You are on page 1of 39

1

PEDOMAN
PENGOLAHAN UBI KAYU

DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN


HASIL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGOLAHAN DAN
PEMASARAN HASIL PERTANIAN

Jakarta, 2 0 0 3
2
Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

I. PENDAHULUAN

II. PENGETAHUAN BAHAN KACANG TANAH

2.1. Pembuatan gaplek
2.2. Pembuatan pellet
2.3. Pembuatan tepung gaplek
2.4. Pembuatan tepung asia
2.5. Pembuatan tepung tapioka
2.6. Pembuatan tiwul instant
2.7. Pemanfaatan limbah

III. P E N U T U P

DAFTAR PUSTAKA


3
KATA PENGANTAR


Masalah kekurangan gizi makanan penduduk, masih ditemui pada
sebagian besar penduduk dunia, antara lain di Indonesia. Survei
membuktikan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah menderita
Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), vitamin A, zat besi dan iodium
(Anonim, 1990). Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi kerja akibat
menurunnya stamina, terganggunya keseimbangan mental, berdampak
pada sosial ekonomi dan perkembangan bangsa.
Pola konsumsi protein ditekankan pada konsumsi protein nabati,
antara lain karena protein tersebut mudah diperoleh dan harganya relatif
lebih murah dibandingkan dengan protein hewani.
Tanggal 16 Oktober 1997 saat hari pangan sedunia XVII dica-
nangkan gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI)
oleh pemerintah. Popularitas makanan tradisional (Ethnic Food) di
Indonesia dirasakan semakin menurun dibandingkan dengan berbagai
jenis pangan impor yang sangat gencar promosinya. Perubahan ini terasa
di daerah perkotaan dan generasi muda menjadi konsumen utamanya.
Selain untuk mengimbangi pergeseran pola konsumsi yang mengarah
kepada makanan berselera impor, gerakan tersebut menuntut pemenuhan
gizi seimbang dan makanan yang aman bagi kesehatan.
Buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar,
lengkap dan mudah dipahami serta diterapkan oleh semua kalangan
mengenai pedoman pengolahan ubi kayu. Namun karena beberapa
keterbatasan mungkin materi disini masih belum sempurna seperti yang
diharapkan, untuk itu saran dari para pembaca yang peduli pada
pengolahan ubi kayu sangat kami harapkan.
-i-
4
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .. i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR . iv

I. PENDAHULUAN 1

II. PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU . 3

III. PENGOLAHAN BAHAN UBI KAYU ... 9
3.1. PEMBUATAN GAPLEK ........................ 9
3.2. PEMBUATAN PELLET .............................. 17
3.3. PEMBUATAN TEPUNG GAPLEK ... 24
3.4. PEMBUATAN TEPUNG ASIA 26
3.5. PEMBUATAN TAPIOKA .. 27
3.6. PEMBUATAN TIWUL . 30
3.7. PEMANFAATAN LIMBAH ............ 31


IV. P E N U T U P 33

DAFTAR PUSTAKA
-ii-


5

DAFTAR TABEL


Halaman

Tabel 1. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan gaplek ..... 16

Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan pellet .. 21

Tabel 3. Syarat mutu gaplek secara umum .. 22

Tabel 4. Syarat mutu dari masing-masing kelas mutu gaplek 23

Tabel 5. Standar mutu gaplek pellet untuk pasar MEE . 23

Tabel 6. Standar mutu tapioka . 29

Tabel 7. Susut bobot dan kehilangan pada proses produksi tapioka 29







-iii-



6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana 10

Gambar 2. Diagram alir pengolahan ubi kayu, gaplek, pellet dan
Chips menjadi pellet (Tjokroadikoesoemo, 1986) . 18

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung gaplek 25

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung asia .. 26

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tapioka ... 27

Gambar 6. Jaringan pengolahan ubi kayu 33





1
I. PENDAHULUAN


Ubi Kayu ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk kegunaan
terlebih-lebih dalam rangka mem- popularitaskan Ethnic food di
Indonesia yang dirasakan semakin menurun apabila dibandingkan
dengan berbagai jenis pangan impor yang sangat gencar
promosinya. Perubahan ini umumnya terasa di daerah perkotaan
dan generasi muda menjadi konsumen utamanya.

Dalam rangka gerakan memasyarakatkan Aku Cinta Makanan
Indonesia (ACMI) oleh pemerintah, diperlukan peranan teknologi
tepat guna dan reka boga untuk memperbaiki citra pangan
tradisional agar mampu memenuhi selera masyarakat masa kini dan
sejajar dengan produk pangan fast food impor. 0leh karena itu perlu
dihasilkan produk pangan tradisional (ethnic food) yang mempunyai
nilai tambah, mudah didistribusikan, mudah dikonsumsi, mudah
disajikan dan bergizi.

Menurut Haerah peluang diversifikasi pangan didukung berbagai
faktor antara lain :
(1) meningkatnya pendapatan penduduk di kota maupun di desa,
sehingga secara langsung mempengaruhi keragaman pilihan
yang sesuai dengan selera keluarga.
(2) mutu pendidikan yang lebih baik, mendukung pengetahuan
mengenai kebutuhan gizi yang diperlukan serta kecenderungan
untuk memilih bahan makanan berserat tinggi (membuka
peluang untuk diversifikasi pangan dan pemilihan bahan-bahan
pangan non beras).
2
(3) perubahan pola makan akibat berkembangnya lapangan kerja di
luar sektor petanian, yaitu peningkatan kesukaan terhadap
makanan yang siap hidang (siap saji) atau mudah dimasak
tetapi bergizi.
(4) Khusus untuk produk pangan tradisional (ethnic food), pengem-
bangannya diprediksi akan lebih mudah diterima oleh
masyarakat karena telah lebih lama dikenal.

Diversifikasi ethnic food hanya dapat dicapai melalui perbaikan
teknologi dalam tahap pengolahan, distribusi maupun pemasaran
secara terpadu. Salah satu makanan tradisional Indonesia yang
dimaksud dalam gerakan ACMI adalah ethnic food yang terbuat
dari bahan baku ubi kayu seperti gaplek, tepung gaplek, tepung
asia dan tepung tapioka.















3
I. PENGETAHUAN BAHAN UBI KAYU

1. Varietas Ubi Kayu

Sebagai bahan pangan langsung ubi kayu dapat dikonsumsi dan
dimakan setelah dibakar, direbus, digoreng ataupun sesudah
difermentasi menjadi tape. Disamping itu ubi kayu pun dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri (industri pangan dan
pakan maupun industri kimia lainnya).

Komponen fisik ubi kayu terdiri dari kulit luar, kulit dalam
kemudian diikuti oleh kambium dan daging umbi. Daging ubi
kayu yang menyehatkan dapat berwarna putih, kuning atau
gading tergantung varietasnya.

Menurut Darjanto dan Murjati (1980) di Indonesia komoditas
ubi kayu dikenal dalam berbagai varietas yang terbagi dalam 2
(dua) klon yang masing-masing memiliki perbedaan dalam hal
rasa, warna dan tekstur ubi.
- Klon manis (kadar HCN rendah) meliputi Valenca, Ambon,
Gading dan W.78.
- Klon pahit (kadar HCN tinggi) meliputi S.P.P. Bogor, Muara
dan W.236.

Beberapa sifat varietas ubi kayu untuk keperluan konsumsi
langsung (pangan) maupun untuk dijadikan tepung, antara lain :

a. Valenca
Varietas ini berasal dari Brazilia dan sangat baik untuk di-
konsumsi karena mengandung kadar HCN tidak lebih dari 40
4
mg per kg yang diparut, produksinya kecil (200 kuintal/ha),
rasanya enak, kadar pati 34% dan kadar protein +/- 0,4%.

b. Mangi
Varietas mangi berasal dari Brazilia. Varietas ini baik
dikonsumsi karena mempunyai kadar HCN tidak lebih dari
30 mg per kg umbi yang telah diparut. Produksinya tergolong
rendah 160 kg per hektar, rasanya enak, kadar pati sekitar
36% sedangkan kadar proteinnya +/- 0,4%.

c. Basiorao
Varietas Basiorao berasal dari Brazilia. Varietas ini agak
beracun dan mempunyai rasa yang pahit karena mengandung
kadar HCN 80 mg per kg umbi yang diparut. Umbi yang
dihasilkan mempunyai ukuran besar dengan produksi umbi
300 kg per hektar. Daging umbi mempunyai kadar pati
sekitar 34% dan kadar protein 0,3%.

d. Sea Pedro Preto (SPP)
Varietas SPP berasal dari Brazilia. Varietas SPP termasuk
jenis ubi kayu sangat beracun karena mengandung HCN
lebih dari 150 mg per kg umbi yang diparut. Daging umbi
mempunyai kadar pati 35% dan kadar protein 0,4%.

e. B o g o r
Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil
persilangan antara varietas Maleka dengan varietas Basiorao.
Varietas ini termasuk ubi kayu yang beracun karena
mengandung lebih dari 90 mg HCN per kg umbi yang
diparut. Kadar pati yang terkandung dalam varietas ini +/-
5
34% sedangkan kadar proteinnya 0,4%. Varietas ini
termasuk jenis ubi kayu dengan produksi yang tinggi, yaitu
sebanyak +/- 400 kuintal per hektar.

f. Betawi
Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil
persilangan antara varietas Maleka dengan Basiorao.
Varietas ini baik untuk dikonsumsi karena mempunyai kadar
HCN tidak lebih dari 30 mg per kg umbi yang diparut,
rasanya enak dan produksinya tinggi yaitu sekitar 200-300
kuintal per hektar. Daging umbi mempunyai kadar pati 34%
dan kadar protein -/+ 0,3%.

g. Muara
Varietas ini berasal dari Bogor yang merupakan hasil
persilangan antara varietas Bogor dengan Basiorao. Varietas
ini produksinya tinggi +/- 300 kuintal per hektar. Varietas ini
tergolong beracun sebab mengandung HCN lebih dari 100
mg per kg umbi yang diparut, mempunyai kadar pati 30 %
dan kadar protein 0,4 %.

2. Pemanenan

a. Umur Panen
Setelah ubi kayu berumur 6-7 bulan barulah menghasilkan
umbi namun dipanennya setelah 9-11 bulan dengan tanda-
tanda pertumbuhan daunnya mulai berkurang, warna daun
telah menguning dan mulai rontok. Penentuan umur panen
yang tepat biasanya dilakukan dengan mengambil beberapa
6
sampel pohon pada areal pertanaman di beberapa lokasi yang
berbeda, tentunya apabila hasil karbohidrat per hektar telah
mencapai maksimal. Penundaan waktu panen dapat menurun
kan hasil karbohidrat dan apabila terlalu lama ditunda, umbi
yang dihasilkan berubah menjadi berkayu.

b. Cara Panen

Secara manual yaitu mencabutnya secara langsung dan
hati-hati agar umbi yang keluar tidak patah, sebab umbi
yang patah / terluka akan membusuk dan mengalami
kepoyoan.
Kerusakan umbi yang khas pada ubi kayu adalah
kepoyoan yaitu perubahan dari warna asal (putih,
kuning atau gading)
menjadi kehitaman atau bergaris-garis tipis hitam
kebiruan, yang merupakan proses biokimiawi akibat
oksidasi maupun serangan oleh jazad renik.
Menggunakan pengungkit yang terbuat dari sepotong
kayu / bambu, dengan menggunakan tali yang telah
dibuat jerat, antara batang pengungkit dengan pangkal
batang ubi kayu diikat, lalu pangkal pengungkit
diangkat perlahan - lahan.
Pemanenan dengan penanganan khusus, yaitu
menggali hati-hati tanah disekeliling umbi agar umbi
tidak terluka.




7
3. Penanganan Pasca Panen

Tujuan penanganan pasca panen ubi kayu antara lain :
- meningkatkan nilai jual ubi kayu
- mengurangi susut tercecer pada proses kegiatan pasca
panen
- mempertahankan mutu ubi kayu agar tetap segar seperti pada
saat panen.

Pembersihan, sortasi dan penyimpanan

Setelah pemanenan maka umbi dapat langsung dipasarkan atau
dikonsumsi, walau kadang-kadang tidak bisa langsung di
pasarkan karena perlu dilakukan penyimpanan terlebih dahulu.
Penyimpanan jangka waktu lama perlu perlakuan khusus +/- 48
jam, sedangkan yang selebihnya akan mengalami kepoyoan.
Pembersihan dengan menghilangkan sisa-sisa tanah yang masih
melekat pada umbi dan memotong sisa-sisa batang yang masih
ada pada umbi, sehingga memudahkan proses lebih lanjut.
Sortasi dengan memilah-milah umbi atas dasar kriteria fisik
meliputi umbi retak, normal, bengkok dan umbi poyo (kepoyoan).

Adapun teknik-teknik penyimpanan singkong segar meliputi :
- Penyimpanan dan pengawetan dengan fungisida; singkong segar
yang telah dibersihkan dicelup dengan larutan fungisida thioben-
dazole atau maneb atau benomyl lalu dikemas dengan kantong
plastik polietilen untuk mengawetkan umbi dari pengaruh
kerusakan fisiologis dan oleh jazad renik sehingga singkong
bertahan hingga 1-3 bulan.

8
- Penyimpanan di dalam tanah; pertama-tama sediakan lubang
secukupnya (tidak terlalu dalam) lalu simpan singkong pada
posisi horizontal atau vertikal secara berjajar sampai rapat dan
tutuplah dengan menggunakan tanah disertai penyiraman.
Demikian seterusnya sampai lubang penuh dan penimbunan rata
dengan tanah, barulah setelah itu areal timbunan ditutup dengan
gedeg.

- Penyimpanan dengan penimbunan pasir; dimana singkong segar
dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya kemudian di angin-
anginkan agar hilang getahnya. Umbi lalu ditumpuk / diatur
berjajar rapat di atas batu bata yang disusun tanpa semen yang
dasarnya ditutup pasir kering 5 cm, sehingga membentuk
formasi bangun berukuran 1 m x 1 m x 1 m; setelah itu singkong
ditutup lagi dengan pasir setebal 5 cm. Penutupan akhir
dilakukan dengan ketebalan 10 cm dimana di atas pasir ditutup
seng. Apabila penyimpanan di lokasi aman dan teduh (terlindung
dari hujan), singkong akan bertahan hingga 1 sampai 2 bulan.

- Penyimpanan dengan menggunakan peti
Penyimpanan singkong dalam peti yang telah diisi serbuk
gergaji atau sekam padi dengan yang berkadar air 50%, kondisi
terlindung dari sinar matahari dan suhu 26
o
C agar
kelembabannya terkendali dan singkong lebih tahan lama bisa
sampai +/- 12 bulan.





9
II. TEKNIK PENGOLAHAN HASIL UBI KAYU

Terdapat beberapa jenis produk olahan yang terbuat dari bahan
baku ubi kayu yaitu antara lain gaplek, gaplek pellet, tepung
gaplek, tepung asia dan tepung tapioka.

3.1. Gaplek

Gaplek merupakan salah satu produk usaha manusia untuk
menyimpan dan mengawetkan bahan pangan dari ubi kayu di
masa paceklik. Gaplek sebagai produk ubi kayu tidak banyak
mengalami perubahan dari umbi segar kecuali kadar airnya
yang sangat rendah. Pengawetan ubi kayu dengan cara
pengeringan merupakan usaha penyelamatan hasil panen dan
menjadikannya makanan cadangan. Semula gaplek sebagai
makanan cadangan, namun perkembangan lebih lanjut
ternyata ikut mempengaruhi pemanfaatannya, termasuk kini
sebagian besar gaplek dijual/belikan bagi industri pakan ternak.

Gaplek dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Berdasarkan keutuhan dikenal gaplek gelondong dan irisan.
Gaplek gelondong yaitu gaplek yang berukuran agak besar
terbuat dari umbi utuh, potong atau belah yang berukuran
relatif cukup besar.
Gaplek irisan yaitu gaplek yang diperoleh dari hasil iris-
irisan tipis-tipis.



10
- Berdasarkan kupasan, dikenal gaplek berkulit dan tanpa kulit
- Berdasarkan penggunaan, dikenal gaplek konsumsi manusia
dan gaplek bahan baku agroindustri untuk dibuat berbagai
macam produk.

Pembuatan gaplek merupakan proses pengeringan umbi ubi
kayu yang dilakukan dengan cara penjemuran, yang relatif
praktis serta murah seperti nampak dalam Gambar 1.

Penyiapan bahan
(Ubi Kayu basah)


Pengeringan


Pewadahan


Penyimpanan

Gambar 1. Diagram alir pembuatan gaplek secara sederhana

Sejalan perkembangan sosial ekonomi dan teknologi maka
berkembang pula pemanfaatan, proses pembuatan dan jenis
produknya. Gaplek yang semula dikonsumsi manusia, kini pun
untuk pakan ternak maka tingkat harga dan mutunya berubah
yang pada akhirnya mempengaruhi proses pembuatannya.
Dengan teknologi maka bentuk gelondong berubah kebentuk
irisan tipis untuk mempercepat pengeringan; serta usaha
memodifikasi bentuk gaplek, wadah dan cara penyimpanannya.


11
Kegiatan-kegiatan lain yang mempengaruhi kualitas gaplek :

a. Pembersihan Bahan
Apabila tersedia cukup air, singkong dibersihkan secara
basah (dicuci), namun di daerah yang langka air maka cukup
dilap atau disikat. Pembersihan kadang tidak dilakukan jika
umbi akan dikupas dan umbi kupasan akan dicuci setelah itu
jika petani menganggap kotoran yang melekat pada umbi
tidak terlalu banyak serta gaplek dalam bentuk umbi
gelondong yang dibuat untuk konsumsi pakan ternak.
b. Pengupasan kulit dan pencucian
Pengupasan dilakukan apabila gaplek yang akan dibuat
untuk tujuan sebagai bahan pangan. Pengupasan dilakukan
secara manual menggunakan pisau; dimana pertama kali
menyayat kulit membujur sepanjang umbi dan bagian kulit
dikopek/dilepaskan dari bagian utama umbi. Jika umbi segar
(baru dipanen dan masih basah) maka pengupasan relatif
lebih mudah karena kulit mudah terlepas. Namun pada
keadaan ini biasanya kulit mudah robek, sehingga
pengupasan tidak terlalu mulus. Pengupasan akan optimal
jika kulit agak layu (tidak basah) tetapi umbi masih segar.
Pada kondisi itu kulit cukup liat sehingga tatkala dikopek
seluruh kulit dapat terpisahkan. Hasil pengupasan kulit yaitu
- Umbi tanpa kulit yang berwarna putih dan biasanya sedikit
terkotori oleh lapisan tipis tanah waktu pengupasan.
- Kulit umbi.
Umbi kupas yang diperoleh dicuci/dibersihkan dan setelah di
tiriskan sebentar lalu dijemur.

12
c. Pengurangan Ukuran (Size Reduction)

Size reduction atau pengurangan ukuran biasanya dilakukan
dalam proses pembuatan gaplek termasuk juga pembuatan
gaplek gelondong.

Terdapat beberapa cara dalam proses pengurangan ukuran :

- Dibelah atau dipotong
Semakin kecil bahan yang dikeringkan maka akan
semakin cepat proses keringnya; dengan demikian dalam
proses pembuatan gaplek gelondong pun umbi utuh yang
berukuran besar akan dibelah dan dipotong menjadi
beberapa bagian yang berukuran relatif kecil (panjang +/-
10 cm dengan diameter +/- 2-3 cm) walaupun secara
umum gaplek gelondong kering berukuran tebal lebih
dari 1 cm dan panjang lebih dari 5 cm).
- Dipotong kecil-kecil
Dewasa ini karena gaplek sudah dikembangkan menjadi
pellet (pakan ternak) maka ukuran umbi yang akan
dijemur pun semakin kecil, sehingga umbi tidak lagi
dipotong/dibelah tetapi dipotong kecil-kecil dengan golok
ataupun dicacah dimana ukuran tebalnya +/- 1 cm.
Proses ini akan menghasilkan gaplek chips yang
diameternya kurang dari 1 cm dengan ukuran panjangnya
kurang dari 5 cm. Pencacahan dengan golok relatif lebih
praktis dan kini banyak dilakukan petani di pedesaan
karena tidak memerlukan alat khusus kecuali golok dan
13
menggunakan alas kayu. Produktivitas dan kapasitas
pencacahan terbatas dan bergantung kepada kekuatan dan
kecekatan tenaga pencacahnya.
- Dirajang atau diiris tipis-tipis
Cara lain yang kini mulai digemari konsumen yaitu
dengan cara dirajang atau diiris tipis-tipis menggunakan
pisau atau alat pemotong berputar. Produktivitas dan
kapasitas penggunaan alat perajang atau pengiris memberi
kan kualitas hasil yang lebih baik (lebih seragam dan lagi
pula lebih tipis).

d. Pengeringan

Maksud dan tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi
kadar air umbi yang dapat menyebabkan fermentasi dan
pembusukan secara kimia serta pembusukan oleh
mikroorganisme. Adapun kadar air yang aman dari serangan
jamur/cendawan bagi gaplek yaitu sekitar +/- 13-14%.
Untuk menghindari terjadinya reaksi pencoklatan setelah
perajangan maka pengurangan kadar air ini harus sesegera
mugkin dilakukan, yaitu dengan melakukan penjemuran
langsung maupun dengan menggunakan mesin pengering.
Penjemuran gaplek irisan tipis-tipis (0,5-1 cm) dilakukan di
atas tikar +/- 3-5 hari, ada pun penjemuran gaplek gelondong
(panjang 4-5 cm) memerlukan waktu penjemuran 7-10 hari.
Penjemuran gaplek gelondong membutuhkan waktu relatif
lebih lama dibandingkan dengan penjemuran gaplek irisan,
dikarenakan hasil pengeringan kadang-kadang tidak
optimal sehingga kemungkinan kepoyoan yang belum
14
kering masih ada, selain itu juga sering terjadi pencemaran
kotoran. Sedangkan untuk mening- katkan efisiensi
pengeringan maka seyogyanya penjemuran gaplek dilakukan
dengan menggunakan alas lantai yang ber- gelombang,
dengan mempergunakan alat pembantu seperti sekop
pengumpul, garu penyebar dan garu kayu pembalik.

e. Pewadahan dan penyimpanan
Kegiatan pewadahan dilaksanakan apabila gaplek yang
dihasilkan sudah betul-betul kering optimal; menggunakan
tumbu yang terbuat dari anyaman bambu atau menggunakan
karung (goni atau plastik). Gaplek yang sudah kering dima-
sukkan ke dalam karung dan ujung karung diikat kemudian
ditumpuk di tempat yang kering beralaskan (plonder)
minimal 10 cm. Di Tulungagung gaplek kering dihancurkan
terlebih dahulu kedalam wadah berupa tumbu berukuran 1 m
x 1 m x 1 m dengan tinggi kaki sekitar 20 cm; dimana bagian
dalam tumbu diberi lapisan daun jati kering. Hancuran gaplek
kering ini kemudian dimasukkan ke dalam tumbu dan di-
mampatkan untuk memperlambat serangan hama serangga
seperti Sitophillus spp., Tribolium sp. dan lain sebagainya.
Gaplek gelondong yang disimpan dalam karung atau tempat
terbuka lainnya hanya tahan dalam waktu sebulan tanpa rusak
dan setelah itu tanda-tanda gejala serangan hama mulai
nampak 12 bulan kemudian, dimana hampir seluruh
gelondong terserang hama ditandai dengan adanya lubang-
lubang dan serangga-serangga yang berkeliaran di sekitarnya.


15
Adapun pada awalnya serangan memang sukar ditemukan
serangga yang berkeliaran, namun demikian apabila nampak
serangga berkeliaran di permukaan gaplek, maka ini berarti
serangan hama sudah sampai pada fase berat. Untuk memper
lambat atau paling tidak mengurangi serangan hama, petani
memberi lapisan daun jati pada tumbu penyimpanan agar
serangga enggan menerobos daun kering jati tersebut. Tetapi
pada kenyataannya lapisan daun jati kering tersebut tidak
dapat mencegah serangga hama penyimpanan dimaksud,
termasuk cara pemampatan juga tidak dapat mencegah
serangan hama itu, namun minimal dapat memperlambat dan
memperkecil kemungkinan kerusakan total.

Pembuatan gaplek cara petani Gunung Kidul dilakukan
dengan cara memberi salut (lapisan penutup) pada umbi
dapat mencegah serangan hama penyimpanan baik oleh
serangga maupun oleh cendawan; hal ini dikarenakan abu
dapur banyak mengandung senyawa kimia antara lain unsur
Kalium (K), Kalsium (Ca), Belerang (S) dan lain-lain yang
tidak disenangi serangga maupun jazad renik. Unsur alkali
seperti K, Ca, Mg dan N yang ada dalam abu dapur akan
menempel di tubuh serangga hingga serangga dapat mati ter-
dehidrasi. Proses dehidrasi (kekurangan air) pada serangga
disebabkan karena lapisan lilin yang menahan penguapan
tubuh serangga terkena alkali akan hilang dan terlarut; itulah
sebabnya serangga takkan menyerang/merusak komoditas
yang diberi abu dapur, selain itu abu dapur juga dapat
menjaga komoditas dari kelembaban sehingga akan kering
16
atau minimal a
w
nya akan tetap rendah sehingga jazad renik
atau cendawan tidak akan tumbuh.
Adapun pembungkusan menggunakan karung (goni) dengan
dilapisi plastik polyethylene (PE) dapat mengurangi
penyerapan air dari serangan hama/serangga, sehingga dapat
lebih memperpanjang umur simpan. Selama dalam proses
pengolahan dari ubi kayu menjadi gaplek, akan terjadi susut
bobot dan susut tercecer. Tentang jumlah susut ubi kayu di
tingkat petani pada jalur pembuatan gaplek yaitu susut mutu
(6,8%), dan susut tercecer (12,1%).

Tabel 1 Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan gaplek
Kegiatan Pasca Panen Susut Tercecer Susut Mutu

Panen pencabutan dengan tangan
(kadar air 65-75%)

Pemotongan umbi dari ba- tang
(kadar air 65 75%)

Pengeringan dan pengang- kutan
ketempat pengumpu- lan (kadar
air 65 75%)

Pengirisan dengan tangan (kadar air
60 65%)

Penjemuran 5 7 hari

Penyimpanan 1-2 minggu (kadar
air 13 15%)

J u m l a h


7,0


2,0



0,1


2,0

0,5

0,5

------------------
12,1


0,1


0,1



0,1


2,0

4,0

0,5

--------------
6,8
Sumber: Purwadaria (1989)





17
3.2. P e l l e t

Chips atau gaplek gelondong dapat diolah lebih lanjut menjadi pellet.
Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) maksud dan tujuan pembuatan
pellet ini adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga lebih
mudah dipindahkan ke tempat lain dan untuk tujuan ekspor (diper-
gunakan sebagai karbohidrat pakan ternak) agar biaya pengangku-
tannya dapat lebih murah serta diharapkan memenuhi standar :
- kandungan pati : minimum 62%
- kandungan selulosa : maksimum 7%
- kandungan tanah dan air : 3%
- kandungan kelembaban : 14%
- ragi, kapang dan bakteri : nol.

Terdapat tiga tahap proses pembuatan pellet, yaitu sebagai berikut:
- Proses pengolahan pendahuluan yang meliputi pencacahan,
pengeringan dan penghancuran menjadi tepung (meal)
- Proses pembuatan pellet yang meliputi pencetakan, pendinginan
dan pengeringan
- Proses akhir yang meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan.

1. Proses Pengolahan Pendahuluan

Singkong yang baru dicabut dikumpulkan dan segera dilakukan
pengupasan kemudian dipotong-potong dengan ukuran +/- 10 cm
agar mutu pellet yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas.
Potongan tersebut dimasukkan kedalam knife cutter (alat penca-
cah) guna dirajang kembali iris-irisan yang tipis sehingga gampang
untuk dikeringkan.

18
Ubi Kayu

Pencacahan
(dalam mesin pencacah)

Udara Pengeringan
panas (dengan dryer)

Penghilangan kotoran dan salurkan
menuju cyclone collector

Chips / Gaplek

Hammermill Hammermill (pneu-vac)

bin

Cetakan pellet Cyclone dan pendingin

Kipas
Pendingin
Pneumatic-cyclone

Timbangan dan pengepakan Mesin Jahit
Ke Gudang


Gambar 2 Diagram alir pengolahan ubi kayu, gaplek,
pellet dan chips menjadi pellet (Tjokroadikoesoemo,
1986)



19
Kumpulkan iris-irisan ubi kayu yang tipis pada suatu tempat
pengumpulan yang dilengkapi dengan feeder (alat pengumpan),
sebelum iris-irisan tersebut dimasukkan ke dalam dehidrator
(alat pengering). Pengeringan dilakukan di dalam alat pengering
tiga fase (three pass drum dryer). Iris-irisan dimasukkan dengan
kecepatan tertentu, sehingga saat keluar dari dehidrator irisan ter
sebut sudah cukup kering. Guna menghilangkan tanah, pasir dan
debu serta bahan-bahan pengotor lain yang terbawa ke dalam
proses, disalurkan menuju cyclone collector. Di dalam alat ini
debu, pasir dan lain-lain dipisahkan dengan cara ditiup oleh fan
system (sistem peniup udara). Bahan yang telah bersih didingin-
kan di cooling cyclone sebelum dimasukkan ke hammer mill. Di
hammer mill ubi kayu ditumbuk halus menjadi cassava meal
(tepung ubi kayu). Apabila sebagai bahan baku menggunakan
gaplek atau chips, maka bahan-bahan dimaksud dapat langsung
dilewatkan scalping seave (ayakan) untuk menghilangkan pasir,
tanah, debu dan kotoran lainnya. Chips atau gaplek yang sudah
bersih lalu diumpankan ke dalam hammer mill untuk dijadikan
tepung gaplek.

2. P e l l e t

Dengan sistem pneumatik (Negative Pressure Pneumatic Con-
veying System) tepung gaplek atau tepung ubi kayu disalurkan ke
gudang tempat penimbunan, sebelum dimasukkan ke dalam
pencetak pellet. Isi gudang harus selalu dalam keadaan penuh di
mana pengaturan dilakukan memakai spreader screw (alat perata)
dan level control instrument (alat pengontrol).


20
Melalui bantuan discharge screw (kotrek pengeluaran) tepung ubi
kayu dikeluarkan dari bin untuk dikirim ke feeder (alat peng-
umpan) yang di lengkapi dengan pengaduk dari baja untuk diper-
siapkan kondisinya agar optimum bagi pencetakan. Di dalam
pencetakan tepung ubi kayu dibagi rata dan ditekan masuk ke
dalam lubang cetakan berbentuk kerucut terpancung dan keluar
menembus sisi luar alat pencetak dimaksud.

Terdapat 2 (dua) tipe cetakan yang banyak digunakan di Indonesia:
a. Berbentuk basket yang berputar pada sumbu vertikal
Pada dinding bor banyak sekali lubang berbentuk kerucut
terpancung dan di dalam basket terdapat sepasang rol yang
juga berputar pada sumbu vertikal. Rol-rol dimaksud
menekan umpan masuk ke dalam cetakan seraya berputar
karena pengaruh putaran basket. Tepung yang sudah tercetak
keluar dari sisi luar basket dan dipotong-potong menurut
ukuran yang dikehendaki.
b. Berbentuk plat baja yang berputar pada sumbu vertikal
Plat baja di bor banyak sekali lubang cetakan yang memben-
tuk pola seperti sarang lebah. Penekanan umpan ke dalam
cetakan dilakukan oleh pasangan sejumlah enam rol yang
diletakkan mendatar di atas plat, dimana rol-rol dimaksud
akan berputar karena pengaruh gerakan berputar dari plat
cetakan.

Pellet yang baru keluar dari cetakan masih panas dan agak basah.
Pellet basah dimaksud di bawa ke alat pendinginan menggunakan
elevator (alat ban berjalan), dimana pellet didinginkan dan
dikeringkan sampai tingkat pengeringan tertentu yang diinginkan.

21
Alat pendingin dilengkapi sistem peniup udara dingin yang
dihisap dari luar. Udara yang mengalir kealat pendingin tersebut
bergerak keluar menuju cyclone sambil memisahkan debu tepung
yang tidak tercetak (yang dikirim kembali ke alat pencetak).

3. Proses akhir

Pellet yang telah dingin dan mengeras dicurahkan ke alat
penyortir untuk memisahkan ukuran yang normal dengan yang
kurang normal (cacat). Pelet yang ukurannya tidak normal dikem
balikan lagi ke hammer mill untuk diproses ulang. Pellet yang
lolos saringan, dikarungi, ditimbang dan dimasukkan ke gudang
penyimpanan sebelum dipasarkan/didistribusikan. Jumlah susut
ubi kayu di tingkat petani pada jalur penanganan sebagai bahan
baku pellet yaitu susut tercecer 15,6% dan susut mutu 8,8%.
Tabel 2. Susut bobot dan kehilangan bahan pembuatan pellet
Kegiatan Pasca Panen Susut Tercecer
(%)
Susut Mutu
(%)

Panen pencabutan

Pemotongan umbi dari ba- tang (kadar
air 65 70%)

Pengeringan dan pengang- kutan ketempat
pengumpu- lan (kadar air 65 70%)

Pengirisan dengan tangan (kadar air 60
65%)

Penjemuran 7 10 hari

Penyimpanan 1-2 minggu (kadar air 15
17%)
__________________________________
J u m l a h

7,0


2,0



0,1


2,0

4,0

0,5

------------------
15,6

0,1


0,1



0,1


2,0

6,0

0,5

--------------
8,8
Sumber: Purwadaria (1989)

22

Standar Mutu Gaplek

Standar mutu gaplek mencakup gaplek gelondong, chips, tepung,
pellet dan gaplek cube diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas mutu
yaitu mutu super Mutu I, II, III.

1. B a t a s a n
- Gaplek gelondong berbentuk gelondong atau belahan
- Gaplek chips berbentuk potongan-potongan kecil dengan
ukuran maksimal 3 cm
- Gaplek tepung berbentuk tepung, ukuran kekasaran
maksimum 100 mesh
- Gaplek pellet berbentuk silendris dengan ukuran panjang
maksimum 2 cm dan garis tengah maksimum 1 cm
- Gaplek cube berbentuk kubus kecil dengan ukuran sisi
maksimum 2 cm.

2. Syarat mutu gaplek secara umum
Tabel 3 Syarat mutu gaplek secara umum
No. Uraian Satuan Persyaratan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kondisi
Derajat asam
Asam sianida
K o t o r a n
A b u
Logam berbahaya
J a m u r
Mikroskopis
Kehalusan (lolos 65 mesh)
S e r a t K a s a r

ml basa IN 100 g
ppm

Normal
maksimum 4
maksimum 50
maksimum 1%
maksimum 2%
tidak terdeteksi
nihil
khas pati tapioca
95%
maksimum 3%

23

3. Kelas mutu dan syarat mutu gaplek

Tabel 4 Syarat mutu dari masing-masing kelas mutu gaplek
Karakteristik
Mutu
Super
I II III
Kadar air (% maks)
Kadar pati (% min.)
Kadar serat (%maks)
Kadar pasir
(% silika maksimum)
14
70
4

2
14
68
5

3
14
65
5

3
15
62
5

3



Tabel 5 Standar mutu gaplek pellet untuk pasar Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE)

No. Persyaratan Mutu Standar (%)

1
2
3
4

Kadar air (maksimum)
Kadar pati (minimum)
Pasir (maksimum)
Serat (maksimum)

14,0 14,3
62
3
5

Sumber : Tingram (1975) di dalam Purwadaria (1989)











24
3.3. Tepung Gaplek (cassava chip flour)

Terdapat beberapa jenis tepung yang terbuat dari bahan singkong
baik dari umbi segar maupun dari gaplek yaitu tepung gaplek, tepung
asia dan tepung tapioka. Disamping perbedaan faktor bahan baku,
ketiga tepung tersebut di atas berbeda dalam beberapa hal, yaitu :

- Terdapat beberapa unsur kimia lain pada tepung gaplek dan
mengandung serat kasar yang relatif lebih banyak dari dua jenis
tepung lainnya, karena bahan baku gaplek relatif masih memiliki
komponen kimia yang utuh; dipihak lain tepung asia dan tapioka
telah kehilangan sebagian besar komponen kimia lain selain pati.

- Pati sebagai komponen utama tapioka dan tepung asia relatif
kurang dapat menjamin perkembangbiakan serangga hama
gudang, di pihak lain tepung gaplek rentan.

- Kandungan HCN dari tepung gaplek lebih tinggi dari tapioka/asia
- Proses pengolahan tepung asia lebih sederhana dari tapioka
- Kebutuhan air pada proses pengolahan tepung asia 25-33 %
jumlah kebutuhan untuk proses pembuatan tepung tapioka.
- Jumlah limbah cair proses produksi tepung ubi kayu juga 25-33%
limbah cair produksi tepung tapioka
- Tepung gaplek banyak mengandung serat kasar, tapioka hampir
murni pati, sedangkan tepung asia masih mengandung sedikit
serat kasar.

Cassava chip flour (tepung gaplek)
Dibuat dengan cara menggiling gaplek khususnya gaplek gelondong
yang telah kering dengan diagram akhir seperti pada gambar 3.
25
GAPLEK KERING


Penggilingan
(Hammer miling)



Pengayakan



TEPUNG GAPLEK




Pengkemasan

Gambar 3 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Gaplek


Dari Gambar 3 di atas nampak bahwa pembuatan tepung gaplek sangat
sederhana dan prosesnya juga hanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
(a) penyiapan bahan gaplek
(b) menggiling dan menampung hasil gilingan
(c) mengayak atau menyaring
(d) mengemas tepung yang dihasilkan
(e) menyimpan tepung yang sudah dikemas.

Tepung gaplek bermanfaat sebagai makanan pokok di beberapa pedesaan
maupun sebagai makanan kecil di kota serta terutama digunakan sebagai
salah satu bahan pembuatan pakan.

26
3.4. Tepung Asia (cassava flour)

Cassava flour dibuat dari umbi ubi kayu segar; dimana pertama-
tama umbi dikupas kulitnya, diparut halus dan hasil parutan diperas
agar keluar sebagian airnya. Hasil perasan (parutan yang telah
berkurang airnya) diberaikan untuk dijemur atau dikeringkan pada
dryer (mesin pengering). Parutan yang telah kering digiling dan
diayak untuk memperoleh cassava flour (tepung asia). Tepung hasil
pengayakan dikemas dan disimpan/dijual sebagai bahan pencampur
tapioka / obat nyamuk dan bahan pengisi tekstil filler.

Ubi Kayu Segar


Pengupasan Kulit dan Pencucian


Pemarutan


Pemerasan Air (Ekstraksi Air)


Pemberaian Parutan dan Pengeringan


Penggilingan


Pengayakan


Tepung Asia

Gambar 4 Diagram Alir Pembuatan Tepung Asia ( cassava flour )


27

3.5. Tapioka (tapioca starch)
Tapioka dibuat dari ubi kayu dengan cara basah sebagai bahan baku
lem (perekat), penganji (pengeras) dalam industri tekstil, bahan baku
pembuat industri gula glukosa dan bahan baku krupuk. Secara
sederhana pembuatannya mengikuti prinsip sebagai berikut :
- Pemecahan sel dan pemisahan butir pati (pengupasan, pencucian,
pemarutan dan penyaringan).
- Pengambilan pati (penambahan air, pemerasan, pengendapan dan
pencucian).
- Pembuangan/penghilangan air (pemusingan dan pengeringan).
- Penepungan (penghancuran dan kegiatan lanjutan lainnya).
Ubi Kayu Segar


Pengupasan Kulit dan Pencucian



Pemarutan dan Penyaringan


Penambahan air Pengambilan pati Pengendapan
dan pemerasan dan pencucian

Pembuangan dan
Pemusingan penghilangan air Pengeringan


Penepungan


Tepung Tapioka

Gambar 5 Diagram Alir Pembuatan Tapioka
28
1. Pembersihan
Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian
umbi yang tidak berguna dan mengganggu proses pengolahan,
misalnya kulit ari luar yang berwarna coklat dan bagian umbi
yang keras yang akan menyebabkan parut cepat tumpul.

2. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan mengalirkan air ke arah yang berla-
wanan dengan arah aliran umbi; atau dilakukan dalam bak dimana
air harus sering diganti (dibutuhkan banyak air).

3. Pemarutan
Tujuannya untuk memecah dinding sel agar butir pati yang ada di
dalamnya dapat keluar. Umbi yang telah terparut diaduk/dikocok
ditambah air secukupnya sampai terbentuk bubur.

4. Penyaringan dan Pengendapan
Penyaringan dilakukan menggunakan air yang cukup sampai air
saringan jernih untuk memisahkan butir tepung pati dari ampas.
Pati yang telah tersuspensi dalam air saringan selanjutnya
diendapkan sesegera mungkin.

5. Pengeringan

Maksud dan tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi
kandungan air sehingga diperoleh tapioka yang kering. Kadar air
yang terlalu tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur
/cendawan dan menimbulkan bau yang tidak disukai. Seyogyanya
kadar air tapioka hasil pengeringan 13%, namun kisaran kadar air
29
14,5-17% masih dapat diterima dalam perdagangan. Standar mutu
tapioka untuk faktor kadar air (maksimal) adalah 17 % (Tabel 6).
Tabel 6 Standar Mutu Tapioka (SNI 01-3451-1994)
No Persyaratan Mutu Mutu I II III
1
2
3
4

5
6
7
- Kadar air (% maks.)
- Kadar abu (% maks.)
- Serat & kotoran (% maks.)
- Derajat keasaman
( IN NaOH / 100 g )
- Kadar HCN (% maks.)
- Derajat putih (BAS0
4
= 100)
- Kekentalan (
o
Engler)
15
0,60
0,60

< 3 ml
negatif
94,5
3 - 4
15
0,60
0,60

< 3 ml
negatif
92,0
2,5 - 3
15
0,60
0,69

< 3 ml
negatif
92,0
< 2,5
Sumber : SNI, 1992

Susut bobot selama proses ubi kayu sebagai bahan baku tapioka
meliputi 12,4 % susut tercecer dan susut mutu 0,4 %.
Tabel 7 Susut bobot dan kehilangan pada proses produksi tapioka
No Kegiatan Susut tercecer (%) Susut Mutu (%)
1

2

3


4


5
- Panen pencabutan dengan
tangan ( KA 66 70 % )
- Pemotongan umbi dari
batang ( KA 65 70 % )
- Pengarungan dan peng-
angkutan ketempat peng-
umpulan ( KA 65 70% )
- Pengangkutan ke pabrik
tapioca dengan t r u c k
( KA 15 17% )
J u m l a h

7,0

2,0


0,1

3,3
-----------------------
12,4

0,1

0,1


0,1

0,1
-------------------
0,4
Sumber : Purwadaria (1989)


3.6. T i w u l

Proses pembuatan tiwul dapat dilakukan secara praktis dan cukup
sederhana, yaitu sebagai berikut :

a. Bahan :
400 gram tepung gaplek dan air bersih secukupnya

30
b. Cara membuat :
- Tepung gaplek diletakkan di atas nyiru, yang selanjutnya
diperciki dengan air, kemudian diaduk-aduk sampai dengan
terbentuk butiran-butiran kecil.
- Kukuslah bahan-bahan tersebut di atas hingga masak sambil
diaduk perlahan-lahan.

c. Komposisi
Bahan 400 gram tepung gaplek tersebut di atas cukup dan
memadai untuk dihidangkan bagi 4 (empat) porsi. Adapun kom-
posisi gizi yang terdapat pada bahan 400 gram tepung gaplek itu
terdiri dari :
- Kalori +/- 1452 kal
- Protein +/- 4,4 gram
- Lemak +/- 2 gram
- Karbohidrat +/- 338,8 gram.

3.7. Limbah

Secara umum limbah hasil pengolahan ubi kayu meliputi limbah
cair, onggok dan kulit umbi yang dalam hal ini perlu penanganan
dan pemanfaatannya secara khusus.

1. O n g g o k

Hasil samping dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka
disebut onggok. Pemanfaatan teknologi sampai saat ini dalam
proses pembuatan tapioka sebagai efek pemarutan yang dilakukan
hanya mampu mengeluarkan 70-90% dari total pati yang terdapat
dalam sel umbi; selebihnya masih tersimpan dalam onggok.
31
Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka
berkisar 5-10% dari bobot bahan bakunya dengan kadar air 20%.
Adapun secara umum pemanfaatannya terbatas sebagai bahan
baku tepung asia; selebihnya dimanfaatkan sebagai bahan baku
asam sitrat, kompos dan bahan pakan ternak.
Tabel 8 Rata-Rata Komposisi Nutrisi Onggok
No P a r a m e t e r Persentase (%)
1
2
3
4
5
Karbohidrat
Protein
L e m a k
Serat Kasar
Kadar Air
68,00
1,57
0,26
10,00
20,00

2. Kulit Umbi

Kulit umbi yang kering pada umumnya tidak menimbulkan masa-
lah yang dapat langsung dibakar, namun pada kondisi basah dapat
menyebabkan pembusukan (polusi berupa bau tidak sedap).
Pemanfaatan kulit umbi yang sudah sering dilakukan yaitu
sebagai bahan pakan. Meskipun berpotensi sebagai substi- tusi
bahan pangan, namun pemanfaatannya belum banyak diprak-
tekkan terkecuali di beberapa daerah yang sudah memanfaatkan
kulit umbi sebagai sayur ataupun dengan dijemur dan digoreng
menyerupai kerupuk.








32
III. P E N U T U P
Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam tepung yaitu
tepung asia atau tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek
(cassava chip flour) dan tapioka (tapioca starch).
Gambar berikut ini (Gambar 6) menyajikan pohon industri
pengolahan ubi kayu sebagai berikut :

GAPLEK Tiwul (makanan)
dan industri pakan

TEPUNG ASIA Industri pangan


UBI KAYU
ONGGOK Pakan ternak

TAPIOKA Industri pangan,
Kimia, dlsb.

DEKSTRIN Industri farmasi,
tekstil & perekat

FRUKTOSA Industri pangan


ETANOL Industri kimia

ASAM
ORGANIK Industri kimia

SENYAWA
L A I N Industri kimia

Gambar 6 Pohon Industri Pengolahan Ubi Kayu

33

DAFTAR PUSTAKA



ABBAS, S., A. HALIM, A. AHMAD dan S.T. AMIDARMO, 1985. Lim-
bah Tanaman Ubi Kayu. Dalam Winarn, F.G., A.F.S. Silitonga dan
B. Soewardi. Limbah Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Pe-
ningkatan Produksi Pangan, Jakarta.

ANONIM, 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija Dan Sayur-
Sayuran, Satuan Pengendali Bimas. Jakarta.

DJATMIKO, B. dan GOUTARA. 1983. Praktek Pengolahan Hasil Per-
tanian (Buku I). Jurusan Teknologi Industri IPB Bogor.

KATAREN, S. 1986. Minyak dan lemak pangan, UI Press Jakarta.

MUCHTADI, T.R. 1992 Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, PAU Pangan
dan Gizi IPB Bogor.

PURWADARIA, H.K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen
Ubikayu. Deptan - UNDP - FAO.

SASTRAHIDAYAT, I.R. dan SOEMARNO. 1991. Budi Daya tanaman
Tropis, Usaha Nasional Surabaya.

SYARIEF, R. dan A. IRAWATI. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Indus
tri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta.

SYARIEF, R. dan H. HALID. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan.
Arcan, Jakarta.

TJIPTADI, W. 1985. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Agro
Industri Press, Bogor.

TJOKROADIKOESOEMO, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu
Lainnya. Gramedia, Jakarta.

You might also like