Professional Documents
Culture Documents
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini kota-kota di dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat, dalam perubahan tersebut bangunan, kawasan mupun objek budaya yang perlu dilestarikan menjadi rawan untuk hilang dan hancur, dan dengan sendirinya akan digantikan dengan bangunan, kawasan atupun objek lainnya yang bersifat ekonomis-komersial. Gejala penurunan kualitas fisik tersebut, dengan mudah diamati pada kawasan kota-kota tersebut pada umumnya berada dalam tekanan pembangunan. Dengan kondisi pembangunan yang ada sekarang, budaya membangun pun telah mengalami perbedaan nalar, hal ini terjadi karena kekuatankekuatan masyarakat tidak menjadi bagian dalam proses urbanis yang pragmatis. Urbanisasi dan industrialisasi menjadikan fenomena tersendiri yang menyebabkan pertambahan penduduk yang signifikan sert permintaan akam lahan untuk permukiman semakin meningkat di perkotaan. Bagian dari permasalahn itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejahteraan semakin terdesak dan terkikis. Petentangan dan kontradiksi antara pembangunan sebgai kota modern dengan mempertahankan kota budaya yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah menjadikan realitas permasalahan bagi kawasan kota. Kini, negara maju dan berkembang sama-sama menyadari bahwa sumbangan kebudayaan seperti arsitektur tradisional, bentuk jalan yang unik, dan tempat bersejarah merupakan sumber ekonomi yang penting. Kota-kota dunia kini berlomba meningkatkan konservasi dan manajemen pusaka kota mereka. Sebab hal itu tak hanya penting bagi pelestarian sejarah itu sendiri tapi juga penting bagi potensi kota untuk meningkatkan pendapatan warganya, menumbuhkan daya saing sehingga menjadikan kota yang lebih hidup.
1.2 1.3
Tujuan Memahami konsep konservasi perkotaan Memahami aspek ekonomi kota dalam konservasi perkotaan Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI BAB III PEMBAHASAN 3.1 3.2 Kawasan Perkotaan Aspek Ekonomi dalam Konservasi Lingkungan
konservasi sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumberdaya alam hayati atas dasar adanya data yang akurat. Namun dari sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa bahkan sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.
Manfaat Pelestarian 1) 2) 3) 4) 5) Memperkaya pengalaman visual Memberi suasana permanen yang menyegarkan Memberi kemanan psikologis Mewariskan arsitektur Aset komersial dalam kegiatan wisata internasional
Ekosistem alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan secara serasi dan seimbang yang ditujukan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian dan keseimbangan ekosistem sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang merupakan tanggung jawab dan kewajiban semua pihak yang dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta melalui usaha pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem secara lestari. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mendifinisikan Hutan konservasi sebagai kawasan hutan yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap dengan ciri khas
pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi. c. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Dalam UU No.26 Tahun 2007 Pasal 17 Ayat (6) menjelaskan tentang keterkaitan, yang meliputi 1. Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduandan sinergi antarwilayah, yaitu wilayah nasional, wilayahprovinsi, dan wilayah kabupaten/kota. 2. Keterkaitan antarfungsi kawasan merupakan wujudketerpaduan dan sinergi antarkawasan, antara lain,meliputi keterkaitan antara kawasanlindung dan kawasan budidaya. 3. Keterkaitan antarkegiatan kawasan merupakan wujudketerpaduan dan sinergi antarkawasan, antara lain,meliputi keterkaitan antara kawasan perkotaan
dankawasan perdesaan.
usaha meningkatkan kembali kehidupan lingkungan kota tanpa meninggalkan makna cultural maupun nilai social dan ekonomi kota b) Arahan konservasi suatu kawasan berskala lingkungan maupun bangunan, perlu dilandasi motivasi budaya, aspek estetis, dan pertimbangan segi ekonomi c) Preservasi dan konservasi yang mengejawantahkan simbolisme, identitas suatu kelompok ataupun asset kota, perlu dilancarkan. Pada bagian lain, sasaran konservasi perlu dirumuskan secara tepat diantaranya (Budiharjo, 1989) :
Akan tetapi dalam penjabaran konsep diatas, perlu dirumuskan : tolak ukur, krteria, dan motivasi dari konservasi serta bagian-bagian bangunan tempat yang kan dikonvservasi, atau bagian kota yang akan dilestarikan. Beberapa criteria yang dapat digunakan dalam proses penentuan konservasi adalah sebagai berikut : Kriteria Arsitektural, suatu kota atau kawasan yang akan dipreservasikan atau dikonservasikan memiliki kriteria kualitas arsitektur yang tinggi, disamping memilik proses pembentukan waktu yang lama atau keteraturan dan keanggnan (elegance) Kriteria Historis, kawasan yang akan dikonservasikan memiliki nilai historis dan kelangkaan yang memberikan inspirasi dan referensi bagi kehadiran bangunan baru, meningkatkan vitalitas bahkan menghidupkan kembali keberadaanya yang memudar Kriteria Simbolis, kawasan yang memiliki makna simbolis paling efektif bagi pembentukan citra suatu kota. Kategori mempertimbangkan objek yang akan dikonservasi dapat dikategorikan sebagai berikut : Nilai (value) dari objek, mencakup nilai estetik yang didasarkan pada kualitas bentuk maupun detailnya. Suatu objek yang unik dan karya yang mewakili gaya zaman tertentu, dapat digunakan sebagai contoh, suatu objek konservasi Fungsi objek dalam lingkungan kota, berkaitan dengan kualitas lingkungan secara menyeluruh. Objek merupakan bagian dari kawasan bersejarah dan sangat berharga bagi kota. Objek juga merupakan landmark yang memperkuat karakter kota yang memiliki keterkaitan emosional dengan warga stempat Fungsi lingkungan dan budaya, penetapan kriteria konservasi tidak terlepas dari keunikan pola hidup satu lingkungan social tertentu yang memiliki tersebut. tradisi kuat,
karena suatu objek akan berkaitan erat dengan fase perkembangan wujud budaya
3.2
Konservasi Lingkungan Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang bermakna pelestarian atau perlindungan. Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana). Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah: Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya. Beberapa difinisi dan batasan konservasi, sebagai berikut :
1. konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan
manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal
termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian,
memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980). Secara keseluruhan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam, yang dimaksud sebagai konservasi sumber daya alam hayati adalah suatu pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut: Karakteristik atau keunikan ekosistem (rain forest, dataran rendah, fauna pulau endemic, ekosistem pegunungan) Species khusus yang diminati, nilai, kelangkaan, atau terancam (badak, burung) Tempat yang memiliki keanekaragaman species Landscape atau ciri geofisik yang bernilai estetik, scientik Fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air, dan iklim global Fasilitas rekreasi alam, wisata, misalnya danau, pantai, satwa liar yang menarik Penetapan suatu wilayah menjadi kawasan konservasi membawa konsekuensi adanya keterbatasan atau bahkan tertutupny akses masyarakat terhadap sumberdaya alam dalam kawasan konservasi. Sementara fakta menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat disekitar kawasan konservasi masih sangat rendah dan mereka masih memilliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam dalam kawasan konservasi. Bahkan timbul kesan adanya dikotomi antara koservasi dan ekonomi karena adanya perbedaan cara memandang kawasan konservasi, (Drausman dan Widada , 2004). Apabila dikotomi konservasi dengan ekonomi dibiarkan berkembang secara terus-menerus, maka dapat dipastikan bahwa degradasi kawasan konservasi dan sumberdaya hayatinya justru akan terus terjadi. Memandang seolah-olah kawasan konservasi sebagai ekosistem yang harus dijaga keutuhan fisik dan kelestarian sumberdaya alam hayati semata-mata untuk menjaga keaslian dan keutuhannya. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas ekonomi yang terkait langsung dengan kawasan konservasi dibatasi, bahkan dilarang sama sekali. Contohnya saja masyarakat dilarang mengambil kayu, biji-bijian atau buah-buahan dll sumberdaya alam hayati dalam kawasan konservasi, meskipun masyarakat sangat membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
berkelanjutan. Berdasarkan 5 prinsip diatas atau dengan memahami esensi konservai dan ekonomi, maka dikotomi antara konservasi dan ekonomi tidak akan terjadi, karena konservasi mendukung keberlanjutan ekonomi. Mewujudkan sistem pengelolaan kawasan konservasi efektif memang tidaklah mudah bagi manajemen dan para stakeholder-nya. Akan tetapi dengan kesungguhan maka tugas berat akan dapt disiasati. Dengan meningkatkan capacity building organisasi dan sumberdaya manusianya, maka tugas terebut akan teratasi.
memberikanmanfaat estetika, dapat ditunjukan dari keindahan. Keberadaan kawasan konservasi memberikan manfaat kultural atau budaya. Mengukur nilai manfaat ekonomi : Kebutuhan untuk melihat kontribusi manfaat ekonomi kawasan konservasi terhadap pembangunan ekonomi regional. Kebutuhan untuk menjelaskan bahwa konservasi dan pembangunan ekonomi bukan posisi harus memilih (trade off) akan tetapi berada pada posisi yang saling menguatkan. Kebutuhan untuk mengusahakan alokasi sumberdaya yang lebih baik untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi. 3.3 Permasalahan Konservasi Kawasan Perkotaan
Permasalahan Pencemaran dan Perekonomian Masyarakat Pesisir Menurut Dr. Ir. Mukhtasor, M.Eng. dalam buku Pencemaran Pesisir dan Laut, salah satu kawasan konservasi di Kota Surabaya adalah Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) yang meliputi hutan mangrove. Permasalahan terkait ekonomi di kawasan ini adalah gangguan ekosistem pesisir yang merugikan tambak dan budidaya ikan di wilayah-wilayah sepanjang pantai.Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.Sumber permasalahan
Kemiskinan
Tekanan Kependudukan
Tekanan Lingkungan
Persoalan di atas disebabkan oleh konsentrasi kegiatan pembangunan pada sebagian kecil wilayah pulau dan perkotaan, sehingga terjadi kesenjangan spasial yang luas termasuk akses pada sumber daya ekonomi. Masalah pencemaran ini diperparah oleh kenyataan bahwa masyarakat pesisir, yang mengalami deprivasi terhadap sumber daya ekonomi primer seperti tanah, modal, dan sumberdaya sosial politik, serta daya jual kawasan pesisir sebagai sektor pariwisata kota Surabaya semakin berkurang. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut dari pihak terkait mengenai kondisi perekonomian, sosial, dan lingkungan di kawasan pesisir agar kebijakan yang diambil tidak berpihak pada salah satu sektor perekonomian saja. Dalam hal ini dapat digunakan metode LQ dan SSA untuk menentukan sektor yang menjadi unggulan di kawasan pesisir serta arah pertumbuhan sektor-sektor tersebut dalam mendukung perekonomian Kota Surabaya.
Permasalahan Kawasan Sempadan Sungai dan Perekonomian Kota Surabaya Menurut H.R. Mulyanto pada salah satu bukunya berjudul Buku Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu, salah satu kawasan konservasi kota yang terdapat di Kota Surabaya adalah kawasan sempadan sungai. Kota Surabaya memiliki beberapa sungai besar yang alirannya merupakan drainase utama Kota Surabaya. Permasalahan terkait kawasan sempadan sungai ini adalah pinggiran sungai yang dijadikan permukiman oleh
Permasalahan Kawasan Konservasi Mangrove dan Perekonomian Masyarakat Pesisir di Pamurbaya Pamurbaya termasuk kawasan konservasi Kota Surabaya yang memiliki nilai ekonomis karena memiliki ekosistem yang beragam dan didalamnya terdapat hutan mangrove. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang unik merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial, mendukung hidupnya keanekaragaman flora dan fauna komunitas terestris akuatik yang secara langsung atau tidak langsung berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan (ekologi). Dari sudut fungsi ekologis dan ekonomi, mangrove tak ternilai harganya. Berbagai biota pesisir dan laut (ikan, udang, kerang, dan lain-lain) dapat dimanfaatkan sebagai
peningkatan pembangunan ekonomi khususnya dalam bidang perikanan, pertambakan dan eko-wisata.Dari segi ekonomi, di lokasi sekitar hutan mangrove bisa digunakan untuk tambak udang dan budidaya ikan air payau dan diperkirakan terdapat 1.211.309 hektare lahan yang bisa dijadikan sebagai lahan tambak. Sebelum krisis moneter Industri perikanan dan tambak udang merupakan salah satu industri yang menggiurkan, tetapi, setelah terjadi krisis terjadi pembukaan hutan mangrove semakin menjadi-jadi untuk mempertahankan pendapatan mereka. Sampai dengan tahun 1997, luas tambak yang ada sekitar 39,78 %. Kenaikan ratarata pertambahan luas tambak di Indonesia sekitar 3,67 % per tahun. Berdasarkan data Ditjen Perikanan (1998), luas tambak sekitar 344.759 hektare atau perkiraan luas tambak tahun 2000 sebesar 360.000 hektare. Namun demikian luas hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi tambak diperkirakan lebih dari itu. Jika kawasan ini terus dikonversi maka pendapatan masyarakat pesisir berkurang dan masyarakat akan beralih profesi yang memungkinkan adanya pengangguran. Persepsi lain, bahwa mangrove tidak dipandang sebagai sumberdaya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi bila dibandingkan dengan usaha budidaya perikanan. Hal tersebut diperburuk dengan hasil-hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa keberadaan mangrove secara alami tidak menguntungkan apabila dibandingkan dengan mengkonversi untuk tujuan pengembangan budidaya perikanan. Namun jika kawasan pamurbaya dikembangkan menjadi kawasan ekowisata, bagi kegiatan ekonomi, mata pencaharian penduduk akan bertambah sehingga meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat pesisir, dan tidaklah mustahil bila mereka akan berganti profesi pekerjaan dari menjadi petani tambak udang yang selama ini terus membuka lahan mangrove untuk tambak menjadi penyedia jasa pariwisata mangrove di daerah kawasan hutan mangrove pantai pesisir Surabaya Timur. PENDEKATAN BIOREGION DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Konsep pelestarian yang modern adalah pemeliharaan dan pemanfaatan
sumberdaya bumi secara bijaksana. Penetapan dan peng elolaan kawasan yang dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumberdaya alam bumi dapat dilestarikan, sehingga sumberdaya ini dapat lebih memenuhi kebutuhan manusia di masa mendatang. Usaha pelestarian sumberdaya alam yang terpulihkan seperti hutan dapat dicapai melalui beberapa usaha yang pada intinya berprinsip untuk menjaga proses -proses
pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan sosial dalam pengelolaan sistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan mempertahankan keberlanjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam. Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas -batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan kelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi fungsi ekologis, ekonomi dan sosial menjadi perhatian utama yang diimplementasikan dalam tindakan -tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidi siplin. Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu: (1) jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan, (2) hutan bersifat multifungsi yang memerlukan pendekatan optimalisasi, (3) hasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pada pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri, (4) dimensi waktu dalam pengelolaanya yang bersifat tidak te rhingga dan, (5) proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan faktor -faktor alamiah. Pendekatan Bioregion dalam Pengelolaan Kawasan (hutan) Konservasi Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi berbasis bioregion dan/atau ekosistem?. Seperti yang telah dikemukakan diatas, pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestari dan berkelanjutan dalam arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan masih dapat dinikmati oleh generasi - generasi berikutnya. Sering muncul pertanyaan-pertanyaan retoris perlukah kawasan (hutan) konservasi dikelola dengan prinsip lestari atau atas dasar pendekatan bioregion dan/atau ekosistem?. Sebagian
penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup : aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial -budaya. 3. Prinsip Keberlanjutan/Kelestarian ( Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasinya. Untuk mewujudkan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kawasan (hutan) berbasis ekosistem di atas, diperlukan tiga komponen kegiatan dan/atau sikap utama , yaitu : a. Penataan ruang yang bersifat rasional dalam setiap kesatuan bentang alam (landscape scenario). Kesatuan bentang alam yang dipergunakan harus merupakan kesatuan ekologis, bukan kesatuan politik atau administrasi pemerintahan. b. Komitmen yang kuat terhadap tata ruang yang telah disepakati (strong commitment). Seluruh pihak yang berada dan terkait dengan penggunaan ruang dalam setiap
pengelolaan (colaborative management ). Kebijakan dan program yang akan dilakukan dalam rangka pengelolaan kawasan dalam setiap ekosistem hendaknya disusun dan dilaksanakan secara bersama dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak dan kewajiban yang proporsional dan berkeadilan (sesuai undang-undang), keterbukaan, demokratis, dan bertanggunggugat. Untuk ini, maka pengembangan sistem pengelolaan kolaboratif (colabarative management ) dalam pengelolaan hutan merupakan sebuah kewajiban. Mengingat sifat-sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat dalam setiap ekosistem bersifat spesifik (berbeda satu sama lain), maka tujuan pengelolaan, rumusan macam -macam bentuk dan intensitas kegiatan pengelolaan harus ditetapkan untuk setiap kesatuan pengelolaannya dan sesuai dengan sifat -sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakatnya (adaptive management).
Pendekatan Bioregion dalam Penetapan Kawasan (hutan) Konservasi Penetapan kategori kawasan yang dilindungi pada umumnya bergantung pada pertimbangan ciri kawasan yang didasarkan pada pengkajian ciri ciri biologis, pertimbangan keunikan ekosistem, pertimbangan keaneka ragaman dan kelimpahan jenis, pertimbangan toleransi atau kerapuhan spesies dan ekosistemnya, pertimbangan hidroorologis,
pertimbangan tipe pemanfaatan kawasan dan pertimbangan kepraktisan pengelolaan. Terda pat beberapa jenis batasan yang tertuang dalam bentuk -bentuk kegiatan yang boleh dilakukan dalam suatu kawasan yang dilindungi berdasarkan tipe kawasan, antara lain: kawasan tanpa akses kecuali untuk pengelolaan perlindungan seperti pemadaman kebakaran, kegiatan penelitian ilmiah yang dibatasi pada kegiatan pengukuran dan pengamatan serta kegiatan penelitian yang menyangkut percobaan skala kecil dan pengkoleksian spesimen untuk keperluan identifikasi, penggunaan terkendali oleh
pengunjung dalam artian dilarang melakukan kegiatan yang mengancam atau menganggu keadaan alam asli, pengumpulan telur, anak, atau hewan dewasa yang berkembang biak untuk industri budidaya margasatwa, pengumpulan kayu mati untuk kayu bakar dan pemanfaatan hasil hutan ikutan lainnya se perti buah dan madu, serta perburuan musiman yang terkendali.
BAB IV Kesimpulan
Konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang (Rijksen,1981). Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981, yaitu Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance, Burra, Australia, yang lebih dikenal dengan Burra Charter (Adishakti, 2007). Disini dinyatakan bahwa konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaa\t lakin bagi pemilik atau masyarakat luas. Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain : a. Memelihara dan melindungi lingkungan atau tempat-tempat yang indah dan berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas yang wajar. b. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang dibutuhkan. c. Melindungi benda dan lingkungan cagar budaya yang dilakukan secara langsung dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemis secara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan yang merusak. Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perwatannya namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan
perekonomian, sosial, dan lingkungan di kawasan pesisir agar kebijakan yang diambil tidak berpihak pada salah satu sektor perekonomian saja. Dalam hal ini dapat digunakan metode LQ dan SSA untuk menentukan sektor yang menjadi unggulan di kawasan pesisir serta arah pertumbuhan sektor-sektor tersebut dalam mendukung perekonomian Kota Surabaya. b. Dalam menyediakan, mengelola, dan memelihara sarana pemanfaatan dan pemenuhan kebutuhan air dibutuhkan biaya sehingga potensi sumber daya sungai khususnya air harus diperlakukan dan dikelola sebagai barang ekonomi. Oleh karena itu kelestariannya perlu dijaga agar biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir dan biaya lainnya dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan kesehatan masyarakat Kota Surabaya. Itulah mengapa perlu adanya kebijakan dan implementasi yang benar dan ketat untuk kawasan sempadan sungai, selain untuk keselamatan warga kota Surabaya juga untuk menjaga kelestarian sungai. c. Keberadaan mangrove secara alami tidak menguntungkan apabila dibandingkan dengan mengkonversi untuk tujuan pengembangan budidaya perikanan. Namun jika kawasan pamurbaya dikembangkan menjadi kawasan ekowisata, bagi kegiatan ekonomi, mata pencaharian penduduk akan bertambah sehingga meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat pesisir, dan tidaklah mustahil bila mereka akan berganti profesi pekerjaan dari menjadi petani tambak udang yang selama ini terus membuka lahan mangrove untuk tambak menjadi penyedia jasa pariwisata mangrove di daerah kawasan hutan mangrove pantai pesisir Surabaya Timur.