You are on page 1of 11

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang digunakan untuk membantu diagnosis kasus yang sulit, yang terdiri dari : 1. Pemeriksaan radiografi 2. Tes preparasi kavitas 3. Tes anestesi 4. Transilluminasi 5. Bite-test 6. Staining test 7. Tes gutta-percha 1. Pemeriksaan radiografi Pemeriksaan radiografi digunakan untuk melihat adanya kelainan periapikal yang berkaitan dengan keterlibatan pulpa. Gambaran radiolusen pada ujung akar bisa menandakan adanya kelainan patologis seperti sementoma, giant cell granuloma, kista, metastase kanker, namun bisa juga merupakan gambaran yang normal. Interpretasi gambaran radiografi ini bersifat subjektif. Oleh karena itu, hasil penemuan radiografis harus dan tanpa terkecuali dievaluasi bersama dengan hasil pemeriksaan klinis. Penggunaan radiografi standar dua dimensi akan menghasilkan gambaran yang bervariasi tergantung bagaimana sumber radiografi diarahkan. Sebagaimana perubahan pada angulasi vertikal ataupun horizontal akan membantu mengungkap keberadaan akar tambahan,lokasi dari suatu kelainan, dan membuka struktur anatomi. Perubahan pada angulasi vertikal atau horizontal dapat membantu menjelaskan informasi patologi dan anatomi yang berharga. Angulasi vertikal yang tidak benar dapat menyebabkan akar bukal dari gigi molar rahang atas tertutup oleh arkus zygomatikus, dan angulasi horizontal yang tidak benar dapat menyebabkan akar gigi overlap dengan akar gigi disampingnya, atau dapat juga menghasilkan penampilan gigi akar tunggal,sementara yang sebenarnya adalah gigi berakar dua. Secara umum, jika kelainan endodontik dilihat secara radiografis, akan tampak seperti kerusakan tulang pada daerah periapikal, sebagai pelebaran atau kehancuran dari lamina dura penemuan radiografis yang paling konsisten pada gigi non vital atau dapat juga tampak sebagai daerah radiolusen pada apex gigi atau pada tulang alveolar dari gigi disampingnya. Terkadang dapat juga tidak ada perubahan radiografis sama sekali, meskipun terdapat abses periradikular akut. Kerusakan tulang secara radiografis tidak terdeteksi jika tulang yang rusak hanya pada tulang cancellous. Biar bagaimanapun, bukti radiografis dari kelainan akan terlihat jika kerusakan tulang meluas ke pertemuan tulang kortikal dan tulang cancellous, sebagaimana diilustrasikan oleh Bender dan Seltzser (1) yang menciptakan lesi artifisial pada tulang kadaver dan mengevaluasinya secara radiografis. Sebagai kelanjutan dari studi ini, penulis melaporkan kenapa pada gigi tertentu cenderung menunjukkan perubahan radiografis dibandingkan gigi lainnya, tergantung kepada lokasi anatomisnya (2). Penemuan ini mengungkapkan bahwa tampilan radiografis dari kelainan endodonti berhubungan dengan periapikal gigi dan kesejajajaran dari pertemuan tulang kortikal dan tulang cancellous. Kebanyakan gigi premolar dan gigi anterior terletak dekat dengan pertemuan tulang kortikal dan tulang cancellous. Atas alasan inilah, kelainan periapikal dari gigi tersebut ditampilkan nanti. Sebagai perbandingan, akar distal dari gigi molar satu rahang bawah dan kedua akar dari gigi molar dua rahang bawah secara umum terletak lebih sentral dari tulang cancellous, sebagaimana pada gigi molar rahang atas, terutama pada akar palatal. Lesi periapikal dari akar-akar ini harus

meluas lebih banyak sebelum mencapai pertemuan tulang kortikal cancellous dan kemudian baru akan terdeteksi secara radiografis. Atas alasan inilah, penting adanya untuk tidak mengecualikan kemungkinan dari kelainan pulpa pada situasi dimana tidak terdapat perubahan radiografis. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dari kualitas suatu gambaran radiografis, termasuk kemampuan personal mengungkap radiografisnya,kualitas dari film rontgen, kualitas sumber rontgen, kualitas dari processing film, dan keahlian membaca hasil film. Radiografi Digital Teknologi radiografi digital sudah ada sejak 20 tahun yang lalu, tetapi sekarang sudah diperbaharui dengan perangkat keras yang lebih baik dan software yang lebih mudah digunakan. Radiografi digital ini mempunyai kemampuan untuk menangkap, melihat, memperbesar, memperbanyak dan menyimpan gambaran radiografi pada format yang mudah digandakan yang tidak termakan oleh waktu. Radiografi digital tidak memerlukan film x-ray dan proses kimia. Sebuah sensor digunakan untuk menangkap gambaran yang dihasilkan oleh sumber radiasi. Sensor ini dapat melekat langsung atau terpisah dengan komputer, yang akan menterjemahkan sinyal dan kemudian menggunakan software tertentu untuk mengartikan sinyal ke gambaran digital dua dimensi yang dapat ditampilkan dan diperbanyak. Hasil gambarannya akan disimpan pada file pasien. Klinisi dapat memperbesar pada daerah yang berbeda pada hasil x-ray nya, yang secara digital akan menambah visualisasi yang lebih baik dari struktur anatomi tertentu, dan pada beberapa kasus gambar tersebut dapat diberi warna, sebagai alat untuk mengedukasi pasien. Sensor digital radiografi lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan dengan film x-ray konvensional dan oleh karena itu membutuhkan kurang dari 50% - 90% radiasi untuk mendapatkan gambar. Keuntungan radiografi digital dibandingkan radiografi konvensional adalah tidak adanya penyusutan dalam kualitas diagnostiknya yang dapat disebabkan oleh proses yang eror, dan memliki kemampuan untuk memperbanyak, memperbesar, menyimpan, dan mengirim gambar secara elektronik. Pada tahun 1998, American Association of Endodontics (Chicago, IL) memprediksi bahwa radiografi digital akan menggantikan radiografi dental konvensional.

Gambar 1. Radiografi digital dapat diwarnai,sehingga bisa digunakan sebagai patient dental tool education

Gambar 2. Gambar digital dari gigi yang dirawat akarnya, diambil menggunakan Schick system (Schick Technologies Inc,Long Island City, NY, USA); gambar tersebut bisa dimanipulasi menggunakan efek yang terdapat pada sisi atas gambar.

Cone Beam Volumetric Tomography Sampai 10 tahun yang lalu, radiografi dental yang biasa digunakan hanyalah pencitraan dua dimensi. Namun adanya keterbatasan dalam radiografi konvensional membutuhkan pencitraan tiga dimensi, yang dikenal sebagai cone-beam volumetric tomography ( CBVT ) atau cone-beam computerized tomography ( CBCT ). Meskipun bentuk dari teknologi sudah ada sejak awal 1980, peralatan ini muncul secara spesifik untuk digunakan dalam kedokteran gigi sejak 1998. Peralatan ini serupa dengan peralatan radiografi dental panoramik, dimana pasien duduk atau berdiri sebagaimana sinar cone-shaped radiografi diarahkan langsung pada daerah dengan sensor yang bergerak maju mundur pada sisi berlawanan. Informasi yang dihasilkan secara digital akan direkonstruksikan dan diinterpretasikan dimana klinisi dapat mengartikan potongan tiga dimensi dari jaringan pasien pada banyaknya bidang. Survey dari scan dapat langsung diartikan segera sesudah dilakukan scan. Beragam aplikasi software sudah digunakan agar gambaran yang dihasilkan dapat dikirim ke klinisi yang lain, baik dalam bentuk print atau software yang portable dan transferable sehingga dapat digunakan langsung oleh klinisi lain.

Gambar 3. cone-beam computerized tomography

Sumber radiasi dari CBVT berbeda dengan yang digunakan dalam dental imaging konvensional dua dimensi, dimana sinar radiasi CBVT dihasilkan dalam bentuk conical. Radiografi dental digital konvensioanl ditangkap dan diinterpretasikan sebagai pixels, jumlah titik-titik yang dikumpulkan untuk menghasilkan gambaran dari struktur yang di-scan. Dalam CBVT, gambar yang ditangkap sebagai pixel tiga dimensi, yang dikenal sebagai voxels. Salah satu keuntungan menggunakan alat yang mempunyai lapang pandang terbatas adalah ukuran dari voxel dapat lebih kecil daripada alat yang menggunakan full field vision, sehingga dapat meningkatkan resolusi dari gambar yang dihasilkan, yang akan menghasilkan interpretasi yang lebih akurat dari suatu struktur anatomi. Radiografi dental dua dimensi mempunyai dua kekurangan : kurang mampu mendeteksi kelainan pada tulang cancellous sedari awal yang disebabkan densitas dari plates kortikal, dan pengaruh dari struktur anatomi yang superimposed. Bender dan Seltzer menunjukkan bahwa lesi artifisial yang diciptakan pada tulang cancellous secara radiografi tidak terdeteksi kecuali kerusakan tulang sudah meluas hingga ke pertemuan tulang kortikal cancellous. Oleh karena itu, jika infeksi hanya terdapat pada tulang cancellous maka secara radiografi tidak akan terlihat. Senada dengan penemuan ini, jika akar dari gigi non vital yang terinfeksi letaknya berdekatan dengan tulang kortikal ( contoh, akar mesial dari gigi molar satu rahang bawah ), maka kelainan akan terdeteksi lebih awal dibandingkan jika akar yang terinfeksi tersebut letaknya lebih tengah dari tulang cancellous ( contoh, akar distal pada gigi molar satu rahang bawah ). Karena CBVT dapat memvisualisasikan lebih jelas interior dari tulang cancellous tanpa superimposed dengan tulang kortikal, maka kerusakan tulang akan lebih mudah terdeteksi. Tahun 2007, Lofthag-Hansen dan rekan mempelajari 48 gigi dengan masalah endodonti, menggunakan radiografi periapikal standar dan CBVT. Tiga orang radiologis mempelajari hasil scan. Mereka menemukan lesi yang dapat dibuktikan yang berhubungan dengan 32 dari gigi tersebut, menggunakan radiografi periapikal standar, dan menemukan kelainan yang berhubungan dengan 42 gigi menggunakan CBVT. Sebagai tambahan, 53 akar dari gigi-gigi tersebut ditemukan mempunyai kelainan, menggunakan radiografi periapikal standar, namun ketika menggunakan CBVT 86 akar ditemukan mempunyai kelainan. Nakata dan rekan menunjukkan bagaimana kerusakan tulang periapikal dihubungkan dengan akar palatal yang kemudian terdeteksi oleh CBVT saat hal ini tidak

terlihat jika dengan radiografi periapikal standar. Superimposed dari struktur anatomi dapat menutupi interpretasi dari kerusakan tulang alveolar. Lebih spesifik, sinus maksila, zygoma, foramen dan kanalis insisivus, tulang hidung, orbita,mandibula ridge oblique, foramen mentalis, mentalis mandibula, kelenjar saliva sublingual, dan overlap dari akar-akar yang bersebelahan dapat mengaburkan kerusakan tulang, membuat gambaran radiografis yang akurat menjadi sulit atau tidak mungkin. Tahun 2001, Velvart dan rekan menemukan ketepatan 100% menggunakan scan CBVT dalam melihat 78 lesi periapikal yang kemudian dikonfirmasi kembali melalui biopsi. Bagaimanapun juga, saat mengaplikasikan radiografi konvensional dalam kasus yang serupa, mereka menemukan hanya 78% dari lesi ini yang dapat terdeteksi.

c
b

Gambar 4. Sebuah gigi diindikasikan untuk dirawat saluran akar. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan rontgen (a). gambar hasil rontgen konvensional. (b.) Hasil CBCT (c). Potongan sagital tampak perforasi di lingual (d). Potongan axial juga menunjukkan perforasi lingual (e.) gambaran klinis gigi

Cone-beam volumetric tomography ini tidak dapat dilihat sebagai pengganti dari radiografi dental konvensional, tetapi lebih sebagai alat diagnostik tambahan. Keuntungan dari radiografi dental konvensional adalah dapat memvisualisasaikan lebih banyak struktur dalam satu gambar. CBVT, meskipun dapat menunjukkan detail yang sempurna dalam banyak bidang penglihatan, juga dapat melewatkan detail penting jika potongan tidak berada pada daerah yang terdapat kelainan. Terdapat masa depan yang menjanjikan akan kegunaan CBVTbagi diagnosis dalam endodonti. Sudah terbukti nilainya tidak terhingga dalam mendeteksi kelainan dental dan non dental.

2. Tes preparasi kavitas Metode tes kavitas untuk menilai vitalitas pulpa sekarang ini sudah jarang digunakan. Metode ini hanya digunakan saat tes lain sudah tidak mungkin atau hasil dari tes lain tidak meyakinkan. Contoh dari situasi dimana metode ini digunakan adalah saat gigi yang tertutup dengan full crown dicurigai terdapat kelainan pada pulpanya. Jika sudah tidak terdapat struktur gigi yang sehat untuk menjembatani teknik yang menggunakan electric pulp tester dan tes dingin tidak memungkinkan, sebuah preparasi kavitas kelas I akan dibuat melalui permukaan oklusal dari crown tersebut. Hal ini dilakukan dengan penggunaan high speed round bur no #1 atau #2 dengan air yang tepat dan udara pendingin. Saat posedur ini dilakukan, tidak diberikan anestesi lokal pada pasien, dan pasien harus memberikan respon jika sensasi nyeri muncul selama pengeburan dilakukan. Jika pasien merasakan nyeri saat bur mengenai dentin yang sehat, maka prosedur harus dihentikan dan preparasi kelas I harus dikembalikan. Sensasi yang dirasakan menandakan adanya jaringan pulpa yang masih aktif, bukan hanya pulpa yang benar-benar sehat. Jika pasien tidak merasakan adanya sensasi nyeri saat bur mengenai dentin, ini merupakan indikator bahwa pulpanya sudah nekrosis dan terapi saluran akar diperlukan. 3. Tes selektif anestesi Saat suatu gejala tidak terlokalisasi, dalam mendiagnosis bisa menjadi hal yang menantang. Terkadang pasien tidak dapat menentukan apakah gejalanya berasal dari rahang atas atau rahang bawah. Sebagai contoh, saat tes pulpa tidak meyakinkan, tes anestesi selektif dapat membantu. Jika pasien tidak dapat menentukan apakah gejalanya berasal dari rahang atas atau rahang bawah, maka pertama kali klinisi harus melakukan anestesi selektif pada rahang atas. Hal ini harus dilakukan menggunakan anestesi intraligamen. Injeksi ini diberikan pada gigi paling belakang pada kwadran dari rahang yang dicurigai, dimulai dari sulkus distal. Kemudian anestesi ini diberikan dari arah anterior, per satu gigi, hingga rasa sakitnya hilang. Jika, pada kurun waktu tertentu rasa sakit tidak juga hilang, maka klinisi harus mengulang teknik ini sama persis pada gigi di rahang bawah. Harus dapat dimengerti bahwa injeksi intraligamen dapat secara tidak sengaja menganestesi gigi sebelahnya, oleh karena itu teknik ini lebih bermanfaat untuk mengidentifikasi lengkung trahang dibandingkan gigi tertentu. 4. Transiluminasi Transluminasi adalah pemeriksaan yang sangat informatif, mudah dan merepresentasikan di mana letak keretakan gigi. Bekerja sesuai hukum fisika, di mana cahaya dari sinar akan diteruskan sampai ketika bertemu dengan celah, di mana cahaya itu akan dipantulkan. Pada gigi yang tidak retak, cahaya akan diteruskan sampai pada permukaan gigi yang berlawanan, sedangkan pada gigi yang retak akan tampak garis atau area gelap pada daerah gigi yang fraktur.

Alat yang biasa digunakan adalah fiber optic light, bisa juga digunakan composite curing light. Pada saat melakukan tes ini, lampu dental unit harus dipadamkan agar mendapat hasil yang akurat. Untuk mendeteksi fraktur, transluminator bisa diproyeksikan pada marginal ridge, dasar preparasi kavitas, daerah proksimal, dan pada dasar pulpa setelah melakukan akses kavitas.

Gambar 5. (a) garis retak nampak pada bagian mesial dari cusp mesio lingual gigi molar. (b) Garis retak nampak pada dinding kavitas setelah dilakukan akses kavitas.

5. Bite Test Bite test dan pemeriksaan perkusi sering dilakukan bersamaan jika pasien merasa sakit pada saat menggigit. Pemeriksaan dilakukan untuk melokasikan gigi mana yang sakit dan mengetahui apa penyebabnya. Bila rasa sakit timbul pada semua bagian gigi yang diberi tekanan, itu berarti telah terjadi kelainan pulpa yang sudah menjalar ke ligamen periodontal sehingga menjadi periodontitis apikalis. Namun bila rasa sakit itu hanya timbul pada satu tonjolan gigi atau bagian tertentu dari gigi, maka rasa sakit itu dikarenakan ada bagian gigi yang fraktur. Pada gigi yang fraktur, bite test akan menyebabkan terjadinya sedikit pergeseran dari fragmen, peregangan odontoblas, dan selanjutnya memicu rasa sakit. Agar memberikan hasil yang akurat, maka alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini ada baiknya dapat memeriksa cusp gigi secara individual. Beberapa macam alat yang biasa digunakan diantaranya tusuk gigi, cotton applicator, orangewood stick, rubber polishing wheels, Tooth Slooth, dan Frac Finder. Bite test juga harus dilakukan pada gigi-gigi yang bersebelahan. Hal ini untuk memberikan memberi perbandingan kepada pasien terhadap respon yang normal dan yang sakit. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan alat pada salah satu cusp gigi kemudian pasien diminta untuk menggigit secara perlahan-lahan sampai benar-benar tergigit penuh. Gigitan ditahan selama beberapa detik lalu pasien diminta untuk melepaskan gigitan dengan cepat. Umumnya pada gigi yang fraktur, rasa sakit timbul saat melepaskan gigitan. Pemeriksaan yang sama dilakukan terhadap tonjolan gigi lainnya.

c.

Gambar 6. (a) Tooth Slooth (b) Bite test dilakukan pada salah satu cusp. (c) Pasien diminta untuk menggigit perlahan-lahan sampai benar-benar tergigit penuh.

Gambar 7. Frac Finder

6. Staining Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada bagian gigi yang retak. Pada pemeriksaan gigi, restorasi yang telah ada, sebaiknya dibongkar terlebih dahulu. Ada beberapa teknik yang digunakan. Teknik pertama yaitu menggunakan iodine 2% atau methylene blue yang diaplikasikan pada daerah yang dicurigai retak. Kemudian iodine 2% atau methylene blue tersebut dibilas dengan air selama 10-15 detik. Pada daerah yang retak, zat pewarna itu akan lebih menyerap sehingga saat dibilas akan nampak daerah atau garis dengan warna iodine 2% atau metylene blue. Cara kedua untuk membuat pewarnaan pada daerah yang retak adalah dengan meminta pasien untuk mengunyah tablet disclosing. Setelah pengunyahan, maka daerah yang retak akan timbul staining dari tablet disclosing tersebut.

7. Pemeriksaan Sinus Tract Pemeriksaan sinus track berfungsi untuk mengkonfirmasi adanya poket periodontal, termasuk kedalaman dan lokasinya. Selain itu digunakan pula pada mukosa yang berfistula untuk mengetahui jalur abses dan sumbernya. Adanya fistula menandakan usaha tubuh untuk mengeluarkan infeksi dari dalam. Hal ini berarti gigi sudah non vital dan ada gambaran radiolusen pada daerah apikal. Alat bantu pada pemeriksaan ini adalah gutta percha point. Gutta percha point dimasukkan ke dalam fistula, lalu dilakukan pengambilan rontgen terhadap gigi tersebut. Dari pembacaan rontgen itu maka dapat diketahui asal infeksi, gigi yang menjadi penyebab, dan anatomi gigi yang tidak umum.

Gambar 8. Penggunaan gutta percha point untuk mengetahui kedalaman dan lokasi poket periodontal

Gambar 9 (a) Gutta percha point dimasukkan ke dalam fistula yang terdapat di antara gigi caninus dan premolar. (b) Gambaran radiografi menunjukkan sumber infeksi berasal dari gigi premolar.

a.

b.

c.

Gambar 10. (a) pemeriksaan gutta percha memperlihatkan sumber infeksi dari lateral gigi. (b) Gambaran radiografi setelah dilakukan perawatan saluran akar. (c) Gambaran radiografi 1 bulan setela perawatan memperlihatkan densitas tulang di daerah lateral yang bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Besner, E., Michanowicz, A.E., Michanowicz, J.P. 1994. Practical Endodontics: A Clinical Atlas. MosbyYear Book Inc. Missouri. Hlm. 32-33. Banerji, S., Mehta, S.B., Millar, B.J. 2010. Cracked Tooth Syndrome. Part 1: aetiology & diagnosis. British Dent J 208:459-463. Castellucci, A. 2005. Endodontics vol 1. Il Tridente. Hlm.62-64 Cohen, S. 2011. Diagnostic Procedures. Dalam Cohens Pathways of the Pulp. Kenneth M. Hargreaves dan Stephen Cohen (editor). Ed. ke-10. Mosby Elsevier. Missouri. Hlm. 19-35. Endodontics: Colleagues for Excellence. 2008. Translumination: the Light Detector. Garala, M. 2010. Contemporary Endodontic Evaluation and Diagnosis: Implications for EvidenceBased Endodontic Care. PennWell. Ingle, J.I., et.al. 2002. Endodontic Diagnostic Procedure. Dalam Endodontics. John I. Ingle dan Leif K. Bakland (editor). Ed. ke-5. BC Decker Inc. Hamilton. Hlm 216-218. Pitt Ford, TR., Rhodes, JS., Pitt Ford, HE., 2002. Endodontics, Problem Solving in Clinical Practice. Martin Dunitz (editor). Kings College London. London,United Kingdom. Hlm. 25. Scarfe, WC, et al., Use of Cone Beam Computed Tomography. International Journal of Dentistry, vol.2009. View at Publisher.

You might also like