You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
(UU No. 17 Tahun 2008).

PT. Pelabuhan Indonesia (PERSERO) senantiasa melakukan peningkatan keamanan dan keselamatan di kawasan pelabuhan tertentu, dengan mengimplementasikan ISPS Code

(International Ship and Port facility Security Code) secara bertahap untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pengguna jasa. Dengan diberlakukannya sistem keamanan dan keselamatan tersebut, diharapkan Petugas Fasilitas Pelabuhan Banjarmasin akan bertindak cepat dalam mengatasi segala hal yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan fasilitas pelabuhan termasuk di dalamnya sistem operasional kapal terkait. Penerapan yang dapat diberlakukan pada Fasilitas Pelabuhan dalam melaksanakan ketentuan keamanan dan keselamatan di pelabuhan yang ditetapkan dalam pembahasan ISPS Code adalah sebagai berikut: a. Penetapan Kawasan Terbatas (Restricted Area Sterilization) b. Pemantauan Fasilitas Keselamatan Perairan dan Kapal c. Tersedianya Sarana dan Prasarana pendukung Hal ini juga sesuai dengan KEPMEN ..

Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang strategis bagi masuknya vektor penular penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah dari berbagai negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar

negara mengakibatkan dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan perpindahan dan penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran vektor melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri (Depkes RI, 2007a). Kondisi tersebut berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara global. Ancaman global yang kita hadapi yaitu New Emerging Infectious Diseases dari negara lain dan berpotensi masuk ke Indonesia antara lain Hanta Fever, Ebola, HFMD, SARS, Avian Influenza, Nipah Virus. Salah satu virus yang berbahaya dan menjadi ancaman adalah virus flu burung. Pelabuhan sebagai salah satu gerbang Negara harus siap siaga dalam mengantisipasi masuknya penumpang yang mengidap penyakit, seperti flu burung, flu babi dan penyakit menular lainnya. Dikarenakan penyebaran virus flu burung yang sangat mudah, maka harus dilakukan penanganan yang khusus agar penyakit ini tidak masuk dan menjadi wabah di Negara Indonesia. Zeolite Nano Partikel (ZNP) merupakan hasil pengembangan teknologi terkini yang dapat digunakan untuk mengantisipasi, mencegah dan menjaga agar virus ini tidak semakin luas penyebarannya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Penyebaran Vektor Penular Penyakit di Pelabuhan Kemajuan teknologi di bidang transportasi baik darat, laut maupun udara dalam skala nasional maupun internasional menyebabkan arus barang, hewan dan manusia semakin mudah. Termasuk beberapa penyakit yang menjadikan manusia atau hewan sebagai host nya. Penyakitpenyakit tersebut umumnya berasal dari virus dan bakteri, yang gejalanya tidak begitu nampak ketika masih dalam fase inkubasi. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar. Pembangunan kesehatan di pelabuhan perlu dikembangkan peranan dan fungsinya agar wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman atau vektor penyakit. Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang strategis bagi masuknya vektor penular penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah dari berbagai negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara mengakibatkan dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan perpindahan dan penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran vektor melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri (Depkes RI, 2007a). Kondisi tersebut berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara global. Ancaman global yang kita hadapi yaitu New Emerging Infectious Diseases dari negara lain dan berpotensi masuk ke Indonesia antara lain Hanta Fever, Ebola, HFMD, SARS, Avian Influenza, Nipah Virus. Penyakit yang masih merupakan masalah, kemudian berkembang (emerging disease) yaitu munculnya strain mikroba baru sebagai akibat resistensi antibiotika, serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung pola hidup sehat. Penyakit tersebut diantaranya HIV/AIDS, penyakit menular seksual lainnya, Dengue Haemoragic Fever, Japanese B. Encephalitis, Chikungunya, Cholera, Typoid & Salmonellosis, Malaria, dan Filaria.

Melihat ancaman penyakit di atas, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melakukan sidang majelis kesehatan kesehatan dunia untuk merevisi International Health Regulation (IHR) tahun 1998 untuk mengatasi masalah kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern). IHR tahun 2005 Revisi yang merupakan hasil sidang majelis kesehatan dunia yang akan diberlakukan mulai tahun 2007 bertujuan mencegah, melindungi, dan menanggulangi terhadap penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu. Dalam menghadapi situasi yang demikian itu, maka sangat diperlukan tindakan pengawasan untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular tertentu melalui pelabuhan. Banyaknya vector-vector pembawa penyakit di lingkungan pelabuhan yang heterogen tersebut harus ditindaklanjuti, misalnya dengan sterilisasi ruangan sehingga lingkungan pelabuhan tetap sehat dan aman. Diperlukan tindakan pengawasan untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular tertentu melalui pelabuhan.

Gambar 1. Alat sensor dan kamera yang akan membaca suhu tubuh dari penumpang di Pelabuhan (alat thermo scane).

Pelabuhan sebagai salah satu gerbang Negara harus siap siaga dalam mengantisipasi masuknya penumpang yang mengidap penyakit, seperti flu burung, flu babi dan penyakit menular lainnya. Alat sensor pada gambar diatas digunakan untuk menemukan penumpang yang mempunyai gejala-gejala berupa demam (suhu 38oC atau lebih), batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan. Jika ditemukan, maka penumpang yang bersangkutan segera diminta memakai masker untuk mencegah adanya penyebaran penyakit kepada penumpang yang lain. Kemudian, kepada penumpang tersebut

akan ditanyakan apakah dia berasal dari Negara yang terjangkit swine flu atau dalam 7 hari sebelumnya pernah berkunjung ke negara terjangkit. Dan jika penumpang tersebut menjawab "iya" maka penumpang yang lain dan crew mengenakan masker.

Gambar 2. Monitor yang digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan penumpang.

Gambar 3. Alat Body Clean. Saat melewati alat thermo scane (gambar 1) penumpang akan melalui sensor suhu, dimana sensor ini terhubung dengan monitor dimeja petugas kesehatan. Dari monitor, petugas akan mengetahui suhu tubuh dari setiap penumpang yang lewat dalam bentuk penampakan warna yang berbeda dengan warna suhu normal. Sensor suhu ini akan membedakan orang yang memiliki suhu diatas 38oC dengan yang dibawahnya. Bagi penumpang yang memiliki panas diatas

38oC selanjutnya akan diarahkan ke alat body clean (gambar 3). Pada alat ini, penumpang berdiri ditempat yang disediakan kemudian tangan dimasukkan ke lubang pada alat body clean, selanjutnya body clean akan menyemprotkan cairan alkohol 70%. Cairan alkohol ini diharapkan dapat membersihkan penumpang dari bakteri dan virus yang terbawa. Proses penyemprotan ini tidak hanya dilakukan pada penumpang tetapi juga pada barang bawaannya. Saat ini alat thermo scane dan body clean menjadi andalan dalam mengantisipasi masuknya orang yang diduga mengidap penyakit, dan alat ini telah ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan yang melayani rute international. Penumpang yang mempunyai gejala-gejala berupa demam (suhu 38oC atau lebih), batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, kemungkinan di duga terkena penyakit influenza (H1N1) atau yang sering disebut sebagai flu babi. Vektor-vektor pembawa penyakit 70% virus dan 30% bakteri. Virus mengandung sejumlah asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya.
Avian influenza, juga dikenal sebagai flu burung, adalah penyakit menular yang sangat umum di sebagian besar unggas. Kadang-kadang, hal itu dapat mempengaruhi spesies lain seperti babi, kuda, anjing laut, paus, minks dan juga manusia. Penyakit fatal ini menyebabkan oleh virus Influenza dari family Orthomyxoviridae A. Saat ini, 9 N subtipe dan H 15 subtipe diidentifikasi walaupun tidak semua subtipe patogen. Ketika subtipe H5 dan H7 mulai menginfeksi unggas, mereka menyebabkan infeksi patogenik rendah, yang dapat menjadi parah dengan cepat dan menghasilkan tingkat yang sangat tinggi dari kematian. Virus terdiri dari beberapa materi genetik yang dikelilingi oleh sebuah protein maupun lipid shell. Penyebab infeksi Influenza A virus terdiri dari delapan helai RNA (asam ribonukleat) dan juga 10 protein. Ketika virus ini menyerang induk atau tubuh yang terkena virus, beberapa protein berikatan dengan sel-sel di luar para korban di paru-paru dan saluran udara dan virus ini kemudian ditarik ke dalam membran. Setelah ini, shell sekering dan bergerak melalui membran dan muncul ke dalam sitoplasma. Shell terbuka dan melepaskan RNA yang digunakan untuk membuat protein sendiri. RNA ini pindah ke inti dan ada replikasi virus terjadi di mana protein direplikasi.

Setelah replikasi terjadi dan virus baru terbentuk, maka kembali dilepaskan ke saluran udara dan menemukan sel lain untuk menginfeksi. Mungkin juga tersembur keluar saat batuk atau bersin korban dan virus sekarang menemukan korban lain di tempat yang dapat ditiru. Ini adalah alasan orang disarankan untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang batuk atau bersin karena dapat dengan mudah terinfeksi oleh virus.

2.2. Virus Flu Burung Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Flu Burung (Avian Influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya mengenai burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus Influenza tipe A yang menyebar antar-unggas. Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh Virus Influenza dengan kode genetik H5N1. Virus Influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza juga dapat berubah-ubah bentuk dan dapat menyebabkan endemi dan pandemi. Subtipe H5N1 yang mula-mula dikenal pada tahun 1997, tersebar di kalangan burung-burung di seluruh dunia pada masa kini. Semenjak 2003 flu burung telah menular di negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam, itik, dan burung liar. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari. Virus ini juga menyerang babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 ini telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, sebelumnya binatang ini tidak dianggap sebagai binatang yang dapat dicemari virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah babi.

Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia. Hingga 5 Agustus 2005 WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja, dan terakhir dari Indonesia. Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Mengenai penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga Thailand. Hanya 1 kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas yaitu pada saat mengubur ayam mati. Hingga Agustus 2005 sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit di atas seratus. Secara Internasional, Pada 17 Oktober 2007 telah dilaporkan 331 kasus yang tersebar di seluruh dunia, dengan jumlah 203 kematian. Paling banyak kasus terjadi di Asia Tenggara, beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur dan Afrika Utara. Telah diperhitungkan yang tidak dilaporkan, sebagian di China, tetapi tindakan yang dibutuhkan adalah perkembangan kasus tersangka, tes, dan

laporan kasus dari avian influenza. Jumlah kematian yang tidak biasa dari avian influenza (>60%) mengkhawatirkan dan cukup akurat. Pada banyak instansi, aturan yang melakukan tes pada yang terekspos antara manusia dan burung. Ras dan letak geografi merupakan faktor yang penting, membuat perbedaan pada HPAI antara burung dan tingkatan infeksi dari burung ke manusia yang cukup signifikan. Avian influenza memperlihatkan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Avian influenza memiliki peninggian kasus orang dengan umur 10-39 tahun. Tidak seperti influenza yang menahun, yang biasanya mengenai pada individu yang sangat muda atau yang sangat tua, dewasa muda memiliki proporsi yang cukup besar pada kasus avian influenza.

2.3. Potensi Zeolit Nano Partikel untuk Pendeteksi Virus Flu Burung Saat wabah flu melanda, para petugas kesehatan seringkali kesulitan untuk mendiagnosis flu secara massal. Terutama di daerah-daerah perbatasan seperti bandara ataupun pelabuhan. Pilihannya hanya ada dua, melakukan tes yang akurat tapi perlu biaya dan waktu lebih, atau tes cepat tapi rawan kesalahan. Kini, sebuah metode deteksi baru dikembangkan di Universitas Georgia. Para peneliti berhasil mendiagnosis virus influenza hanya dalam hitungan menit dengan menggunakan zeolite

nanopartikel emas. Menariknya, tes cepat ini biayanya sangat murah yakni hanya kurang dari satu sen dollar AS per uji. Ide ini dikembangkan dari metode yang sudah lama diketahui. Antibodi biasa digunakan untuk menangkap virus sedangkan nanopartikel adalah teknologi baru yang bisa membuat material pada ukuran sangat kecil. Apa yang kami lakukan adalah menggunakan dua teknologi ini untuk membuat tes diagnostik yang cepat dan sensitif, kata Ralph Tripp, ahli vaksin Universitas Georgia. Nanopartikel emas digunakan untuk melapisi antibodi yang mengikat strain spesifik dari virus flu. Kemudian diukur penyebarannya virus dapat diketahui dengan melihat ketersebaran partikel sinar laser yang ditembakkan pada zeolite nanopartikel tersebut. Cara menggunakannya begitu sederhana murah. Anda ambil sampelnya, letakan di instrumen, tekan tombol dan hasil bisa langsung didapat, ujar Jeremy Driskell pakar nano teknologi dari Universitas Georgia yang menjadi bagian dari tim peneliti. Selama ini petugas kesehatan biasa menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendiagnosis flu yang akurat. Uji ini hanya bisa dilakukan di laboratorium khusus dan membutuhkan personel yang terlatih. Hasil uji baru bisa diketahui setelah tiga hari, sehingga seluruh proses dari koleksi sampai hasil membutuhkan waktu sekitar seminggu. Uji ini juga sangat mahal untuk dilakukan secara rutin. Alternatif lainnya adalah tes cepat yang dikenal sebagai uji aliran lateral. Uji ini relatif murah dan dapat dilakukan di luar laboratorium. Namun tidak dapat mengidentifikasi strain virus tertentu. Tingkat kesalahannya pun relatif tinggi terutama bila jumlah virus yang menginfeksi masih sedikit. Dengan adanya metode diagnosis baru ini, para peneliti berharap bisa membantu mendeteksi penyebaran wabah flu dengan lebih akurat. 2.4. Potensi Zeolit Nano Partikel untuk Vaksin Virus Flu Burung
Penggunaan vaksin untuk memerangi penyakit infeksi merupakan salah satu sukses dalam bidang kedokteran modern. Sejak diterapkannya vaksinasi, penurunan kejadian morbiditas dan mortalitas pada masa anak-anak, yang disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi yang cukup mematikan, bahkan hampir mencapai 100% pada penyakit infeksi tertentu. Sukses paling besar adalah pada waktu penyakit cacar telah dinyatakan musnah sejak tiga dasawarsa yang lalu. Dewasa ini dibanyak negara di dunia sudah dinyatakan bebas dari penyakit polio, walaupun Indonesia belum terbebas. Pada saat ini lebih dari 25 vaksin digunakan dan diberikan pada anak sejak lahir sampai remaja, bahkan pada orang dewasa. Dengan demikian banyak penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, telah dapat dikontrol baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Namun demikian dewasa ini banyak pula penyakit-penyakit infeksi baru yang ditemukan ataupun penyakit infeksi lama yang muncul lagi dengan karakterisasi baru. Peningkatan penggunaan antibiotika berlebihan yang tidak semestinya baik untuk profilaksi maupun yang lain, misalkan dalam makanan ternak maupun produk pertanian lain, memberikan andil munculnya galur-galur mikroba yang menjadi resisten terhadap antibiotika, bahkan yang terbaru. Sesuai dengan harapan dunia bahwa mencegah penyakit akan lebih baik daripada mengobati, maka pengembangan vaksin sangat menjanjikan. Secara umum disebutkan bahwa penggunaan vaksin ditujukan untuk preventif dan kuratif. Oleh karena itu sehubungan dengan munculnya penyakit infeksi baru dan kembalinya penyakit infeksi lama dengan wajah baru, serta penggunaan vaksin sebagai agen kuratif, perlu diantisipasi dengan pembuatan vaksin baru atau desain ulang vaksin yang sudah ada. Kemajuan pengetahuan dan teknologi dalam bidang imunologi dewasa ini memungkinkan perluasan penggunaan vaksin. Vaksin-vaksin tidak lagi hanya digunakan untuk memerangi penyakit-penyakit infeksi saja tetapi sudah merambah ke penyakit-penyakit noninfeksi, misalkan kanker dan penyakit degeneratif. Teknologi partikel nano merupakan sistem penghantaran obat koloidal dengan rentang ukuran partikel 10 nm sampai 1000 nm (1 m) telah mulai dirintis dan dikembangkan sejak 40 tahun lalu oleh Speiser dan kawan-kawan. Nanopartikel merupakan material makromolekular, dapat digunakan sebagai bahan pembantu dalam vaksin atau pembawa obat; pada mana bahan aktif (obat atas bahan biologi aktif) terlarut, dijerat, atau dienkapsulasi, atau bahan aktif di adsorbsi atau melekat. Ukuran partikel yang kecil ini (1 m) menyebabkan zeolite nanopartikel dapat diberikan secara intravena. Diameter kapiler darah terkecil berukuran 4 m, sehingga nanopartikel dapat melewati semua kapiler. Hal ini juga dibutuhkan pada pemberian obat secara intra maskular atau subkutan, karena ukuran partikel halus ini akan mengurangi iritasi pada lokasi penyuntikan. Aplikasi nanopartikel meliputi, obat sitostatik, antiinfeksi, peptida dan lain sebagainya; yang dapat diberikan secara oral, oftalmik, disasarkan pada daerah inflamasi dalam tubuh disamping pemberian berbagai bentuk injeksi Para peneliti di University of California, San Diego USA telah mengembangkan suatu metode baru dimana mereka menggunakan zeolite nanopartikel untuk menyamar sebagai sel darah merah sehingga mereka bisa mengelabui sistem imun tubuh dan kemudian mendeliveri obat atau vaksin. Laporan penelitian ini akan dipublikasikan dalam edisi perdana Proceedings of the National Academy of Sciences pekan depan.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini melibatkan pengumpulan membran dari sel darah merah dan kemudian menutupinya dengan zeolite nanopartikel polimer biodegradable yang terikat dengan molekul obat atau vaksin. Ini merupakan metode pertama dimana menggabungkan membran sel alami dengan zeolite nanopartikel sintesis untuk mendeliveri obat, tutur Liangfang Zhang, seorang profesor nanopartikel di UC San Diego Jacobs Scholl of Engineering and Moores UCSD Cancer Center. paltform zeolite nanopartikel ini akan memiliki resiko sangat kecil untuk diserang oleh sistem imunitas tubuh, lanjutnya. Ilmuwan yang tergabung dalam peneltian tersebut telah bekerja selama setahun penuh untuk mengebangkan sistem pendelivrian yang menyerupai tingkah laku alami tubuh sehingga pendistribusian obat ke dalam tubuh berlangsung jauh lebih efetif. Ini artinya dengan menciptakan sebuah alat transportasi berukuran nano yang dapat bersikulasi dan bertahan dalam tubuh dalam kisaran waktu tertentu tanpa khawatir siderang oleh sistem imun. Sel merah hidup dalam tubuh sekitar 180 hari dan ini menjadi kandidat kendaraan yang potensial untuk tugas pendeliverian obat-obatan. Sebelumnya Stealth nanopartikel telah dipakai secara sukses untuk mendeliver molekul kemoterapi untuk pengobatan kanker. Material ini dilapisi dengan pelapis sintesis seperti polietelin glikol yang memberikan lapisan untuk menekan sistem imun menyerang mereka sehingga mereka bisa mendeliveri obat dengan periode waktu tertentu. Menurut Zhang Stealth zeolite nanopartikel saat ini bisa bertahan beberap jam di dalam tubuh dibandingkan dengan zeolite nanopartikel yang tanpa dilapisi. Dan penelitian yang dilakukannya dengan menggunakan nanopartikel yang dilapiska ke dalam membran sel darah merah dapat bertahan dua hari dala tubuh tikus dilaboratorium.

2.5. Zeolit Nano Partikel Untuk Masker Pelindung dari Virus Flu Burung (Mask Nano Flu Burung ) Flu burung adalah sangat menular dan penyakit mematikan pada unggas terutama lazim tetapi juga dapat mempengaruhi spesies lain termasuk manusia. Penyakit ini cukup parah karena mempengaruhi saluran pernapasan dan juga cepat memburuk kesehatan korban ketika mereka mengembangkan virus radang paru-paru. Zeolite Nanomasks dapat digunakan oleh orang-orang untuk melindungi diri terhadap infeksi dari virus flu burung. Ini adalah pertama masker menggunakan nanoteknologi untuk perlindungan dan telah dikembangkan untuk mengisolasi dan juga menghancurkan kontaminan. Filter sekali pakai

yang tersedia dalam topeng mengandung zeolite nanopartikel yang secara efektif menyaring patogen. Yang dapat digunakan kembali Nanomask berisi tubuh di mana pakai filter dimasukkan. Filter ini juga dengan mudah dapat diganti. Proses penyaringan menyerap mikroorganisme berbahaya dan menawarkan perlindungan kepada calon korban. Anda dapat menutupi hidung dan mulut untuk mencegah menghirup dari bakteri dan virus berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit fatal. Juga penting untuk menyadari bahwa virus flu burung sangat sulit untuk menyaring karena mutasi yang terus-menerus, tetapi mengingat bahwa belum ada vaksin pencegahan, topeng merupakan salah satu cara untuk melindungi diri sendiri selama pandemi. Ukuran topeng dapat dengan mudah disesuaikan agar sesuai dengan wajah Anda dengan tali kepala yang disediakan. Nanomasks sekarang tersedia untuk anak-anak sebagai masker dewasa tidak sesuai dengan anak-anak dengan benar dan mungkin tidak akan efektif dalam melindungi mereka melawan virus.

Nanomasks yang terbukti menjadi 99,9 persen efisien, sangat kompak dan juga sangat portabel.

You might also like