You are on page 1of 21

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengelolaan pasien pada klinik Prosthodonsia? 2. Bagaimana prosedur diagnose yang benar? 3.

Apa rencana perawatan yang tepat? 1.3 TUJUAN 1. Kita dapat mngetahui pengelolaan pasien pada klinik Prosthodonsia. 2. . Kita dapat mngetahui prosedur diagnose yang benar. 3. Kita dapat mngetahui rencana perawatan yang tepat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas pasien 1. Nama penderita Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seorang penderita dari yang lainnya di samping mengetahui asal suku atau rasnya. Hal terakhir ini penting, karena ras antara lain berhubungan dengan penyusunan gigi depan, contohnya: orang eropa (kas kaukakus) mempunyai profil yang lurus, sedangkan orang Asia (ras Mongoloid)cembung. 2. Alamat Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi sesuatu yang tak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat. Pemanggilan kembali penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Alamat juga dapat membantu kita mengetahui latar belakanglingkungan hidup seorang pasien, sehingga dapat pula diketahui status sosialnya. 3. Pekerjaan Modifikasi jenis perawatan mungkin perlu dilakukan karena factor jenis pekerjaan. Dengan memahami pekerjaan pasien, keadaan sosial ekonominya juga dapat diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan sosial seseorang lebih besar tuntutannya terhadap faktor estetik. 4. Jenis kelamin Secara jelas sebetulnya tidak terdapat karakteristik konkrit yang berlaku untuk pria dan wanita. Namun demikian hal-hal berikut ini sebaiknya diperhatikan. Wanita pada umumnya cenderung lebih memperhatikan faktor estetik dibanding pria. Sebaliknya pria membutuhkan protesa yang lebih kuat, sebab merekan menunjukkan kekuatan mastikasi yang lebih besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak/nyaman, di samping faktor fungsional geligi tiruan yang dipakainya. Selanjutnya bentuk gigi wanita relatif lebih banyak lengkungan/bulatannya dibanding gigi pria yang memberi kesan lebih kasar dan persegi. Pengelolaan perawatan penderita wanita dalam masa menopouse membutuhkan pertimbangan lebih teliti. Pada periode ini, mulut biasanya terasa lebih kering dan ada rasa seperti terbakar. 5. Jenis kelamin Pengaruh lanjutnya usia pada perawatan prostodontik harus selalu menjadi bahan pertimbangan. Proses menua mempengaruhi toleransi jaringan, kesehatan mulut, koordinasi otot, mengalirnya saliva, ukuran

pulpa gigi serta panjang mahkota klinis. Usia juga menentukan bentuk, warna, serta ukuran gigi seseorang. Pada lanjut usia, lebih sering pula dijumpai pelbagai penyakit seperti hipertensi, jantung dan diabetes melitus.Bila pada orang usia muda lebih sering dijumpai karies dentis, maka pada kelompok usia lanjut penyakit periodontalah yang lebih sering dijumpai. Kemampuan adaptasi penderita usia muda terhadap geligi tiruan biasanya lebih tinggi dibanding penderita usia lanjut. Pada usia di atas empat puluh tahun, adapatasi biasanya mulai berkurang dan akan menjadi sukar setelah usia enampuluhan. 2.2 Anamnesis Anamnesis adalah riwayat yang lalu dari suatu penyakit atau kelainan, berdasarkan pada ingatan penderita pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan medic/dental. (Lusiana K.B., 1995) Ditinjau dari cara penyampaian cerita, dikenal dua macam anamnesis. Pada auto anamnesis, cerita mengenaikeadaan penyakit disampaikan sendiri oleh pasien. Disamping itu terdapat keadaan dimana cerita mengenai penyakit ini tidak disampaikan oleh pasien yang bersangkutan, melainkan melalui bantuan orang lain. Keadaan seperi ini dijumpai umpamanya pada paien bisu, ada kesulitan bahasa, penderita yang mengalami kecelakaan atau pada anak-anak kecil. Cara in9i disebut allo anamnesis. (Lusiana K.B., 1995) Dai segi inisiatif penyampaian cerita, dikenal pula anamnesis pasif dimana pasien sendirilah yang menceritakan keadaannya kepada si pemeriksa. Sebaliknya, pada anamnesis aktif penderita perlu dbantu pertanyaan-pertanyaan dalam menyampaikan ceritanya. (Lusiana K.B., 1995) Pada saat anamnesis biasanya ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
1. Nama penderita. Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seseorang penderita dari yang lainnya,

di samping untuk mengetahui asal suku dan rasnya. Hal terakhir ini penting, karena ras antara lain berhubungan dengan penyusunan gigi depan. Contohnya, orang eropan(ras kaukasus) mempunyai profil yang lurus, sedangkan orang asia (ras mongoloid) cembung.
2. Alamat. Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi sesuatu yang

tidak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat. Pemanggilan kembali penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Alamat juga membantu mengetahui latar belakang lingkungan hidup seorang pasien, sehingga dapat pula diketahui status sosialnya.
3. Pekerjaan. Dengan mengetahui pekerjaan pasien, keadaan social ekonominya juga dapat diketahui.

Pada umumnya lebih tinggi kedudukan social seseorang, lebih besar tuntutannya terhadap factor estetik.
4. Jenis Kelamin. Secara jelas sebenarnya tidak terdapat karakteristik konkrit yang berlaku untuk pria

dan wanita. Namun demikian hal-hal beikut ini sebaiknya diperhatikan. Wanita pada umumnya cenderung lebih memperhatikan factor estetik disbanding pria. Sebaliknya pria membutuhkan

protesa yang lebih kuat, sebab mereka menunjukkan kekuatan mastikasi yang lebih besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak/nyaman, disamping factor fungsional geligi tiruan yang dipakainya. Selanjutnya, bentuk gigi wanita relative lebih banyak lengkungan/bulatannya, disbanding ria yang member kesan lebih kasar dan persegi. Pengelolaan perawatan penderita wanita dalam masa menopause membutuhkan pertimbangan lebih teliti. Pada periode ini, mulut biasanya terasa lebih kering dan ada rasa seperti terbakar.
5. Usia. Pengaruh lanjutnya usia pada perawatan prostodontik harus selalu menjadi bahan

pertimbangan. Proses menua mempengaruhi toleransi jaringan, kesehatan mulut, koordinasi otot, mengalirnya saliva, ukuran pulpa igi, serta panjang mahkota klinis. Usia juga menentukan bentuk, warna, serta ukuran gigi seseorang. Kemampuan adaptasi penderita usia muda terhadap geligi tiruan biasanya lebih tinggi disbanding penderita usia lanjut. Pada penderita usia lebih dari empat puluh tahun, adaptasi biasanya mulai berkurang dan akan menjadi sukar setelah usia enampuluhan.
6. Pencabtan Terakhir Gigi. Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui.

Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri mungkin ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu anatara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya pembuatan geligi tiruan akan mempengaruhi hasil perawatan.
7. Pengalaman Memakai Geligi Tiruan. Seorang penderita yang pernah memakai geligi tiruan sudah

mempunyai pengalaman, sehingga adaptasinya terhadap geligi tiruan baru akan lebih mudah dan cepat. Ia juga sudah mengalami prosedur pembuatannya. Sebaliknya, penderita semacam ini juga sering membanding-bandingkan protesa barunya dengan yang pernah dipakai sebelumnya. Mereka yang belum pernah memakai geligi tiruan, biasanya membutuhkan masa adatasi lebih panjang karena kesulitannya menyesuaikan diri. Kelompok ini belum berpengalaman dalam prsedur pembuatan protesa; seperti pada waktu pencetakan, penentuan gigitan, maupun pada saat awal pemakaian, yang sering kali menimbulkan rasa sakit. Itulah sebabnya penerangan yang diberikan kepada penderita sebelum pembuatan geligi tiruan dilaksanakan menjadi penting sekali.
8. Tujuan Pembuatan Geligi Tiruan. Penderita perlu ditanyai mengenai tujuan pembuatan geligi

tiruannya, apakah dia lebih mementingkan pemenuhan factor estetik atau fungsional. Biasanya konstruksi disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
9. Keterangan Lain. Penderita ditanyai apakah penderita mempunyai kebiasaan buruk dsb. Kadang-

kadang kebiasaan tersebut sulit ditentukan tanpa suatu pengamatan yang intensif. (Lusiana K.B., 1995)

2.3 Pemeriksaan Status Umum (riwayat kesehatan) Riwayat penyakit umum yang pernah diderita sebaiknya ditanyakan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih. Penderita sebaiknya ditanya apakah ia sedang berada dalam perawatan dokter umum/lain dan bila demikian, obat-obat apa saja yang sedang diminum. Hal ini perlu dikatahui karena penyakit dan pengobatan tertentu dapat mempengaruhi jaringan yang terlibat dalam perawatan dental, umpamnya diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, tuberculosis, lues, depresi mental, kecanduan alcohol, dsb. (Lusiana K.B., 1995)

2.4 Hubungan Dengan Penyakit Sistemik


1. Diabetes Mellitus Pada pendertita diabetes, suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh darah menyebabkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut, seperti jaringan mukosa yang meradang, cepat berkembangnya penyakit periodontal yang sudah ada dengan hilangnya tulang alveolar secara menyolok dan mudah terjadinya abses periapikal. Infeksi monilial, berkurangnya saliva, bertambahnya pembentukan kalkulus, merupakan hal yang khas dari penyakit diabetes yang tidak terkontrol. Manifestasi klinis ini terjadi bersama-sama dengan gejala-gejala yang sering ditemukan seperti poliuria, haus, mengeringnya kulit, gatal-gatal, cepat lapar, cepat lelah, serta berkurangnya berat badan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol diabetesnya dan menyehatkan kembali jaringan mulut. Dalam lingkungan mulut yang sudah sehat kembali, pembuatan protesa dapat dilakukan dengan saran-saran tambahan sebagai berikut. Pertama, hindari tindakan pembedahan yang besar selama hal itu mungkin dilakukan. Gunakan bahan cetak yang bisa mengalir bebas dan buat desain rangka geligi tiruan yang terbuka dan mudah dibersihkan, serta distribusikan beban fungsional pada semua bagian yang dapat memberikan dukungan. Lalu, susunlah oklusi yang harmonis. Bila dibutuhkan, rangsanglah pengaliran air liur dengan obat hisap yang bebas karbohidrat. Tekankan kepada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Akhirnya, tentukan kunjungan ulang penderita setiap enam bulan sekali (bahkan kalau oerlu lebih sering dari itu) untuk mempertahankan kesehatan mulut (Gunadi, dkk., 1991 : 110). 2. Penyakit Kardiovaskular Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pencabutan gigi. Hindari pemakaian anastetikum yang mengandung vasokonstriktor seperti adrenalin; oleh karena bahan ini dapat mempengaruhi tekanan darah (Gunadi, dkk., 1991 : 110). 3. Tuberkulosis dan Lues Terjadinya gangguan metabolism pada penderita Tuberkulosis dan Lues, menyebabkan resorpsi berlebihan pada tulang alveolar. Dalam merawat penderita-penderita ini, perlindungan terhadap dokter gigi serta penderita lain merupakan pertimbangan yang sangat penting; umpamanya jangan memasukkan jari telanjang ke dalam mulut seorang penderita Lues. Lakukan pemeriksaan dengan menggunakan Longue Blader; sedangkan penggunaan sarung tangan karet sangat dianjurkan.

Cucilah tangan dengan sabun dan air panas, segera sesudah kita merawat penderita tersebut. Dalam hal ini, menyikat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan abrasi kecil. Sebagai tambahan, baik sekali untuk mencuci wajah secara hati-hati, karena mungkin saja setetes darah/ saliva memercik mengenai muka atau sepotong kecil kalkulus terpental mengnai wajah dapat menyebabkan erosi kulit sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Penderita Lues aktif dan tidak dirawat sebaiknya hanya menerima perawatan darurat saja, sedangkan semua pekerjaan lainnya harus ditunda sampai penyakitnya sembuh(Gunadi, dkk., 1991 : 110-111). 4. Anemia Penderita anemia biasanya menunjukkan resorpsi tulang alveolar yang cepat. Untuk kasus ini sebaiknya gunakanlah elemen gigi tiruan yang tidak ada tonjol (cusp) (Gunadi, dkk., 1991 : 111). 5. Depresi Mental Penderita depresi mental biasanya diberi pengobatan dengan obat yang mempunyai efek samping mengeringnya mukosa mulut. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya retensi geligi tiruan. Maka perawatan dalam bidang prostodontik sebaiknya ditunda dahulu sampai perawatan terhadap depresi mentalnya dapat diatasi. Seorang penderita yang frustasi biasanya menempatkan faktor estetik tidak secara realistic. Ia mungkin datang dengan sebuah foto yang dibuat pada waktu ia masih muda/ remaja serta mengharapkan penampilan yang sesuai dengan foto tadi diterapkan pada protesa yang akan dibuat (Gunadi, dkk., 1991 : 111). 6. Alkoholisme Sebagai pemakai geligi tiruan sebagian lepasan, pecandu alcohol biasanya mengecewakan. Tandatanda penderita semacam ini antara lain napasnya berbau alcohol, tremor, mata dan kulit pada bagian tengah wajah memerah, gugup, dan kurus. Dalam upaya menutupi rasa rendah dirinya, penderita alkoholik menuntut pemenuhan faktor estetik yang tinggi untuk protesa yang akan dibuat. Keyakinan dirinya serta kerja sama dengan penderita ini dapat dikembangkan, bila hal tadi dapat kita penuhi. Sebaliknya, bila hal ini gagal, bisa membawa akibat yang buruk. Perawatan gigi untuk penderita alkoholik pada umumnya dihindari sampai kebutuhan ini sudah begitu mendesak, supaya pembuatan protesa dapat berhasil untuk jangka waktu cukup panjang. Di samping semua problem di atas, seorang penderita alkoholik cenderung mengalami kecelakaan. Patah atau hilangnya geligi tiruan karena jatuh atau kecelakaan kendaraan adalah suatu hal yang biasa terjadi (Gunadi, dkk., 1991 : 111-112). 2.5 Torus Palatina dan mandibula Tonjolan ini merupakan kelainan konginetal dengan permukaan licin dan tidak begitu sakit seperti pada exostosis. Torus terletak pada tempat-tempat tertentu dan terletak secara simetris, seperti pada garis

tengah palatum sehingga disebut torus palatinus. Kelainan ini juga dapat dijumpai pada region lingual premolar bawah dan disebut torus mandibularis. Penonjolan tulang seperti ini merupakan hambatan utama bagi kenyamanan pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat di atas torus pada umumnya tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang atas, daerah torus biasanya dirilif atau bila hal ini tidak mungkin dilakukan, bagian ini di bebaskan dari penutupan plat protesa. Sedangkan torusmandibularis biasanya bilateral, pada permukaan lingual dari rahang bawah di daerah bicuspid/ premolar dan molar. 2.6 Bentuk Palatum Bentuk palatum keras dibagi menjadi bentuk Quadaratic, Ovoid, dan Taperring. Bentuk palatum seperti U/ kuadratik adalah yang paling menguntungkan. Bentuk ini memberikan stabilitas dalam jurusan vertical maupun horizontal, sebaliknya bentuk tapering atau V memberikan retensi yang kurang baik.

A = Palatum Kuadratik, paling menguntungkan stabilitas

B = Palatum Ovoid C = Palatum Tapering, memberikan MACAM-MACAM GIGI TIRUAN Gigi tiruan lepasan akrilik Gigi tiruan akrilik merupakan gigi tiruan yang paling sering dan umum dibuat pada saat ini, baik untuk kehilangan satu atau seluruh gigi. Gigi tiruan ini mudah dipasang dan dilepas oleh pasien. Bahan akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik yang manipulasinya mudah, murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi dan warna gusi. Akan tetapi mudah menyerap cairan dan juga mudah kehilangan komponen airnya. Sehingga bila tidak dipakai, gigi tiruan akrilik harus direndam dengan air dingin supaya tidak mengalami perubahan bentuk. Gigi akrilik pun mudah terpengaruh perubahan warna. Misalnya warna dari makanan dan minuman, sehingga jenis gigi tiruan ini memerlukan perawatan yang lebih seksama, seperti selalu menyikatnya dengan sikat gigi lunak. Jangan menyikat gigi tiruan dengan sikat gigi yang keras karena akan mengakibatkan keausan. Akrilik juga mudah mengalami keausan, sehingga dengan pemakaian normal pun, dalam beberapa tahun gigi tiruan jenis ini harus diganti. Untuk mengurangi risiko keausan, maka gigi tiruan akrilik bisa dikombinasikan dengan gigi tiruan porselen. Landasan maupun gigi buatan dari akrilik juga mudah patah, sehingga landasan gigi tiruan akrilik harus dibuat lebih tebal dan stabilitas paling buruk

lebih luas. Hal itu mengakibatkan ketidaknyamanan, karena tertutupnya langit-langit akan mengganggu kontak lidah dengan langit-langit. Selain itu juga mengganggu bicara. Apabila kehilangan gigi hanya di bagian belakang dan tidak terlalu banyak, daerah langit-langit yang berkontak dengan lidah dapat dibebaskan dari akrilik, tetapi bila gigi hilang terlalu banyak dan meliputi gigi depan, hal itu tidak dapat dilakukan. Untuk mengurangi ketebalan dan luasnya landasan, maka dapat digunakan gigi tiruan kerangka logam. Gigi tiruan kerangka logam Gigi tiruan ini terdiri dari landasan gigi tiruan dari logam sedang gigi buatannya dari akrilik atau porselen. Karena bahan logam cukup kuat, landasan gigi tiruan kerangka logam dapat dibuat lebih tipis dan lebih kecil sehingga si pemakai akan lebih nyaman. Kontak lidah dengan langit-langit tidak terlalu terganggu. Logam yang dipergunakan merupakan campuran logam khusus yang memerlukan manipulasi lebih rumit, sehingga gigi tiruan ini lebih mahal dari gigi tiruan akrilik. Apabila patah pada bagian logam, tidak dapat disambung seperti akrilik, tetapi harus dibuat ulang. Akan tetapi apabila patah hanya gigi akriliknya saja bisa disambung/diganti akriliknya saja. Karena landasan logam harus dicoba dulu ketepatannya sebelum dipasang gigi-giginya, maka kunjungan pasien ke dokter gigi lebih banyak dari pemasangan gigi akrilik. Karena kekuatan logam, landasan gigi tiruan tidak terlalu terganggu oleh keadaan cairan/makanan di dalam rongga mulut, yang terpengaruh hanya bagian gigi buatannya. Gigi tiruan mahkota/jaket Gigi tiruan mahkota atau umum disebut jaket merupakan gigi tiruan yang dibuat untuk gigi yang belum dicabut tetapi mengalami kerusakan yang parah sehingga sudah tidak bisa ditambal lagi, tetapi syaraf giginya belum mati. Gigi yang rusak tersebut dikurangi sedemikian rupa dengan bentuk tertentu, kemudian diganti dengan bahan akrilik/porselen/ kombinasi logam-porselen yang menyerupai selubung/jaket yang bentuk dan warnanya disesuaikan dengan gigi sebelumnya atau menggunakan gigi sebelahnya sebagai panduan. Gigi tiruan ini tidak dapat dilepas oleh pasien karena ditempelkan langsung ke gigi dengan semen khusus. Bahan gigi tiruan ini tergantung pada posisi dan kondisi giginya. Jaket porselen biasanya diberi penguat logam, jadi pengurangan gigi harus lebih banyak daripada akrilik. Keuntungan jaket porselen, warnanya lebih baik serta tahan aus dibanding akrilik. Tetapi lebih mahal karena proses pembuatannya lebih rumit. Gigi tiruan pasak Gigi tiruan pasak adalah gigi tiruan yang mengganti gigi yang belum dicabut tetapi mahkota gigi sudah rusak dan syaraf gigi sudah terinfeksi atau sudah mati, tetapi akar giginya masih utuh. Untuk membuat gigi pasak, terlebih dulu harus dilakukan perawatan syaraf dahulu sampai steril dalam beberapa kunjungan, sesudah itu baru dilakukan pembentukan konstruksi pasak. Gigi tiruan pasak terdiri dari bagian

logam yang ditanam ke dalam akar gigi serta bagian di luar gigi sebagai pendukung mahkota. Setelah disemen ke dalam akar gigi, dibuat mahkota jaket seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Gigi tiruan mahkota dan jembatan Merupakan gigi tiruan untuk kasus kehilangan satu atau beberapa gigi yang tidak dapat dilepas sehingga pasien lebih nyaman, dan terhindar dari risiko gigi tiruan hilang. Tidak mengandung landasan yang akan mengganggu pengecapan lidah. Gigi tiruan ini terdiri dari pontik, yaitu pengganti gigi yang hilang serta penyangga. Penyangga gigi tiruan ini menggunakan gigi asli disebelahnya yang masih ada, dengan cara mengurangi/menggerinda gigi asli tersebut dengan bentuk seperti untuk membuat mahkota/jaket. Kemudian mahkota dibuat di gigi tersebut dan disambungkan dengan gigi yang diganti. Apabila gigi yang diganti lebih kecil dari gigi penyangga, gigi penyangga bisa hanya pada satu gigi. Bahan yang digunakan bisa dari akrilik dan porselen. Akan tetapi untuk gigi-gigi belakang yang tidak terlalu terlihat lebih baik digunakan bahan logam untuk kekuatan dan mencegah keausan. Implan Implan adalah gigi tiruan yang dibuat dengan menanamkan pasak khusus ke dalam tulang rahang yang telah kehilangan gigi. Fungsinya sebagai penyangga gigi tiruan. Untuk kehilangan satu gigi, pasak implan yang ditanam hanya satu, tetapi bila lebih bisa beberapa buah. Persyaratan untuk pembuatan implan ini lebih berat dibanding dengan gigi tiruan lain. Di antaranya kesehatan umum pasien harus betul-betul prima serta tidak mempunyai penyakitpenyakit yang melemahkan seperti diabetes, kelainan tulang, dll. Struktur tulang untuk tempat ditanamnya pasak tersebut harus memunyai ketinggian tertentu serta kondisinya masih baik. Pasak implan dipasang melalui prosedur pembedahan sampai terjadi proses penyembuhan serta terdapat hubungan antara tulang dengan logam pasak. Apabila itu terjadi, maka setelah 6 bulan baru dipasang sekrup penyambung antara pasak dan mahkota dengan membuka lapisan mukosa gusi di ujung atas pasak. Setelah sekrup terpasang ditunggu sampai sembuh luka jaringannya, kemudian dipasang pasak untuk penyangga mahkota, baru setelah itu dipasang mahkotanya. Dengan prosedur ini, pembuatan implan memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, serta biaya yang lebih mahal karena memerlukan bahan-bahan khusus, seperti jenis logam pasak khusus yang dapat merangsang pertumbuhan tulang di sekitar pasak implan. Selain itu peralatan yang dipakai pun khusus dan memerlukan sterilitas tinggi. Keuntungannya gigi tiruan implan adalah tidak perlu dibuka/dilepas, dan tidak memerlukan gigi penyangga. Jadi dapat dipasang pada pasien yang telah kehilangan seluruh giginya. Seperti halnya mahkota dan jembatan, tidak ada daerah langit-langit yang tertutup landasan gigi tiruan. Sehingga persepsi rasa seperti gigi asli.

Pemakaian gigi tiruan tidak hanya mengganti gigi yang hilang, tetapi berfungsi sebagai pemelihara jaringan yang masih ada, yaitu jaringan gigi, gusi dan tulang. Sehingga pemakai gigi tiruan harus betulbetul memerhatikan kebersihan gigi tiruan dan gigi aslinya.

Pada pemakaian jaket, pasak, mahkota dan jembatan kebersihan di daerah gusi harus diperhatikan. Bila terjadi kerusakan gigi di daerah gusi akan mengakibatkan terjadinya kebocoran di daerah tersebut. Kebocoran lama-kelamaan akan menggerogoti bagian dalam gigi tiruan tersebut sehingga mahkota tidak terdukung. Gigi bisa tiba-tiba patah dan mahkota tidak dapat dipertahankan sehingga gigi harus dicabut. Pemilihan setiap jenis gigi tiruan ini pada akhirnya tergantung dari kondisi dan situasi mulut pasien dan pertimbangan dokter gigi. Apabila semua jenis gigi tiruan ini memungkinkan, pertimbangan pun harus disesuaikan dengan kondisi keuangan pasien.

2.7 Rencana Perawatan Setelah semua data terkumpul melalui pemeriksaan klinis obyektif, anamnesis maupun model diagnostik, maka diagnostik dapat ditegakkan. Diagnostik biasanya dituliskan pada kolom khusus pada Kartu Status Penderita (Dental Record). Di sini dikemukakan semua hal yang abnormal, menguntungkan atau merugikan proses pembuatan galigi tiruan sebagian lepasan. (A. Gunadi, Haryanto dkk. 1991 : 128) Rencana perawatan kemudian disusun berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan secara tuntas. Rencana perawatan harus dirinci selengkap dan sebaik mungkin, sehingga terlihat jelas tahapantahapan perawatan yang akan dilakukan. Tanpa rincian yang baik, tidak mungkin tercapai efisiensi dan efektivitas perawatan yang diharapkan. (A. Gunadi, Haryanto dkk. 1991 : 128) Rencana perawatan merupakan tahap yang tidak bias dilepaskan dari proses diagnostik. Sebelum menentukan langkah perawatab prostodontik, hendaknya semua aspek ditinjau dan dipertimbangkan. (A. Gunadi, Haryanto dkk. 1991 : 128) Keberhasilan atau kegagalan perawatan dengan geligi tiruan sebagian lepasan langsung berkaitan dengan kecermatan Preparasi Mulut. Meskipun seluruh prosedur teknis telah diselesaikan oleh dokter gigi maupun tekniker, hasilnya tidaklah selalu memuaskan, bila hal ini tidak ditunjang Persiapan atau Preparasi Mulut yang cermat sesuai Rencana Perawatan yang telah disusun. Secara garis besar, Preparasi Mulut ada dua tahapan, yaitu : 1. Pertama, dalam proses ini biasanya langkah-langkah pendahuluan, seperti tindakan bedah, perawatan periodontal, konservatif termasuk endodontic, bahkan orthodontik perlu dilaksanakan untuk mempersiapkan mulut pasien menerima geligi tiruan yang akan dipakainya. Tahapan pertama ini ditujukan untuk menciptakan lingkungan mulut yang sehat. 2. Kedua, mulut pasien perlu disiapkan untuk pemasangan geligi tiruan yang akan dibuat. Dalam tahapan ini dilakukan proses pengubahan kontur gigi untuk mengurangi hambatan, mencari bidang bimbing, membuat sandaran oklusal dan bila perlu menciptakan daerah-daerah untuk retensi mekanis. Permukaan jaringan yang akan dipreparasi ditandai pada model diagnostik. Model dipakai sebagai peta atau petunjuk untuk melaksanakan perubahan-perubahan. (A. Gunadi, Haryanto dkk. 1991 : 128-129)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 SKENARIO Bapak Abdul Mughni berumur 32 tahun dengan pekerjaan seorang wiraswasta yang tinggal di kecamatan Rambipuji Jember, datang ke klinik prosthodonsia FKG UNEJ meminta agar dibuatkan gigi tiruan. Awalnya gigi atas bawah keropos, dalam dan sakit. Paling sering sakit yaitu gigi bagian depan. Selain keropos juga terdapat gigi yang patah yang disebabkan karena makanan keras. Selain itu bila dilakukan gosok gigi sering gusinya berdarah, bahkan pernah sampai bengkak dan biasanya gigi-gigi sebelah kanan dan kiri sakit. Apabila merasa sakit pak Mughni minum obat ponstan sebagai penghilang rasa nyerinya. Setelah merasakan gigi sudah tidah berfungsi dengan baik dan merasa tidak nyaman , beliau datang ke RSGN FKG UNEJ untuk mencabut gigi, pencabutan dilakukan kurang lebih 2 bulan yang lalu, gigi yang dicabut yaitu gigi yang keropos dan patah. Gigi yang bagian kiri belakang sudah dicabut semua dan sebelah kanan belakang masih terdapat sisa akar. Selain bermasalah pada giginya ternyata pak mughni merasa tidak enak di daerah sendi rahang, sering terdengar klik ketika membuka mulut lebar dan mudah kram serta cepat lelah. Diduga hal ini karena adanya trauma pada saat beliau kecelakaan sekitar 10 tahun yang lalu, karena setelah kecelakaan itulah baru sendi rahangnya sering terdengar bunyi klik. Pak Mughni sehari-hari gosok gigi 2x sehari, merokok serta minum kopi. 3.2 PEMBAHASAN 3.2.1 Anamnesis dan Riwayat Kesehatan Agar data atau informasi dari anamnesis dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya. Metoda yang dapat digunakan dalam pengumpulan data pada tahap pengkajian adalah Wawancara (interview), pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik (pshysical assessment). dan studi dokumentasi.

A. WAWANCARA
Biasa juga disebut dengan anamnesa adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi pasien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Dalam berkomunikasi ini operator mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaannya yang diistilahkan teknik komunikasi terapeutik.

Teknik tersebut mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka maupun tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon pasien. Teknik non verbal meliputi mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang perlu dilatih. Unsur-unsur yang penting dalam mendengarkan secara aktif yaitu : Memperhatikan pesan yang disampaikan Mengurangi hambatan-hambatan, seperti : suara yang gaduh (suara radio, tv, pembicaraan di luar), kurangnya privasi, adanya interupsi dari perawat lain, perasaan terburu-buru, klien merasa cemas, nyeri, mengantuk, perawat sedang memikirkan hal lain / tidak fokus ke klien, klien tidak senang dengan perawat atau sebaliknya -

Posisi duduk sebaiknya berhadapan, dengan jarak yang sesuai. Mendengarkan penuh dengan perasaan terhadap setiap yang dikatakan pasien Memberikan kesempatan pasien istirahat

Tujuan Wawancara :
1. Untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan pasien.

2. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan.
3. Membantu pasien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan. 4. Membantu operator untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengkajian. 5. Meningkatkan hubungan antara operator dengan pasien dalam berkomunikasi.

Komunikasi digunakan untuk memperoleh riwayat kesehatan. Riwayat kesehatan merupakan data yang khusus dan data ini harus dicatat, sehingga rencana tindakan keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien. Riwayat kesehatan sebaiknya segera didapatkan begitu pasien masuk rumah sakit, karena riwayat tersebut akan memudahkan operator dalam mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan pasien, resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan masalah-masalah keperawatan yang aktual maupun potensial. Tahapan Wawancara / Komunikasi : 1. Persiapan Sebelum melakukan komunikasi dengan pasien, operator harus melakukan persiapan dengan membaca status pasien. Operator diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk terhadap pasien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan paien.

Jika pasien belum bersedia untuk berkomunikasi, operator tidak boleh memaksa, atau memberi kesempatan kapan pasien sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara. 2. Pembukaan atau perkenalan Langkah pertama operator dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Operator perlu memberikan informasi kepada pasien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya. 3. Isi / tahap kerja - Fokus wawancara adalah pasien - Mendengarkan dengan penuh perhatian. - Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien - Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien - Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya - Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya - Jika situasi memungkinkan kita dapat memberikan sentuhan terapeutik, yang bertujuan untuk memberikan dorongan spiritual, merasa diperhatikan. 4. Terminasi Operatort mempersiapkan untuk penutupan wawancara. Untuk itu pasien harus mengetahui kapan wawancara akan berakhir dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan pasien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, operator perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.

Jadi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah : 1. Menerima keberadaan pasien sebagaimana adanya 2. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyampaikan keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas 3. Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien 4. Operator harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian. 5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

6. Tidak bersifat menggurui 7. Memperhatikan pesan yang disampaikan 8. Mengurangi hambatan-hambatan. 9. Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk) 10. Menghindari adanya interupsi 11. Mendengarkan penuh dengan perasaan 12. Memberikan kesempatan istirahat kepada klien

Macam Wawancara :
1. Auto anamnesa : wawancara dengan pasien langsung 2. Allo anamnesa : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.

Teknik Pengumpulan Data Yang Kurang Efektif : 1. Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat / keluhan / respon. misalnya : Apakah Anda makan tiga kali sehari ? 2. Pertanyaan terarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Misalnya : . Anda setuju bukan? 3. Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus 4. Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien benar atau salah. Misalnya : Anda tidak bermaksud seperti itu kan?

3.2.2

PEMERIKSAAN INTRAORAL

- Vestibulum Dalam atau dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan stabilisasi geligi tiruan. Pemeriksaan vestibulum dilakukan dengan kaca mulut nomor tiga dan disebut dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya. Vestibulum sedang dijumpai bila kaca mulut terbenam setengahnya dan menjadi dangkal bila bagian kaca yang terbenam kurang dari setengahnya. Pemeriksaan dilakukan pada region posterior dan anterior, terutama pada bagian yang tak bergigi. Pengukuran dimulai dari dasar fornix sampai puncak ridge, sedangkan pada daerah yang masih ada giginya, dasar fornix sampai ke tepi gingival. - Frenulum

Pemeriksaan frenulum meliputi tinggi rendahnya perlekatan masing-masing. Frenulum lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis pada rahang atas atau bawah merupakan struktur yang perlekatannya sering kali dekat dengan puncak residual ridge. Perlekatan semacam ini akan mengganggu penutup tepi ( seal ) dan stabilitas geligi tiruan. Letak perlekatan frenulum dapat digolongkan sebagai berikut : Tinggi Sedang Rendah : : bila bila perlekatan perlekatan hampir kira-kira sampai ditengah ke antara puncak puncak residual ridge dan ridge fornix

: bila perlekatannya dekat dengan fornix.

- Tuber maksilaris

Tuber mempunyai perananpenting dalam memberikan retensi kepada suatu geligi tiruan. Dengan sebuah kaca mulut nomer 3, yang diletakkan tegak lurus pada bagian vestibulum, diamati : 1. Bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, hal ini dikatakan memiliki tuber yang dalam. 2. Bila kaca mulut yang terbenam hanya setengahnya maka dikatakan kedalaman tuber sedang. 3. Tuber dapat dikatakan rendah bila kaca mulut terbenam kurang dari setengahnya. Tuber maksilaris kadang- kadang sedemikian besarnya sehingga merupakan gerong yang sama sekali tidak menguntungkan. Bila kecil gangguan ini dapat diatasi dengan mengubah- ubah arah pemasangan protesa atau dengan pembuatan rilif. Sebaliknya, pada tuber yang besar dan bilateral biasanya suatu koreksi dengan tindakan bedah menjadi pilihan. Kadang- kadang tindakan bedah ini cukup dilakukan hanya pada satu sisi saja. - Torus Palatina dan mandibula Tonjolan ini merupakan kelainan konginetal dengan permukaan licin dan tidak begitu sakit seperti pada exostosis. Torus terletak pada tempat-tempat tertentu dan terletak secara simetris, seperti pada garis tengah palatum sehingga disebut torus palatinus. Kelainan ini juga dapat dijumpai pada region lingual premolar bawah dan disebut torus mandibularis. Penonjolan tulang seperti ini merupakan hambatan utama bagi kenyamanan pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat di atas torus pada umumnya tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang atas, daerah torus biasanya dirilif atau bila hal ini tidak mungkin dilakukan, bagian ini di bebaskan dari penutupan plat protesa. Sedangkan torusmandibularis biasanya bilateral, pada permukaan lingual dari rahang bawah di daerah bicuspid/ premolar dan molar.

3.2.

3 FOTO RONTGEN

Fungsi: a. Melihat sisi akar gigi/radiks pada daerah yang sudah tidak bergigi b. Melihat ada tidaknya gigi yang terpendam

c. Melihat adanya keradangan pada jaringan perio yang lebih dalam (resorbsi tulang alveolar+pelebaran ligament) d. Melihat/memeriksa struktur tulang yang akan menjadi pendukung tulang yang padat akan member dukungan yang baik. e. Melihat bentuk, panjang, dan jumlah akar gigi. f. Melihat kelainan bentuk pada residual ridge, umpamanya bila terdapat tonjolan pada prosessus alveolaris g. Meneliti keadaan vitalitas gigi h. Memeriksa adanya kelainan periapikal Tujuan: Untuk melihat kelainan yang dicurigai dalam RM yang tidak dapat dilihatsecara visual, khusunya untuk gigi yang nantinya digunakan sebagai Bentuk Insisif Pertama dan Bentuk Ridge 1. Kelainan Gigi Kemungkinan adanya kelainan bentuk dan warna gigi; seperti Hutchinson teeth, peg shape (bentuknya konis), mottled enamel, gigi berlebih (supernumerary teeth), dan sebagainya. (Haryanto, A.G., dkk. 1991.). 2. Macam Gigi Apakah gigi pasien sudah semuanya permanen atau masih ada gigi sulung. (Haryanto, A.G., dkk. 1991.). 3. Bentuk Gigi Yang dilihat dalam hal ini adalah bentuk gigi insisivus sentral atas yang masih ada: Persegi Lonjong Lancip (Haryanto, A.G., dkk. 1991.). penyangga. Namun untuk pemeriksaan foto rontgen ini, kelompok kami belum melakukannya pada pasien.

4. Kedudukan Prosesus Alveolaris Kedudukan prosesus alveolaris rahang atas dan bawah dilihat dalam jurusan sagital dan transversal (Haryanto, A.G., dkk. 1991.). Dalam jurusan sagital adalah apabila sudut antara garis inter alveolaris dengan bidang horizontal:
-

800 900 : hubungan normal Kurang dari 800 : hubungan Klas II Lebih dari 900 : hubungan Klas III

(Haryanto, A.G., dkk. 1991.). Dalam jurusan transversal; klasifikasinya sama seperti untuk jurusan sagital, tetapi pengukuran dilakukan pada region Molar dan rahang pasien berada dalam keadaan posisi istirahat (rest position). (Haryanto, A.G., dkk. 1991.). Bentuk Insisif Pertama RahangAtas Diperiksa bila masih ada gigi insisif pertama atas dan akan dilakukan pencabutan. Terdapat tiga bentuk, yaitu: a. Square b. Ovoid c. Tapering Bentuk Ridge Ridge merupakan puncak tulang alveolar. Terdapat empat bentuk ridge, yaitu: a. Square b. Ovoid c. Tapering d. Flat 3.2.3 DIAGNOSIS

Diagnosis kasus prosthodonsia antara lain : Edentulous ridge pada gigi: 15 11 kanan atas 26 28 kiri atas 47 46 kanan bawah dan 36 37 38 kiri bawah

Gangren radiks pada gigi: -

18 16 14 kanan atas 13 12kanan atas 21 24 25 27 kiri atas 45 44 kanan bawah dan 34 35 kiri bawah 17 kanan atas dan 48kanan bawah

Pulpitis Revessible

Pulpitis Ireversible : Gingivitis :

22 23 kiri atas 43 42 41 kanan bawah dan 31 32 33 kiri bawah 3.2.4 RESESI GINGIVA

Atrofi gingival akan menyebabkan pergeseran ke apical dari tepi gingival, menimbulkan resesi gingival dan terbukanya akar gigi. Resesi seringkali diikuti dengan kerusakan jaringan periodontal dan periodontitis kronis, namun resesi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit tersebut. Resesi gingival adalah satu perubahan jaringan yang biasanya disebabkan karena pemakaian dan umumnya terletak di antara gingival yang sehat dan patologik aktif. Seperti atrisi gigi, resesi gingival juga mencerminkan suatu perubahan dari anatomi normal, yang tidak selalu merupakan tanda dari penyakit (Manson & Eley. 1993). Ada beberapa factor yang berperan baik secara tunggal maupun dalam bentuk kombinasi pad resesi gingival. 1. Trauma fisik Baik gingival yang sehat maupun dinding gingival dari poket periodontal dapat teratrofi bila terkena stress dari friksi sikat gigi, khususnya bila digunakan teknik penyikatan horizontal yang merusak. Daerah gingival interdental yang terlindung mungkin saja tidak terjangkau peyikatan sehingga resesi terbatas hanya pada permukaan labial gigi yang juga mengalami abrasi. Gingival interdental mungkin juga terkena resesi akibat penggunaan alat-alat pembersih daerah interdental yang berlebihan; beberapa pasien seringkali menggunakan tusuk gigi atau floss dengan cara seperti mencungkil dan walaupun gingival dan tulang di bawahnya sangat resilien, jaringan ini tetap mengalami atrofi bila terkena perlakuan seperti ini (Manson & Eley. 1993). Kerusakan fiisk juga dapat timbul akibat dari berbagai prosedur perawatan gigi pemasangan matriks atau mahkota sementara yang ceroboh, kondensasi yang tidak terkontrol pada restorasi interproksimal atau srvikal, tekanan dari cengkram yang desainnya kurang baik atau dari geligi tiruan (gum stripping) atau akibat dari kebiasaan yang buruk seperti misalnya kebiasaan menekankan gusi dengan pensil (Manson & Eley. 1993). 2. Cacat alveolar Adanya cacat tepi alveolar misalnya dehiscence, berarti bahwa gingival di bagian atas tidak terdukung dan kurang dapat menahan iritasi. Tengkorak bangsa Eropa Utara umunya berbentuk dolikosefalik; yaitu kepala panjang, rahang sempit dan gigi berjejal-jejal dengan bidang alveolar yang tipis; cacat perkembangan seperti dehiscence dan fenestrasi umum dijumpai, khususnya pada permukaan labial kaninus, insisivus bawah dan molar pertama. Cacat pada bidang alveolar sering berhubungan dengan posisi gigi dan morfologi akar (Manson & Eley. 1993). 3. Posisi gigi Posisi gigi pada lengkung rahang menentukan ketebalan tulang di atas akar gigi. Gigi yang tergeser seringkali disertai dengan ketebalan tulang yang lebih besar, namun semua ini ada batasnya

dan bila gigi-gigi terletak pada misalnya posisi labial, tepi alveolar labial akan tergeser ke apical atau menjadi lebih tipis (dehiscence) (Manson & Eley. 1993). 4. Morfologi gigi Bila akar divergen, seperti misalnya pada gigi molar pertama atas atau bila akar sangat konveks seperti misalnya pada kaninus atas dan bawah, tulang di atasnya akan menjadi sangat tipis atau berkurang. Keadaan ini mungkin tidak termanifestasi pada keadaan sehat tetapi bila terjadi kerusakan jaringan, akar palatal yang divergen dari molar partama atas dapat menyebabkan timbulnya resesi gingival yang luas (Manson & Eley. 1993). 5. Perlekatan jaringan lunak Adanya frenulum atau perlekatan otot umumnya tidak berpengaruh pada gingival yang sehat, namun bila ada inflamasi dan poket, tegangan dari struktur anatomi ini akan menyebabkan gingival teretraksi dan teresesi. Keadaan ini sering terjadi bila daerah perlekatan gingival sempit atau tidak ada. Meskipun demikian, adanya frenulum belum berarti bahwa perlu dilakukan operasi; hanya bila struktur anatomi ini jelas menyebabkan patologi yang progresif maka perlu dilakukan modifikasi operasi (Manson & Eley. 1993). 6. Penyakit Gingivitis ulseratif akut dapat merusak jaringan gingival yang mungkin saja tidak terbnetuk kembali walaupun penyakit tersebut sudah dihilangkan (Manson & Eley. 1993). Bila jaringan yang rusak cukup luas, seringkali akan terjadi resesi. Selain itu, dinding gingival dari poket periodontal juga dapat bergeser ke apical bila penyakit makin berkembang atau bila inflamsi mereda, menyebabkan akar gigi terbuka (Manson & Eley. 1993). 3.2.6 PATOGENESIS RESESI GINGIVA Resesi gingiva juga bias disebabkan oleh bakteri rongga mulut. Bakteri biasanya melekat pada permukaan gigi dan sampai di dekat margin gingival. bakteri tersebut bias menginvasi ke daerah yang lebih dalam dengan mengeluarkan enzim yang disebut dengan enzim kolagenase. Enzim ini menyebabkan rusaknya matriks kolagen yang merupakan struktur penyusun gingival. Namun invasi bakteri ini bisa di tahan dengan CGF yang ada di gingival. Bila CGF tidak mampu menahan bakteri pathogen yang menginvasi tadi. Maka akan terjadi invasi yang lebih dalam dan menyebabkan resesi gingival yang lebih ke apical. 3.2.7 RENCANA PERAWATAN 1. Bidang Konservatif a. Pulpitis Reversibel Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung untuk perawatan pulpa Menghilangkan etiologinya yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium untuk merangsang pembentukan dentin reparative. b. Pulpitis Irreversibel

Pulpektomi adalah pembuangan pulpa vital di bagian mahkota gigi agar vitalitas pulpa

dibagian akar tetap terpelihara. c. Nekrosis Pulpa Endo Intrakanal 2. Bidang Periodontologi a. Gingivitis Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis dan kalkulus di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar. b. Periodontitis Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis dan kalkulus Kuretase dilakukan untuk membersihkan permukaan dalam dinding jaringan lunak poket di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar. yang tujuannya untuk mengembalikan perlekatannya. 3. Bedah Mulut a. Sisa Akar Ekstraksi (pencabutan gigi)

4. Prostodontik GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan)

BAB IV KESIMPULAN 1. DIAGNOSIS Diagnosis kasus prosthodonsia antara lain : Edentulous ridge pada gigi: 15 11 kanan atas 26 28 kiri atas 47 46 kanan bawah dan 36 37 38 kiri bawah

Gangren radiks pada gigi: 18 16 14 kanan atas

Pulpitis Revessible 13 12kanan atas 21 24 25 27 kiri atas 45 44 kanan bawah dan 34 35 kiri bawah 17 kanan atas dan 48kanan bawah 22 23 kiri atas 43 42 41 kanan bawah dan 31 2 33 kiri bawah 2. RENCANA PERAWATAN Bidang Konservatif d. Pulpitis Reversibel Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung untuk perawatan pulpa Menghilangkan etiologinya Pulpektomi adalah pembuangan pulpa vital di bagian mahkota gigi agar vitalitas pulpa yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium untuk merangsang pembentukan dentin reparative. e. Pulpitis Irreversibel dibagian akar tetap terpelihara. f. Nekrosis Pulpa Endo Intrakanal 5. Bidang Periodontologi c. Gingivitis Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis dan kalkulus di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar. d. Periodontitis Scalling dan root planning dilakukan untuk membersihakan sementum nekrosis dan kalkulus Kuretase dilakukan untuk membersihkan permukaan dalam dinding jaringan lunak poket di permukaan akar serta menghaluskan permukaan akar. yang tujuannya untuk mengembalikan perlekatannya. 6. Bedah Mulut b. Sisa Akar Ekstraksi (pencabutan gigi)

Pulpitis Ireversible : Gingivitis :

7. Prostodontik GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan)

You might also like