You are on page 1of 5

http://fadhila-justasmile.blogspot.com/2009/12/skripsiku-bab-i.

html


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah satu ibadah mahdhah yang juga sarat muatan sosial ekonomi. Penyerahan harta
dengan kadar tertentu kepada orang yang berhak menerimanya , merupakan ibadah yang wajib
dilakukan bagi muslim yang sudah memenuhi kriteria wajib zakat, atau sudah menyandang gelar
muzakki. Meskipun merupakan kewajiban individu, dalam syariat dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan
zakat itu sendiri terdapat kewenangan pihak lain untuk memungutnya, firman Allah surat At-Taubah
103:
u?\t.ek_N ?\:ooeo\N| =,otZ &B.uu;eeN| Be( {\] u#-!+ 3 ;N|
3o\ =,=vu4?o7 )e| ( |t=v.eN| u=,~c 5_kt- c_ |t=eO 0e

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Ayat tersebut memerintahkan untuk memungut zakat dari harta kekayaan orang mukmin untuk
membersihkan mereka dari sifat kikir dan menyucikan jiwa mereka. Berdasarkan ayat inilah Rasulullah
melakukan pemungutan zakat dari umat Islam yang telah terkena kewajiban zakat. Pemungutan zakat
oleh pemerintah terjadi untuk pertama kalinya pada tahun 9 Hijriyah. Pada waktu itu Rasulullah SAW
sebagai Kepala Negara mengirimkan sahabat beliau ke daerah tempat tinggal Tsalabah untuk
mengumpulkan zakat darinya dan kaumnya. Pun, dalam sejarah Khulafaurrasyidin yang pertama, Abu
Bakar As-Shiddiq bertindak tegas memberi hukuman terhadap yang enggan berzakat bahkan
memeranginya. Dan selanjutnya pengelolaan zakat dilakukan oleh pemerintah sampai pada masa
Khalifah Utsman bin Affan. Pengelola zakat ini dikenal dengan nama amil zakat.
Amil zakat adalah orang yang bertugas mengumpulkan dan mengelola zakat. Tujuan dari adanya amil
zakat adalah untuk lebih fokusnya perhatian terhadap pelaksanaan zakat. Sejarah membuktikan
keberadaan amil zakat dan ketaatan para muzakki menjadi salah satu penyumbang bagi kemandirian
material umat Islam.
Indonesia sebagai negara dengan komunitas muslim terbesar di dunia telah juga memperhatikan
persoalan pengelolaan zakat ini. Hal ini ditandai dengan lahirnya UU No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, yang di wujudkan dengan dibentuknya Badan Amil Zakat. Dalam pasal 8 undang-
undang ini dinyatakan bahwa Badan Amil Zakat bertugas untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Pelaksanaan terhadap undang-undang ini
selanjutnya di atur dalam keputusan menteri Agama Republik Indonesia No 373 tahun 2003 yang dalam
salah satu pasalnya, yaitu pasal 2 ayat 1 dinyatakan bahwa BAZ meliputi Badan Amil Zakat Nasional,
daerah Kabupaten /Kota sampai daerah Kecamatan. Hal ini merupakan usaha yang serius dari
pemerintah, dengan tujuan agar masyarakat dapat menunaikan zakat sesuai tuntunan agama,
meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dan akhirnya bermuara pada terwujudnya
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
Maka, sebagai perwujudan dari undang-undang tersebut, Bukittinggi yang merupakan daerah Kota,
telah terdapat Badan Amil Zakat berdasarkan penjabaran dari Kepmenag No 373 tahun 2003, yaitu
lahirnya Peraturan Daerah Kota Bukittinggi No 29 tahun 2004, tentang pengelolaan zakat. Badan Amil
Zakat menjalankan amanah undang-undang untuk menjadi lembaga pengelolaan zakat untuk wilayah
kota Bukittinggi, berdasarkan tujuan pembentukannya.
Namun jika kita lihat kondisi dilapangan, Badan Amil Zakat belum berperan secara optimal dalam
menampung zakat dari pada muzakki. Terbukti, menurut keterangan Prof. DR. H. A. Rahman Ritonga,
MA selaku ketua Badan Pelaksana Amil Zakat Kota Bukittinggi dalam sebuah wawancara, menyatakan
bahwa potensi zakat di Kota Bukittinggi berkisar Rp. 6 Milyar setiap tahun. Sementara, yang terdaftar
pada kas Badan Amil Zakat sendiri masih berkisar Rp. 200 juta.
Berdasarkan perbandingan yang sangat jauh tersebut, bisa disimpulkan bahwa Bukittinggi adalah Kota
yang mempunyai potensi zakat besar dan menjanjikan. Salah satunya potensi zakat profesi. Beragam
profesi yang terkena wajib zakat seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), dokter, advokat, kontraktor dan lain-
lain, adalah salah satu aset zakat terbesar terdapat di Kota ini. Namun, pemasukan zakat yang sudah
tersalur ke Badan Amil Zakat masih dari kalangan Pegawai Negeri Sipil, dan itupun belum maksimal.
Prof. Rahman selanjutnya mengatakan seandainya masing-masing PNS menzakatkan 1 persen saja dari
penghasilan tetap mereka berarti sudah terkumpul zakat Rp 90 juta tiap bulan . Zakat dari Pegawai
Negeri Sipil ini baru satu kelompok dari kalangan profesional yang wajib zakat di kota Bukittinggi, karena
seperti diuraikan tadi, profesi dokter, advokat dan kontraktor belum menyalurkan zakat ke Badan Amil
Zakat. Hal ini memunculkan dua kemungkinan, yaitu para muzakki tidak melaksanakan kewajiban
membayar zakat terhadap hasil yang diperoleh dari profesi mereka, atau zakat tersebut tidak disalurkan
melalui Badan Amil Zakat.
Kesadaran akan kewajiban berzakat melalui Badan Amil Zakat belum terwujud pada sebagian besar PNS
sehingga zakat profesi ini belum terkelola dengan baik, begitupun terhadap profesi lainnya. Bisa kita
bayangkan berapa dana yang akan diberdayakan secara efektif dan efisien oleh Badan Amil Zakat
sekiranya zakat profesi disalurkan ke Badan Amil Zakat, tentunya percepatan perbaikan perekonomian
umat, khususnya bagi para mustahiq zakat, bisa diwujudkan secara optimal. Hal ini mengingat masih
banyaknya mustahiq zakat di daerah kota Bukittinggi, sementara zakat yang ada belum memadai untuk
mensejahterakan para mustahiq.
Fenomena yang terjadi hari ini bukanlah kondisi akhir bagi masa depan zakat profesi, karena ada usaha-
usaha yang memungkinkan untuk dilakukan dari pemerintah, termasuk dari Badan Amil Zakat yang
memang terkonsentrasi untuk hal ini. Penjelasan pasal 8 UU No 38 tahun 1999, menyatakan agar tugas
pokok dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna, Badan Amil zakat perlu melakukan tugas lain, seperti
penyuluhan dan pemantauan. Maka, Badan Amil Zakat menjadi pihak yang memiliki posisi strategis
untuk terwujudnya pelaksanaan zakat secara maksimal. Jika tugas ini telah terlaksana dengan
semestinya tentunya akan berdampak bagi penyaluran zakat profesi, namun jika dilihat kenyataan
seperti yang disampaikan oleh Rahman diatas, agaknya masih belum terwujud. Berdasarkan uraian
diatas penulis tertarik untuk meneliti usaha Badan Amil Zakat dalam peningkatan pelaksanaan zakat
profesi, dalam sebuah karya tulis yang berjudul Fungsionalisasi Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bukittinggi
Dalam Membangun Kesadaran Wajib Zakat Profesi.

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, masalah pokok yang muncul dan yang akan
diselesaikan dalam penelitian ini adalah bagaimana Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi menjalankan
tugas dan fungsinya dalam membangun kesadaran wajib zakat profesi?
Untuk mengarahkan permasalahan, maka penulis membatasi masalah ini dengan :
1. Bagaimana Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi menjalankan tugasnya sebagai pemungut zakat profesi
dari para muzakki?
2. Bagaimana Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi menjalankan fungsi penyadaran terhadap muzakki akan
wajibnya zakat profesi?

C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui sejauh mana Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi menjalankan tugasnya sebagai pemungut
zakat profesi dari para muzakki.
2. Mengetahui apa saja usaha Badan amil Zakat Kota Bukittinggi dalam menjalankan fungsi penyadaran
terhadap muzakki akan wajibnya zakat profesi.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
a. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna mencapai gelar S.HI pada program Studi al-Ahwal
al Syakhshiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sjech. M. Djamil Djambek Bukittinggi.
b. Sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini secara khusus dan
untuk masyarakat muslim secara umum.


D. Penjelasan Judul
Untuk menghindari kesalahan pemahaman judul ini maka penulis akan menjelaskan:
Fungsionalisasi : Berkata dasar fungsional yang berarti menurut fungsi atau kedudukan. Diberi akhiran -
isasi menjadi kata kerja yang kurang lebih berarti bagaimana sesuatu berfungsi atau berguna untuk
mencapai tujuan sesuai fungsinya.
Badan Amil zakat : Organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur-unsur
masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan
zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Zakat profesi : Zakat atas penghasilan sebagai imbalan dari pekerjaan atau jasa yang dilakukan seperti
seorang karyawan menerima gaji, upah dan lain-lain.
Jadi maksud dari judul penelitian ini adalah menjelaskan peran fungsi Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi
dalam membangun kesadaran muzakki zakat profesi untuk mengeluarkan zakat.



E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan atau
metode kualitatif. Dalam mengumpulkan dan menganalisa data ditentukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Sumber data
a. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bukittinggi. Dalam
penelitian kualitatif ini, sumber data di posisikan sebagai narasumber atau pemilik informasi karena itu
ia disebut informan dengan kata lain disebut subjek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai
narasumber, melainkan juga aktor pelaku yang ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian
berdasarkan informasi yang diberikan.
b. Dokumen atau arsip
Yaitu bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu. Dalam
penelitian ini penulis juga akan memperoleh data dari Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi, disamping
data-data dari sumber lain dimana penulis bisa mendapatkan informasi tentang kinerja Badan Amil
Zakat.
2. Teknik pengumpulan data
Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.
Dalam hal pengumpulan data mengenai fungsionalisasi Badan Amil Zakat ini penulis melakukan
observasi langsung terhadap kegiatan pengumpulan zakat dan usaha penyadaran terhadap para
muzakki yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi.
b. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk mendapatkan
informasi atau data yang diinginkan. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur
atau terpimpin. Penulis mewawancarai narasumber dengan menetapkan sendiri pertanyaan yang akan
diajukan.
Dalam menetukan nara sumber yang akan diwawancarai penulis menentukan satu orang key informant
(narasumber kunci) untuk diwawancarai selanjutnya key informant ini yang menentukan narasumber
lain yang tepat untuk diwawancarai dalam mendapatkan data yang akurat dan berimbang dalam
penelitian ini. Key informant dalam penelitian ini adalah ketua Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi.
3. Teknik analisa data
Setelah data dikumpulkan di lapangan secara lengkap kemudian data tersebut diolah dan dianalisa
dengan cara sebagai berikut:
1. Deduktif, yaitu menganalisa data berangkat dari pengetahuan umum dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang bersifat umum itu dinilai kejadian yang bersifat khusus.
2. Induktif, yaitu menganalisa data berangkat dari fakta-fakta yang sifatnya khusus kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat umum.
3. Komparatif, yaitu menganalisa suatu masalah melalui analisa terhadap faktor-faktor tertentu yang
berhubungan dengan fenomena yang diteliti dan membandingkan satu faktor dengan faktor yang lain.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diperlukan untuk lebih jelas dan memudahkan pemahaman para pembaca dan
agar lebih terarahnya penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi 4 bab, pada
tiap-tiap bab dapat dirinci ke dalam beberapa sub bab, yaitu:
Bab I, penulis mengemukakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
penjelasan judul, tujuan dan kegunaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Selanjutnya bab II, penulis menguraikan zakat profesi dan permasalahannya, yang membahas
pengertian zakat profesi, diskursus ulama seputar zakat profesi, syarat-syarat zakat profesi, macam-
macam hasil usaha profesi yang wajib dizakatkan, dan pengelolaan zakat.
Sedangkan bab III, merupakan hasil penelitian yang akan menjelaskan deskripsi singkat Kota Bukittinggi,
deskripsi Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi, fungsionalisasi Badan Amil Zakat Kota Bukittinggi dalam
membangun kesadaran wajib zakat profesi, dan analisa penulis.
Kemudian bab IV merupakan penutup, berisikan kesimpulan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan
dilengkapi dengan saran-saran.

You might also like