You are on page 1of 7

TUGAS TERSTRUKTUR PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA PETA PEMIKIRAN POLITIK ISLAM PASCA ORDE BARU

Penulis: Nama : Ully Chintya Nim : 071113027

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

[1]

Pada masa orde baru memang pemikiran politik islam sangat berkembang pesat tapi hanya sebatas di luar lingkungan perpolitikan. Setelah bergesernya orde baru digantikan orde reformasi, para pemikir intelektual islam mulai memperlihatkan transformasi pemikiran dan praktek politik islamnya yang diimplementasikan melalui suatu wadah yakni partai-partai islam yang jika dianalisis ada perbedaan yang signifikan dalam politik islam antara pra orba dan pasca orba. Perbedaan politik islam pasca orba adalah: - Mengutamakan substansi (menjadikan nilai-nilai islam sebagai sumber inspirasi dalam konteks demokrasi) ketimbang simbolisme. - Mengesankan inklusif (berkembang pesat dalam aktivitas politik kepartaian namun tetap berkesinambungan dengan pemikiran islam pra-orba sehingga masih sedikit berbau aliran) dari pada eksklusif. - Kembalinya kepemimpinan cendekiawan yang secara intelektual sangat arkulatif. - Mengedepankan wacana kebangsaan yang mempengaruhi kalangan islam konservatif(santri) dan fundamentalis(abangan, kejawen) yang kemudian melahirkan pecahan atau pengelompokan atau fragmentasi politik islam karena: o Ideologi islam bersifat moderat/netral artinya berposisi mengintegrasikan kepentingan agama dan negara kebangsaan, aliran yang majemuk dan kekuatankekuatan politik di Indonesia. o Islam mempunyai visi politik sehingga dapat menjadi ideologi yang representatif. Pasca orba bisa dibilang mengalami proses daur ulang yang diekspresikan melalui kebebasan mendirikan partai politik dalam jumlah besar(181 partai). Berbagai ideologi yang muncul mendasari partai-partai politik yang ikut bertarung di ajang pemilu 1999. Ideologi partai yang paling kontroversial adalah ideologi Islam dan Pancasila. Sehingga terdapat dua pengelompokan partai di Indonesia: Nasionalisme-religius Partai Tradisionalis PKB Partai Islam Abu-Abu PKB,PAN,PPP,PBB,PK Partai Modernis PPP PAN,PBB,PK

Profil partai-partai Islam yang berasas Pancasila: 1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Pembentukan PKB merupakan strategi baru warga NU untuk berkecimpung dalam proses pembuatan kebijakan publik yang pro rakyat. Landasan PKB di sektor struktural ini dirumuskan sebagai titik tolak politik dengan pendekatan fiqih siyasi untuk menerapkan nilainilai serta etika sosial islam dalam bernegara sesuai pribadi partai. PKB tidak menjadikan islam sebagai asasnya meskipun keseluruhan anggotanya murni beragama islam(konservatisme) melainkan lebih tertarik menggunakan pancasila sebagai asas partai dilandasi oleh cara pandang tokoh-tokoh PKB yang menyatakan islam tidak perlu disajikan dalam bentuk formal kelembagaan tetapi islam itu harus tetap tercermin dalam perilaku baik itu indivu maupun anggota berdasar akidah islam dan Aswaja. Jadi islam tidak hanya sekedar merk partai namun yang terpenting kemampuan partai mewujudkan nilai-nilai islam di dunia politik.

[2]

PKB berusaha mengintegrasikan spiritual keagamaan dan paham keindonesiaan yang majemuk, mengedepankan nilai-nilai kebangsaan indonesia ketimbang mendirikan negara islam atau menerapkan hukum islam secara formal yang notabene mengikat dan memaksa. PKB mempunyai basis sosial NU yang cukup besar karena didukung oleh salah satu kekuatan masyarakatyang penting yaitu para kyiai dan tokoh-tokoh pesantren sehingga keberadaan mereka patut dihargai dengan menempatkannya di posisi strategis sesuai dengan struktur organisasi PKB yang mengkolaborasi struktur parpol modern, rasional, idealisme yang terinsiparasi nilai keagamaan dan pragmatisme dalam makna positif. 2. Partai Amanat Nasional (PAN) Lahir dari amanat Muhammadiyah untuk melakukan ijtihad politik yang diperkiraan ada pembentukan partai baru yang bersifat terbuka bagi yang ingin bergabung sebagai kreasi warga Muhammadiyah berasaskan Pancasila, mandiri, plural dan majemuk serta menjunjung tinggi moral agama dan kemanusiaan. Pemakaian pancasila sebagai asas dasar partai sebab: Alasan teologi, Al.Quran dan Hadits tidak mengharuskan memilih asas islam dalam membangun negara. Alasan rasional, tidak pernah ada dalam pemilu kemenangan partai islam secara mayoritas. Melindungi ketakutan umat islam ketika mendirikan partai agama. PAN mengidentifikasikan diri sebagai partai reformis yangt senantiasa memeperjuangkan terwujudnya agenda-agenda reformasi sekaligus instrumen melawan arus kekuatan politik status quo(elemen yang turut serta membangun negara orba yang menyebar ke berbagai aspek kehidupan) sisa dari era orde baru. PAN memisahkan diri dari orba dan komponennya dituangkan dalam bentuk penolakan keluarga soeharto menjadi anggota partai. Sebagai partai islam, PAN lebih berpihak pada orang-orang islam ketika mengambil keputusan menyangkut soal politik riil semisal pembagian jatah kursi dilembaga perwakilan. Dengan ini dapat disimpulkan PAN banyak memberikan kedudukan politik penting kepada orang-orang dari faksi islam ideologis dibanding kelompok lain. Profil partai-partai Islam yang berasas Islam: 1. Partai Bulan Bintang (PBB) Kelahiran PBB didukung oleh 22 organisasi dakwah dan ormas yang tergabung dalam BKUI. Organisasi ini mengharapkan PBB menjadi partai terbuka dan wadah bersatunya semua elemen umat islam Indonesia tanpa mempermasalahkan corak keislaman. Namun berpotensi melahirkan kemajemukan dengan kepentingan yang beragam disamping menambah bobot demokrasi dalam partai. Partai ini menggunakan prinsip-prinsip islam secara universal sebagai rujukan dalam memecahkan persoalan masyarakat dan bangsa. Sekaligus menempatkan islam sebagai asas dan akidah partai. PBB menegaskan Pancasila selaras dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip islam universal dalam menentukan dasar bernegara. 2. Partai Keadilan (PK) PK menyatakan Islam sebagai asas berpartai dan berormas yang harus dipahami negara yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945. Partai ini menggunakan Pancasila sila pertama untuk meminta agama lain juga menggunakan agamanya sebagai basis partai demi memperjuangkan proses demokrasi yang berpatokan pada kemajemukan. Asas islam sendiri
[3]

bagi partai keadilan berfungsi menghapus kesan ekstrimisme radikalisme yang ditujukan pada islam yang menilai orang-orang islam bersifat destruktif. PK tidak hanya menguatkan posisi dakwah namun dalam berpolitik juga berkeinginan menguatkan penegakan nilai-nilai Islam universal. Seperti halnya PBB, PK bersifat terbuka dalam perekrutan anggota, ini memperlihatkan keseriusan mengembangkan basis sosial yang majemuk tanpa sekat agama. Karakter PK dipengaruhi doktrin islam. Dan pos-pos penting kepemimpinan didominasi oleh lulusan Timur Tengah sehingga mereka memiliki andil besar dalam mendekorasi dan memperkuat tampilan partai yang tampak modern. Sosialisasi partai dilakukan dengan memperkenalkan jati diri PK sebagai partai orientasi islam dalam memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan seluruh rakyat. 3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) PPP teridentifikasi sebagai partai yang mewadahi dan menyalurkan aspirasi umat islam. Misi dari partai ini mengupayakan pembangunana spiritual(melahirkan motivasi, nilai, etika dan moral yang diperlukan dalam pembangunan), dan material dengan menekankan pada aspek keislaman. Penggunaan islam sebagai asas PPP mengalami pro-kontra karena muncul prediksi politik dimasa depan lebih bercorak pluralisme politik bukan aliran. PPP merupakan partai yang mampu melakukan disconecting dengan masa lalu(orba). Secara garis besar PPP menyatakan bahwa kunci dari negara ini adalah amar maruf nahi munkar berdasarkan akhlakul karimah sejalur dengan konstitusi dan cara-cara demokratis. Partai-partai islam yang berkembang salah satunya lima partai besar di atas menyatakan era pasca Soeharto adalah moment tepat untuk kembali mengibarkan panji-panji islam di panggung politik nasional baik dalam partai maupun negara. Sambil menata nilai-nilai ajaran islam yang bersifat universal diselaraskan dengan demokrasi sekaligus menunjukkan telah terjadi transformasi dikalangan umat islam dalam memandang hubungan agama dan politik terlihat dari asas dan tujuan partai yang diarahkan untuk menciptakan demokrasi dan kesejahteraan rakyat tanpa memilah berdasar prefensi keagamaan. Agenda-agenda partai islam: Bidang Politik Mewujudkan pemerintahan yang transparan, bersih dari KKN Memberdayakan partisipasi rakyat dalam politik Pembenahan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif (chack and balance) Menciptakan otonomi daerah yang seluas-luasnya guna meredam sparatisme Pembatasan masa jabatan presiden masksimal dua kali lima tahun Pasal-pasal yang dinilai tidak sesuai perkembangan zaman perlu diamandemen Bidang Militer Penghapusan dwifungsi TNI agar kinerjanya lebih profesional Perlu adanya pemisahan pemisahan Polri dari TNI Bidang Ekonomi Rekstrukturisasi bidang ekonomi, politik dan hukum secara bersamaan agar tidak terjadi distorsi ekonomi dan dapat menumbuhkan kepercayaan dikalangan investor. Didasarkan pada sistem perekonomian pasar yang kuat Bidang Hukum Menciptakan sistem peradilan yang mandiri bebas dari campur tangan kekuasaan
[4]

Pembaharuan hukum nasional yang mendukung proses demokrasi Menghormati HAM yang berlaku universal melalui ratifikasi konvensi HAM PBB. Bidang Agama Mencanangkan kerukunan antar umat beragama Kebebasan menjalankan dan mengembangkan pendidikan agama menurut agama dan kepercayaan yang dipeluk tiap orang Nilai-nilai sppriritual, instrumentaldan seremonial agama senantiasa terjalin dan mewarnai tiap upaya pembangunan Memperbaiki peraturan perundangan yang selaras dengan nilai-nilai ajaran islam Memperjuangkan diakomodasinya substansi ajaran islam ke dalam hukum nasional Pengembangan kajian agama di tengah-tengah masyarakat secara kritis Membendung praktik-praktik politisasi agama dan tindakan yang amoral Mengupayakan keadilan gender di semua bidang kehidupan. Namun hal ini memicu pro-kontra mengenai kepemimpinan. Untuk memenangkan pemilu 1999, mengingat 60% caleg PDIP non-muslim(partai kubu nasionalis-sekuler) yang berencana mencalonkan Megawati sebagai presiden keempat, sedangkan hampir 90% rakyat Indonesia ialah muslim menimbulkan konsensus partai-partai islam untuk menjalin persatuan meminimalisir pertumbuhan kekuatan politik kaum nasionalis karena: Alasan agama dan gender, melarang perempuan menjadi presiden. Argumen ini didukung para pendukung Habibie. Namun PKB sebagai sekutu PDIP sebanyak 61% ulama NU membolehkan hal ini. Alasan kapabilitas, Mega dinilai tidak punya kemampuan memadai untuk itu. Umat islam wajib memilih salah satu partai yang mewakili kepentingan umat islam dan sungguh-sungguh memperjuangkan reformasi. Alasan ini menyimpulkan demokrasi di Indonesia berjalan sesuai apabila umat islam sebagai mayoritas negara memperoleh keterwakilan di lembaga politik formal dalam jumlah banyak. Keberhasilan PKB dan PAN pada pemilu 1999 menggambarkan bahwa mainstream islam tidak dapat dipisahkan dari NU dan Muhammadiyah. Keduanya menekankan substansialisme islam di dalam partai mereka ketimbang formalisme karena kalangan islam santri memandang hubungan antara islam dan politik dari kacamata formalisme(simbolisasi) menjadi substansialisme. NU dan Muhammadiyah mulai sepaham dalam menyikapi persoalan umat islam dalam satu bentuk persekutuan politik yang mengarah ke kristalisasi politik islam seiring dengan kekalahan partai-partai islam pra-orba untuk memenangkan capres dan tidak memungkiri keberadaan capres Megawati sehingga PAN bertekad menjadi kekuatan oposisi yang akan mengawasi jalannya pemerintahan. Oleh karena itu terbentuklah Poros Tengan(PT) yaitu sebuah gabungan partai diluar PDIP dan Golkar yang berupaya menghadapi kekuatan politik kelompok nasionalis-sekuler dengan berusaha mencalonkan Gus Dur sebagai capres karena faktor ideologis (kekecewaan melihat caleg PDIP 40% berkekuatan nasrani sedangkan mayoritas konstituen orang islam meskipun sebagian besar abangan) yang terdiri dari PAN,PBB,PPP dan PK, berkeinginan memberi pendidikan politik kepada rakyat tentang aturan main demokrasi universal dimana partai yang menang
[5]

telak(single majority) 50%+1 (pasal 6 UUD 1945) berhak memimpin pemerintahan, menekankan bahwa dalam sistem multipartai tidak ada partai yang mampu meraih single majority. Namun dua pilar utama terbentuknya PT adalah ancaman politik kelompok nasionalisme-sekuler terhadap kaum islam dan kemungkinan adanya tabrakan besar antara kubu Megawati dengan kubu Habibie apabila PT tidak dibentuk. Tujuan PT yang bersifat ideal memuat dua agenda: a) Seiring akibat persilangan aspirasi politik Golkar,PDIP dan partai diluarnya, PT ingin meredam situasi sosial politik sehingga disintegrasi dapat dihindari. b) Mengamankan berbagai tuntutan reformasi karena kalangan politisi islam menganggap PDIP sebagai partai yang tidak memiliki kemauan untuk memberdayakan umat islam dalam mengentaskan keterpurukan dibidang ekonomi dan sosial dan PDIP anti tuntutan reformasi karena tidak mengagendakan amandemen UUD 45 sekaligus redefinisi fungsi tni secara tegas. Tujuan PT yang bersifat praktis ialah keinginan elite-elite partai yang tergabung di dalamnya untuk memainkan peran penting dalam kekuasaan baru yang akan terbentuk guna meningkatkan kekuatan bergaining position sehingga ada dua keuntungan yang dicapai: a) Keuntungan maksimal: ditandai oleh duduknya capres alternatif (Gus Dur) yang disodorkan PT dengan alasan kemaslahatan umat sekaligus menghindari konflik horizontal(Gus Dur tokoh yang moderat, neomodernis dan pluralis yang kehadirannya lebih dapat diterima semua komponen bangsa. b) Keuntngan minimal: siapapun yang jadi presiden keempat tidak dapat mengabaikan kehadiran PT sebagai kelompok dengan daya tawar-menawar(menggantikan para elitenya menuju pos-pos kekuasaan tertentu) tinggi untuk mengakomodasi berbagai tuntutan politik. Alur koalisi lima besar partai islam untuk meraih mayoritas di parlemen dan pemerintahan: Koalisi PKB(konservatif) PDI(nasionalis) non-potensial PAN(radikal) Golkar/PPP Koalisi Potensial PKB Golkar/PPP PAN(radikal) >< PKB(konservatif) PDI Golkar/PPP(kalangan islam modernis

Namun PKB yang didirikan Gus Dur sendiri tetap bertahan mendukung pencalonan Megawati hingga diadakan pertemuan anatara PT dengan Gus Dur untuk menegaskan kembali pencalonannya dan melunturkan rasa curiga antara kelompok islam modernis(PT)dan islam tradisi(diwakili Gus Dur). Akibatnya menguatkan politik golongan nasionalis-religius. Tetapi pada akhirnya tepat saat SU MPR 1999 digelar guna menentukan konfigurasi MPR(membentuk partai), Golkar mendapat kursi ketua DPR dipegang oleh Akbar Tandjung, PT memperoleh kursi ketua MPR dipegang oleh Amien Rais dan pengajuan Gus Dur sebagai capres diterima sekjen MPR disusul faksi-faksi lain beserta Iramasuka(faksi Habibie) dan faksi Akbar Tandjung mengalahkan Yusril Ihza Mahendra(F-PBB) dan Megawati(F-PDIP) dengan perolehan suara 373(Gus Dur) berbanding 313 (Megawati) melalui voting dan power sharing.
[6]

Referensi Amir, Zainal Abidin, 2003. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. Jakarta: Pustaka LP3ES. Azra, Azyumardi, 2000. Islam Di Tengah Arus Transisi. Jakarta: PT. Kompas Nusantara. Halaman 143-153. Media

[7]

You might also like