You are on page 1of 4

Arti Mahar dalam Perkawinan Islam

oleh Duladi Jumat 17 Juli 2009 pk 10.21 Oleh: Dulilah FFI QS 4:20 Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? Penjelasan dari Tafsir Ibn Kathir (Juz 4 hal. 262):

Perhatikan yg digaris-bawahi warna merah diatas. Ayat diatas turun ketika Ibnu 'Abbas bertanya kpd sang nabi ttg keinginannya mengambil perempuan lain dan berniat meminta maharnya yg dulu. Seandainya pihak laki2 yg benar dan perempuan istrinya di pihak yg minggat atau berkhianatpun, tidak mengurangi makna bahwa SUBYEKnya selalu laki2 dan OBYEKnya perempuan. Sang lelaki yg leluasa berkehendak mencari perempuan lain dan oyeknya adalah KEMALUAN perempuan dgn mengorbankan isterinya sendiri!

Apalagi kalau sang isteri tidak punya salah apapun (tidak mandul, tidak berkhianat, tidak minggat, belum mati, whatever), si suami tetap DIBENARKAN mengambil perempuan lain asal tidak menarik kembali maharnya. Ayat ini sangat jelas menegakkan Nafsu syahwat laki2 dan menafikkan ikatan perkawinan antar 1 laki2 dan 1 perempuan sebagaimana manusia dulu pertama diciptakan. Dan satu lagi, melalui ayat ini pula Ibn Kathir dgn lugas mendifinisikan bahwa MAHAR memang dibayar untuk sebuah harga kemaluan perempuan! Sang nabi sendiri bersabda demikian. Ayat ini lalu sangat berkaitan dgn ayat2 lanjutannya, yg berujung pada QS 4:24, dimana MAHAR dijadikan kwitansi pembayaran kemaluan perempuan dalam kawin Mu'tah dan tidak boleh diminta kembali. Meskipun terdapat hadith yg sudah melarang nikah Mut'ah , namun rekonstruksi ttg MAHAR melalui ayat2 diatas tidak dapat menyembunyikan maksud sebenarnya dari Sang Obyek, yakni KEMALUAN perempuan!

dalam alquran mahar itukan disebut Nihlah (pemberian/hadiah) tanda keseriusan pihak laki-laki kepada perempuan dalam kebiasaan bangsa arab,ada juga istilah mahar bagiy/bigoyyu diberikan pada pelacur atau tanpa hubungan pernikahan.
bagaimana dgn orang yng berpikiran bahwa mahar itu adalah bayaran sang lelaki utk wanita, dan di kiyaskan dgn orang yg menjual tubuhnya dengan membayar kpd seorang wanita...

kalo itu namanya mahar bigoyyu, beda dong klo mahar pernikahan bisa diberikan kembali kepada suami dgn syarat keridhoan istri makanya Rasulullah pernah mengatakan bahwa sepaling baik perempuan adalah yg mudah maharnya mahar pernikahan juga ada yg kontan,hutang atau bisa tanpa disebutkan jadi mahar gak mesti yg mahal yg penting bermanfaat kan ada sahabat yg menikah dgn mahar mengajarkan alqur'an ada tulisan mudah2an bisa menjadi jawaban Hikmah disyariatkannya mahar Penulis : DR. Yusuf Qardhawi 1. Menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang dicari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya. 2. Menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isterinya, karena mas kawin itu sifatnya pemberian, hadiah, atau hibah yang oleh Al-Quran diistilahkan dengan nihlah (pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar harga wanita. Allah SWT berfirman, Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. 4 : 4). 3. Menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa dipermainkan. 4. Menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya. Dan untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya. Allah berfirman, Laki-laki itu adalah pemimpin atas wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. 4 : 34). tambahan:pada masa lalu,laki-laki ketika menikahkan perempuan tanpa mahar,sehingga banyak perempuan yang dikawin cerai seenaknya,karna itu ada hukum mahar dan juga batasan cerai bagi suami istri hanya sampai 3 kali,yg demikian agar pihak laki2 tidak lagi mempermainkan perempuan seenaknya
Ketertindasan kaum perempuan dari dominasi laki laki sudah berlangsung sekian lama.Namun hadirnya islam yg di sebarkan Rasulullah saw,telah membuka yg maksimal bagi perempuan untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan kaum laki laki. Bahkan dalam pernikaghan persoalan mahar turut diatur sebagai wujud penghormatan islam terhadap posisi perempuan.

Mahligai rumah tangga membutuhkan kesepahaman antara mempelai,tidak hanya mengandalkan cinta semata.Tak salah kalau banyak orang tua yg khawatir terhadap anaknya yg terlalu membabi buta dalam bercinta. Persoalanya bukan karena cinta tak di butuhkan dalam perkawinan,tetapi ,masih diperlukan perangkat lain untuk meneguhi tali rumah tangga.Sebab fitrah cinta yg yg bersifat abstrak tidak selamanya bisa menjadi solusi dr persoalan yg dihadapi khususnya dalam materi. Dalam perkawinan istri mempunyai hak hak dr suaminya yg bersifat materil atau moril.Diantara hak hak materil adalah maskawin menurut bahasa berarti pengganti pembayaran dalam nikah yg dikendalikan oleh hakim atas kerelaan kedua belah pihak. tambahan: Islam mensyariatkan maskawin bagi suami kepada istri sebagai tanda kebaikan niat suci bagi hatinya,penghormatan bagi dirinya, pengganti aturan dari tradisi jahiliah,yg memandang rendah dan hina terhadap perempuan. Namun bukan berarti mahar menjadi sesuatu yg menyulitkan.sebab mahar bukanlah satu syarat dan rukun dalam akad perkawinan,melainkan hanya salah satu hukum dan akibat dr akad nikah.Penyebutan mahar dalam akad nikah bukan sesuatu yg wajib,bahkan suatu akad nikah dianggap sah. Namun keberadaan mahar jangan sampai membebankan pihak laki laki,sehingga ia tidak bisa melakukan perkawinan karena ketidak mampuannya membayar mahar yg terlalu mahal.

saya jadi ingat tausyahnya Ustad Syukur dr jakarta kira kira 3 bulan yg lalu ''Sebaik baiknya wanita adalah yg meminta maskawin yg paling ringan, dan sebaik baiknya laki laki memberikan maskawin yg paling baik.'' (yg ini dari blog bunda indah)

You might also like