You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Perkembangan budaya di Indonesia dari budaya tradisi menjadi budaya kontemporer diketahui menimbulkan beberapa permasalahan sosial seperti sikap individualis dan westernisme. Permasalahan sosial tersebut berdampak luas pada pola pikir masyarakat Indonesia yang dominan masyarakat adat dan tradisi. Pengikisan nilainilai budaya merupakan satu dari sekian banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh budaya global (kontemporer) itu. Perkembangan budaya tradisi Indonesia yang saat ini tengah dikikis oleh budaya global yang negatif semakin tidak mendapat dukungan dari seluruh komponen masyarakat. Sebagian besar masyarakat lebih mementingkan arti modernisasi daripada tradisi. Gamelan sebagai hasil budaya dan alat musik tradisi karya anak negeri, dewasa ini justru tidak mendapatkan perhatian dari sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini ditengarai karena kurang adanya korelasi kebijakan antara pemerintah dan masyarakat sehingga mengakibatkan gamelan sebagai produk budaya Indonesia terasa asing bagi warga masyarakat pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. Kita akui memang bahwa di Indonesia ini musik tradisional jumlahnya lebih beragam dan sangat baku dilengkapi dengan beberapa alat musik yang sangat sulit penggunaannya. Tetapi, hal tersebut bukanlah sebuah alasan untuk mengesampingkan produk tradisi negeri ini. Oleh karena itu, kiranya ada suatu kajian ilmiah mengenai eksistensi gamelan sebagai sebuah produk tradisi ditinjau dari filosofi budaya, seni dan sejarah di tengah zaman global. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang kami temukan sesuai latar belakang di atas, kami rumuskan sebagai berikut: di Indonesia? Gamelan Jawa? 1.3 Tujuan 1 Apa makna filosofis yang terkandung dalam seperangkat Bagaimana sejarah dan perkembangan Gamelan Jawa

Kami membuat karya tulis ini bertujuan agar: di Indonesia. Mengetahui makna filosofis yang terkandung dalam seperangkat Gamelan Jawa. Mengetahui sejarah dan perkembangan Gamelan Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gamelan Bagi masyarakat Indonesia, di Pulau Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan. Merekaorang Jawa maupun Sundatahu mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan, sekali pun orang bersangkutan tak bisa memainkannya. Mereka mengenal istilah gamelan, karawitan, atau gangsa. Akan tetapi, barangkali masih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa. Sarjana berkebangsaan Belanda, Dr. J.L.A. Brandes, mengatakan bahwa jauh sebelum datang pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki keterampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889), yakni wayang, gamelan, ilmu irama sanjak, batik, pengerjaan logam, sistem mata uang sendiri, ilmu teknologi pelayaran, astronomi, pertanian sawah, birokrasi pemerintahan yang teratur. Dengan begitu, bila pendapat Brandes tak keliru, kesepuluh butir keterampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa India. Ini benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman prasejarahmeski tahun yang tepat sulit diketahui karena masyarakatnya belum mengenal sistem tulisan. Tidak ada bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak gamelan pada masa prasejarah. Gamelan merupakan produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian; dan kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian, meski wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Apabila antarbangsa terjadi kontak budaya, keseniannya pun ikut bersinggungan, sehingga dapat terjadi satu bangsa menyerap bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kondisi setempat. Oleh karena itu, sejak keberadaannya, gamelan sampai sekarang telah mengalami perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan ansambelnya. (Wacana Nusantara:2009) 2.2 Manusia dan Gamelan

Dewasa ini telah banyak diadakan penelitian sosio-psikologi pada manusia yang gunanya untuk mengtahui kemampuan menonjol yang dimiliki masing-masing individu, seperti IQ, EQ, dan SQ. Dari hasil penelitian bertahun-tahun oleh para ahli disimpulkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk musical. Tubuh manusia terdapat irama yang harmonis, (detak jantung, tarikan nafas, aliran darah, dan detak nadi mempunyai keteraturan yang membentuk musik) seperti halnya alam semesta yang juga berirama. Nada-nada alam semesta yang tertangkap oleh kepekaan rasa diungkapkan menjadi nada-nada Gamelan. Lewat nada-nada musik tersebut manusia melakukan pemujaan dan perenungan spiritual. Nada-nada musik bukan sekedar seni, tetapi merupakan bahasa jiwa, spirit kehidupan, musik Sang Maha Pencipta, bahasa pertama yang menjadi asal muasal kehidupan. Sebagai media dan bentuk komunikasi universal, nada-nada musik melewati bahasa verbal, diterima indera pendengaran, diteruskan ke hati, pusat rasa. Karena Rasa itulah, maka nada-nada musik melewati batas-batas etnis, agama, komunitas dan negara. (Santoso, Djoko: 2009) Musik gamelan (Jawa,Bali,Sunda) adalah salah satu musik tradisional Indonesia yang kian dapat diterima keberadaannya di dunia internasional. Alat musik yang diduga kuat telah ada sejak tahun 167M telah diajarkan disekolah-sekaolah maupun universitas diantaranya di Amerika, Inggris, kanada, Australia, Singapura dan masih banyak Negara lainnya, bahkan baru-baru ini gamelan telah tersebar di benua afrika tepatnya di negara Namibia. Menurut Prof Dr. Rahayu Supanggah dalam sarasehan gamelan for the young beberapa waktu lalu di Laurensia School, gamelan telah diajarkan sebagai pendidikan karakter bagi anak-anak sekolah dasar di Singapura, bahkan di Inggris digunakan sebagai media terapi bagi narapidana kelas satu, program ini dikenal dengan good vibrations.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Sejarah Gamelan Kebudayaan Jawa dan Nusantara umumnya, mulai memasuki zaman sejarah, ditandai dengan adanya sistem tulisan. Selama kurun waktu antara abad VIll sampai abad XV Masehi, kebudayaan Jawa mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan India. Unsur-unsur budaya India, salah satunya, dapat dilihat pada kesenian gamelan dan seni tari, melalui transformasi budaya Hindu-Buddha. Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan pada sumber verbal, yakni sumber tertulis berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-Buddha. Pun, sumber ini berupa sumber piktorial, seperti relief yang dipahatkan pada bangunan candi, baik candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 hingga ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai ke-15) (Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur, kelompok ansambel gamelan dikatakan sebagai tabehtabehan (dalam bahasa Jawa Baru tabuh-tabuhan atau tetabuhan, berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan dipukul). Menurut (Zoetmulder,1982) kata gaml dengan alat musik perkusif, yakni alat musik yang dipukul. Dalam bahasa Jawa, ada kata gmbl yang berarti alat pemukul. Dalam bahasa Bali, ada istilah gamblan yang kemudian mungkin menjadi istilah gamelan. Istilah gamelan telah disebut dalam kaitannya dengan musik. Pada masa Kadiri (abad ke-13 M), seorang ahli musik Judith Becker mengatakan bahwa kata gamelan berasal dari nama seorang pendeta Burma yang seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah gamelan dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan; namun ternyata tidak. (Wacana Nusantara:2009) 3.2 Piranti Gamelan Jawa Piranti Gamelan Jawa lazimnya dibuat dari bahan tosan (logam), seperti: besi, tembaga campur rejasa (nikel), atau perunggu, khusus untuk bilah-bilahnya. 5

Sedangakan tempat bilah-bilah gamelan (grobogan) umumnya dibuat dari bahan dasar kayu. Bahan tambahan lain yang digunakan antara lain bambu, kulit sapi (untuk kendhang) dan lain sebagainya. Piranti gamelan yang tidak menggunakan tosan hanya kendhang, gambang, rebab, suling, siter dan pemukulnya. Piranti gamelan bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu: dan gong demung, slenthem dan slentho celempung, suling dan rebab Kendhang yaitu: kendhang dan bedhug. Masing-masing 4 kelompok di atas tersebut mempunyai fungsi masing-masing untuk menciptakan nada-nada yang harmonis. Selain itu ada juga kelompok lain yang fungsinya memunculkan suara tetapi bukan dari alat musik gamelan yakni gerong, sindhen, alok, senggakan, dan keplok. 3.2.1 Demung Demung adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu set gamelan biasanya terdapat 2 demung, keduanya memiliki versi pelog dan slendro. Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar. Demung memiliki wilahan yang relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada wilahan saron, sehingga nada yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih berat daripada tabuh saron. Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara demung 1 dan demung 2, menghasilkan jalinan nada yang bervariasi namun mengikuti pola tertentu. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras. 6 Panerusan yaitu: bonang, gendr, gambang, siter, Balungan yaitu: saron panerus, saron barung, Gongan yaitu: kempyang, kethuk, kempul, kenong

3.2.2 Gambang Gambang merupakan salah satu perangkat gamelan jawa yang cara memainkannya dengan cara dipukul. Bilah-bilah gambang ditaruh di atas 2 buah bilah kayu yang berongga di bawahnya. Wujud gambang hampir sama dengan saron, akan tetapi bilah gambang lebih besar dan dibuat dari kayu yang sangat keras. Bilah gambang berukuran antara 29 cm sampai 58 cm. dan berjumlah 19 atau 20 buah. 3.2.3 Gender Gender merupakan salah satu perangkat gamelan jawa yang fungsinya menyerupai ayunan dan di bagian bawah ada tabung/silinder yang berguna untuk memunculkan gema suara. Tabung itu umumnya dibuat dari bambu. 3.2.4 Gong Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Gong dibagi menjadi 2 yakni: 1. 2. Gong Ageng dan Suwukan Gong Kempul

3.2.5 Kempyang Kempyang merupakan alat musik gamelan yang cara memainkannya dengan dipukul dengan fungsi sama seperti gender, kenong, bonang, dan kethuk. 3.2.6 Kendang Kendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.

Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.

3.2.7 Kenong Kenong merupakan piranti gamelan yang cara memainkannya dengan dipukul dengan fungsi ayunandan berukuran paling besar daripada kelompok sejenisnya. 3.2.8 Kethuk Kethuk merupakan piranti gamelan yang cara memainkannya dengan dipukul dengan fungsi ayunan. 3.2.9 Slenthem Slenthem merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan bila ditabuh. Beberapa kalangan menamakannya sebagai gender penembung. Seperti halnya pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D, E, G, A, C'. Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik, ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan "patet", yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya. Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh setengah kali ada balungan 8

karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran pada adegan perangan. 3.2.10 Siter Siter dan celempung adalah alat musik petik di dalam gamelan Jawa. Ada hubungannya juga dengan kecapi di gamelan Sunda. Siter dan celempung masingmasing memiliki 11 dan 13 pasang senar, direntang kedua sisinya di antara kotak resonator. Ciri khasnya satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan, sedangkan celempung panjangnya kira-kira 90 cm dan memiliki empat kaki, serta disetel satu oktaf di bawah siter. Siter dan celempung dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama (panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan balungan). Baik siter maupun celempung dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat). Nama "siter" berasal dari Bahasa Belanda "citer", yang juga berhubungan dengan Bahasa Inggris "zither". "Celempung" berkaitan dengan bentuk musikal Sunda celempungan. Senar siter dimainkan dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar. Siter dan celempung dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain. 3.2.11 Slentho Slentho merupakan piranti gamelan jawa yang dipukul. Slentho hampir sama dengan saron. Laras slentho berada di bawah demung, jadi jika dimasukkan dalam kelompok saron, slentho memiliki laras paling pendek, kira-kira satu oktaf di bawah demung. Fungsi slentho sangat sakral karena dipakai dalam upacara ritual jamasan pusaka keraton dan sekaten. Wujud slentho umumnya terdiri dari 7 bilah yang ditaruh di atas grobogan. Yang membuat berbeda alay musik ini yaitu adanya tonjolan dibagian tengah bilah yang mirip dengan bonang. 3.2.12 Bonang

Bonang merupakan piranti gamelan jawa yang dipukul. Bonang terbuat dari tosan yang dibuat cekung ke dalam sehingga menyerupai kenong dan ukurannya lebih kecih dan terdiri dari bonang barung dan penerus. Bonang terdiri dari 14 buah cacahan. Fungsi bonang dalam sebuah pergelaran adalah sebagai pengiring irama lagu (panerusan).

3.2.13 Rebab Rebab, (Arab: atau juga dilafalkan sebagai rebap, rabab, rebeb, rababah, al-rababa) adalah alat musik gesek yang biasanya menggunakan 2 atau 3 dawai, alat musik ini banyak di temukan di negara-negara Islam. Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara. (Wikipedia, 2008) 3.3 Perkembangan Gamelan Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya. Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, 10

paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama. Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden. Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending. Perkembangan klsifikasi alat musik gamelan Jawa terdiri dari: 1. 2. 3. 4. avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri; sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup; tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau karena dipukul;

digesek. Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha vadya), ideofon (ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India disebut laya, dibakukan dengan menggunakan pola tala yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban). Gamelan Jawa merupakan musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada. 11

Dapat kita ketahui bersama bahwa gamelan adalah sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis. 3.4 Gamelan Dalam Seni Karawitan Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar. Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan. Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini, siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001). Gamelan dalam pergelaran seni karawitan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10 15 pesinden dan atau gerong. Gamelan Jawa mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa dan memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri 12

sendiri masih banyak orang yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa tersebut. 3.5 Gamelan dan Ilmu Pengetahuan Menurut Judith Becker dalam buku, Gamelan Stories: Tantrism, Islam, and Aesthetics in Central Java , mengemukakan bahwa pada zaman pertengahan, di Indonesia, elemen Gamelan digunakan sebagai media pemujaan eksternal dan internal. Dia mengutip Sastrapustaka yang mengungkapkan makna esoteris nada-nada Gamelan yang berhubungan dengan chakra, panca indera dan rasa. Gamelan sebagai yantra, alat, dapat membantu tahapan meditasi sebelum mencapai keadaan Samadhi/Semedi. Melalui media musik tersebut orang bisa melakukan penjernihan fikir, penjernihan hati dan pemurnian jiwa yang berujung pada penyembuhan psikologis. Menurut Dr. Masaru Emoto membuktikan bahwa musik dapat mempengaruhi air, sehingga musik yang indah akan membuat air membentuk kristal hexagonal yang indah. Memahami bahwa baik manusia, hewan dan tanaman mengandung air, maka suara musik akan mempengaruhi semua makhluk hidup. Organ-organ manusia mempunyai getaran dengan berbagai frekuensi. Walau frekuensi yang dapat didengar manusia berkisar 20 Hz-20 KHz, frekuensi suara berbagai alat gamelan sangat bervariasi dan memungkinkan terjadinya frekuensi yang sama dengan organ tubuh. Bila getaran suara gamelan mempunyai frekuensi yang sama dengan suatu organ tubuh yang lemah, maka resonansi yang terjadi dapat memperkuat dan menyembuhkan organ yang bersangkutan. Musik yang harmonis juga akan mebuat sapi merasa tenang dan mempengaruhi sistem kelenjar yang berhubungan dengan susu. Selanjutnya, getaran frekuensi tinggi dari gamelan akan merangsang stomata tanaman untuk tetap terbuka, meningkatkan proses pertumbuhan. Bunga-bunga yang beraneka warna pada umumnya mempunyai panjang gelombang sama seperti panjang gelombang warnanya. Suara alat-alat musik yang bervariasi panjang gelombangnya dapat mempengaruhi organ yang sama panjang gelombangnya. Sebuah lembaga penelitian tentang perkembangan otak di jepang mengadakan riset tentang pengaruh gelombang suara supersonic gamelan terhadap perkembangan otak. Gelombang suara supersonic adalah suara yang tidak dapat dideteksi/didengar oleh telinga kita tanpa bantuan alat khusus. Ternyata gelombang suara supersonic 13

mampu menstimulasi peningkatan produksi beberapa hormon penting di otak yang mana sangat baik untuk perkembangan otak. Dan ternyata gamelan (Jawa dan Bali) banyak sekali memproduksi gelombang supersonic ini jauh lebih tinggi dari musik klasik. 3.6 Nilai Filosofi Gamelan Nilai-nilai filosofi dalam gamelan adalah nilai-nilai keharmonisan hubungan manusia baik secara horizontal maupun vertikal dengan Sang Maha Penciptanya. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya. Pada masyarakat jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat berfungsi juga bagi pendidikan. 3.7 Ketertinggalan Gamelan dari Zaman Global Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan gendhinggendhing yang dikeluarkan. Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan. Selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih menyukai jika membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat musik dan seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat jalan untuk lestari. Menurut HIMA UGM, ada beberapa faktor yang membuat gamelan belum maksimal di masyarakat pada zaman global sekarang yakni:

14

1.

Faktor kurangnya keberanian para praktisi gamelan keluar dari pakem

yang selama ini dianutnya, pakem dianggap aturan/tatacara yang sudah final sehingga tidak perlu lagi adanya pakem-pakem baru. 2. 3. 4. anak. 5. Hegemoni musik barat yang selalu dipaksakan menjadi acuan dalam pembelajaran musik di Indonesia, padahal sejak era 2000an hingga kini pendidikan musik di Negara maju sudah mulai mengadopsi gamelan sebagai bagian dari pendidikan karakter, karena gamelan dinilai sebagai musik yang humanis, karena nilai-nilai kebersamaan, empati, toleransi dan kolektifitas yang menjadi suatu kekhasan dalam gamelan, karena hal tersebut tidak didapatkan dari musik klasik barat yang cenderung individualis, miskin improvisasi, dan kaku karena harus memainkan sesuai dengan perintah partitur. Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan gamelan. Perlu dipikirkan pula demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan budaya sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para empu-empu karawitan, tari, dan seni tradisi lainnya. (Himpunan Mahasiswa Arkeologi, UGM:2007) Faktor minimnya para peneliti/ilmuwan dalam seni tradisi (gamelan) Faktor gamelan yang dipresepsikan hanya untuk dimainkan oleh orang Minimnya komposisi musik gamelan yang khusus dimainkan oleh anaktentang kegunaan/efek gamelan bagi kecerdasan emosional anak. dewasa.

15

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Sesuai dengan pembahasan pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa: 1. 2. 3. 4. Gamelan merupakan musik tradisi asli Indonesia hasil perpaduan budaya Piranti gamelan bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu Gongan, Gamelan Jawa merupakan musik dengan nada pentatonis dimana satu Nilai-nilai filosofi dalam gamelan adalah nilai-nilai keharmonisan Hindu-Budha. Balungan, Panerusan, dan Kendhang. permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. hubungan manusia baik secara horizontal maupun vertikal dengan Sang Maha Penciptanya. 4.2 Saran 1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan eksistensi gamelan melalui institusiinstitusi pendidikan di seluruh Indonesia, sehingga tiap lembaga pendidikan memiliki satu perangkat gamelan dan beberapa seniman gamelan yang siap menjadi tutor bagi peserta didik. 2. Masyarakat sebaiknya tidak terlalu mendewakan modernisasi, tetapi harus bisa membawa nilai tradisi melalui modernisasi tersebut.

16

17

You might also like