You are on page 1of 13

Vol. 14 No.

2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik dan Pengaruhnya terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan Ransum in vitro serta Pertumbuhan pada Domba Jantan Study of Organic-Mineral and Oil-Mineral Complex and Its Effects on In Vitro Fermentability and Digestibility, and Ram Daily Gain
U Hidayat Tanuwiria, D.C. Budinuryanto, S. Darodjah dan W.S Putranto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, 40600 email: htanuwiria@yahoo.com
Abstract Background: The lack of essential nutrient supply like amino acids, fatty acids, mineral and energy is one of reason that make ram production and reproduction are low. The energy requirement could be supply by addition of oil corn, ground nut-oil, or fish oil, while the crude fiber digestibility could be improved by calcium soap by vanished the negative effect of fatty acid into bacteria. Research was conducted to study the effect of organicmineral (Zn-organic or Cu-organic) and oil-mineral complex production (Ca-fatty acid, I-fatty acid) in the ration on in vitro fermentation and digestibility and ram daily gain. Methods: The experimental was arranged in two stages. The first, was suplemantation of Ca-oil,and conducted with Completely Randomized Design (CRD). Sixteen rams (19,5 1,9 kg) were randomized into 16 individual pens, treatment consist of four ration and each treatment was replicated four times. Second stage was the effect of supplement addition in ration. Result: The result indicated that kind of oil (groundnut oil, corn oil, and fish oil) in oil-mineral complex has non gignificant (P>0,05) on ration fermentation and digestibility, but whole oil tend to be lower than other treatment. Bioavailability of Zn in Zn-organic resulted by S cereviseae bioprocess was higher than by M sitophila bioprocess (3741 vs. 3726ppm) and solubility of Zn that resulted of S cereviseae bioprocess was lower than M sitophila (1,64 vs. 2,14%) The highest daily gain was reached at ration contained oil-mineral and proteinorganic complex treatment. Keywords: oil-mineral complex, mineral-organic, fermentability, digestibility, daily gain, ram Abstrak Latar Belakang: Rendahnya performa produksi dan reproduksi domba di antaranya disebabkan oleh ketidak cukupan pasokan nutrien esensial seperti asam amino, asam lemak, mineral dan energi. Kecukupan energi dan asam lemak esensial dapat dipenuhi oleh penambahan minyak seperti minyak jagung, minyak kacang tanah atau minyak ikan. Kecernaan serat dapat diperbaiki oleh sabun kalsium melalui aksi penghilangan efek negatif asam lemak terhadap bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pembuatan suplemen kompleks mineralminyak dan mineral-organik serta efek penggunaannya dalam ransum terhadap fermentabilitas dan kecernaan ransum in vitro serta pertumbuhan domba jantan lokal. Metode: Penelitian dilakuan dua tahap, tahap satu studi pembuatan suplemen (Ca-minyak, I-minyak, Zn-organik dan Cu-organik) dan pengujian fermentabilitas dan kecernaan in vitro dilakukan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) empat perlakuan dan lima ulangan. Percobaan tahap dua, pengujian suplemen dalam ransum dan efeknya terhadap pertumbuhan domba, dengan menggunakan RAL empat perlakuan dan empat ulangan. Hasil: penelitian menunjukkan bahwa jenis minyak (minyak kacang tanah, minyak jagung dan minyak ikan) pada pembuatan kompleks mineral minyak tidak mempengaruhi fermentabilitas dan kecernaan ransum, ada indikasi bahwa minyak utuh lebih rendah. Ketersediaan Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae lebih baik, hal ini didukung oleh.kadar Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae relatif lebih tinggi daripada hasil bioproses M sitophila (3741 vs 3726 ppm), sedangkan kelarutan dalam buffer lebih rendah (1,64 vs 2,14 persen). Pertumbuhan domba tertinggi dicapai pada domba yang diberi suplemen kompleks mineral-minyak dan protein-organik. Kata kunci : Kompleks mineral-minyak, mineral organik, fermentabilitas, kecernaan, pertumbuhan, dombayak, mineral organik, fermentabilitas, kecernaan, pertumbuhan, domba

167

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

168

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

PENDAHULUAN Rendahnya performa produksi dan reproduksi domba antaran lain disebabkan oleh ketidak cukupan pasokan nutrien esensial seperti asam amino, asam lemak, mineral dan energi. Kecukupan energi dan asam lemak esensial dapat dipenuhi oleh penambahan minyak seperti minyak jagung, minyak kacang tanah atau minyak ikan. Ketiga jenis minyak tersebut tinggi kandungan asam lemak tidak jenuhnya, akan tetapi riskan terjadi penjenuhan oleh proses hidrogenasi di dalam rumen. Kecukupan asam amino dan mineral esensial dapat dipenuhi oleh pakan berkualitas tinggi. Akan tetapi pemenuhan asam amino asal pakan selalu mengalami degradasi oleh mikroba rumen menjadi NH3 sehingga tujuan memasok asam amino untuk ternak menjadi tidak tercapai. Pada umumnya penambahan minyak ke dalam ransum memiliki beberapa manfaat, seperti meningkatkan energi ransum, meningkatkan efisiensi penggunaan energi melalui penghambatan metanogenesis, sebagai agent defaunasi, dan sumber asam lemak tak jenuh esensial seperti linoleat, linolenat dan arachidonat. Asam lemak tak jenuh esensial umumnya banyak terdapat dalam minyak nabati, seperti minyak jagung dan minyak hewani, seperti minyak ikan. Minyak jagung banyak mengandung asam lemak linoleat (C18:2n-6), sedangkan minyak ikan banyak mengandung asam lemak arachidonat (C20:4n6) dan asam lemak tak jenuh rantai panjang seperti asam eikosa pentanoat (C20:5n-3) dan asam docosa heksanoat (C22:6n-3). Berdasarkan hasil beberapa peneliti terdahulu, lemak dalam ransum dapat mempengaruhi fermentasi rumen. Lemak sebagai senyawa non polar, tidak mudah atau segera akan larut dalam medium cairan rumen, karena itu lemak cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba rumen, bentuk asosiasinya berupa penutupan permukaan secara fisik oleh lemak (Pantoja et al., 1994). Minyak atau lemak yang ditambahkan pada ransum dapat mengendalikan populasi protozoa rumen. Pada kondisi penyelimutan protozoa oleh lemak, protozoa tidak memiliki aktivitas lipolitik sebaik bakteri. Di samping itu,

protozoa banyak terlibat pada hidrolisis fosfolipid, akibatnya aktivitas metabolik protozoa menjadi terganggu dan banyak protozoa yang mati pada kondisi lemak tinggi di rumen (Taminga dan Doreau, 1991). Kecernaan serat dapat diperbaiki oleh sabun kalsium melalui aksi penghilangan efek negatif asam lemak terhadap bakteri. Aktivitas antibakteri dari asam lemak rantai panjang dapat berkurang oleh mineral alkali tertentu seperti kalsium. Garam dari campuran kalsium dengan asam lemak dikenal sebagai sabun kalsium, yaitu penggabungan asam lemak jenuh maupun tidak jenuh dengan ion kalsium (Fernandez, 1999). Pembentukan sabun kalsium dan asam lemak dapat memaksimumkan penggunaan ransum tinggi lemak oleh ruminansia (Jenkins dan Palmquist, 1984). Dinyatakan pula bahwa sabun kalsium mampu meniadakan efek asam lemak terhadap bakteri, sehingga kecernaan serat ransum meningkat. Teknik proteksi asam lemak lainnya adalah melalui penyisipan iodium (I) pada ikatan rangkap. Teknologi proteksi nutrien pakan adalah salah satu bentuk manipulasi pakan di rumen dalam rangka memaksimumkan suplai nutrien ke induk semang. Asam amino pakan dapat ditingkatkan ketersediaan hayatinya melalui reaksi khelasi dengan mineral seng (Zn) atau tembaga (Cu) membentuk mineral organik. Mineral Zn dan Cu memiliki ketersediaan hayati yang tinggi jika tersedia dalam bentuk organik. Ketersediaan hayati Zn dalam bentuk Zn-proteinat lebih tinggi daripada ZnSO4, atau ketersediaan hayati mineral dalam bentuk organik lebih tinggi daripada bentuk anorganik (Schell dan Kornegay, 1996). Demikian pula ketersediaan hayati Cu dalam bentuk Cu-proteinat lebih tinggi daripada CuSO4 bagi anak sapi. Anak sapi yang diberi Cu proteinat menyebabkan Cu dalam plasma dan hati lebih tinggi (Kincaid et al., 1986). Penelitian ini bertujuan mempelajari suplemen kompleks Ca-minyak, I-minyak, Znorganik dan Cu-organik ke dalam ransum. Znorganik dan Cu-organik dibuat melalui proses fermentasi dengan melibatkan aktivitas Saccharomeces cereviseae dan jamur oncom

168

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

(Monilia sitophila). Ragi atau jamur tersebut memiliki beberapa enzim, termasuk proteolitik dan amilolitik. Kedua enzim tersebut dimanfaatkan untuk menghidrolisis protein dan karbohidrat substrat menjadi protein dan karbohidrat sederhana. Melalui reaksi hipotesis maka mineral Zn dan Cu yang ditambahkan dalam substrat akan ikut termetabolisasi, atau berikatan dengan gugus karboksil protein atau poliskarida sederhana hasil hidrolisis enzim ragi atau jamur. Produk yang dihasilkan berupa ikatan kompleks mineral-protein yang sulit dirombak oleh mikroba rumen, sehingga menjadi penyedia protein atau mineral di bagian pasca rumen. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan melalui dua tahap percobaan. Percobaan pertama pemantapan teknik pembuatan kompleks mineral-minyak, antara kalsium (Ca) atau iodium (I) dengan minyak jagung, minyak kacang tanah atau minyak ikan lemuru. Pemantapan teknik pembuatan mineral organik berupa Zn-organik dan Cu-organik melalui aktivitas ragi S sereviceae dan jamur oncom (M sitophila). Tahap kedua menguji suplemen (Ca-minyak, Iminyak, Zn-organik dan Cu-organik) terbaik melalui uji in vivo terhadap domba. Kompleks Ca-Minyak dan I-minyak a. Prinsip pembuatan kompleks Ca-minyak adalah minyak dihidrolisis oleh basa menjadi gliserol dan garam asam lemak (gugus COOH asam lemak diikat oleh kation basa). Pada kondisi tersebut asam lemak tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen Prosedur Pembuatan Kompleks Ca-Minyak Minyak sebanyak 200 g dan 500 ml larutan KOH 7,6 % dimasukan ke dalam erlenmeyer kapasitas 1 liter, direfluks sampai homogen yang ditandai dengan tidak adanya minyak yang terlihat dipermukaan. CaCl2 sebanyak 38 g dimasukan ke dalam minyak hasil proses sebelumnya dan diaduk sampai terbentuk endapan (kompleks Ca-minyak). Endapan dan cairan di atasnya (alkohol) dipisahkan dengan cara didestilasi. Kompleks Ca-minyak dikeluarkan dan dicampur dengan onggok kering

dengan perbandingan 1 : 1. Hasil campuran tersebut dikeringkan dan siap untuk digunakan. b. Prinsip Pembuatan kompleks I-minyak seperti pada penentuan bilangan Iodium, yaitu mineral I disisipkan ke ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak jagung, minyak kacang tanah dan minyak ikan lemuru. Pengujian Suplemen Kompleks Ca-minyak dan I-minyak dalam Ransum Masing-masing percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan adalah sebagai berikut : Percobaan 1a: R1 = Ransum lengkap + 5% Minyak Jagung R2 = Ransum lengkap + 5,95% Kompleks CaMinyak Jagung R3 = Ransum lengkap + 5,95% Kompleks CaMinyak Kacang Tanah R4 = Ransum lengkap + 5,95% Kompleks CaMinyak Ikan Percobaan 1b R1 = Ransum lengkap + 5% Minyak Kacang Tanah R2 = Ransum lengkap + 5% Kompleks IMinyak Jagung R3 = Ransum lengkap + 5% Kompleks IMinyak Kacang Tanah R4 = Ransum lengkap + 5% Kompleks IMinyak Ikan Parameter yang diamati : 1. Fermentabilitas suplemen diukur produksi NH3 dan VFA total 2. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (Tilley dan Terry, 1977) Data dianalisis dengan Sidik Ragam dan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1981) Kompleks Zn-organik dan Cu-organik. Prinsip pembuatan Zn-organik dan Cuorganik adalah terinkorporasinya Zn atau Cu ke dalam protein jamur oncom (M sitophila) atau S cereviseae. Substrat dasar untuk pertumbuhan M sitophila dan S cereviseae berupa campuran onggok dan bulu ayam hidrolisis pada rasio 19:1 (Tanuwiria, 2004). Substrat dicampur dengan larutan (NH4NO3 0,5%, KCl 0,05%, MgSO4.7H2O 0,05%, FeSO4.7H2O 0,001%,

169

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

CuSO4.5H2O 0,0001% dalam 1000 ml) dan larutan ZnCl2 0,1M serta CuCl2 0,1M. Substrat disterilisasi dalam autoklav pada suhu 121oC, 15 psi selama 15 menit. Diinokulasi pada suhu 39oC oleh inokulum M sitophila atau S cereviseae dengan dosis 2 % atau 2 g dalam 100 g substrat. Diinkubasi selama empat hari pada suhu kamar. Produk yang diperoleh dikeringkan pada oven 60oC dan digiling. Pengujian Suplemen Zn-organik dan Cuorganik Kompleks Zn-organik dan Cu-organik hasil bioproses M sitophila dan S cereviseae masing-masing diukur kadar Zn dan Cu nya serta diukur kelarutannya di dalam larutan saliva buatan (buffer) McDougall (campuran 58,80g NaHCO3, 48g Na2HPO4.7H2O, 3,42g KCl, 2,82g NaCl, 0,72g MgSO4.7H2O, 0,24g CaCl2 dalam 6 liter akuades). Masing-masing diulang sebanyak lima kali. Kadar Zn dan Cu diukur dengan AAS. Pengujian Kombinasi suplemen (Ca-PUFA, I-PUFA, Zn-organik, Cu-organik) dalam Ransum in vivo. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap empat perlakuan diulang empat kali. Perlakuan berupa ransum basal yang diberi kombinasi suplemen Ca-minyak, I-minyak, Zn-organik dan Cuorganik. Ransum perlakuan adalah sebagai berikut : R1 = Ransum basal + 5% M kacang Tanah R2 = Ransum basal + 5% Suplemen Ca-MKT + 5% Suplemen I-MKT R3 = Ransum basal + 3% Suplemen (Znorganik + Cu-oganik) R4 = Ransum basal + 3% (Zn-organik + Cuorganik) + 5% Ca-MKT + 5% I-MKT Ransum perlakuan tersebut dicobakan kepada 16 ekor domba lokal jantan berbobot

badan 19,5 1,9 kg. Parameter yang diamati adalah pertambahan bobot badan harian Data dianalisis dengan Sidik Ragam dan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1981) Ransum basal berupa ransum lengkap yang tersusun atas pucuk tebu, onggok, dedak padi, ampas kecap, bungkil kelapa, limbah kacang, kulit biji coklat dan molases. Formulasi ransum basal disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutriennya disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Formulasi Ransum Basal No Pakan Komposisi 1 Pucuk Tebu 40,00 2 Onggok 15,16 3 Dedak Padi 9,26 4 Ampas Kecap 9,68 5 Bungkil Kopra 18,94 6 Limbah 4,20 Kacang 7 Kulit Coklat 2,10 8 Molases 0,66 Jumlah 100,00 Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Basal (%) No Zat Makanan Persen 1 Air 7,10 2 Abu 5,99 3 Protein Kasar 10,14 4 Lemak Kasar 9,73 5 Serat Kasar 22,24 6 BeTN 51,90 7 TDN* 71,29
Keterangan : Hasil Analisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Unpad, 2006

HASIL DAN PEMBAHASAN Fermentabilitas (produksi NH3 dan VFA total) dan kecernaan ransum yang disuplementasi berbagai jenis kompleks Caminyak disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Fermentabilitas dan Kecernaan Ransum yang Disuplementasi Kompleks Ca-Minyak

170

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

Ransum Perlakuan R+ m jagung R + Ca-m R + Ca-m k R + Ca-m ikan jagung tanah NH3 (mM.g.BK-1) 2,7a 2,4a 2,2a 3,3a VFA total (mM.g BK-1) 115a 121a 119a 128a KcBK (%) 49,3b 50,8ab 51,8a 50,7ab KcBO (%) 47,4a 49,0a 50,1a 50,2a Keterangan : Huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis minyak pada pembuatan kompleks Ca-minyak tidak mempengaruhi fermentabilitas ransum. Secara umum protein ransum kurang fermentabel, tercermin dari produk NH3 pada setiap perlakuan kurang dari 3,57 mM atau kurang dari batas minimum kadar NH3 yang dibutuhkan mikroba rumen (Satter dan Slyter, 1974). Kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang sintesis protein mikroba adalah antara 4-12 mM (Sutardi, 1977). Produksi VFA dari setiap ransum perlakuan berada pada kisaran normal, sesuai dengan Sutardi (1979) bahwa kadar VFA yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 80 160 mM. Fermentabilitas, kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum perlakuan disajikan pada Grafik 1.

Grafik 1.

Fermentabilitas dan Kecernaan Ransum yang mengandung berbagai Kompleks Caminyak in vitro efektif sebagai pakan sumber energi bagi ruminansia. Menurut Jenkins dan Palmquist (1984), sabun dapat dengan mudah dicampur dengan beberapa jenis pakan, dan dalam penggunaannya tidak mengganggu sistem fermentasi rumen. Dinyatakan pula bahwa penggunaan sabun kalsium tidak mengganggu sistem fermentasi rumen. Meningkatnya kalsium dalam pakan berasam lemak tinggi dapat menurunkan pengaruh negatif pada pencernaan serat dan sabun kalsium sendiri tidak bersifat toksik terhadap bakteri rumen

Kecernaan bahan kering ransum yang disuplementasi minyak jagung utuh lebih rendah (P<0,05) daripada ransum yang disuplementasi kompleks Ca-minyak. Hal ini menunjukkan bahwa proses saponifikasi minyak oleh mineral kalsium berefek meningkatkan kecernaan bahan kering ransum. Sabun kalsium termasuk sabun yang tidak larut dalam air (Soedarmo et al., 1988). Sabun kalsium ini merupakan bentuk lemak terlindung dan merupakan sumber lemak yang

171

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

(Palmquist et al., 1986). Mekanisme proteksi dari produk sabun kalsium tidak berdasarkan pada titik cair asam lemak, tetapi berdasarkan pada tingkat keasaman atau pH. Sabun kalsium tetap utuh pada suasana keasaman netral, dan terpisah pada tingkat keasaman pH 3 (Fernandez, 1999). Bentuk proteksi asam lemak lainnya adalah dengan cara menyisipkan mineral Iodium ke dalam ikatan rangkap asam lemak. Efek penambahan kompleks I-minyak ke dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. menunjukkan bahwa suplemen tidak mempengaruhi jumlah protein ransum yang dapat didegradasi oleh mikroba rumen. Hal tersebut tercermin pada jumlah NH3 yang dilepas saat perombakan oleh mikroba rumen pada setiap perlakuan relatif sama. Produk VFA pada perlakuan R-minyak kacang tanah utuh lebih rendah (P<0,05) daripada perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses . Tabel 4. Fermentabilitas dan Kecernaan Ransum mengandung Kompleks I-minyak Ransum Perlakuan R+ M KT R + I-M J R + I-MKT R + I-MI NH3 (mM.g.BK-1) 2,48a 2,53a 2,28a 2,44a VFA total (mM.g BK-1) 109,1b 138,4ab 153,2a 151,4a KcBK (%) 47,6a 47,3a 46,6a 47,4a KcBO (%) 45,3a 44,9a 44,2a 45,9a Keterangan : Huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan berbeda tidak nyata (P<0,05) Tingginya kadar lemak ransum akan mempengaruhi metabolisme mikroba rumen dan sistem pencernaan pascarumen. Bakteri rumen memiliki kemampuan lipolisis kuat terhadap lemak ransum (Jenkins, 1993). Akan tetapi pertumbuhan bakteri rumen tertentu terutama selulolitik menurun oleh adanya lemak ransum. Penurunan semakin tajam sejalan dengan meningkatnya ketak-jenuhan asam lemak C18 dalam ransum, sedangkan spesies amilolitik kurang terpengaruh. Walaupun demikian penambahan lemak dalam ransum tidak merubah konsentrasi dan jumlah total bakteri di rumen (Doreau et al. 1997).

kompleksasi minyak oleh iodium mampu memperbaiki efek negatif dari minyak terhadap mikroba rumen. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Pantoja et al (1994), bahwa lemak sebagai senyawa non polar di dalam rumen cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba rumen, bentuk asosiasinya berupa penutupan permukaan secara fisik oleh lemak. Adanya penyelimutan partikel pakan oleh lemak menyebabkan akses mikroba terhadap partikel pakan tersebut menjadi terhambat dan pada akhirnya akan menurunkan metabolisme mikroba rumen. Kecernaan serat cenderung menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah lemak dalam ransum (Tanuwiria, 2004a). Kecernaan serat juga tergantung pada komposisi asam lemak yang terkandung dalam lemak. Kecernaan serat menurun lebih banyak jika yang ditambahkan adalah lemak yang kaya asam lemak tidak jenuh. Lemak yang diproteksi dapat menekan atau menurunkan efek negatif terhadap kecernaan serat.

Studi Pembuatan Zn-Proteinat dan CuProteinat Proses biofermentasi oleh S cereviseae dan M sitophila pada pembuatan mineralorganik menghasilkan produk yang relatif sama dilihat dari kandungan Zn dan Cu. Dilihat dari kemantapan dalam mengikat mineral, bioproses menggunakan yeast S cereviseae lebih kuat, hal ini tercermin dari kelarutan mineral dalam larutan McDougall (larutan penyangga menyerupai saliva ternak ruminansia). Kadar Zn dan kelarutan Zn dalam produk hasil bioproses S cereviseae dan M sitophila disajikan pada Tabel 5. Kadar Cu dan kelarutan Cu dalam produk hasil bioproses S cereviseae dan M sitophila disajikan pada Tabel 6. Fermentabilitas dan kecernaan produk mineral organik hasil bioproses disajikan pada Tabel 7.

172

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

Tabel. 5. Kadar Zn dan Kelarutan Zn dalam produk Zn-organik hasil bioproses S cereviseae dan M sitophila 1. Kadar Zn dan Kelarutan Produk Zn-Proteinat hasil bioproses S cereviseae Ulangan Zn dalam produk Zn terlarut Kelarutan ---------------------- ppm ----------------------------- % -------1 3790 68 1,8 2 3801 99 2,6 3 3832 31 0,8 4 3625 72 2,0 5 3656 35 1,0 Rataan 3741 93,5 1,64 0,74 2. Kadar Zn dan kelarutan Zn Produk Zn-organik hasil bioproses M sitophila Ulangan Zn dalam produk Zn terlarut Kelarutan (%) ------------------------- ppm ---------------------------- % --------1 3738 56 1,5 2 3759 120 3,2 3 3749 89 2,4 4 3697 70 1,9 5 3687 64 1,7 Rataan 3726 32,1 2,14 0,68

Tabel 5. menunjukkan bahwa kadar Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae relatif lebih tinggi (3741 vs 3726 ppm) daripada hasil bioproses M sitophila, sedangkan

kelarutan dalam buffer lebih rendah (1,64 vs 2,14 persen). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae lebih baik.

Tabel 6. Kadar Cu dan Kelarutan Cu dalam produk Cu-organik hasil bioproses S cereviseae dan M sitophila 1. Kadar Cu dan Kelarutan Produk Cu-organik hasil bioproses S cereviseae Ulangan Cu dalam produk Cu terlarut Kelarutan (%) ---------------------- ppm -------------------------------- % -------1 1030 23 2,3 2 1164 13 1,1 3 1181 14 1,2 4 1137 11 1,0 5 1120 11 1,0 Rataan 1126 58,8 1,32 0,55 2. Kadar Cu dan kelarutan Cu Produk Zn-organik hasil bioproses M sitophila Ulangan Cu dalam produk Cu terlarut Kelarutan ------------------------- ppm ----------------------------- % ---------1 1144 27 2,3 2 1117 17 1,5 3 1127 28 2,5 4 1120 29 2,6 5 1137 27 2,4 1129 11,38 2,26 0,44

173

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

Tabel 7. Fermentabilitas dan Kecernaan Kompleks Zn-organik dan Cu-organik in vitro Perlakuan Zn-org S c Zn-org.M s Cu-org. S c Cu-org. M s NH3 (mM.g.BK-1) 3,24a 2,94a 3,07a 3,52a VFA total (mM.g BK-1) 136a 120a 124a 122a KcBK (%) 68,1a 66,3ab 70,2a 62,6b KcBO (%) 68,6a 67,0ab 70,8a 63,1b Keterangan : Huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) Tabel 7 menunjukkan bahwa fermentabilitas Zn-organik dan Cu-organik relatif sama antara hasil bioproses S cereviseae dan M sitophila. Akan tetapi kecernaan Cuorganik hasil bioproses M sitophila lebih rendah (P<0,05) daripada produk lainnya. Pada percobaan ini terlihat bahwa nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada produk hasil bioproses S cereviseae relatif lebih tinggi daripada produk hasil bioproses M sitophila. Pengaruh Feed Suplemen terhadap Pertumbuhan Domba Rataan pertambahan domba yang diberi ransum perlakuan cenderung meningkat sejalan dengan lengkapnya suplemen yang diberikan. Pertambahan bobot badan harian domba yang diberi ransum mengandung minyak kacang tanah utuh (R1) adalah 52 g/hari, perlakuan R2 (ransum ditambah kompleks Ca-minyak dan Iminyak) adalah 72 g/hari, prlakuan R3 (ransum ditambah kompleks Zn-organik dan Cuorganik) adalah 86 g/hari dan perlakuan R4 (ransum ditambah kompleks Ca-minyak, Iminyak, Zorganik dan Cu-organik) adalah 87 g/hari. Perbedaan rataan pertambahan bobot badan harian domba dapat dilihat pada Grafik 2.

Rataan PBB harian (g/hr)

90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 R1 R2 R3 R4 Ransum Perlakuan

Grafik 2. Rataan Pertambahan Harian Domba (g/hari) Grafik 2 menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan harian domba yang diberi ransum mengandung minyak kacang tanah utuh (R1) adalah 52 g/hari, sedangkan jika minyak kacang tanah tersebut diproses menjadi kompleks Ca-minyak dan I-minyak (R2) pertumbuhan domba meningkat menjadi 72 g/hari. Adanya perbedaan respon pertumbuhan antara domba yang mendapat ransum R1 dengan domba yang mendapat ransum R2 diduga erat hubungannya dengan kecernaan nutrien ransum perlakuan. Tingginya kadar lemak utuh dalam ransum akan mempengaruhi metabolisme mikroba rumen dan sistem pencernaan pascarumen. Bakteri rumen memiliki kemampuan lipolisis kuat terhadap lemak ransum (Jenkins, 1993). Akan tetapi pertumbuhan bakteri rumen tertentu terutama selulolitik menurun oleh adanya lemak ransum seperti pada ransum R1. Penurunan semakin tajam sejalan dengan meningkatnya ketakjenuhan asam lemak C18 dalam ransum, sedangkan spesies amilolitik kurang terpengaruh. Walaupun demikian penambahan lemak dalam ransum tidak merubah konsentrasi

174

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

dan jumlah total bakteri di rumen (Doreau et al. 1997). Menurunnya kecernaan bahan kering dan bahan organik pada ransum yang ditambah minyak kacang tanah utuh (R1) mungkin berhubungan dengan teori penyelimutan protein pakan. Lemak merupakan senyawa non-polar sehingga sulit larut dalam sistem rumen dan cenderung berasosiasi dengan partikel pakan (Pantoja et al. 1994). Pada kondisi demikian akan menghalangi kontak langsung antara mikroba serta enzim-enzimnya dengan partikel pakan, sehingga kecernaan bahan kering dan bahan organik menurun. Pertambahan bobot badan harian domba yang diberi ransum mengandung suplemen Zn-organik dan Cu-organik (R3) adalah 86 g/hari dan R4 sekitar 87 g/hari. Tingginya pertambahan bobot badan pada perlakuan R3 dan R4 diduga karena tersedianya mineral Zn dan Cu asal Zn-organik dan Cuorganik. Tanuwiria (2004b) menyatakan bahwa tingginya kadar Zn dan Cu dalam ransum pada imbangan 4:1 meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum. Seng (Zn) merupakan kofaktor pada lebih dari 30 macam enzim. Enzim-enzim tersebut berperan pada proses metabolisme asam nukleat, sintesis protein, dan metabolisme karbohidrat (NRC, 2001). Seng sebagai komponen metaloenzim banyak terlibat dalam enzim polimerase DNA, peptidase karboksi A dan B dan fosfatase alkalis. Enzim-enzim tersebut berperan dalam proliferasi DNA, sintesis protein, proses pencernaan protein dan absorpsi asam amino, serta metabolisme energi (Larvor, 1983). Ternak ruminansia membutuhkan juga mineral tembaga (Cu) untuk sejumlah enzim yang terlibat dalam sejumlah fungsi (Underwood, 1977). Tembaga dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin yang normal. Peran biologis Cu diantaranya sebagai komponen dari seruloplasmin, superoksida dismutase (SOD), oksidase lisil dan oksidase sitokrom (NRC, 2001). Defisiensi Cu dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan pertumbuhan dan menurunnya ketahanan terhadap penyakit (Suttle dan Jones, 1986).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa jenis minyak pada pembuatan kompleks mineral minyak tidak mempengaruhi fermentabilitas dan kecernaan ransum, ada indikasi bahwa minyak utuh lebih rendah. Ketersediaan Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae lebih baik, hal ini didukung oleh.kadar Zn dalam Zn-organik hasil bioproses S cereviseae relatif lebih tinggi (3741 vs 3726 ppm) daripada hasil bioproses M sitophila, sedangkan kelarutan dalam buffer lebih rendah (1,64 vs 2,14 persen). Pertumbuhan domba yang diberi suplemen kompleks mineral-minyak dan protein-organik lebih tinggi. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini merupakan sebagian data dari penelitian HBXIV/1 tahun 2006 yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, DEPDIKNAS no. 013/SP3/PP/DP2M/II/2006, atas kepercayaan dan bantuan penulis haturkan terima kasih kepada Ditjen DIKTI. DAFTAR PUSTAKA Doreau, M., D.I. Demeyer and C.J. Van Nevel. 1997. Transformations and effects of unsaturated fatty acid in the rumen. Consequences on milk fat secretion. Di dalam : Welch, R.A.S., D.J.W Burns, S.R. Davis, A.I. Popay and C.G. Prosser, editor. Milk Composition, Production and Biotechnology. London : CAB International Wallingford Oxon UK. hlm 73-92. Fernandez, J. I. 1999. Rumen by pass fat for dairy diets: when to use which type. Feed International. August, P:18-21. Jenkins, T.C. and D.L. Palmquist. 1984. Effect of fatty acid s or calcium soaps on rumen and total nutrient digestibility of dairy rations. J. Dairy Sci. 67:978-986.

175

Tanuwiria,

Jurnal PROTEIN

Jenkins, T.C. 1993. Lipid metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 76:3851-3863. Kincaid, R.L., R.M. Blauwiekel, and J.D. Cronrath. 1986. Suplementation of copper sulfate or copper proteinate for growing calves fed forages containing molybdenum. J. Dairy. Sci. 69:160. Larvor, P. 1983. The Pools as Celluler Nutrients : Mineral. In : Dynamic Biochemistry of Animal Production. Ed. P.M. Riis, Elsevier, Amsterdam. Palmquist, D.L., Jenkins, T.C. and Joyner, A.E. 1986. Effect of dietatry fat and calcium source on insoluble soap formation in the rumen. J. Dairy Sci. 69:1020-1025. Pantoja, J., J.L. Firkins, M.L. Estridge and B.L. Hull. 1994. Effect of fat saturation and source of fiber an site of nutrient digestion and milk production by lactating dairy cows. J. dairy Sci. 77:2342-2356. Satter, L.D and L.L. Slyter. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial production in vitro. Brit. J. Nutr. 32:199-208. Soedarmo, D.M.,A.Girindra, A.Manaf, M.Wahab, F.Kustaman M.Bintang dan Sulistiani. 1988. Penuntun Praktikum Biokimia. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon. Lembang. Bogor : Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Di dalam : Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor : LPP IPB. Taminga, S and M. Doreau. 1991. Lipids and rumen digestion. In : J.P. Jouany,

editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminal Digestion. Paris : INRA Tanuwiria, U.H. 2004. Suplemen Seng dan Tembaga Organik serta Kompleks Kalsium Minyak Ikan dalam Ransum berbasis Limbah Industriagro untuk Pemacu Pertumbuhan dan Produksi Susu pada Sapi Perah. (Desertasi). Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Ternak. Tanuwiria, U.H. 2004a. Pengaruh Penambahan Kompleks MineralAsam Lemak terhadap Kecernaan Ransum dan Populasi Mikroba Rumen Domba Priangan Betina. J Ilmu Ternak 4(2) : 70-76 Tanuwiria, U.H. 2004b. Efek Suplementasi Zn-Cu-Proteinat dalam Ransum terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan in vitro. J. Ilmu Ternak 4(1) : 7-12 National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. Seventh revised Ed. National Academy Press, Washington D.C. Schell, T.C., and E.T. Kornegay. 1996. Zinc concentration in tissue and performance of weanling pigs fed pharmacological levels of zinc from ZnO, Zn-methionine, Zn-lysine, or ZnSO4. J. Anim. Sci. 74(7) : 15841593. Steel, R.G. and J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedure of Statistics. 2nd Ed McGraw-Hill International Book Co., Singapore Suttle, N.F., and D.G. Jones. 1986. Copper and disease resistance in sheep : A rare natural confirmation of interaction between a specific nutrient and infection. Proc. Nutr. Soc. 45:317. Tilley, J.M.A. and R.A. Terry. 1967. A two stage technique for in the in vitro digestion of forage crops. J. Grassland Soc. 18 : 104

176

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik

Underwood, E..J. 1977. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. 4th Ed.

New York : Academic Press.

177

You might also like