You are on page 1of 7

Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati (sumber: foto-foto.com) Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia danBelanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.

Latar Belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Misi pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin olehWim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Hasil perundingan
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi: 1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS. 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia


Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946,

dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusatagar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
(juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Kesepakatan Hasil pertemuan ini adalah: Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan: Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948 Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia Pasca perjanjian Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949. Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda. Delegasi Indonesia pada perjanjian Renville, tampak di antaranya Agus Salim dan Achmad Soebardjo Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham. USS Renville

Gencatan senjata Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi. Isi perjanjian 1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia 2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda 3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta Pasca perjanjian Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Meja Bundar Suasana sidang Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 [1] November 1949. Latar belakang Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar. Hasil konferensi Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah: Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.[2][3][4][5]

Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat 1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. 2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland. 3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949 [6] Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan. Pembentukan RIS Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan NKRI Timeline Text view Event Date: Event Title: Event Description: Presiden Soekarno (didampingi Bung Hatta) memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal tersebut di DKI Jakarta. Hal ini dilakukan karena sedang tak ada orang yang memegang kekuasaan Indonesia pada saat itu. Hal ini pun dilakukan tanpa sepengetahuan Jepang dahulu. Pada tanggal ini, perundingan pertama Indonesia dengan Belanda pertama setelah penjajahan Jepang dilakukan. Perundingan ini diadakan oleh pihak Sekutu (Inggris). Perundingan ini bertujuan untuk menghindari konflik antara Indonesia dan Belanda. Gagasan inipun diberikan oleh Panglima Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), yaitu Letnan Jenderan Christison. AFNEI adalah sebuah pasukan dibawah komando South East Asia Command (SEAC), yang dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mountbatten. Pada perundingan ini, beberapa orang yang terlibat termasuk penengah dari Inggris, Sir Archibald Clark Kerr dan Lord Killearn, Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dr. H. J Van Mook, dan beberapa orang dari pihak Indonesia. Van Mook, di perundingan ini, menyampaikan pernyataan pemerintah Belanda yang berkata bahwa Indonesia akan dijadikan negara commonwealth, beserta masalah dalam negeri akan diurus pihak Indonesia, tetapi masalah luar negeri akan diurus oleh pemerintahan Belanda. Pemerintah RI, setelah mendengarkan pernyataan Belanda dalam perundingan awal Indonesia-Belanda, membalas pernyataan Belanda, dan balasan itu berisi sebagai berikut: 1. RI harus diakui sebagai negara berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda. 2. Federasi Indonesia Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu. 3. Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia. 4. Saat perundingan belangsung, semua aksi militer harus dihentikan. Negara Sumatera Timur dibentuk agar BFO menambah wilayahnya. Negara ini berpresiden Dr.Tengku Mansyur.

Presiden Soekarno 08/17/1945 memproklamasikan Indonesia

02/10/1946

Perundingan Awal Indonesia-Belanda

Perundingan Awal 02/10/1946 Indonesia-Belanda (continue)

Pemerintah RI 03/12/1946 menyampaikan Usul Balasan kepada Belanda

03/24/1946

Negara Sumatera Timur dibentuk untuk BFO

03/30/1946

04/14/1946

04/25/1946

11/10/1946

11/10/1946

12/24/1946

07/20/1947

07/21/1947

07/31/1947

08/01/1947

08/04/1947 12/08/1947

Negara Sumatera Selatan Negara Sumatera Selatan dibentuk agar menambah kekuasaan wilayah BFO. negara ini berpresiden Abdul Malik dibentuk untuk BFO Pada tanggal ini, Sir Achibald Clark Kerr mengundang pihak Indonesia berunding di Hooge Veluwe. Pada perundingan ini, delegasi Indonesia terdiri dari Mr. Soewandi, Mr. Abdoel Karim Pringgodigdo, dan dr. Perundingan Hooge Soedarsono. Sedangkan delegasi Belanda terdiri dari Dr. Van Royen, Veluwe Prof. Logemann, Sultan Hamiday, Soejo Santoso, Dr. Van Mook, dan Prof. Van Arbeck. Perundingan ini bertujuan untuk menentukan daerah kekuasaan RI dan Belanda di Indonesia. Tetapi perundingan ini gagal karena kedua pihak mempertahankan Perundingan Hooge prinsip. Perundingan ini pun diakhiri pada tanggal 25 April 1946 Veluwe (continue) Setelah perundingan sebelumnya gagal, Perundingan Linggadjati, yang diselenggarakan di daerah di sebelah selatan Cirebon bernama Linggadjati Perundingan Linggadjati atau Linggardjati, dijalankan. Perundingan ini diawali oleh Lord Killearn, yang setelah perundingan sebelumnya mempertemukan pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Ada tiga pihak yang bersangkutan di perundingan ini; delegasi Indonesia yang diketuai Sutan Syahrir; delegasi Belanda yang diketuai Schermerhorn; dan delegasi Inggris sebagai penengah yang diketuai oleh Perundingan Linggadjati Lord Killearn. Perundingan ini bertujuan untuk menentukan wilayahwilayah yang akan menjadi kekuasaan Belanda dan RI lagi. Selain itu, di (continue) intisari perundingan ini ada bagian yang mengatakan dahwa Indonesia dan Belanda akan membentuk negara serikat (RIS). Tetapi perundingan ini tak sesuai harapan. Negara Indonesia Timur Negara Indonesia Timur (NIT) dibentuk oleh BFO untuk penambahan kekuasaan. Presiden negara ini adalah Cokorde Gde Raka Sukawati. dibentuk untuk BFO Setelah kegagalannya Perundingan Linggadjati, Pihak Belanda melakukan agresi militernya yang pertama. Hal ini diawali oleh pernyataan Van Mook pada tanggal ini yang mengatakan bahwa Belanda Agresi Militer Belanda I tak mau melakukan perundingan dengan Indonesia lagi. Agresi ini dilakukan karena ada penafsiran keputusan hasil perundingan sebelumnya dari pihak Indonesia dan Belanda. Malam hari pada tanggal itu, pasukan Belanda menyerbu berbagai gedung yang dimiliki Republik. Pada hari kedua Agresi Militer Belanda I Belanda menyerang berbagai wilayah yang saat itu dikuasai RI. Hal ini tentunya memberikan kerugian fatal untuk RI pada saat itu. Karena ini, Pasukan RI berpindah ke daerah pedesaan, jauh dari kota. Walaupun banyak kerugian yang pihak Agresi Militer Belanda I Indonesia dapat, ada juga kelebihannya, yaitu perhatian dunia internasional (negara-negara lain, seperti India dan Australia) yang memberikan simpati kepada RI dan membuat pihak belanda terdesak statusnya. Mengetahui keadaan Indonesia pada saat itu yang sedang mendesak, India Aksi India dan Australia dan Australia meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengdakan sidang. terhadap Aksi Agresi Hasilnya, PBB meminta Indonesia dan Belanda menghentikan aksi agresi Indonesia-Belanda terhadap sesama. Aksi Dewan Keamanan Karena aksi-aksi Belanda yang keras, PBB memerintahkan kedua pihak PBB pada konflik untuk menghentikan aksi fisik mereka. Indonesia-Belanda Karena PBB, kedua pihak diresmikan telah berhenti aksi tembakAksi Fisik Indonesiamenembak. Tetapi Belanda masih mencoba memeperluaskan area Belanda diresmikan kekuasaannya. Batas akhir perluasan wilayah Belanda itulah yang dituntut sudah terhenti sebagai garis demarkasi, yang lalu dinamakan Garis Van Mook. Setelah aksi agresi kedua pihak (Indonesia dan Belanda) dihentikan oleh Perundingan Renville

PBB, mereka kembali ke cara perundingan. PBB pun berseru kepada kedu pihak untuk memilih Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menjadi penengah di perundingan ini. RI memilih Australia, sementata Belanda memilih Belgia. Kedua negara yangtelah dipilih memilih AS untuk anggota KTN ketiga. Perundingan selanjutnya diadakan di sebuah kapal perang AS bernama USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi pihak Indonesia dan Belanda yang datang pada Perundingan tersebut adalah Amir Syarifuddin untuk ketua delegasi Indonesia, dan R. Abdulkadir Wijoatmojo. untuk perwakilan negara lain, ada Richard Kirby Perundingan Renville 12/08/1947 untuk Australia, Paul van Zeeland untuk Belgia, dan Frank Graham untuk (continue) AS. Sebenarnya, hasi perundingan ini sangat merugikan Indonesia. Karena ini, Amir Syarifuddin diturunkan jabatannya. Negara Madura diresmikan mejadi negara oleh BFO. Negara ini Negara Madura 02/20/1948 berpresiden R.A.A. Tjakraningrat. diresmikan untuk BFO Negara Pasundan dibentuk oleh BFO. Negara ini berpresiden R.A.A. Negara Pasundan 03/05/1948 Wiranatakoesoemah dibentuk untuk BFO Negara Jawa Timur dibentuk agar wilayah kekuasaan BFO menambah. Negara Jawa Timur 11/26/1948 Negara ini berpresiden R.T.P. Achmad Kusumonegoro. dibentuk untuk BFO Sebelum tanggal ini, Belanda, yang sudah merugikan banyak untuk Indonesia, ingin lebih banyak untuk dikuasai karena ketidakpuasannya. Belanda malah mengingkari perjanjian perundingan sebelumnya. Belanda Pidato Beel dan Agresi 12/18/1948 melepas ikatannya dengan hasil Perundingan Renville dengan Militer Belanda II menyatakan Pidato Beel, yang dinyatakan pada tanggal ini. Dari pidato tersebut, Belanda melakukan Agresi Militer II. Agresi tersebut bertujuan untuk menguasai Yogyakarta agresi ini pun berefek kepada pihak RI. Tetapi, sebelum Presiden Soekarno, Wapres Hatta dan pimpinan nasional lainnya ditangkap oleh pasukan Belanda, mereka mengadakan sidang kabinet. Hasil sidang tersebut adalah memberi mandat kepada Menteri Pidato Beel dan Agresi Kemakmuran, Mr. Syarifuddin Prawiranegara (sedang berada di 12/18/1948 Militer Belanda II Sumatera) agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (continue) (PDRI). Jika ia tak berhasil dalam melakukan hal tersebut, kuasa membuat PDRI diberikan kepada Mr. A.A. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India. Dunia internasional yang mendesak PBB untuk mengeluarkan resolusi untuk menghentikan tindakan Belanda kepada Indonesia. Sebuah sidang pun diadakan oleh PBB. Sidang itu pun memberikan resolusi pada konflik Sidang Dewan Keamanan 01/24/1949 ini, pembebasan presiden, wapres, dan pemimpin-pemimpin RI yang PBB ditawan oleh Belanda. Tak hanya itu; PBB juga memberikan perintah pada KTN untuk memberi laporan lengkap kepada Dewan Keamanan PBB tentang situasi Indonesia sejak Agresi Militer Belanda II. Sidang Dewan Keamanan Serta, mereka juga mengganti KTN menjadi United Nations Comission 01/24/1949 for Indonesia (UNCI) yang dipimpin oleh Merle Cochran. PBB (continue) Pejuang Indonesia yang terus berjuang di wilayah Yogyakarta yang dikuasai Belanda melakukan sebuah serangan terhadap Belanda pada Maret 1949 untuk mengambil kembali Yogyakarta. Serangan ini dipimpin oleh Letkol Soeharto. Serangan tersebut pun terjadi karena adanya Serangan Umum Satu 03/01/1949 propaganda Belanda bahwa pasukan TNI sudah hancur. Keberhasilan Maret 1949 serangan itu ditentukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pagi harinya, serangan dilangsungkan bersama dengan rakyat Yogyakarta. Serangan itu pun berhasil. Untuk lanjutan resolusinya Dewan Keamanan PBB, pada tanggal ini 04/14/1949 Perundingan Roem-Royen diadakan Perundingan Roem-Royen. Hal ini diselenggarakan di Hotel Des Indes, DKI Jakarta. Pihak Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem,

05/07/1949

07/06/1949

07/19/1949 07/30/1949

08/23/1949

sementara pihak Belanda diwakili oleh Dr. Van Royen. Tak ada kata sepakat dari kedua pihak yang berbeda pendirian. Walau pada saat perundingan tersebut tak ada pihak yang sepakat, ada Pertujuan Roem-Royen pencapaian persetujuan yang dikenal sebagai Roem-Royen Statements. Pada tanggal ini, sebagai tindakan lanjut dari perundingan Roem-Royen, Presiden Soekarno adn Wapres Hatta beserta pimpinan lainnya kembali ke Yogya. Untuk mempersiapkan diri mereka untuk Konferensi Meja Lanjutan Perundingan Bundar (KMB), pihak RI melakukan Konferensi Inter-Indonesia (KII), Roem-Royen yang bertujuan untuk mempersiapkan hal-hal apa saja untuk dibicarakan pada KMB. KII dilakukan 2 kali. yang pertama dilakukan di Yogyakarta sampai 22 Konferensi InterJuli 1949 dan dipimpin oleh Moh. Hatta. Indonesia Pertama KII kedua diselenggarakan di Jakarta sampai 2 Agustus 1949 dan Konferensi Indonesia dipimpin oleh Sultan Hamid Kedua KMB merupakan puncak perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Delegasi pihakpihak yang hadir adalah Moh. Hatta untuk Indonesia, Sultan Hamid II untuk BFO, J.H. Van Maarseveen, dan Merle Cochran untuk UNCI. Konferensi Meja Bundar Setelah melewati perundingan yang sangat lama waktunya, pencapaian didapatkan pada tanggal 2 November 1949, yang membuat Indonesia puas akan upayanya dan membuat RIS pun menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.

You might also like