You are on page 1of 9

Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

* * * * * 4 pemilih 12,797 views | August 10, 2011

oleh idjah
1. Pengertian korupsi Tindakan korupsi menurut perspektif keadilan atau pendekatan umum, misalnya mengatakan bahwa korupsi adalah mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi. dan Nepotisme, terdapat pengertian berikut. a. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. b. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. c. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 2. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia Menghilangkan korupsi bukanlan perkara gampang, karena ia telah berurat berakar dan menjalar ke mana-mana di negeri kita ini. Tidak semua orang rela jalan pintasnya untuk kaya diungkitungkit. Ada lagi yang menjelaskan mereka korupsi kecil-kecilan karena terpaksa oleh keadaan. Gaji kecil yang tidak mencukupi untuk hidup yang layak dari bulan ke bulan menjadi alasan untuk membenamkan diri. Apalagi kalau hampir semua orang di tempat itu telah menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Tahu sama tahu, untuk tidak mengatakan atasan mereka juga meiakukan hal yang sama. Secara kultural dan struktural, memberantas korupsi adalah mensosialisasikan nilai baru bahwa korupsi merupakan sebuah tindakan yang berisiko tinggi dan bemilai rendah, dan akan dikenakan pembuktian terbalik bahwa harta yang diperolehnya adalah barang yang halal. Secara struktural, memberantas korupsi berarti memberantas KKN dengan memberdayakan komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang kehidupannya. membangun sistem pencegah dini korupsi, UU Antikorupsi yang konsisten, memberikan jaminan hidup yang layak bagi pegawai, sistem pembuktian terbalik, pengumuman dan audit kekayaan pejabat sebelum dan

sesudah bertugas, serta membuat iklan layanan masyarakat di media massa dan di kemasan produk-produk yang dikonsumsi semua orang. Bangsa ini perlu banyak belajar dan merenung untuk menghargai bahwa korupsi merugikan orang banyak yang telah bekerja keras dan berlaku jujur. Tindakan korupsi tidak menghargai fitrah manusia yang diilhamkan kepadanya untukcinta kepada kebaikan. Dengan begitu kita semua sedang belajar untuk hidup lebih lurus. Anak bangsa ini lahir dan besar dalam kondisi majemuk dan berbeda status sosial ekonominya. Ada yang berpunya dan ada yang lahir dalam serba berkekurangan. Dalam kemajemukan tersebut, keragaman pandangan dan pilihan untuk memelihara dan menjinakkan perilaku korupsi adalah hal biasa dan harus kita hargai. Dengan kemauan mengoreksi kesalahan berarti kita berpeluang untuk mengatasi krisis apapun. Krisis adalah peluang di masa sulit. Bangsa ini perlu membangun kehidupan sehari-hari yang berdasar etika yang kuat, aturan-aturan hukum yang dibuat aspiratif dan partisipatif, dengan begitu keadilan akan datang Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukur. dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal; 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah pemberantasan tindak pidana korupsi; 4) hak dan tanggung jawab dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya; 5) ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diatur tebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berikut ini beberapa contoh kasus korupsi di Indonesia. a. Dugaan korupsi dalam pengadaan helikopter jenis MI-2 Merk Pie Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka Ir. H. Abdullah Puteh. b. Dugaan korupsi dalam pengadaan buku dan bacaan SD, SLTP, yang dibiayai oleh Bank Dunia

(2004). c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004). d. Dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Kepala Bagian Keuangan Dirjen Perhubungan Laut dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp10 milyar lebih (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka Drs. Muhammad Harun Let dkk. e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipmentdan placement deposito dari Bl kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004). f. Dugaan telah terjadinya TPK atas penjuaian aset kredit PT PPSU oleh BPPN (2004). g. Kasus penyuapan anggota KPU, Mulyana W. Kusumah kepada tim audit BPK (2005). h. Kasus korupsi di KPU, dengan tersangka Nazaruddin Sjamsuddin, Safder Yusacc, dan Hamdani Amin (2005). i. Kasus penyuapan panitera PT Jakarta oleh kuasa hukum Abdullah Puteh, dengan tersangka Teuku Syaifuddin Popon, Syamsu Rizal Ramadhan, dan M. Soleh (2005). j. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo, dengan tersangka Harini Wijoso, Sinuhadji, Pono Waluyo, Sudi Ahmad, Suhartoyo, dan Triyadi. k. Dugaan korupsi kerugian negara sebesar32 miliar rupiah dengan tersangka Theo Toemion (20C5). I. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

MODEL UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI , KOLUSI DAN NEPOTISME


Posted by orangbuton pada 14 April 2009 Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil dari Pemilihan Umum 2009 , maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai kebijakan pemberantasan tindak KKN dan mempunyai kesamaan pandangan terhadap KKN sebagai Common Enemy (musuh bersama), sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap Pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah
1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan Gaji Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi dsb. 3. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas. 4. Melaksanakan Evaluasi , Pengendalian dan Pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.

Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu Pemerintahan yang bersih dan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan KOMITMEN DAN INTEGRITAS terutama dimulai dari Kepemimpinan dalam Pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

Sudah berhasilkah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia? Upaya apa yg sebaiknya dilakukan indonesia untuk menekan angka korupsi di indonesia?
Posted on November 3, 2011 Sudah berhasilkah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia? Upaya apa yg sebaiknya dilakukan indonesia untuk menekan angka korupsi di indonesia.? Jawaban : Belum, sebab korupsi telah tersusun secara sistemik. Yaitu sejak anak memasuki bangku sekolah. Oleh sebab itu, pendekatan hukum saja tidak cukup untuk memberantas perilaku tersebut. Untuk menekan dan sekaligus menghapus perilaku koruptif dari muka bumi Nusantara, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, harus dimulai dari institusi pendidikan Hulunya pendidikan ada di Kelas I Sekolah Dasar (SD). Hulunya Kelas I ada pada mata pelajaran. Hulunya mata pelajaran ada pada ilmu. Ratunya ilmu adalah Matematika dan Jantung Matematika adalah Bilangan. Sementara sistem bilangan yang dipakai adalah sistem bilangan HinduArab. Oleh sebab itu, jika dan hanya jika para Anti Korupsi mampu menyingkap apa yang diajarkan di Kelas I SD maka, menyelesaikan kasus korupsi itu lebih cepat dari memijat buah tomat Sederhananya, untuk memangkas angka korupsi maka BENAHI Kelas I SD. Memang, untuk melakukan hal itu diperlukan sebuah kebijakan politik edukatif

KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME REFLEKSI DARI KETIDAKTERTIBAN SOSIAL

Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberan Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan (preventif).

Perkara Korupsi, Kolusi dan nepotisme yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara korupsi di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi. Mundurnya presiden Soeharto dari kursi kekuasaannya selama 32 tahun menjadi langkah awal dari reformasi disegala bidang baik itu ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya serta yang terpenting adalah pintu demokrasi harus dibuka lebar-lebar dengan harapan bangsa ini akan memiliki masa depan yang lebih baik. Namun sayang impian itu tidak sepenuhnya terpenuhi, lamban bahkan sebagian kebobrokan itu menjadi meningkat drastis secara kualitas maupun kuantitasnya. Salahsatu bagian dari kebobrokan itu adalah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Praktek KKN ini merupakan salahsatu penyakit akut yang terjadi dimasa orde baru yang mengakibatkan sistem ekonomi, politik, kekuasaan dan lapisan birokrasi berasaskan kekeluargaan yaitu kekuasaan hanya berputar pada kalangan terbatas saja yaitu anggota keluarga dan teman dekat saja. Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek Korupsi sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus korupsi dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang dipetieskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden

Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat. Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan (preventif). Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi dan negaranegara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu. Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU No.28/1999 tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum. Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan. Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satusatunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus matarantainya.

Praktek korupsi seakan menjadi penyakit menular yang tidak ditakuti seperti halnya flu burung. Adakalanya disebabkan karena pemenuhan kebutuhan seperti yang dilakukan oleh pegawai rendahan, tapi ada juga yang karena pengaruh budaya materialistis menumpuk kekayaan seperti koruptor-koruptor dari kalangan pejabat tinggi yang kehidupannya sudah lebih dari "mewah". Karena adanya pemerataan korupsi maka tidak salah kalau orang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Artinya pokok permasalahan dari korupsi adalah bagaimana pola pikir masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi ? Apakah dilatarbelakangi budaya materi dengan menumpuk kekayaan atau secukupnya sesuai kebutuhan dan bila berlebih akan disalurkan bagi yang membutuhkan sebagaimana ajaran agama dan etika moral. Hal ini berarti bicara bagaimana pola tingkah laku, peresapan ajaran agama, moralitas dan halhal lain yang mempengaruhi mental seseorang. Begitu pula halnya dengan kolusi dan nepotisme yang akar permasalahannya terletak pada kekalahan dari idealisme sosial yang berisi nilai-nilai yang dapat menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Kolusi dan nepotisme telah menjadi kebiasaan dalam struktural masyarakat kita. Hal ini bisa kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan merupakan barang yang mahal saat ini. Tapi untuk sebagian orang yang melewati jalan belakang ini sangatlah mudah. Misalnya cukup dengan membayar sejumlah uang dalam jumlah besar atau dengan membawa surat sakti dari "orang kuat" atau melobi keluarga dekat yang berada dalam struktur lapangan kerja yang diinginkan. Bila ini diimbangi dengan kualitas yang bagus tidak masalah, walaupun rasa keadilan tetap masih ternodai. Tapi kalau kualitasnya jelek, ini sama saja dengan menempatkan orang yang bukan ahlinya yang kelak justru akan menambah pada kehancuran. Parahnya hal ini seakan telah menjadi prosedural bukan saja diinstitusi swasta tapi juga di pemerintahan. Pertanyaan berikutnya, apa ada jaminan pelaku tersebut dijerat oleh hukum? Atau justru lepas dan ia akan terus membina kondisi ini dan akan terjadi regenerasi terus-menerus. Lalu apakah masyarakat akan menentang jalur-jalur belakang ini atau justru lahir sikap pembiaran karena ternyata juga telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat saat ini. Jadi jelaslah bahwa upaya preventif dari pemberantasan KKN adalah dengan menciptakan tertib sosial dalam arti adanya tertib nilai-nilai yang harus diaplikasikan dalam struktur masyarakat. Dengan berubahnya pola tingkahlaku yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan, agama dan etika moral akan lebih efektif dibandingkan hanya dengan aplikasi Undang-undang saja. Jadi perlu adanya keseimbangan antara tertib sosial dan tertib hukum untuk dapat mencapai reformasi yang mensejahterakan masyarakat.

Written By : Dwi Haryadi, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung

You might also like