You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

1. 1.

Latar Belakang Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi

syarat kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Sumber air yang digunakan sehari-hari haruslah memenuhi syaratsyarat kesehatan serta syarat kualitas kuantitas. Air di bumi selalu mengalami siklus hidrologi sehingga dikenal 4 (empat) sumber air di bumi yaitu air laut; air tanah; air atmosfir, air meteorologik; air permukaan. Air permukaan terbagi 2 macam, yakni air sungai dan air rawa/danau Sungai dapat berfungsi sebagai sumber mata pencaharian, sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri. Salah satu sungai yang memiliki peran dalam menunjang beragam aktivitas tersebut adalah Sungai Riam Kanan. Sungai Riam Kanan merupakan salah satu dari sungai di Kalimantan Selatan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk melakukan aktivitas seharihari. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2011 tercatat jumlah penduduk yang tinggal di sekitar kawasan Sungai Riam Kanan berjumlah 38.925 jiwa yang terbagi dalam 2 kecamatan : 30.679 penduduk di Kecamatan Karang Intan dan 8.246 penduduk di Kecamatan Aranio. Selain aktivitas rumah tangga, di Sungai Riam Kanan juga terdapat aktivitas budidaya ikan dengan sistem keramba dan jaring apung yang merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang hidup disekitar kawasan sungai ini. Jumlah keramba dan jaring apung yang terdapat di sepanjang DAS Riam Kanan Berdasarkan Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar pada tahun 2011 adalah 3105 unit yang terbagi dalam 2 kecamatan : 951 unit terdapat Kecamatan Aranio dan Kecamatan Karang Intan dengan jumlah 2.154 unit. Dari gambaran aktivitas yang telah dipaparkan diatas, aktivitas-aktivitas tersebut memiliki potensi dalam menyumbang masuknya bahan organik ke badan air. Oleh karena itu sungai ini memiliki potensi tercemar bahan pencemar organik. Diantara bahan pencemar organik yang ada, BOD dan

COD memiliki potensi keberadaan yang tinggi di kawasan ini. Uji pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar BOD sebesar 5,14 mg/l yang artinya nilai BOD tersebut melebihi baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kandungan BOD maksimal 2 mg/l. Sedangkan kadar COD yang dilihat dari data sekunder dari BLHD tahun 2009 dan 2010 cenderung berubah-ubah, tidak selalu dalam kadar yang tinggi. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagai zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi di dalam air, baik yang dapat didegradasi secara maupun yang sukar di degradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O guna menguraikan unsur pencemar yang ada. Masuknya zat organik kedalam badan sungai dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yang menbuang air buangan dalam air sungai. Selain itu, adanya keramba dan jaring apung juga ikut menyumbangkan bahan organik ke badan air karena adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan terakumulasi di perairan dan kotoran ikan dari hasil metabolisme pakan yang terbuang ke dalam perairan. BOD dan COD digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Bila nilai BOD dan COD suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Pencemaran yang pada badan air dapat ditanggulangi dengan cara pemanfaatan tanaman air untuk mengikat bahan pencemar yang disebut dengan fitoremidiasi. Fitoremidiasi yaitu penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan , menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik senyawa organik maupun senyawa anorganik. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan dalam fitoremidiasi adalah eceng gondok (Eichornia crassipes). Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Oleh karena itu, eceng gondok banyak dibersihkan di sungai oleh penduduk karena dianggap gulma.

Berdasarkan studi literatur, eceng gondok memiliki kemampuan untuk menurunkan BOD, COD, TSS, Pb dan Cd dalam air lindi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas penutupan Eceng gondok 75% optimal dalam menurunkan kadar BOD, TSS dan Pb yaitu berturut-turut sebesar 53,812%; 62,843% dan 34,919% dan luas penutupan Eceng gondok 100% optimal menurunkan COD dan Cd masing-masing sebesar 29,215% dan 29,279%. Waktu tinggal 6 hari optimal dalam menurunkan kadar BOD, COD, TSS, Pb, dan Cd berturut-turut sebesar 49,441%; 29,939%; 47,215%; 19,252% dan 27,211%. Kombinasi luas penutupan Eceng gondok 75% dengan lama waktu tinggal 6 hari optimal dalam menurunkan BOD, TSS, Pb dan Cd berturut-turut sebesar 59,193%; 65,142%; 24,981% dan 39,770% sedangkan kombinasi luas penutupan Eceng gondok 100% dengan waktu tinggal 5 hari optimal dalam menurunkan kadar COD yaitu sebesar 30,658%. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan tanaman eceng gondok untuk menurunkan BOD dan COD dengan menggunakan reaktor kontinyu yang dilihat dari persentase tutupan tanaman dan lama waktu tinggalnya dengan skala laboratorium. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat berapa banyak jumlah kadar BOD dan COD yang tersisa di air sampel setelah dilakukan fitoremidiasi oleh eceng gondok tanpa membuat oksigen terlarut (DO) menjadi turun. Kadar BOD dan COD diduga tinggi di Sungai Riam Kanan karena aktivitas penduduk dan kegiatan keramba serta jaring apung. Hal ini dikarenakan ada sekitar lebih dari 38.000 penduduk sekitar Sungai Riam Kanan yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas penangkapan dan budidaya yang ada di sekitar sungai Riam Kanan selain aktivitas lainnya seperti industri rumah tangga dan pertambangan. Jika memang benar terdapat banyaknya kandungan nitrat dan fosfat maka akan menimbulkan pencemaran air sedangkan di Sungai Riam Kanan dipergunakan pula untuk intake PDAM untuk kebutuhan air seharihari 520.721 penduduk.

1. 2.

PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini. Perumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut : a) Berapakah lama waktu tinggal Eceng Gondok (Eichornia crassipes) yang dibutuhkan untuk penurunan kadar BOD dan COD secara maksimal? b) Bagaimana pengaturan persentase tutupan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk penurunan kadar BOD dan COD tanpa mengurangi kadar oksigen terlarut (DO) ?

1.3.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

a) Tanaman yang digunakan adalah tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes). b) Eceng Gondok (Eichornia crassipes) yang digunakan akan dianggap homogen dari segi tinggi tanaman. c) Variabel yang digunakan adalah waktu detensi (1 hari, 3 hari dan 5 hari) dan tutupan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) sebesar 0%, 25 %, 50%, 75% dan 100%. d) Sumber air berasal dari air sungai Riam Kanan di Kecamatan Karang Intan, Kab Banjar dengan teknik pengambilan sampel berdasarkan SNI

6989.57.2008.

1.4.

BATASAN PENELITIAN

a) Penelitian ini hanya terbatas untuk mengetahui penurunan BOD dan COD pada air sampel sungai setelah melalui proses fitoremidiasi tanpa mengurangi kadar oksigen terlarut (DO). b) Penelitian hanya memperhatikan 2 parameter utama yaitu BOD dan COD serta parameter pendukung yaitu DO. c) Penelitian ini hanya pada skala laboratorium bukan skala lapangan.

1.5.

TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah :

a) Menentukan lama waktu tinggal yang dibutuhkan oleh Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk penurunan kadar BOD dan COD secara maksimal. b) Menentukan persentase tutupan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk penurunan BOD dan COD tanpa menurunkan kadar oksigen terlarut (DO).

1. 3.

MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan menjadi alternatif untuk menanggulangi

pencemaran bahan organik di sungai dengan memanfaatkan

Eceng gondok

(Eichornia crassipes) yang banyak terdapat disungai sehingga Eceng gondok (Eichornia crassipes) yang dikenal sebagai gulma dapat memberikan manfaat dalam menanggulangi pencemaran bahan organik di lingkungan perairan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 2.1.1

Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Klasifikasi Eceng Gondok Divisi Sub Divisi Kelas Suku Marga Jenis : Spermatophhyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Pontederiaceae : Eichhornia : Eichhornia crassies Solms

Gambar 2.1 Eceng Gondok (sumber: satudunia.net). Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon, Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan (Triyanto, 2010). Orang lebih banyak mengenal tanaman ini tumbuhan pengganggu (gulma) diperairan karena pertumbuhannya sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brasil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan

manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan dan campuran pakan ternak (Mukti, 2008). Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam lumpur. Tingginya sekitar 0,4 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan membentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing. Pangkal, tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Nama latin dari eceng gondok adalah Eichornia crassipes. Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat mentolerir perubahan yang ekstrim dari ketinggian air, laju air dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kayak dengan nutrien, fosfat dan potasium. Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di Afrika Barat, dimana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan akan berkurang saat kandungan garamnya naik pada musim kemarau (Nisma dan Arman, 2008). Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif, perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru. Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan, hal inilah membuat eceng gondok banyak dimanfaatkan guna untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm. Faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan eceng gondok adalah sebagai berikut :

1. Cahaya matahari, PH dan Suhu Pertumbuhan eceng gondok sangat memerlukan cahaya matahari yang cukup,
o o

dengan suhu optimum antara 25 C-30 C, hal ini dapat dipenuhi dengan baik di daerah beriklim tropis. Di samping itu untuk pertumbuhan yang lebih baik, eceng gondok lebih cocok terhadap pH 7,0 - 7,5, jika pH lebih atau kurang maka pertumbuhan akan terlambat (Dhahiyat, 1974 dalam Triyanto 2010). 2. Ketersediaan Nutrien Derajat keasaman (pH) air Pada umumnya jenis tanaman gulma air tahan terhadap kandungan unsur hara yang tinggi. Sedangkan unsur N dan P sering kali merupakan faktor pembatas. Kandungan N dan P kebanyakan terdapat dalam air buangan domestik. Jika pada perairan kelebihan nutrien ini maka akan terjadi proses eutrofikasi. Eceng gondok dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman (pH) air 3,5 10. Agar pertumbuhan eceng gondok menjadi baik, pH air optimum berkisar antara 4,5 7. 2.1.2 Ciri- Ciri Fisiologi Eceng Gondok Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanah yang basah (Anonim,1996 dalam Triyanto, 2010). Kemampuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai berikut : a. Transpirasi Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batang sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim penanamnan. Laju teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar

dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, udara, cahaya dan angin (Anonim, 1996 dalam Mukti, 2008). b. Fotosintesis Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO dan H O dan dengan
2 2

bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan senyawasenyawa organik lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini beasal dari udara dan energi matahari (Sastroutomo, 1991 dalam Triyanto, 2010). c. Respirasi Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa. Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C H O ) diubah menjadi zat-zat sedarhana yang disertai dengan
6 12 6

pelepasan energi (Tjitrosomo, 1983 dalam Mukti, 2008). 2.1.3 Manfaat dan Kerugian Eceng Gondok Menurut Nisma dan Arman (2008) menyatakan bahwa semua komponen tanaman eceng gondok dapat dimanfaatkan. a). Hasil beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok dapat menyerap polutan logam berat dalam air. b). Perkembangan eceng gondok yang cepat menyebabkan tanaman ini menjadi tanaman gulma di wilayah perairan di Indonesia. Salah satu untuk menanggulangi gulma ini adalah dengan memanfaatkan tumbuhan ini untuk kerajinan. c). Eceng gondok juga dapat diolah menjadi bahan baku pupuk, mulsa, media semai, pakan ternak dan lain-lain. Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali diantaranya adalah a) Meningkatnya evapotranspirasi

b) Menurunnya
Oxygens).

jumlah

cahaya

yang

masuk

kedalam

perairan

sehingga

menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved

c) Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.

d) Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia


e) Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

2.1.4

Mekanisme Penyerapan Zat Organik Oleh Eceng Gondok Eceng gondok mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-

potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Setiap 10 eceng gondok mampu berkembang biak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang yang unsur haranya di dalam air kurang mencukupi, tetapi responnya terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga besar (Soerjani, 1975 dalam Triyanto, 2010). Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang cukup besar, menyebabkan eceng gondok dimanfaatkan sebagai pengendali pencemaran lingkungan. Kecepatan penyerapan zat pencemar dari dalam air limbah oleh eceng gondok dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya 1) komposisi dan kadar zat yang terkandung dalam air limbah, 2) kerapatan eceng gondok, dan 3) waktu tinggal eceng gondok dalam air limbah.
Di dalam akar, tanaman biasa melakukan perubahan pH kemudian membentuk suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor. Zat inilah yang kemudian mengikat logam kemudian dibawa ke dalam sel akar. Agar penyerapan logam meningkat, maka tumbuhan ini membentuk molekul rediktase di membran akar. Sedangkan model tranportasi di dalam tubuh tumbuhan adalah logam yang dibawa masuk ke sel akar kemudian ke jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Sedangkan lokalisasi logam pada jaringan bertujuan untuk mencegah keracunan logam terhadap sel, maka tanaman akan melakukan detoksofikasi, misalnya menimbun logam kedalam organ tertentu seperti akar.
10

Dengan mekanisme transportasi seperti itulah enceng gondok mampu menyerap zat-zat organik, logam berat dan mineral tinggi yang terkandung dalam air yang tercemar oleh limbah rumah tangga dan industri.

2. 2

Pemanfaatan Eceng Gondok Untuk Penurunan Bahan Pencemar Studi literatur menunjukkan bahwa serangkaian penelitian telah dilakukan

untuk melihat daya serap kadar BOD, COD, TSS, Pb dan Cd oleh tumbuhan ini. Hasil penelitian pada air lindi menunjukkan bahwa luas penutupan Eceng gondok 75% optimal dalam menurunkan kadar BOD, TSS dan Pb yaitu berturut-turut sebesar 53,812%; 62,843% dan 34,919% dan luas penutupan Eceng gondok 100% optimal menurunkan COD dan Cd masing-masing sebesar 29,215% dan 29,279%. Waktu tinggal 6 hari optimal dalam menurunkan kadar BOD, COD, TSS, Pb, dan Cd berturut-turut sebesar 49,441%; 29,939%; 47,215%; 19,252% dan 27,211%. Kombinasi luas penutupan Eceng gondok 75% dengan lama waktu tinggal 6 hari optimal dalam menurunkan BOD, TSS, Pb dan Cd berturut-turut sebesar 59,193%; 65,142%; 24,981% dan 39,770% sedangkan kombinasi luas penutupan Eceng gondok 100% dengan waktu tinggal 5 hari optimal dalam menurunkan kadar COD yaitu sebesar 30,658%. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk mengetahui persentase luas penutupan Eceng gondok dan lama waktu tinggal yang paling optimum dalam menurunkan kadar bahan organik, logam berat Pb dan Cd (S. Lestari dkk , 2009). Penelitian lainnya dilakukan L. Lusina Siwi (1994) dalam membandingkan kemampuan eceng gondok dalam bak untuk menurunkan BOD, O2 dan pH dengan bak tanpa eceng gondok Penelitian ini menggunakan bak segi empat dengan ukuran p=40, l=30, t=40, sedangkan tanaman air yang dipakai adalah eceng gondok (Eichornia crassipes). Salah satu faktor yang diperhatikan pada penelitian ini adalah interval waktu tinggal air limbah tahu dalam bak (2,4 dan 6 hari) kemudian dianalisa sesuai dengan parameter yang akan diukur (BOD5,O2 dan pH). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada penurunan BOD5 dan O2 di air limbah tahu yang lebih besar pada bak dengan eceng gondok dibanding

11

dengan bak tanpa eceng gondok. Semakin lama waktu tinggal air limbah tahu dalam bak dengan eceng gondok, semakin besar pula penurunan BOD5 dan O2 air limbah tahu maksimal 60,34% terjadi dalam bak dengan eceng gondok yang mempunyai waktu tinggal 6 hari. Terjadi kenaikan nilai pH pada bak dengan eceng gondok dari pH asam menjadi normal, sedang pada bak tanpa eceng gondok tidak terjadi perubahan pH. Penelitian eceng gondok untuk menurunkan BOD juga dilakukan oleh Suparli (1997) yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar BOD antara sebelum dan sesudah perlakuan dengan kolam eceng gondok. Jenis penelitian adalah eksplanatory atau penelitian penjelasan dengan rancangan penelitian pre test and post test control group design. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali. Penurunan kadar BOD limbah tahu pada bak kontrol sebesr 45,82% (1728 mg/l turun menjadi 935 mg/l). Untuk kepadatan 300 gram terjadi penurunan 62,9% (1728 mg/l turun menjadi 591 mg/l). Untuk kepadatan 400 gram terjadi penurunan sebesr 71,08% (1728 mg/l turun menjadi 499,9 mg/l). Untuk kepadatan 500 gram terjadi penurunan sebesr 76,19% (1728 mg/l turun menjadi 411,6 mg/l) dan untuk kepadatan 600 gram terjadi penurunan sebesar 79,31% (1728 mg/l turun menjadi 356,6 mg/l). Hasil uji anava satu jalan ternyata ada perbedaan penurunan kadar BOD antara sebelum dan sesudah perlakuan dengan kolam eceng gondok. Hasil uji t membuktikan ada perbedaan bermakna pada penurunan kadar BOD limbah tahu dengan kepadatn 300 gram, 400 gram, 500 gram dan 600 gram. Berdasarkan analisa polinomial ortogonal dapat diketahui kepadatan optimum untuk menurunkan kadar BOD sampai memenuhi syarat baku mutu air limbah golongan III yaitu sebesar 150 mg/l.

2. 3

Biological Oxygen Demand (BOD)


Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB)

adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisis bahan organik dalam kondisi aerobik (Metcalf & Eddy, 1991 dalam Anonim, 2010). Wardhana (1995) dalam Fitra (2008) mengartikan nilai BOD adalah jumlah oksigen

12

yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagai zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Kandungan BOD dalam air ditentukan berdasarkan selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah pengeraman selama 5 x 24 jam pada suhu 20oC karena diketahui dari hasil jumlah zat organik yang diuraikan sudah mencapai 70%. BOD digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Bila nilai BOD suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikanikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Firmansyah,2012). Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Sungai dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mensyaratkan bahwa kadar BOD yang diperbolehkan tidak melebihi kadar maksimum 2 mg/L untuk Kelas 1.

2. 4

Chemical Oxygen Demand (COD) COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang

diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

13

Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Sungai dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mensyaratkan bahwa kadar COD yang diperbolehkan tidak melebihi kadar maksimum 10 mg/L untuk Kelas 1.

Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalaha penambahan sejumlaha tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978) sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik (Anonim, 2010).

2. 5

Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem

perairam yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintetis dan dari tumbuhan air lainnya. Tumbuhan yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintetis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintetis ini akan larut di dalam air. Oksigen dari udara di serap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem perairan dipengaruhi apabila temperatur air menurun dan begitu juga. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Kelompok organisme air yang mempunyai sistem respirasi melalui insang dan kulit secara langsung akan sangat terpengaruh dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Aktivitas fotosintetis fitoplankton dan

14

tumbuhan air meningkatkan jumlah oksigen terlarut yang mencapai maksimum pada sore hari dan turun lagi pada malam hari karena aktivitas untuk mengikat gas, respirasi tumbuhan dan hewan air sebaliknya (Michael, 1994 dalam Wardhana, 2008). Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan, bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya (Anonim, 2010). Berdasarkan Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No. 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Sungai dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mensyaratkan bahwa kadar DO yang diperbolehkan dengan kadar minimum 6 mg/L untuk kelas 1.

2. 6

Reaktor Secara Kontinyu


Reaktor adalah suatu alat proses tempat di mana terjadinya suatu reaksi

berlangsung, baik itu reaksi kimia atau nuklir dan bukan secara fisika. Sistem reaktor

yang digunakan ada berbagai macam, tetapi dapat dibagi menjadi tiga kelompok : Sistem batch (curah) Sistem kontinyu (sinambung) Sistem semi sinambung/semi curah (fedbatch) (Sumarsih, 2007). Rancangan dari reaktor tergantung dari banyak variabel penelitian. Beberapa variabel yang mempengaruhi rancangan reaktor : a.) waktu tinggal ; b.) volume ; c.) temperatur ; d.) tekanan ;

15

e.) konsentrasi senyawa ( C1, C2, C3,..Cn) ; f.) koefisien perpindahan panas (h, U), dll. Perancangan suatu reaktor harus mengutamakan efisiensi kinerja reaktor. Reaktor kontinyu adalah reaktor yang prosesnya adalah satu atau lebih reaktan masuk ke dalam suatu bejana dan bersamaan dengan itu sejumlah yang sama (produk) dikeluarkan dari reaktor. Reaktor kontinyu berlangsung secara ajeg, sehingga jumlah yang masuk setara dengan jumlah yang keluar reaktor jika tidak tentu reaktor akan berkurang atau bertambah isinya. Reaktor ini disusun seri untuk menghemat biaya (Wikipedia, 2012).

Gambar 2.2 Contoh Reaktor Secara Kontinyu (Sumber : Mukti, 2008)

16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

RANCANGAN PENELITIAN
Limbah dengan kadar BOD + COD tinggi

Air Sungai Riam Kanan Eceng Gondok

Pembuatan Reaktor

Kontrol

Perlakuan

Pengujian Sampel Awal Penggunaan reaktor kontinyu dengan sampel air sungai dan eceng gondok

Hari 1

Hari 3

Hari 5

Terjadi penurunan BOD dan COD tanpa penurunan DO

Pengolahan dan analisis data

Gambar 3.1 Diagram Alir Rancangan Penelitian

17

3.2. 3.2.1

BAHAN DAN ALAT PENELITIAN BAHAN PENELITIAN Bahan - bahan yang diperlukan dari penelitian ini adalah : Air Sungai Riam Kanan yang terletak di Kecamatan Karang Intan sebagai sampel. Tanaman Eceng gondok (Eichornia crassipes). Limbah dengan kadar BOD dan COD tinggi untuk campuran pada air sungai Riam Kanan.

3.2.2

ALAT PENELITIAN Alat alat yang diperlukan dari penelitian ini adalah : Bak kayu persegi panjang ukuran 1 m x 0,5 m x 0,25 m sebagai reaktor. Tong Plastik. Plastik. Pipa PVC sebagai penyambung aliran. Keran sebagai katup pembuka aliran. Paku payung.

3.3.

PROSEDUR PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

3.3.1 Ide Studi Ide awal yang berasal dari hasil pemikiran peneliti dan konsultasi dengan dosen dalam menemukan permasalahan yang banyak terjadi di kehidupan seharihari. 3.3.2 Observasi Awal Melakukan observasi dengan pengamatan terhadap kondisi yang terjadi sekitar Sungai Riam Kanan di Kecamatan Karang Intan baik itu aktivitas rumah tangga penduduk maupun budidaya yang dilakukan penduduk seperti budidaya jaring apung dan keramba, selain itu juga diadakan pengujian pendahuan untuk parameter BOD, COD dan DO, hal ini untuk mengetahui apakah air sungai Riam Kanan pada lokasi penelitian memiliki kadar BOD dan COD yang tinggi atau

18

tidak. Untuk parameter BOD dan DO dilakukan uji pendahuluan akan tetapi untuk parameter COD yang digunakan hanya data sekunder dari BLHD. Tabel 3.1 Hasil Uji BOD & DO Air Sungai Riam Kanan Kec. Karang Intan Parameter Satuan Hasil Uji BOD 5,14 A mg/l DO 4,5 (Sumber : Uji Pendahuluan oleh Laboratorium Kualitas Air Fakultas Perikanan Unlam) Selain itu pula juga dilakukan pencarian data sekunder berupa hasil uji kualitas air yang dilakukan instansi terkait. Tabel 3.2 Hasil Uji BOD & COD Air Sungai Riam Kanan Kec. Karang Intan Periode Sampel Satuan Bulan Tahun BOD Juli November 2009 mg/l COD April November 2010 (Sumber : BLHD Tahun 2009 2010) Parameter 3.3.3 Studi Literatur Mengumpulkan data-data dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini. Referensi dapat berasal dari buku-buku pengetahuan sesuai bidang penelitian yang bersangkutan, tulisan ilmiah dapat berupa jurnal dan tugas akhir, yang mana literatur-literatur tersebut di dapat dari perpustakaan maupun pencarian data melalui media internet. 3.3.4 Metode Sampling Sampel diambil dari 3 buah titik yang berbeda yang ditentukan secara SNI di Sungai Riam Kanan, Kecamatan Karang Intan. Dari 3 sampel tersebut dianalisa sampel dengan kadar BOD & COD terbesar untuk dijadikan sampel utama dalam penelitian. 3.3.5 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk mendukung penyusunan laporan Tugas Akhir ini terdiri dari : Hasil Uji BOD 11,13 8,1 4,08 2,1 Hasil Uji COD 25,89 20,186 8,53 4,961 Titik Sampel

19

A.

Data Primer:

Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan cara: Pengamatan langsung di lapangan Mengamati secara langsung lokasi penelitian untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan obyek penelitian. Pengumpulan Data di Lapangan Data penelitian dikumpulkan pada bulan pertama. Pengumpulan data dilakukan pada titik pengambilan sampel, yaitu titik sungai Riam Kanan Kecamatan Karang Intan dengan menggunakan bantuan beberapa tenaga lain. 1. Peralatan a. Alat pengambil contoh Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: o Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh; o Mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya; o Contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalamnya; o Mudah dan aman di bawa; o Kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian. b. Jenis alat pengambil contoh Alat pengambil contoh sederhana dapat berupa ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau gayung plastik yang bertangkai panjang (SNI 6989.57:2008). 2. Lokasi dan titik pengambilan contoh a. Lokasi Pemantauan Kualitas Air Lokasi pemantauan kualitas air pada umumnya dilakukan pada: a) Sumber air alamiah, yaitu pada lokasi yang belum atau sedikit terjadi pencemaran (titik 1). b) Sumber air tercemar, yaitu pada lokasi yang telah menerima limbah (titik 4).

20

c) Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu pada lokasi tempat penyadapan sumber air tersebut. (titik 2 dan 3). d) Lokasi masuknya air ke waduk atau danau (titik 5). b. Titik Pengambilan Contoh Air Sungai Titik pengambilan contoh air sungai ditentukan berdasarkan debit air sungai yang diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, contoh diambil pada satu titik ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar secara merata ; b) sungai dengan debit antara 5 m3/detik - 150 m3/detik, contoh diambil pada dua titik masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar secara merata dicampurkan; c) sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, contoh diambil minimum pada enam titik masing-masing pada jarak 1/4, 1/2, dan 3/4 lebar sungai pada kedalaman 0,2 dan 0,8 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar secara merata lalu dicampurkan (SNI 6989.57:2008). Penelitian Laboratorium (Analisis Parameter Uji) Pengukuran parameter uji BOD, COD dan DO dilaksanakan pada laboratorium kualitas air Fakultas Perikanan Unlam dan BBTKL, dengan metode sebagai berikut. Tabel 3.3 Metoda Analisis Parameter BOD, COD dan DO No 1. 2. Parameter BOD COD Metode SNI 72-6989.72-2009 SNI 2-6989.2-2009 kemudian

21

(Tabel 3.3 Lanjutan) 3. . Pembuatan Desain Reaktor Reaktor secara kontinyu terbuat dari bak kayu persegi panjang dengan dimensi 1 m x 0,5 m x 0,25 m yang pada bagian atasnya dilapisi oleh plastik. Jenis dan ukuran reaktor ini melihat dari penelitian yang telah dilakukan Ahmad Muhtar Mukti (2008) dalam penelitiannya menggunakan eceng gondok untuk penurunan TDS dan Warna sehingga dilakukan penelitian yang serupa namun berbeda pada parameter yang digunakan. Jika dalam penelitian Ahmad M. Mukti menggunakan parameter TDS dan warna maka untuk penelitian ini menggunakan parameter BOD, COD dan DO. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini selain menggunakan air sungai juga dilakukan pencampuran beberapa jenis limbah yang mengandung kadar BOD dan COD tinggi sehingga sampel yang digunakan akan di pastikan mengandung kadar BOD dan COD yang tinggi. Hal ini dikarenakan kadar BOD dan COD yang fluktuatif tergantung dai waktu pengambilan sampel pada air sungai sehingga kadar BOD dan COD yang ada terkadang turun tetapi dapat juga kadarnya tinggi. Oleh karena itu dibuat pencampuran beberapa jenis limbah dengan kadar BOD dan COD tinggi pada air sungai. Dalam penelitian ini akan digunakan 5 buah reaktor yang menggunakan sistem kontinyu, debit yang direncanakan sesuai dengan debit asli sungai Riam Kanan. Sistem pengolahan secara kontinyu dipilih karena sesuai dengan penggunaan akhir dari hasil pengolahan, dimana air sungai tersebut akan digunakan kegiatan sehari-hari sehingga sistem harus dilakukan secara berkelanjutan. 4 buah reaktor akan digunakan sebagai alat pengujian dengan variasi waktu 1 hari, 3 hari dan 5 hari, sedangkan 1 buah reaktor akan digunakan sebagai kontrol. Bak kontrol hanya dibedakan dari tidak adanya rumpun eceng gondok air digunakan, dimana air yang digunakan adalah air sampel yang sama digunakan dalam penelitian. Untuk penelitian ini menggunakan variasi tutupan tanaman eceng gondok dari 0%, 25%, 50%, DO Winkler

22

75% dan 100%. Semua perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan sehingga jumlah sampel akhir dari penelitian ini adalah 45 sampel (15 sampel/1 kali pengulangan). Campuran antara air sungai dan air asam tambang sebelum masuk ke dalam reaktor akan diuji parameter BOD, COD dan DO-nya terlebih dahulu, sehingga nantinya akan diketahui kadar BOD, COD dan DO sebelum dan sesudah perlakuan di dalam reaktor.

Gambar 3.2 Desain Reaktor Secara Kontinyu Lokasi Penelitian Reaktor sendiri akan diletakkan pada green house milik Fakultas Pertanian / MIPA sedangkan pengujian parameter BOD, COD dan DO akan dilaksanakan pada Laboratorium Kualitas Air Fakultas Perikanan Unlam dan BBTKL. B. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan cara: Pencarian Data Sekunder di Instansi Terkait Pencarian data sekunder di lakukan demi melengkapi data-data yang diperlukan dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Data-data di peroleh pada instansi seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Pengelolaan DAS Barito dan Badan Pusat Statistik Kab Banjar.

23

3.4 Analisis Data Kadar BOD ,COD dan DO pada outlet reaktor, disajikan dalam tabulasi data berupa tabel dan grafik serta analisis deskriptif, yaitu dengan

membandingkan data hasil analisis kadar BOD, COD dan DO air sungai sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reaktor. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis hasil dengan uji-t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh berbagai waktu tinggal tumbuhan eceng gondok terhadap kadar BOD, COD dan DO, yaitu dengan membandingkan kadar BOD, COD dan DO sebelum perlakuan dengan setelah perlakuaan pada tiap periode perlakuan. Uji-t juga digunakan untuk mencari waktu tinggal yang paling efektif dalam menurunkan kadar BOD, COD dan DO, dengan membandingkan kadar BOD, COD dan DO tiap perlakuan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan One Group Pretest Postest Design. Rancangan ini menggunakan satu kelompok subyek, pertama-tama dilakukan pengukuran (Pretest) kemudian dikenakan perlakuan dan dilakukan pengukuran kedua (post test) yang dapat digambarkan Pretest
T1

Test
X

Postest
T2

Gambar 3.3 One Group Pretest Postest Design. Keterangan: T1: Pemeriksaan sampel sebelum perlakuan. X : Perlakuan dengan berbagai lama kontak eceng gondok. T2: Pemeriksaan sampel setelah perlakuan (Sumadi Suryabrata, 1990 dalam Zaman, 2006). 3.5 Jadwal Kegiatan Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membuat jadwal kegiatan yang gunanya dapat membantu dalam penyelesain penelitian sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Penelitian ini ditargetkan dapat selesai dalam jangka waktu 3 bulan, berikut tersaji rincian kegiatan tersebut:

24

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian


No. 1. Kegiatan I Persiapan a.Perizinan b.Persiapan Alat,Bahan c.Survey Lokasi Pelaksanaan a.Pembuatan Reaktor b.Aklimatisasi Tanaman c.Pengujian Reaktor Analisa Paramater Uji Pelaporan a.Penyusunan Laporan Bulan 1 II III Bulan Bulan 2 II III IV Bulan 3 II III IV

IV

2.

3. 4.

b Penggandaan Laporan c. Pengesahan Laporan 3.5 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Dalam kegiatan penelitian ini, dibutuhkan anggaran biaya untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan, adapun rincian dana tersebut sebagai berikut. 1. Pengujian Parameter Uji Uji BOD, COD & DO sebelum penggunaan reaktor Uji BOD = 45 sampel x Rp 13.000,00 Uji COD = 45 sampel x Rp 15.000,00 Uji DO (sewa alat) Rp 25.000,00/hari x 9 hari Jumlah 2. Pembuatan Reaktor dan Peralatan Pendukung Pembuatan Bak Kayu x 5 buah Plastik Bening 1,5 m x 1,5 Pipa PVC diameter 2,5 cm Jerigen 5 buah Keran air 3 buah Paku payung Tong plastik Jumlah
25

Rp 34.000,00 Rp 585.000,00 Rp 675.000,00 Rp 225.000,00 Rp 1.519.000,00

Rp 300.000,00 Rp 20.000,00 Rp 20.000,00 Rp 100.000,00 Rp 60.000,00 Rp 2.000,00

Rp 200.000,00 Rp 702.000,00

3. Transportasi Pengangkutan sampel air dan eceng gondok Pengangkutan limbah dari industri Jumlah 4. Pembuatan Proposal dan Laporan Akhir Pengetikan (kertas, tinta dan sebagainya) Rp 200.000,00 240.000,00 Penggandaan dan Penjilidan Laporan 8 x @Rp 30.000,00Rp Jumlah Total Biaya Keseluruhan Rp Rp Rp Rp 150.000,00 100.000,00 250.000,00

440.000,00

Rp 2.911.000,00

26

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kabupaten Banjar mempunyai sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kabupaten Banjar juga termasuk salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi perairan yang lengkap, yaitu perairan umum dan perairan laut (kawasan pesisir). Potensi ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan penangkapan dan budidaya. Kegiatan penangkapan yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan penangkapan di perairan laut dan perairan umum (waduk, sungai dan rawa). Sedangkan kegiatan budidaya yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan kegiatan budidaya kolam, jaring apung, karamba dan tambak (Effendi, 2012). Salah satu kecamatan di Kabupaten Banjar yang mempunyai potensi perairan umum adalah Kecamatan Karang Intan. Di Kecamatan Karang Intan terdapat sungai Riam Kanan yang dimanfaatkan untuk penangkapan dan budidaya ikan tawar berupa keramba dan jaring apung. Panjang Sungai Riam Kanan yang melewati Kecamatan Karang Intan adalah 24,77 km dari total panjang sungai Riam Kanan sepanjang 57,65 km. Luas DAS Riam Kanan adalah 127.833 ha yang terdiri dari enam Sub DAS yaitu Sub DAS Hajawa, Sub DAS Tanjungan, Sub DAS Kalaan, Sub DAS Riam Kanan Tengah, Sub DAS Sungai Besar dan Sub DAS Riam Kanan Hilir. Secara geografis DAS Riam Kanan terletak pada 1140 55 - 1150 24 Bujur Timur dan 30 22 - 30 41 Lintang Selatan. Secara administratif, DAS Riam Kanan terletak di Kecamatan Karang Intan dan Aranio, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas sebagai berikut : a) Sebelah Timur berbatasan dengan pegunungan Meratus Kusan b) Sebelah Barat berbatasan dengan pegunungan Babaris c) Sebelah Utara berbatasan dengan pegunungan Babaris d) Sebelah Selatan berbatasan dengan pegunungan Meratus, Pleihari

27

Gambar 4.1 Peta Jaringan Sungai Sub Sub Das Riam Kanan Sub Das Martapura Das Barito (Sumber : Balai Pengelolaan DAS Barito, 2012).

Gambar 4.2 Peta Jaringan Sungai Sub Sub Das Riam Kanan Kecamatan Karang Intan (Sumber: Balai Pengelolaan DAS Barito, 2012).

28

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Tugas Kimia Analitik. Analisis BOD dan COD Dalam Penentuan Baku Mutu Air Limbah. Fakultas Teknik. Universitas Sumatra Utara. Anonim. 2011. Kabupaten Banjar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar. Effendi, Nanang. 2012. Database Dinas Perikanan & Kelautan Kab. Banjar Tahun 2011. Fitra, Eva. 2008. Analisis Kualitas Air Dan Hubungannya Dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Di Perairan Perapat Danau Toba. Tesis Program Studi Biologi. Universitas Sumatra Utara.

L. Siwi Lusina. 1994. Pengaruh Waktu Tinggal Air Limbah Tahu Dalam Bak Tanpa Eceng Gondok Dan Bak Dengan Eceng Gondok Terhadap Penurunan Biological Oxygen Demand (BOD) Dan Perubahan Derajat Keasaman (pH). Tesis Program Studi Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Mukti, Ahmad Muhtar. 2008. Penggunaan Tanaman Eceng gondok (Eichornia crassipes) Sebagai Pre Tretment Pengolahan Air Minum Pada Air Selokan Mataratam. Tugas Akhir Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas Islam Indonesia. Jogjakarta. Nisma, Fatimah & Arman, Budi. 2008. Seleksi Tumbuhan Air Sebagai Penyerap Logam Berat Cd, Pb dan Cu Kolam FMIPA UHAMKA. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Sungai. Banjarmasin. Berita Daerah Propinsi Kalimantan Selatan. 2007. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. 2001. S, Lestari, S, Santoso & S, Anggorowati. 2009. Efektivitas Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Dalam Penyerapan Bahan Organik Dan Logam Berat Pada Leachate TPA Gunung Tugel Purwokerto. Laporan Hasil Penelitian Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jendral Soedirman. Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 6989.57.2008 Air dan Air Limbah Bagian 4: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan. Badan Standar Indonesia. Banten.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 6989.72-2005 Air dan Air Limbah Bagian
72 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand / BOD). Badan Standar Indonesia. Banten.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 6989.2-2009 Air dan Air Limbah Bagian 2
: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand / COD).

Badan Standar Indonesia. Banten. Sumarsih, Sri. 2007. Materi Kuliah Rekayasa Bioproses. http://sumarsih07.files.wordpress.com/2009/02/iv-bioreaktor-sistembatch.pdf Di akses pada tanggal 29 Februari 2010. Suparli. 1997. Pengaruh Kepadatan Eceng Gondok (Eichornia Terhadap Penurunan Kadar Biological Oxygen Demand Limbah Tahu Dalam Kolam Eceng Gondok Di Kelurahan Salatiga. Tesis Program Studi Kesehatan Masyarakat. Diponegoro. Crassipes) (BOD) Air Kalitaman, Universitas

Triyanto, Lilik. 2010. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Sebagai Biofilter Alami Pada Pre-Treatment Pengelolaan Kualitas Air. http://science-agropreneurship.blogspot.com/2011/09/pemanfaatanenceng-gondok-eichornia.html Diakses pada tanggal 24 Februari 2012. Wikipedia. 2012. Reaktor Kimia. http://id.wikipedia.org/wiki/Reaktor_kimia Diakses tanggal 2 April 2012 Zaman, Badrus & Endro, Sutrisno. 2006. Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur dan Lama Kontak (Studi Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang). Jurnal Presipitasi 2006; 1 (1): 49-54.

You might also like