You are on page 1of 9

TAQWA MODAL MEMBANGUN INTEGRITAS ILMU, AMAL DAN AKHLAK Disampaikan dalam Khutbah Idul Fitri 1432 H Oleh:

Prof. Dr. H. Armai Arief, MA (Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta)

, , , ., , , , . , , . ,
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham. Maasyiral Muslimin wal Muslimat Sidang Jemaah Idul Fitri Rahimakumullah! Tanpa terasa telah sebulan penuh kita lalui puasa di bulan suci Ramadhan 1432 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 2011 Masehi ini. Selama itu pula kita dilatih dan digembleng dengan berbagai amal ibadah baik siang maupun malam dengan satu tujuan yaitu untuk mencapai derajat ketaqwaan di sisi Allah SWT. Sebagaimana Allah katakan dalam surat alBaqaroh ayat 183;


Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan terhadap orang-orang sebelum kamu semoga kamu bertaqwa. (al-Quran)

Pertanyaannya adalah kenapa Allah hanya menyeru orang-orang yang beriman untuk berpuasa, karena Allah paham betul kapasitas orang yang beriman dengan orang-orang yang tidak beriman atau orang-orang yang pura-pura beriman. Orang yang beriman kalau melakukan puasa penuh dengan harapan, sementara orang-orang yang tidak beriman kalau pun berpuasa hanya sebatas menahan rasa haus dan lapar belaka (formalitas). Sebagaimana disentil oleh Rasululullah dalam haditsnya:


Artinya: Alangkah banyak orang yang berpuasa, tetapi puasa mereka tersebut tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya rasa haus dan lapar saja.(Hadits Riwayat Ibnu Majah) Sementara orang-orang beriman jauh sebelum datang bulan suci ramadhan telah mempersiapkan diri dan sangat merindukan kedatangan bulan suci tersebut. Begitu juga di saat bulan suci ramadhan orang-orang beriman melakukan berbagai macam ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Mulai dari berpuasa, qiyamul lail (shalat tarawih), itikaf di mesjid, banyak bersedekah, membaca dan tadarus al-Quran, menambah ilmu dengan mendengarkan pengajian di majlis-majlis talim dan sebagainya dengan tujuan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Di samping itu orang-orang yang beriman dalam melakukan berbagai aktivitas ibadah selama bulan suci ramadhan bukanlah karena tradisi atau rutinitas tahunan, melainkan mereka lakukan karena penuh dengan perhitungan. Sebagaimana Rasulullah SAW katakan:


Barangsiapa yang melakukan ibadah puasa Ramadhan karena rasa iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. Barangsiapa yang mendirikan sholat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni pula dosa-dosanya yang telah berlalu. Dan barangsiapa yang menghidupkan malam qadar karena iman dan mengharapkan pahala niscaya juga akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. ( HR. Imam al-Bukhari, dalam kitabush Shaum, Bab Man Shaama Ramadhana Imaanan wa Ihtisaaban, no. 1901) Kalau kita perhatikan hadits ini secara seksama, ternyata setelah ungkapan kata iimanan lalu digandeng atau dibarengi oleh kata ihtisaaban. Artinya, bahwa puasa ramadhan hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang penuh perhitungan.
2

Orang-orang yang penuh perhitungan di sini dapat dipahami dengan orang-orang yang mengerti betul hakekat dan hikmah yang terkandung dalam bulan suci ramadhan. Orang ini dapat dikatakan dengan orang yang berilmu pengetahuan (alim). Dengan berbekal iman dan ilmu inilah orang-orang beriman sanggup mengusir semua godaan selama ramadhan. Baik godaan zahir maupun godaan batin. Walaupun dalam keadaan kelaparan, kehausan dan keletihan, orang-orang beriman ini sanggup menjaga diri dari hal-hal yang bukan saja membatalkan puasa bahkan menjaga diri dari hal-hal yang merusak nilai ibadah puasa itu sendiri. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham. Saudaraku Seiman Seaqidah yang Berbahagia! Pada hari ini, seluruh umat Islam di seantero dunia merayakan kesuksesannya dengan melakukan Shalat Idul Fitri. Yaitu, shalat sunat dua rakaat yang dilakukan secara berjamaah yang diakhiri dengan khutbah. Shalat ini mengandung makna bahwa terhitung sejak tanggal 1 syawal kita kembali seperti anak yang baru lahir, bersih atau suci dari noda dan dosa. Dimana kata Idul berarti kembali ke asal, sementara Fitri adalah suci, bersih tidak punya noda-noda dosa lagi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Idul Fitri adalah hari dimana manusia kembali kepada kesuciannya. Inilah makna yang terdapat dalam hari raya lebaran Idul Fitri. Dimana manusia keluar dari masing-masing rumah mereka pada tanggal 1 syawal di pagi hari dalam keadaan fitri kembali untuk menunaikan Shalat Idul Fitri. Hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi amal ibadahnya tanpa berhenti mengumandangkan kalimat takbir. Adapun perintah bertakbir ini dapat ditelusuri dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 185;


Artinya: Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. Kegembiraan ini tidak akan pernah dirasakan oleh orang-orang yang tidak beriman. Karena selama bulan suci ramadhan mereka tidak pernah berharap sesuatu termasuk kembali dalam keadaan fitri/suci. Mereka hanya merasakan biasa-biasa saja tanpa ada sesuatu yang terjadi. Paling-paling mereka hanya sibuk dengan segala perangkat yang baru, mulai dari baju baru, sepatu baru, sarung baru, kopiah baru, mukena baru dan sebagainya yang baru. Atau mereka hanya disibukkan dengan THR, percel, dan sebagainya yang bersifat materi. Sementara

makna Idul Fitri bukanlah seperti itu, sebagaimana hal ini sesuai dengan syair Arab yang artinya; Bukanlah hari raya idul fitri bagi orang yang pakaian dan perabotan rumahnya serba baru. Tetapi hari raya idul fitri adalah bagi orang yang beriman dan ketaatannya bertambah. Bapak-bapak dan ibu-ibu kaum muslimin yang dimuliakan Allah! Orang-orang beriman merasakan kegembiraan yang luar biasa mulai semenjak terbenamnya matahari di ujung bulan suci ramadhan. Saat tenggelamnya matahari di ufuk Barat pada malam terakhir bulan Ramadhan (29/30 Ramadhan), orang-orang beriman merasa girang tak terkirakan, karena telah berhasil melalui ujian selama sebulan. Apalagi mendapat predikat takwa yang mana manusia dikembalikan seperti bayi yang baru lahir. Mereka bertakbir kepada pencipta seluruh alam sampai pagi hari menjelang Shalat Idul Fitri. Muka mereka berseri-seri dengan memakai pakaian yang paling bagus disertai dengan wangi-wangian bagaikan aroma sorga. Walaupun sebenarnya mereka merasakan kehilangan dengan berakhirnya bulan suci ramadhan. Karena mereka khawatir tahun depan tidak mendapatkan lagi bulan suci ramadhan seperti tahun ini. Setelah selesai Shalat Idul Fitri, mereka saling maaf memaafkan satu sama lainnya. Ada yang berkunjung ke rumah sanak famili ada juga yang menyampaikan maaf lewat SMS dan telepon selular. Begitulah yang dilakukan kaum muslimin pasca Shalat Idul Fitri. Bahkan di berbagai instansi dilakukan acara halal bil halal yang intinya untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan. Kaum Muslimin wal Muslimat yang Dirahmati Allah! Kembali kepada konteks ayat yang kita bacakan di atas tadi. Dimana puncak atau prestasi akhir dari bulan suci ramadhan adalah mendapatkan predikat taqwa disisi Allah SWT. Lalu, apa sebenarnya taqwa tersebut sehingga umat muslim berlomba-lomba mengejar derajat yang menjadi buah dari ramadhan ini? Menurut Imam al-Gazali taqwa itu adalah hati-hati. Ibarat seseorang yang berjalan di atas pematang sawah, dimana ia berjalan sangat hati-hati karena di samping kiri dan kanannya penuh air yang berlumpur. Kata hati-hati melambangkan kewaspadaan terhadap segala sesuatu. Orang yang beriman jika melakukan sesuatu selalu waspada atau hati-hati apakah Allah ridho atau tidak. Karena mereka yakin seyakin-yakinnya bahwa sesuatu yang mereka lakukan selalu diawasi dan disaksikan oleh Allah melalui Malaikat Rakib dan Atid yang senantiasa mencatat segala amal baik dan buruknya. Walaupun mereka melakukan kebaikan atau keburukan sebesar atom pun,
4

kelak mereka akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT. Allah akan memperlihatkan kembali kepada mereka apa saja yang telah mereka lakukan. Dokumendokumen amal baik dan amal buruk kembali dipertontonkan oleh Allah SWT di yaumul akhir kelak. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7-8:


Artinya: Maka, barangsiapa yang beramal kebaikan walaupun sebesar biji zarah (atom), kelak mereka akan melihatnya. Dan barang siapa yang beramal kejelekan walaupun sebesar biji zarah (atom), kelak mereka juga akan melihatnya. Dalam ungkapan yang lain, taqwa juga didefinisikan dengan penyerahan diri secara total (kaffah) kepada Allah dengan menjalankan segala yang diperintah-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Apabila yang berkata Allah dan Rasul-Nya, maka orang-orang bertaqwa hanya mengatakan samina wa athona (kami dengar dan kami taati). Misalnya, Allah dalam al-Quran melarang beberapa hal; jangan kamu dekati zina, jangan minum khamr, jangan memakan harta anak yatim, jangan memakan riba, jangan masuk rumah seseorang sebelum baca salam, jangan membunuh, jangan berdusta dan sebagainya. Maka orang bertaqwa akan menjauhi apa yang telah dilarang oleh Allah SWT tersebut. Demikian halnya dengan perintah dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, berbuat baiklah kepada orang tua dan sesama, santunilah anak yatim piatu, berpuasalah, bermusyawarahlah dalam mengambil keputusan dan sebagainya, maka orang yang bertaqwa akan senantiasa melaksanakan apa yang diperintah Allah SWT. Jadi, orang-orang yang bertaqwa dalam ketaatannya kepada Allah tidak setengahsetengah atau separoh hati melainkan totalitas (kaffah). Sementara orang yang tidak bertaqwa kepada Allah jika menjalankan perintah Allah lihat-lihat dulu, menguntungkan baginya atau tidak. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham. Sidang Jemaah Idul Fitri yang saya hormati! Sesuai dengan tema di atas bahwa taqwa merupakan modal untuk membangun integritas ilmu, amal dan akhlak bagi setiap insan mukmin. Maka dengan taqwa kita dapat membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki rasa percaya diri dan dapat meraih peluang di era globalisasi yang amat kompetitif melalui penguasaan ilmu dan keahlian

profesionalnya. Namun bersamaan dengan itu ia juga memiliki ketahanan mental melalui ketangguhan iman, amal dan akhlakul karimah. Integritas ilmu, amal dan akhlak ini adalah merupakan karakteristik ajaran Islam yang tidak mengenal pemisahan antara urusan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, material dan spiritual. Hal tersebut merupakan kebutuhan fitrah manusia. Memenuhi kebutuhan duniawi sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan akhirat. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Surat al-Qashas ayat 77:

,
Artinya: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu, tetapi jaganlah kamu lupakan bagianmu di dunia... Islam tidak membedakan atau memisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Semuanya bersinergis menuju keredhoan Allah SWT. Islam memandang bahwa antara satu dan lainnya sebagai suatu kesatuan, karena sumbernya berasal dari Tuhan. Hal seperti ini berbeda dengan paradigma Barat yang menempatkan agama sebagai urusan Gereja, ilmu pengetahuan sebagai urusan Universitas dan politik urusan istana. Pandangan integralistik seperti ini kadangkala dilupakan oleh sebagian umat Islam. Sebagian dari mereka lebih mementingkan satu dari yang lainnya. Sehingga, yang terjadi adalah ketimpangan dan ketidakadilan. Padahal ajaran agama kita telah menjelaskan bahwa kesuksesan umat akan berjalan langgeng jika umatnya bisa mensinergikan antara dunia dan akhirat, antara zahir dan batin, antara menutut ilmu pengetahuan dan mengamalkannya, serta berusaha bertingkah laku sebagaimana tingah lakunya Rasulullah SAW. Baiklah kita jelaskan pentingnya Ilmu, Amal, dan Akhlak. Yang pertama masalah ilmu pengetahuan. Al-Quran banyak bicara tentang ilmu pengetahuan. Mulai dari kewajiban umat Islam untuk menuntut ilmu sampai kepada pujian Allah terhadap orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan Allah membedakan orang yang tidak berilmu pengetahuan dengan memberikan berbagai macam perumpamaan. Bahkan, untuk mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat sekalipun, perlu dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana Imam SyafiI memotivasi kita dengan perkataannya sebagai berikut:

Artinya; Barang siapa yang menginginkan dunia, hendaklah dengan ilmu pengetahuan, dan barang siapa yang menginginkan akhirat juga dengan ilmu pengetahuan dan barang siapa yang menginginkan dunia dan akhirat itupun dengan ilmu pengetahuan. Pernyataan di atas menginterpretasikan pentingnya ilmu pengetahuan bagi setiap umat Islam tanpa pengecualian. Baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Paradigma kewajiban menuntut ilmu baik laki-laki maupun perempuan ini awalnya memang mendapat tantangan dari kaum tua yang mengatakan bahwa perempuan tidak usah sekolah, toh akhirnya juga akan mengurus sumur, dapur, dan kasur. Paradigma ini sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan kedatangan Islam yang menempatkan kaum hawa terangkat dan setara dengan kaum laki-laki. ;Lihatlah dalam suatu hadist Rasulullah SAW


Artinya: Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim (baik laki-laki maupun perempuan). (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin (Malik radhiyallahu anhu Ilmu pengetahuan apa saja yang telah kita kuasai dan miliki harus dibalut dan dibungkus dengan nilai-nilai ilahiyah/ketauhidan. Jika tidak maka ilmu tersebut akan tercerabut dari nilai hakikinya. Atau secara aksiologinya ilmu pengetahuan tersebut tidak bebas nilai melainkan mesti diwarnai dengan nilai-nilai spiritual/agama. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham. Sidang Jemaah Idul Fitri Rahimakumullah! Permasalahan yang kedua adalah amal. Ilmu yang kita miliki tidak punya arti apa-apa atau ilmu tidak berbunyi dan tidak bermakna jika tidak direalisasikan dalam kehidupan riil. Maka, setelah kaum muslimin punya ilmu pengetahuan langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengamalkan atau mempraktekkannya. Dalam peribahasa bangsa Indonesia dikenal; Ilmu jika tidak diamalkan seperti pohon kayu yang tidak berbuah. Ada juga sebagian kaum muslimin yang hanya bisa menyampaikan ilmu pengetahuan sementara dia sendiri tidak mengamalkannya. Hal ini meskipun bagus tapi tetap dicela oleh Allah dan Rasul. Orang tersebut diibaratkan dengan sebatang lilin yang hanya bisa menerangkan sekeliling sementara dirinya terbakar oleh api. Maka langkah yang terbaik adalah punya ilmu dan diamalkan.

Sejalan dengan ini, Imam al-Gazali telah menjelaskan ada empat tipe manusia berkaitan dengan keilmuannya;
1. Seseorang yang mengetahui bahwa ia berilmu pengetahuan, maka orang tersebut

adalah seorang yang alim, ikutilah!


2. Seseorang yang tidak tahu bahwa ia berilmu pengetahuan, maka orang tersebut lagi

tidur, bangunkanlah!
3. Seseorang yang tahu bahwa ia tidak berilmu pengetahuan, maka orang tersebut

adalah orang bodoh, ajarkanlah!


4. Seseorang yang tidak tahu bahwa ia tidak berilmu pengetahuan, maka orang

tersebut adalah ahmak (sesat, buta, gila), jauhilah! Sekarang pertanyaannya, kita termasuk tipe nomor berapa? Tinggal instropeksi diri masing-masing. Semoga tidak berada dalam posisi tipe nomor terakhir. Maasyiral Muslimin wal Muslimat Sidang Jemaah Idul Fitri Rahimakumullah! Kalaulah ilmu pengetahuan telah diamalkan sesuai dengan ajaran agama tentu akan menghasilkan akhlak yang mulia. Inilah permasalahan yang ketiga. Dan ingatlah kembali tatkala Aisyah ditanya tentang akhlaknya Rasul, Aisyah menjawab akhlak Rasulullah adalah al-Quran yang berjalan. Maknanya Rasulullah SAW bertingkah laku, berbuat, dan berkata tidak keluar dari apa yang diperintah Allah SWT, seperti jujur, berani, disiplin, kerjasama, tegas, ramah, sabar, kasih sayang, dermawan, dan sebagainya. Bila kita kaitkan dengan ilmu dan amal maka kita dituntut sebagai ilmuan yang jujur dan berani mengungkapkan kebenaran dengan bijak, santun dan ramah. Inilah diantara buah dari nilai-nilai taqwa yang kita kerjakan selama sebulan puasa. Dimana nilai-nilai taqwa tersebut terintegrasi dalam bentuk manifestasi kesadaran menuntut ilmu pengetahuan yang dilanjutkan dengan pengamalannya secara benar dan tepat yang pada akhirnya menghasilkan insan-insan kamil yang berakhlakul karimah. Semoga kita semua di sini senantiasa mengamalkan ilmu pengetahuan dengan berpedoman kepada Kitabullah dan sunnaturrasulullah, dan insyaallah kita termasuk ke dalam umat yang terpuji yang berakhlak mulia. Amin ya rabbal alamin. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham. Maasyiral Muslimin wal Muslimat Sidang Jemaah Idul Fitri Rahimakumullah! Sebelum khutbah yang singkat ini kita tutup, marilah kita berdoa semoga kita semua ini selalu mendapat taufik dan hidayah-Nya, mendapatkan jalan menuju kebahagiaan hidup di
8

dunia dan di akhirat, dimudahkan dalam menuntut ilmu, dikuatkan dalam mengamalkanya dan dihiasi seluruh amal perbuatan kita dengan akhlakul karimah. Amin-amin ya rabbal alamin. Ya Allah, limpahkanlah kepada kami rahmat-Mu! Ampuniah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dosa guru-guru kami, dosa para pejuang negeri ini, dan dosa kaum muslimin dan muslimat pada umumnya. Ya Allah Tuhan seru sekalian alam! Kami sadar, kami banyak dosa ya Allah, bukakanlah kepada kami pintu taubatmu, hanya Engkaulah yang bisa penerima taubat hambaMu, dan jauhkanlah kami dari orang-orang yang sesat dan menyesatkan. Ya Allah! Berilah kepada kami predikat taqwa sebagai buah dari bulan suci Ramadhan yang baru saja kami jalankan. Dan jadikanlah kami ini fitri/suci kembali ibarat bayi yang baru dilahirkan ibunya, yang tidak bernoda dan berdosa. Ya Allah ya Tuhan kami! Berikanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat buat kami, buat agama-Mu ya Allah, dan juga buat bangsa dan negara kami. Dan kuatkanlah kami untuk mengamalkan ilmu yang Engkau berikan kepada kami. Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang! Hiasilah akhlak kami dengan akhlakul karimah, sehingga sesuatu yang kami perbuat bisa mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak. Ya Allah! Jadikan lidah kami untuk seantiasa berkata jujur dan baik. Tunjukilah dan tegurlah jika kami salah dalam berucap. Ya Allah Tuhan Yang Maha Agung, naungilah daerah kami dengan nur-Mu. Hidupkanlah masyarakat ini dengan insan-insan yang terpuji dan bermartabat. Ya Allah ! berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami minta pertolongan. Walhamdulillahirabbil alamin.

, , , , , ,
Wassalamualikum warahmatulah wabarakatuh.

You might also like