You are on page 1of 4

Suku Nias

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tan Niha" (Tan = tanah).

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrak yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. dermawan laoli Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.

[sunting] Mitologi
Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.

[sunting] Penelitian Arkeologi


Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.

[sunting] Marga Nias

Suku Nias menerapkan sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari kampung-kampung pemukiman yang ada.

[sunting] Makanan Khas

Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk) Harinake (daging Babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)

Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)

Kf-kf(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)

Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)

Raki gae (pisang goreng)

Tamby (ketupat)

loma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)

gae ni bogo

Kazimone (terbuat dari sagu)

Minuman
Tuo Nifar (minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "tla nakhe") yang telah diolah dengan cara penyulingan)

Tuo mbanua (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa)

[sunting] Budaya Nias


Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam Yaahowu (dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia semoga diberkati). Dari arti Yaahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Yaahowu menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat Yaahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana adanya. Jadi makna yang terkandung dalam Yaahowu tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

JAKARTA, KOMPAS.com--Sebuah acara seni budaya digelar di desa adat Desa Bawmatuluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Para tetua adat dan tokoh masyarakat setempat bertekad untuk membuat hajatan ini berbeda ketimbang kegiatan serupa yang pernah diselenggarakan sebelumnya. Dalam kegiatan, yang akan diselenggarakan 13-15 Mei 2011, itu kemandirian dan kebersamaan merupakan unsur penting yang mereka junjung tinggi. Pesta seni ini direncanakan akan menjadi sebuah aktivitas teratur pada masa yang akan datang. Pola pengorganisasian dan penyelenggaraan amat berbeda dengan sebelumnya yang dipandang tak banyak membawa kemajuan. Dengan demikian, dibutuhkan cara lain yang akhirnya akan mengantar wilayah itu menjadi pusat wisata kawasan Sumatera Utara. Kami mencoba untuk mandiri lewat kegiatan ini, ujar Hikayat Mana, salah seorang tokoh adat setempat.

Selama tiga hari masyarakat akan dapat menyaksikan kekayaan seni budaya Nias Selatan yang sesungguhnya. Para pencetus acara itu berharap, pesta seni dan pameran budaya itu akan mengubah persepsi masyarakat terhadap budaya Nias.

Selama ini orang lebih mengenal Nias dengan budaya megalitikum atau lompat batu, padahal kami punya kekayaan seni budaya lebih dari itu, ujar Ariston Mana, Kepala Desa Bawmatuluo, juga sebagai penanggung jawab acara itu.

Identifikasi Nias dengan megalitikum menutup kenyataan bahwa budaya Nias tidak berhenti di era itu saja. Ada banyak karya seni budaya yang berkembang pada masa setelah megalitikum. Tari perang, maena kolosal, atau permainan ketangkasan Fafiri merupakan karya seni lain yang belum banyak dikenal masyarakat luas.

Panitia menyiapkan sebanyak 60 tenda untuk seluruh pihak di Nias yang ingin ikut serta. Mereka yang akan memamerkan karya ukir, alunan lagu-lagu, serta berbagai macam kuliner. Peserta yang akan menunjukkan karyanya adalah para pemuda, anak-anak, dan juga kaum perempuan. Tak hanya warga asli Nias yang tampil, warga keturuan Tionghoa juga mendapat undangan untuk ikut serta. Ha ini merupakan tanda adanya kemajemukan di wilayah itu.

Lokasi penyelenggaraan merupakan sebuah alun-alun atau ewali sebolo, seluas 900 x 35 meter. Tenda-tenda akan ditata sedemikian rupa agar para pengunjung berjalan mengitari lokasi secara merata, tak terpusat pada titik tengah lokasi yang biasanya menjadi tempat wisatawan menyaksikan atraksi lompat batu.

Adapun beberapa mata acara yang akan diselenggarakan pada Pagelaran Atraksi Budaya Bawmataluo 2011 adalah: 1. Wisata Malam di Desa Bawmataluo yang dimeriahkan oleh penampilan Putra-putri/artisartis daerah penyanyi lagulagu Nias Terpopuler serta pengenalan jenisjenis makanan khas Nias 2. Seremonial Kejayaan Kebangsawanan Kerajaan Laow di Masa Silam 3. Maluaya (Tari Perang ) 4. Mogaele (Tari dayang-dayang Putri) 5. Fahombo (Lompat batu) 6. Famadaya Harimao (Perarakan Simbol Kekuasan/Hukum Adat) 7. Hoho (Puitis Sastra Nias) 8. Tari Moyo (Tari Elang) 9. Foere (Hal-ihwal Tempo dulu) 10. Fablsi (Senandung) 11. Pameran Promosi Hasil Kerajinan 12. Feta Batu (Musik Tradisional) 13. Fafiri ala Nias (Lomba Ketangkasan) 14. Pameran/promosi hasil kerajinan, ukiran , pahat, anyam, samai kulit 15. Maena (Tarian Massal)

You might also like