You are on page 1of 4

Pengunaan Isim dan Fiil Dalam Al Quran

Pendahuuan Al Quran adalah kitab suci yg sarat makna, tiap kata didalamnya mengandung makna yg luas lagi dalam. Kajiannya begitu luas tiap huruf, kata, kalimat, bahkan tanda baca membawa konsekuensi penafsiran yang berbeda dan bisa jadi berbuntut panjang pada berbagai disiplin ilmu ke-Islaman terutama fikih, ilmu kalam, filsafat, tasawuf dan sebagainya. Oleh sebab itu ulama telah bekerja keras dalam menyusun berbagai kaidah yang merujuk pada segala macam term yang digunakan dalam bahasa al Quran sehingga berbagai macam permasalahan mengenai istilah-istilah dan term yang digunakan al Quran yang berada dalam satu payung secara qias dapat terurai dengan salah satu kaidah saja . Salah satunya adalah aspek penggunaan kata/kalimat verbal dan nominal dalam al Quran . Tiap hal yg ditunjukkan dalam bentuk kata benda atau kalimat nominal memiliki arti yang berbeda dengan kata yang ditunjukkan dalam bentuk kata/kalimat verbal dengan perbedaan maknawi yang sangat signifikan. Kata benda dalam Bahasa Arab diidentikkan dengan isim dan kata kerja diidentikkan dengan fiil , dan dalam kjian tafsir dan pemahaman al Quran penggunaan kedua term ini masing-masing memiliki maksud yang berbeda. Dalam artian bahwa tiap kata yang ditunjukkan dalam bentuk isim berbeda maknanya jika ditunjukkan dalam bentuk fiil. Namun perlu dicatat bahwa kekuatan dalalah dari tiap kaidah adalah bersifat dzanny dalam artian tidak merupakan ketetapan pasti dan tidak menutup kemungkinan dikemudian hari akan dipertanyakan, dikritisi, atau bahkan digugat, sebab kaidah-kidah ini hanya merupakan manifestasi dari ijtihad para ulama berdasarkan keumuman penggunaannya secara maknawi. Berikut dalam resume ini akan kami jelaskan sedikit tentang sebuah kaidah yang mudah-mudahan bermanfaat dalam studi kita kedepannya. Pembahasan 1. Pengertian Kaidah, Isim, dan Fiil Serta Kaidahnya Dalam Ilmu Tafir Kaidah dalam istilah Bahasa Arab adalah sebuah acuan pokok yang menjadi pijakan bagi yang lainnya atau dengan kata lain adalah hukum umum/global yang digunakan untuk mengenali hukum-hukum cabang sehingga ia dijadikan qias terhadap hukum segala yang dibawah cakupannya (qawaaid at tafsiir, khalid bin ustman As Sabt, juz I hal: 22-23 . cet I , Daar ibn Affaan). Isim berdasarkan pengertian yang disusun oleh para ahli gramatika Bahasa Arab(ahli nahwu) adalah kata yang menunjukkan pada makna sesuatu dan tidak disertai keterangan waktu. Sedangkan fiil adalah kata yg menunjukkan makna dan disertai keterangan waktu. Adapun kaidah penggunaannya dalam ilmu tafsir adalah :

isim menunjukkan pada makna tetap dan berkelanjutan , sedangkan fiil menunjukkan pada makna yang tajaddud dan temporal , dan masing-masing memiliki tempatnya sendiri yang tidak bisa ditempati oleh yang lain Beranjak dari kaidah ini kita dapat mengambil kesimpulan dari perbandingan dua ayat berikut yaitu Ali Imran ayat 134 dan
Dalam ayat ini kata infak disebutkan dalam bentuk fiil yaitu fiil mudhari . hal ini dapat dipahami bahwa infak merupakan perbuatan temporal yang kadang dilakukan dan kadang tidak , kita tidak berinfak terus tiap saat namun kadang disatu waktu kita brinfak ketika ada kesempatan, kemauan, ataupun kemampuan. Sedangkan pada ayat selanjutnya kata iman (orang-orang beriman) disebutkan dalam bentuk isim. Telah maklum bagi kita bahwa iman merupakan fiil qalb (pekerjaan hati) yang tentunya bersifat tetap dan terus-menerus dalam hati . seoraang yang beriman akan terus membawa imannya tiap saat dan keadaan yang menuntunnya melakukan perbuatan baik (termasuk perbuatan baik adalah ketika ia meninggalkan keburukan) .

2. Contoh Penerapan Dalam Beberapa Ayat Diantara ayat-ayat yang akan kita jadikan contoh dalam penerapan kaidah ini adalah QS Assyuara : 74-80 , At Taubah : 128-129 , Ali Imran : 159 a. QS Assyuara : 74-80

Kata-kata yang prlu digarisbawahi dalam ayat ini antara lain: (mereka mengerjakan) (k alian menyembah) (memberi petunjuk) (memberi minum) (menyembuhkan)

Kelima kata ini mengandung makna temporal (hudust atau tajaddud) . menurut Manna al Qaththan dalam kitab Mabahist fi Ulum Al Quran , hudus berarti yaitu perbutan itu timbul-tenggelam, kadang ada dan terkadang tidak ada (berubah-ubah). Sedangkan tajaddud adalah yaitu perbuatan itu terjadi berulangulang dan terjadi sekali tempo setelah tempo berikutnya. Dan makna seperti inilah yang dikandung dalam kelima kata dalam surah Assyuaara diatas. b. QS Surah At Taubah : 128-129

Kata-kata yang masuk yang dalam pembahasan kita pada ayat-ayat ini adalah (rasul/utusan Tuhan) (berat) (sangat berhasrat) (penyantun) (penyayang) (kepadanya saya berserah diri) (yang agung) Kata pertama sampai kelima merupakan sifat yang disandarkan pada Nabi Muhammad , dan yang terakhir disandarkan pada Arsy Allah. Dimana kesemua sifat ini merupakan sifat yang permanen ada dalam diri beliau tidak temporal dan terus melekat pada pemiliknya. Bahkan kalimat yang keenam meskipun disebutkan dalam bentuk fiil (fiil madhi) namun karena berupa jumlah ismiah (masih dianggap kalimat verbal) maka tawakkal disini tetap ditafsirkan sebagai tawakkal yang bersifat permanen, jadi kalimat ini bisa diartikan kepada-Nya aku (selalu) berserah diri dalam artian sifat tawakkal pada diri Nabi sebagai khitab dalam ayat ini bersifat permanen dan trus menerus. c. QS Ali Imran : 159

Kita akan memberi stess pada 5 kata berikut : (kasih sayang) sebab kasih sayang Tuhan bersifat eternal (engkau bersifat lemah-lembut) (berembuklah dengan mereka)

(apabila kamu bertekat akan sesuatu maka berserahdirilah pada Allah) (orang-orang yang berserahdiri) Sifat kasih sayang Tuhan adalah eternal (abadi) selalu melekat dalam diriNya , sedangkan Nabi Muhammad dalam ayat ini sifat lembutnya disebutkan dalam bentuk fiil yang mengisyratkan bahwa memang Beliau bersifat lembut akan tetapi beliaupun terkadang bersikap tegas dan keras bahkan tidang jarang Beliau pun marah. Permusyawarahan dilakukan hanya pada momen-momen tertentu yaitu ketika memang ada hal urgen yang butuh untuk diselesaikan . Penjelasan seperti ini juga berlaku dalam dua kalimah selanjutnya. pro-Kontra Dalam Penerapan Kaidah Isim dan Fiil ini sebagaimana telah kami singgung sebelumnya dalam pendahuluan bahwa didalam penerapan tiap kaidah tidak menutup kemungkinan ada pro dan kontra . dalam penerapan kaidah ini para ulama terbagi dua yaitu pro yang notabene adalah kelompok mayoritas dan kontra yang notabene adalah kelompok minoritas. Abul Mutharraf bin Umair di kitab at Tamwihat ala at Tibyan miliknya Imam Ibnu Zamlakani, dia berkata;

kaidah ini tidak dikenal (gharib) dan tidak memiliki pegangan , sebab sesungguhnya isim hanya menunjukkan pada maknanya sendiri adapun pernyataan bahwa isim bisa membri makna tsubut hal ini tidak benar

- -- - --

Abul Mutharraf bin Umair di kitab al-Tamwihat ala al-Tibyan miliknya Imam Ibnu Zamlakani, dia berkata:

You might also like