You are on page 1of 12

Filsafat Zaman Yunani Kuno

1.1 Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu ("arche" = ).
Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales
mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air.
Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir ("panta rei" = selalu berubah), sedang
Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi
pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang
banyak itu sebenarnya hanya satu? Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang
didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya
tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil
mengembangkan metode reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.

1.2 Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM), Plato (428-
348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM).
1.2.1 Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak
dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk
"melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan
demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan
oleh Plato, muridnya.Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai
"sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Sokrates lebih berminat pada masalah
manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik
alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian,
Sokrates "menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya
ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa "memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak
kaum muda" dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang
menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan
kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan
banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.
1.2.2 Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati.
Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Dalam wawasan
Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di dunia idea. Dunia idea mengatasi realitas
yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-
kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ...
bisa berubah dan berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung, ... kekal adanya. Itulah sebabnya
yang Satu dapat menjadi yang Banyak. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya
merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang
sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia
inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah
terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu
memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan,
dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai
dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia
kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi,
"becoming").

1.2.3 Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju
dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa
tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal
abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati,
mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta
dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada
dalam benda-benda. Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut
Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles
realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal
bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk
dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang
merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran
manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia
tidak ada idea-bawaan.

Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh
pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif.
Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang
berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu. Inilah
silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara
khusus menguji keabsahan cara berfikir. Logika dibentuk dari kata berarti sesuatu yang
diutarakan. Daripadanya logika,oo, dan ,okio berarti pertimbangan pikiran atau akal yang
dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular
dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal.

Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang
sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang
manusia dan memilih "hylemorfisme": apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu
merupakan pengejawantahan material ("hyle") sana-sini dari bentuk ("morphe") yang sama.
Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam individu yang bersangkutan.
Materi (substansi) memberi kemungkinan ("dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan
(aktualitas) bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu
yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides diatasi
dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang "berubah".

Dalam konteks ini dapat dimengerti bila Aristoteles ada pada pandangan bahwa wanita adalah
"pria yang belum lengkap". Dalam reproduksi, wanita bersifat pasif dan reseptif, sedang pria
aktif dan produktif. Semua sifat yang aktual ada pada anak potensial terkumpul lengkap dalam
sperma pria. Wanita adalah "ladang", yang menerima dan menumbuhkan benih, sementara pria
adalah "yang menanam". Dalam bahasa filsafat Aristoteles, pria menyediakan "bentuk", sedang
wanita menyumbangkan "substansi".
Dalam makluk hidup (tumbuhan, binatang, manusia), bentuk diberi nama "jiwa" ("psyche",
Latin: anima). Tetapi jiwa pada manusia memiliki sifat istimewa: berkat jiwanya, manusia dapat
"mengamati" dunia secara inderawi, tetapi juga sanggup "mengerti" dunia dalam dirinya. Jiwa
manusia dilengkapi dengan "nous" (Latin: "ratio" atau "intellectus") yang membuat manusia
mampu mengucapkan dan menerima "logoz". Itu membuat manusia memiliki bahasa.

Pemikiran Aristoteles merupakan hartakarun umat manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa
sampai kini, -- itu berkat kekuatan sintesis dan konsistensi argumentasi filsafatinya, dan cara
kerjanya yang berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data. Singkatnya, ia berhasil
dengan gemilang menggabungkan (melakukan sintesis) metode empiris-induktif dan rasional-
deduktif tersebut diatas.
Aristoteles adalah guru Iskandar Agung, raja yang berhasil membangun kekaisaran dalam
wilayah yang sangat besar dari Yunani-Mesir sampai ke India-Himalaya. Dengan itu, Helenisme
(Hellas = Yunani) menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan pemikiran filsafati dan
kebudayaan di wilayah Timur Tengah juga. -- (Catatan kecil saja dari FSP: Maka jangan terkejut
jika pandangan berat-sebelah tentang pria-wanita sangat dominan sampai kini. Legitimasi
filsafati agaknya telah diberikan oleh Arsitoteles atas praktek yanh umum di dalam masyarakat
Timur Tengah, Eropa abad pertengahan dan dimana saja. Gereja Katolik pun selama berabad-
abad mengikuti pendirian yang sama, sekalipun landasan biblisnya sama sekali tidak ada. Yesus,
sebagaimana tampak dalam Injil, memiliki pandangan yang sama sekali tidak berat-sebelah
tentang gender.)
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk mempelajari realitas.
Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan sebagai organon ("alat")
untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam theoria
yang membawa kepada praxis. Aristoteles mengawali, atau sekurang-kurangnya secara tidak
langsung mendorong, kelahiran banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran,
dan tentu saja fisika. Ada benang merah yang nyata, antara sumbangan pemikiran dalam Physica
(yang ditulisnya), dengan Almagest (oleh Ptolemeus), Principia dan Opticks (dari Newton), serta
Experiments on Electricity (oleh Franklin), Chemistry (dari Lavoisier), Geology (ditulis oleh
Lyell), dan The Origin of Species (hasil pemikiran Darwin). Masing-masing merupakan produk
refleksi para pemikir itu dalam situasi dan tradisi yang tersedia dalam zamannya masing-masing.

1.3 Zaman Yunani pasca-aristoteles ditandai oleh tiga aliran pemikiran filsafat, yaitu Stoisisme,
Epikurisme dan Neo-platonisme. Stoisisme (Zeno, 333-262 sM) terkenal karena etikanya:
manusia berbahagia jika ia bertindak rasional. Epikurisme (Epikuros, 341-270 sM) juga terkenal
dalam etika: "kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita".

Neo-platonisme (Plotinos, 205-270 M). Idea kebaikan (idea tertinggi dalam Plato) = "to hen",
yang esa, "the one". Yang esavc otdisebut oleh Plotinos adalah awal, yang pertama, yang paling
baik, paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenal oleh manusia karena tidak
dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga. Yang esa adalah pusat daya, -- seluruh
realitas berasal dari pusat itu lewat proses pancaran (emanasi), bagai matahari yang
memancarkan sinarnya. Kendati proses emanasi, yang esa tak berkurang atau terpengaruh sama
sekali.

Dari = "nous", budi, akal, bahkan roh (?). "Nous",uov mengalir vc ot =q_vmerupakan
"bayang-bayang" dari "to hen". Dari "nous" mengalir = "me on", uo q"psykhe", jiwa, yang
merupakan perbatasan "nous" dengan materi, yang merupakan kemungkinan atau potensi bagi
keberadaan suatu bentuk, yang pada manusia adalah tubuh. "Psykhe" merupakan penghubung
antara "nous" yang terang, yang berlawanan dengan materi yang gelap, yang rohani berlawanan
dengan yang jasmani. -- Menurut neo-platonisme, perlawanan itu merupakan penyimpangan dari
kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali kepada "to hen", dan itulah
tujuan hidup manusia. "To hen" kiranya identik dengan konsep "Sang Sangkan Paraning
Dumadi" dalam tradisi Jawa.
Kesatuan mistis dengan "to hen" merupakan kebenaran sejati. Manusia harus berkontemplasi
untuk mengatasi hal-hal yang inderawi, yang merupakan penghambat besar bagi pembebasannya
dari hidup dalam dimensi materi yang bersifat gelap (dan berakhir kepada kematian) menuju
kepada hidup dalam dimensi roh yang membawa kepada terang (serta awal dari kekekalan).

Jejak pemikiran neoplatonisme dapat diamati dalam pengalaman mistik, yaitu pengalaman
menyatu dengan Tuhan atau "jiwa kosmik". Banyak agama menekankan keterpisahan antara
Tuhan dan Ciptaan, tetapi para ahli mistik tidak menemui pemisahan seperti itu. Mereka jutru
mengalami rasa "penyatuan dengan Tuhan". Ketika penyatuan itu terjadi, ahli mistik merasa dia
"kehilangan dirinya", dia lenyap ke dalam diri Tuhan atau hilang dalam diri Tuhan, sebagaimana
setitik atau sepercik air kehilangan dirinya ketika telah menyatu dalam samudera raya.


Tetapi pengalaman mistik itu tidak selalu datang sendiri. Ahli mistik harus mencari jalan
"pencucian dan pencerahan" untuk bisa bertemu dengan Tuhan, melalui hidup sederhana dan
berbagai teknik meditasi. Kecenderungan mistik tu diketemukan dalam semua agama besar di
dunia. Dalam "agama" Jawa dikenallah konsep "manunggaling kawula lan Gusti", yang jejaknya
dalam sastra suluk Jawa digali dan diungkapkan bagi generasi masa kini dalam konteks filsafat
dan pandangan keagamaan.

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT
FROFIL SINGKAT
SEJARAH perkembangan filsafat berkembang atas dasar
pemikiran kefilsafatan yang telah dibangun sejak abad ke-6 SM. Ada dua orang filsuf yang corak
pemikirannya boleh dikatakan mewarnai diskusidiskusi filsafat sepanjang sejarah
perkembangannya, yaitu Herakleitos (535-475 SM) dan Parmenides (540-475 SM).

Pembagian secara periodisasi filsafat barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan, zaman
modern, dan masa kini. Aliran yang muncul dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah
Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Pragmatisme, dan NeoKantianianisme
dan Neo-tomisme. Pembagian secara periodisasi Filsafat Cina adalah zaman kuno, zaman
pembauran, zaman Neo-Konfusionisme, dan. zaman modern. Tema yang pokok di filsafat Cina
adalah masalah perikemanusiaan. Pembagian secara periodisasi filsafat India adalah periode
Weda, Wiracarita, Sutra-sutra, dan Skolastik. Adapun pada Filsafat Islam hanya ada dua periode,
yaitu periode Muta-kallimin dan periode filsafat Islam. Untuk sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan di sini pembahasan mengacu ke pemikiran filsafat di Barat.


Periode filsafat Yunani merupakan periode penting sejarah peradaban manusia karena pada
waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola
pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap
fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika
filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi
aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya
sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi
kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi
fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan
pengkajian. Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita
nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan
poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.

Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Karena untuk memahami sejarah
perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik,
karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan pemikiran secara teoretis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani.
Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman
kontemporer.

ZAMAN PRA YUNANI KUNO


PADA masa ini manusia masih menggunakan batu
sebagai peralatan. Oleh karena itu, zaman pra Yunani Kuno disebut juga Zaman Batu yang
berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun. Antara abad ke-15 sampai 6-SM, manusia
telah menemukan besi, tembaga, dan perak untuk berbagai peralatan. Abad kelima belas
Sebelum Masehi peralatan besi dipergunakan pertama kali di Irak, tidak di Eropa atau Tiongkok.

Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya filsafat di tempat itu disebut
suatu peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa faktor yang sudah mendahului dan
seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di Yunani.
Pada bangsa Yunani, seperti juga pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi yang
kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat, karena
mite-mite sudah merupakan percobaan untuk mengerti. Mite-mite sudah memberi jawaban atas
pertanyaan yang hidup dalam hati manusia: dari mana dunia kita? Dari mana kejadian dalam
alam? Apa sebab matahari terbit, lalu terbenam lagi? Melalui mite-mite, manusia mencari
keterangan tentang asal usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di
dalamnya. Mite jenis pertama yang mencari keterangan tentang asal usul alam semesta sendiri
biasanya disebut mite kosmogonis, sedangkan mite jenis kedua yang mencari keterangan tentang
asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta disebut mite kosmologis. Khusus pada bangsa
Yunani ialah mereka mengadakan beberapa usaha untuk menyusun mite-mite yang diceritakan
oleh rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Dalam usaha itu sudah tampaklah sifat
rasional bangsa Yunani. Karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis, mereka
sudah menyatakan keinginan untuk mengerti hubungan mite-mite satu sama lain dan
menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan dengan mite lain.

Kedua karya puisi Homeros yang masing-masing berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai
kedudukan istimewa dalam kesusasteraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut lama sekali
digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani. Pada dialog yang bernama
Foliteia, Plato mengatakan Homeros telah mendidik seluruh Hellas. Karena puisi Homeros pun
sangat digemari oleh rakyat untuk mengisi waktu terluang dan serentak juga mempunyai nilai
edukatif.

Pengaruh Ilmu Pengetahuan yang pada waktu itu sudah terdapat di Timur Kuno. Orang Yunani
tentu berutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu
pengetahuan dari mereka. Demikianlah ilmu ukur dan ilmu hitung sebagian berasal dari Mesir
dan Babylonia pasti ada pengaruhnya dalam perkembangan ilmu astronomi di negeri Yunani.
Namun, andil dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan Yunani tidak
boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsur-unsur tadi atas cara yang tidak
pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Baru pada bangsa Yunani ilmu
pengetahuan mendapat corak yang sungguh-sungguh ilmiah.

Pada abad ke-6 Sebelum Masehi mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali
berlainan. Sejak saat itu orang mulai mencari berbagai jawaban rasional tentang problem yang
diajukan oleh alam semesta. Logos (akal budi, rasio) mengganti mythos. Dengan demikian
filsafat dilahirkan.

Pada zaman Pra Yunani Kuno di dunia ilmu pengetahuan dicirikan berdasarkan know how yang
dilandasi pengalaman empiris. Di samping itu, kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one-
to one correspondency atau mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang akan masuk
dan ke luar kandang dengan kerikil. Namun pada masa ini manusia sudah mulai memperhatikan
keadaan alam semesta sebagai suatu proses alam.





ZAMAN YUNANI KUNO


Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu
dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi
mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan
sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap
belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis
inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa
filsuf pada masa itu antara lain Thales (625-545 SM), Phytagoras (580-500 SM), Socrates (469-
399 SM), Plato (427-347 SM), hingga Aristoteles (384-322 SM).


Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan
nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal
dari segala sesuatu. Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu yang tak
terbatas (to apeiron). Anaximenes arche itu udara, Pythagoras arche itu bilangan, Heraklitos
arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (panta rhei).
Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak.

ZAMAN KEEMASAN FILSAFAT YUNANI


Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan
filsafat dapat berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika)
dinamakan kaum sofis. Kegiatan mereka adalah mengajarkan pengetahuan pada kaum muda.
Yang menjadi objek penyelidikannya bukan lagi alam tetapi manusia, sebagaimana yang
dikatakan oleh Prothagoras, Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya. Hal ini ditentang oleh
Socrates dengan mengatakan bahwa yang benar dan yang baik harus dipandang sebagai nilai-
nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates
dihukum mati.


Hasil pemikiran Socrates dapat diketemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato
mengatakan: realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya terbuka bagi pancaindra dan
dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang
kedua dunia ide.


Pendapat tersebut dikritik oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang ada itu adalah
manusia-manusia yang konkret. Ide manusia tidak terdapat dalam kenyataan. Aristoteles
adalah filsuf realis, dan sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali.
Sumbangan yang sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai
abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut
Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstraksi matematis, dan metafisis.

Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk
mencapai kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap unsur
kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana
seseorang menangkap unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain
disebut abstraksi metafisis.

Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk. Keduanya ini
merupakan prinsip-prinsip metafisis, Materi adal.ah prinsip yaug tidak ditentukan, sedangkan
bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini terkenal dengan sebutan Hylemorfisyme.

MASA HELINITIS DAN ROMAWI


Pada zaman Alexander Agung (359-323 SM) sebagai kaisar Romawi dari Macedonia dengan
kekuatan militer yang besar menguasai Yunani, Mesir, Hingga Syria. Pada masa itu berkembang
sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena kekuasaan
Romawi dengan ekspansi yang luas membawa kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-
kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung.
Bidang filsafat, di Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula
pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika akhirnya ekspansi Romawi meluas
sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani, karena
kekaisaran Romawi pun pintu di buka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.

Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-
sungguh besar kecuali Plotinus. Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut:
Pertama, Sinisme. Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut
Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat
dihindari. Aliran Sinisme merupakan pengembangan dari aliran Stoik.
Kedua, Stoik. Menyatakan penyangkalannya adanya Ruh dan Materi aliran ini disebut juga
dengan Monoisme dan menolak pandangan Aristoteles dengan Dualismenya. Ketiga, Epikurime.
Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau
mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa. Setiap tindakan harus
dipikirkan akan akibatnya. Aliran ini merupakan pengembangan dari teori atom Democritus
sebagai obat mujarab untuk menghilangkan rasa takut pada takhayul. Keempat, Neo Platonisme.
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah Plotinus. Seluruh
filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala sesuatu berasal dari yang satu dan ingin
kembali kepadanya.


ZAMAN ABAD PERTENGAHAN


Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas
ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini
adalah ancilla theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga
temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.
Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan
oleh Nabi Isa as. pada permulaan Abad Masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan
keagamaan.

Pada zaman ini kebesaran kerajaan Romawi runtuh, begitu pula dengan peradaban yang
didasakan oleh logika ditutup oleh gereja dan digantikan dengan logika keagamaan. Agama
Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang
merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang
mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal
adanya wahyu. Pada zaman itu akademia Plato di Athena ditutup meskipun ajaran-ajaran
Aristoteles tetap dapat dikenal. Para filosof nyaris begitu saja menyatakan bahwa Agama Kristen
adalah benar.

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua: Golongan yang menolak sama sekali
pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak
mengakui wahyu. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan
Tuhan, kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin
akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati maka akal dapat dibantu oleh wahyu.

Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode, yaitu: Periode Patristik, berasal
dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-ahli agama Kristen pada abad
permulaan agama Kristen. Periode ini mengalami dua tahap: 1) Permulaan agama Kristen.
Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama Kristen
memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma. 2)
Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik.
Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. Periode Skolastik, berlangsung dari
tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap: 1) Periode skolastik awal (abad ke-9-
12), ditandai oleh pembentukan rnetode-metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara
agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang Universalia. 2) Periode
puncak perkembangan skolastik (abad ke-13), ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh
Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas
Aquinas. 3) Periode skolastik akhir (abad ke-14-15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan
yang berkembang ke arah nominalisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak
memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal.
Pengertian umum hanya momen yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objekti.

ZAMAN RENAISSANCE

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-
dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai
berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang
merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri,
tidak didasarkan atas campur tangan ilahi. Penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai
dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini
adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes
Keppler, Galileo Galilei. Berikut cuplikan pemikiran para filsuf tersebut yaitu Roger Bacon,
Copernicus, Johannes Keppler (awal 1600-an), dan Galileo Galilei.



ZAMAN MODERN


Zaman modern ditandai dengan berbagai penentuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu
pengeahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti
Rene Descartes (1596-1650), tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat moden. Rene Descartes
juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri
atas dua garis turus X dan Y dalarn bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teori
gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya strugglefor life (perjuangan untuk hidup). JJ.
Thompson dengan temuannya elektron.


ZAMAN KONTEMPORER (ARAD KE-20 DAN SETERUSNYA)


Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika menempati kedudukan
yang paling tiggi. Menurut Traut fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek
materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang mernbentuk alam semesta juga
menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dengan flsafat terliht dalam dua cara.
Pertama, persuasi filosafis mengenai metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan
subtasional tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang, dan waktu). Kedua,
ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenornena tentang materi, kuasa, ruang, dan waktu.
Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika.

Fisikawan abad ke-21 adalah Albert Einstain menyatakan bahwa alam itu tidak terhingga
besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari
waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu
bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Di samping teori
mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, Zaman Kantemporer ini ditandai dengan
penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu
yang rrrengalami kemaj uan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit
komunikasi, internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat,
sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kantemporer mengetahui hal
yang sedikit, tetapi secara rnendalam. Ilmnu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan
subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Di samping kecenderungan ke
arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainya,
sehingga dihadirkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan
teknolagi kloning.
http://visitnabire.multiply.com/journal/item/20/SEJARAH_PERKEMBANGAN_FILSAFAT?&s
how_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

You might also like