil melalui fenomena hipotesis, yaitu penampakan keturunan F1 (keturunan pertama hasil persilangan antara dua tetua yang berbeda) yang lebih bagus daripada kedua tetuanya, atau varietas terbaik yang telah ada. Padi hibrida mulai dikembangkan di Cina pada tahun 1964 dengan ditemukannya mandul jantan. Selanjutnya pada tahun 1976 padi hibrida telah dikomersialkan. Saat ini, lebih dari separuh areal pertanaman padi di Cina adalah hibrida. Padi hibrida di sana mampu memberikan hasil 15% lebih tinggi daripada varietas non hibrida. Pihak lain yang semenjak awal meneliti padi hibrida adalah Jepang, Amerika, IRRI, dan India. Penelitian padi hibrida di Indonesia dimulai sekitar tahun 1980-an, dengan mengintroduksi padi hibrida dari Cina, dan selanjutnya memanfaatkan padi asal Indonesia sendiri, serta bekerjasama dengan IRRI. Pada tahun 2002 ini, telah dilepas dua varietas padi hibrida oleh pemerintah (Badan Litbang Departemen Pertanian) dan lima varietas oleh swasta. Varietas-varietas hibrida lain segera menyusul. Padi tipe baru dan padi hibrida, diharapkan merupakan terobosan teknologi yang dapat menciptakan lonjakan produksi padi nasional. Tidak Sekedar Produksi

Perakitan varietas unggul tidak hanya dirancang untuk menjawab tantangan produksi. Masyarakat yang relatif mampu, tidak hanya sekedar memburu kenyang, tetapi enak dan bergengsi. Padi aromatik jawaban untuk itu. Padi tahun 2000 telah dilepas varietas unggul aromatik bernama Sintanur, disusul Batang Gadis tahun 2002. Padi aromatik lainnya adalah Celebes 1 dan 2. Pihak swasta tidak ketinggalan telah melepas varietas hibrida aromatik. Padi dengan kandungan Fe tinggi tengah diteliti untuk menolong masyarakat yang menderita defisiensi zat besi (Fe) namun dia menggantungkan makanannya kepada nasi. IRRI telah mengembangkan golden rice, yaitu padi yang memiliki kandungan vitamin A yang tinggi. Padinya berwarna kuning keemasan, sehingga disebut golden rice. Daerah masam, memerlukan varietas padi tersendiri, sehingga memerlukan parakitan varietas tersendiri, demikian juga dengan lahan kering, lahan pasang surut, lahan suhu rendah di dataran tinggi, lahan gambut, dan lain-lain memerlukan perakitan varietas tersendiri. Hama penyakit pun terus berkembang. Setiap daerah memiliki ras hama/penyakit tersendiri, sehingga memerlukan varietas yang khusus pula. Bahkan, dalam kurun waktu beberapa tahun, dapat muncul ras hama penyakit baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang telah ada. Oleh karena itu, perakitan varietas padi adalah tindakan berkelanjutan yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan. Penelitian padi, harus terus dikembangkan. Pemetaan gen dan penelitian genome padi tengah dilakukan oleh dunia internasional saat ini. Penelitian tidak lagi pada penampakan fenotip tanaman yang dapat dilihat oleh mata, tetapi sudah sampai pada titik terdalam dari seluruh aktivitas biologi padi, yaitu GEN. Mampukah itu menjawab semua tantangan yang ada? Kita doakan bersama. UntungSusanto,SP,MP Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi (Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 26 Pebruari 2003)

Manfaat Bibit Bermutu dalam Agribisnis Buah Pengalaman Thailand menjadi produsen dan pengekspor buah terbesar di kawasan ASEAN diawali dengan gerakan massal penanaman bibit bermutu buah-buahan varietas unggul. Konon prakarsa memasyarakatkan bibit buah bermutu dirintis sejak lama, tepatnya pada tahun 1958. Pada mulanya Departemen Pertanian tiap tahun mengadakan lomba dan pameran buah untuk menjaring jenis buah unggulan. Dari jenis buah unggulan dikembangkan usaha produksi bibit bermutu secara professional, antara lain oleh The Bangkoknoj Fruit Research Station. Kita menyadari bila pada awal penanaman buah-buahan menggunakan bibit asalasalan, dampaknya baru terasa setelah 5-10 tahun. Selama itu pula biasanya rugi financial, waktu, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengembangan sentrum buahbuahan berpola agribisnis dan agroindustri harus memprioritaskan varietas unggul dan bibit bermutu. Varietas unggul adalah varietas atau jenis yang mempunyai sifat-sifat lebih baik daripada varietas lainnya, seperti unggul dalam hal produksi, kualitas hasil, ketahanan terhadap penyakit, berumur pendek (genjah), dan beradaptasi luas terhadap berbagai lingkungan tumbuh. keuntungan bibit bermutu dari varietas unggul antara lain: dapat menjamin kepastian berproduksi dan kualitasnya optimal sesuai dengan selera konsumen (pasar) Bibit unggul tanaman buah buahan yang berasal dari varietas unggul disebut bibit bermutu. Karakteristik bibit bermutu meliputi prasyarat : (a) pertumbuhannya sehat (b) bersertifikat (labelisasi) (c) Hasil perbanyakan vegetatif, seperti okulasi, grafting dan susuan. Alur bibit menurut Dr.Ir.M.Winarno, M.Sc., terdiri atas Pohon Induk (PI), Blok Fondasi (BF), Blok Penggandaan (BP), dan Penangkar Bibit (PB). Pohon induk (PI) merupakan sumber perbanyakan bibit yang memiliki syarat varietas unggul yang telah dirilis, berasal dari hasil penelitian, seleksi plasma nutfah dan hasil pemutihan yang secara periodik diperiksa kesehatannya, serta di bawah tanggung jawab lembaga penelitian. Blok Fondasi (BF) merupakan tempat penanaman pohon induk yang akan diperbanyak atau disebarkan di Blok Penggandaan. Di Blok Fondasi ini harus mempunyai pohon induk, ditanam beberapa varietas anjuran, dan penanamannya dikelompokkan berdasarkan pembagian agroklimat. Pengelolaan Blok Fondasi dilakukan oleh Balai Benih Induk (BBI), berdasarkan wilayah pengembangan buah-buahan. Blok Penggandaan merupakan lokasi tempat perbanyakan bibit yang batang atasnya

berasal dari Blok Fondasi. Pengelolaan BP dilakukan oleh BBI dan BUMN atau Swasta yang sekaligus menjadi mitra usaha para penangkar bibit di daerah. Penangkar bibit adalah orang yang memperbanyak bibit sumber yang berasal dari BP. Penangkar bibit harus terdaftar dan dibina oleh BPSBTPH. Oleh karena itu lembaga yang menangani alur bibit buah-buahan terdiri atas pemulia tanaman dan para pakar yang bertanggung jawab atas pohon induk, BPSBTPH yang bertanggung jawab dan mengawasi mutu bibit yang dihasilkan mulai dari BF sampai dengan tingkat penangkar bibit, dan Balai Proteksi Tanaman Pangan (BPTP) bertanggung jawab terhadap pengendalian organisme pengganggu tanaman mulai dari BF sampai dengan di pertanaman petani atau pekebun buahbuahan. Perkembangan kebun buah-buahan di Indonesia masih terhambat oleh ketersediaan bibit unggul (bermutu). Bermunculan kebun bibit perseorangan dan swasta yang bermotif komersial. VARIETAS UNGGUL HIBRIDA YANG DILEPASDI INDONESIA: Keunggulan dan Kelemahan Saat ini di Indonesia telah dilepas 31 varietas padi hibrida (Tabel 1),enam di antaranya dirakit oleh BB Padi yaitu Maro, Rokan, Hipa3, Hipa4,Hipa5 Ceva, dan Hipa6 Jete.D a r i a s p e k p o t e n s i h a s i l k e e n a m V U H t e r s e b u t s e c a r a n y a t a memberikan hasil gabah kering giling 1,0-1,5 t/ha atau 17-28% lebih tinggidari IR64. Kelemahan ke enam VUH ini antara lain rentan terhadap WBC,HDB, dan virus tungro yang dapat menyebabkan tingkat heterosisnyabervariasi atau dengan kata lain tidak di semua lokasi mampu memberikanhasil lebih tinggi dibandingkan inbrida terbaik. Oleh sebab itu, salah satuprioritas dalam perakitan padi hibrida selanjutnya adalah, memperbaikistabilitas GMJ, meningkatkan nilai heterosis pada karakter hasil, danmemperbaiki ketahanan terhadap hama dan penyakit utama, serta mutuproduk.Di dalam populasi materi pemuliaan padi hibrida saat ini, tersedia calon hibrida baru

Selain sejumlah hibrida harapan tersebut di atas, dari program perakitantetua pembentuk padi hibrida, saat ini telah diperoleh sejumlah calon GMJyang mempunyai sterilitas stabil. Pembentukan GMJ tersebut dilakukanmelalui uji persilangan untuk mengidentifikasi galur pelestari (B) danmengonversi menjadi galur GMJ dengan metode silang balik. Dalampembentukan GMJ selain diperhatikan karakter karakter utama yangdiperlukan seperti sterilitas jantan yang stabil, eksersi malai dan stigmayang sempurna, serta tanaman yang pendek, juga ditekankan padaketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu beras, dan penyediaanGMJ dari PTB. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat dibentuk GMJ unggul yang mampu menjadi komponen pembentuk padi hibridayang lebih adaptif, dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan preferensi pengguna

Keunggulan padi hibrida : Hasil lebih tinggi daripada hasil unggul inhibrida Vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yanglebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yanglebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistemperakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malailebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi

Kelemahan padi hibrida : Harga benih yang mahal Petani harus beli benih baru setiap tanam Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padihibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atauvarietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja Produksi benih rumit Memerlukan area tanaman dengan syarat tumbuh tertentu

You might also like