You are on page 1of 61

I.

DASAR TEORI

A. Protein dan Sumbernya Protein adalah makromolekul yang unik sekaligus memiliki struktur yang kompleks. Meskipun protein hanya tersusun atas asam amino yang ada 20 jenis saja, namun untuk dapat berfungsi, ia akan melipat-lipat dan membentuk suatu struktur tertentu yang sangat presisi sekaligus sulit diprediksi hingga saat ini. Karena strukturnya yang unik dan presisi itulah maka protein memiliki fungsi yang spesifik yang berbeda satu dengan lainnya. Struktur protein memiliki tingkatan, kita akan melihat bagaimana asam amino sebagai monomer penyusun protein tersusun sehingga membentuk struktur protein. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor.Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.Bentuk polimer dari protein mempunyai struktur yang kompleks. Struktur protein tersusun oleh gabungan asam amino pada gugus karbonil dan asam amino dengan ikatan peptida. Ikatan peptida ini yang menggabungkan monomer asam amino satu dengan yang lain dalam struktur protein.

Gambar 1. Struktur rantai pada protein (sumber Chemistry and Chemical Reactivity, Kotz an Purel 1978, CBS collage Publishing New York) Penggolongan protein dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, komposisi kimianya, dan fungsi biologisnya. Berdasarkan bentuknya protein terdiri dari protein serabut dan protein globular. Berdasarkan komposisi kimianya terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi. Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat dibedakan menjadi protein transpor, protein nutrien, protein kontraktil, protein struktur, protein pengatur, antibodi dan enzim. Protein globular yang bentuknya agak bulat karena rantai melipat bertumpukan. Protein globular larut dalam air dan melakukan berbagai fungsi dalam suatu organisme. Protein serabut atau fibrosa merupakan protein yang tidak larut dalam air. Termasuk dalam golongan ini adalah : a. Kolagen : terdapat dalam tulang, gigi dan kulit.

b. Keratin c. Miosin d. Elastin

: terdapat dalam rambut, kuku dan wool. : terdapat pada otot-otot yang berkontraksi : terdapat pada kulit

Protein berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, identifikasi protein perlu dilakukan terutama untuk menentukan ada tidaknya protein dalam sampel tertentu. Adapun cara identifikasi protein dapat dilakukan dengan uji Biuret, pengendapan dengan garam, uji koagulasi dan hidrolisis protein serta uji timbal asetat. Menurut sumbernya protein terbagi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. a. Sumber protein hewani. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. b. Sumber protein nabati. Sumber makanan seperti : kacang, kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta kacangkacangan lain.

B. Asam Amino Asam-asam amino yang terdapat dalam protein merupakan asam aminokarboksilat. Variasi dalam struktur monomer-monomer ini terjadi dalam rantai samping. Asam amino yang diperoleh dari hidrolisis protein ialah asam amino atau disebut juga asam -aminokarboksilat. Asam amino yang terjadi secara alami sebagai penyusun protein mempunyai gugus amino (NH2) dan gugus karboksilat (COOH) yang terikat pada atom yang sama yaitu pada atom karbon alfa.Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau gugus R nya. Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (COOH), satu gugus amino (NH2), satu atom hidrogen (H) dan satu gugus radikal (R) atau rantai cabang, -

Gambar 2. Struktur umum asam amino

Dari rumus umum tersebut dapat dilihat bahwa atom karbon ialah atom karbon asimetrik, kecuali bila R ialah atom H. Perbedaan antara asam amino yang satu dengan asam amino yang lain disebabkan oleh perbedaan gugus R yang disebut rantai samping. Ada 20 asam amino yang bertindak sebagai pembangun molekul protein, yaitu glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, serin, treonin, sistein, treonin, sistein, metionin, prolin, fenilalanin, tirosin, triptofan, asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin, lisin, arginin dan histidin. Asam amino paling sederhana adalah asam aminoasetat (H2NCH2COOH), yang disebut glisin, yang tidak memiliki rantai samping dan karena itu tidak mengandung satu karbon kiral. Semua asam amino lain memiliki rantai samping, dan karena itu karbon -nya bersifat kiral. Asam amino dari protein termasuk deret-L, artinya: gugus-gugus di sekeliling karbon mempunyai konfigurasi yang sama. C. Sifat-Sifat Protein Pada umumnya protein mempunyai sifat sebagai senyawa amorf, tidak berwarna, mempunyai titik leleh dan titik didih yang tidak tetap, tak larut dalam pelarut organik dan apabila dilarutkan dalam air membentuk suatu larutan koloid.Protein ini mudah rusak karena pengaruh panas, penambahan logam, dan pengaruh asam atau basa. Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan sekedar senyawa yang mempunyai gugus COOH dan gugus NH2. Hal ini tampak pula pada sifat asam amino sebagai elektrolit. .Karena protein tersusun oleh asam-asam amino, maka protein mempunyai sifat mirip dengan asam-asam amino.Protein merupakan suatu koloid elektrolit yang bersifat

amfoter.Dengan sifat ini protein dapat bersifat asam maupun basa.Sifat amfoter ini, tergantung jumlah gugus NH2 dari amina dan COOH dari asam.Dalam bentuk netral senyawa ini berbentuk dua kutub ion (zwizter ion).Pada keadaan dua kutub ion ini, disebut titik isoelektrik.

Gambar 3. Rumus ion dipolar asam amino Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, sebagaimana dituliskan di bawah ini : COOH NH2 + H+ COO + H+ NH3+

Adanya berbagai gugus fungsional (NH2, NH, OH, CO) dan bentuk ion ganda (switzer ion) yang terdapat dalam struktur protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi pengendapan protein. Gugus fungsional tersebut mampu mengikat molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen.Reaksi pengendapan dapat terjadi karena penambahan bahan-bahan kimia seperti garam-garam dan pelarut organik yang dapat merubah sifat kelarutan protein dalam air. Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan sekedar senyawa yang mempunyai gugus COOH dan gugus NH2. Hal ini tampak pula pada sifat asam amino sebagai elektrolit. Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam presentasi tinggi dalam larutan protein, maka kelarutan protein berkurang sehingga mengakibatkan pengendapan.Teori ini menyebutkan bahwa sifat itu terjadi karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi sehingga berkompetisi dengan molekul protein untuk mengikat air. Denaturasi suatu protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul itu. Akibat suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu.

Gambar 4. Perubahan struktur protein karena denaturasi Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam presentasi tinggi dalam larutan protein, maka kelarutan protein berkurang sehingga mengakibatkan pengendapan.Teori ini menyebutkan

bahwa sifat itu terjadi karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi sehingga berkompotesi dengan molekol protein untuk mengikat air.

D. Reaksi Uji Protein Reaksi uji asam amino sendiri terdiri dari 6 macam uji yaitu: uji millon, uji hopkins cole, uji belerang, uji ninhidrin, uji xantroproteat, dan uji biuret. Pada uji asam amino terdapat uji bersifat umum dan uji bersifat khusus berdasarkan jenis asam aminonya. Seperti halnya uji millon bersifat spesifik terhadap tirosin atau triptofan, uji Hopkins-Cole terhadap triptofan, uji belerang terhadap sistein, uji biuret bereaksi positif terhadap pembentukan senyawa kompleks Cu gugus CO dan NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Uji ninhidrin bersifat umum dimana bereaksi positif dengan menghasilkan warna violet dari semua asam amino dengan gugus amino primer. Serta uji xantroproteat bereaksi positif untuk asam amino yang mengandung inti benzena.

1. Uji Biuret Biuret dihasilkan dengan memanaskan urea kira-kira pada suhu 180 C dalam larutan basa, biuret memberikan warna violet dengan CuSO4.Reaksi ini disebut reaksi biuret, kemungkinan terbentuk komplek Cu2+ dengan gugus CO dan NH dari rantai peptida dalam basa. Dipeptida dan asam-asam amino (kecuali histidina, serina dan treonina) tidak memberikan uji ini Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida) tetapi tidak dapat menunjukkan asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi larutan NaOH, kemudian larutan tembaga(II) sulfat (CuSO4) yang encer. Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu mengandung protein.

Gambar 5. Uji biuret pada protein 2. Uji Millon Reagen yang digunakan adalah larutan merkuri dan ion merkuri dalam asam nitrat dan asam nitrit. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dan tirosin yang ternitrasi. Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam protein sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan endapan putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang mengandung tirosin atau triptofan penambahan pereaksi Millon memberikan warna merah. Namun pereaksi ini tidak spesifik karena juga memberikan tes positif warna merah dengan adanya senyawa fenol.

3. Uji Ninhidrin Apabila ninhidrin dipanaskan dengan asam amino, maka akan terbentuk kompleks warna. Untuk salah satu asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan jalan mengamati intensitas warna yang terbentuk yang sebanding dengan konsentrasi dari asam amino tersebut. Dalam hal ini NH3 dan CO2 dikeluarkan sehingga kemungkinan dapat diukur secara kuantitatif. Reaksi :

(warna ungu)

Seperti alanin, valin, leusin, isoleusin, fenilalanin dan metionin menghasilkan kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks warna yang terbentuk mengadung 2 molekul ninhidrin yang bereaksi dengan amoniak setelah asam amino dioksidasi. Senyawa ninhidrin merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam amino, menghasilkan zat warna ungu. Hanya atom nitrogen dari zat warna ungu yang berasal dari asam amino, asam amino selebihnya terkonversi menjadi aldehid dan karbon dioksida. Jadi, zat warna ungu yang sama dihasilkan dari semua asam amino dengan gugus amino primer dan intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi asam amino yang ada. Hanya prolina, yang mempunyai gugus amino sekunder, bereaksi berbeda dan menghasilan zat warna kuning, tetapi ini pun, dapat digunakan untuk analisis. II. ANALISIS DATA Pada percobaan ini dilakukan uji terhadap sampel untuk membuktikan adanya asam amino di dalam protein dan mengetahui sifat-sifat protein. Dalam percobaan ini digunakan 6 sampel yaitu telur ayam ras, telur ayam kampung, telur itik tambak, telur penyu, susu sapi dan susu kedelai. Untuk telur digunakan putih telurnya saja, sedangkan yang bagian kuningnya dibuang. Untuk susu sapi dan susu kedelai menggunakan susu sapi dan susu kedelai yang murni, yang belum ditambahkan zat tertentu seperti zat pengawet dan gula.

A. Reaksi Warna Protein 1. Uji Biuret Reaksi Biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (CONH) dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu atatu merah muda. Karena terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Biuret dihasilkan dengan memanaskan urea kira-kira pada suhu 1800 C dalam larutan basa. Reaksi protein dengan reagen biuret merupakan reaksi warna ungu untuk gugus peptida (CONH) dan protein. Banyaknya asam amino yang terdapat dalam protein mempengaruhi warna yang dihasilkan. Warna ungu menunjukkan tripeptida, warna biru menunjukkan dipeptida, dan merah menunjukkan tetrapeptida. Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel menunjukkan perubahan warna ketika ditambahkan CuSO4 dalam suasana basa yaitu dengan penambahan NaOH. Semua sampel

memperlihatkan warna ungu. Uji Biuret ini menghasilkan warna ungu karena dalam reaksi ini terbentuk komplek Cu2+ dengan gugus CO dan NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Perubahan warna larutan menjadi warna ungu ini menunjukkan bahwa semua sampel menunjukkan uji positif terhadap reaksi Biuret. Hal ini juga menunjukkan bahwa semua sampel yang digunakan dalam percobaan ini mengandung asam amino yang merupakan penyusun dalam larutan protein. Adapun reaksi yang terjadi adalah

Gambar 5. Reaksi uji biuret

2. Uji Millon Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel menunjukkan perubahan warna endapan dari putih menjadi merah bata kecuali telur ayam ras ketika dilakukan pemanasan setelah penambahan reagen Millon. Pada awal penambahan reagen Millon akan membuat sampel menghasilkan endapan berwarna putih, kemudian endapan akan berubah warna menjadi merah bata ketika dilakukan pemanasan. Melalui proses pemanasan ini akan menyebabkan albumin yang terkandung di dalam sampel larutan protein mengalami koagulasi, dan albumin yang terkoagulasi inilah yang akan memberikan endapan berwarna merah bata.Endapan warna merah bata ini merupakan garam merkuri dari tirosin yang ternitarsi. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung asam amino tirosin. Adapun reaksi yang terjadi adalah:

Tirosin

reagen millon

endapan merah bata

Gambar 6. Reaksi Uji Millon Diketahui bahwa telur ayam ras dan ayam kampung tidak menunjukkan uji positif pada percobaan ini yang berarti bahwa telur ayam ras tidak mengandung asam amino tirosin, dan ini berarti sampel tersebut tidak mengandung albumin. Menurut Rahayu (2003) putih telur mengandung albumin yang kandungannya cukup banyak, sehingga seharusnya telur ayam ras akan menunjukkan uji yang positif dengan berubahnya warna endapan putih menjadi merah bata ketika dilakukan pemanasan. Terjadinya penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh rusaknya struktur albumin dari telur ayam ras yang mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semua sampel mengandung asam amino tirosin yang juga berarti mengandung albumin dengan ditandainya perubahan warna endapan dari putih menjadi merah bata ketika dilakukan pemanasan setelah penambahan reagen Millon kecuali telur ayam ras dan ayam kampung. 3. Uji Ninhidrin Reagen ninhidrin merupakan reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila direaksikan dengan asam amino, menghasilkan zat warna ungu. Uji warna dengan ninhidrin dijalankan dengan memanaskan larutan ninhidrin dengan asam amino dan menghasilkan warna biru-violet. Ninhidrin dalam air berada dalam kesetimbangan sebagai berikut:

indona 1,2,3-trion

ninhidrin

Gambar 7. Kesetimbangan Ninhidrin dalam air

Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel menunjukkan uji yang positif dengan ditandainya perubahan warna menjadi ungu ataupun biru ketika dipanaskan setelah penambahan larutan ninhidrin. Adapun reaksi umum secara keseluruhannya, adalah sebagai berikut :

ninhidrin

anion ungu + RCHO + CO2 + 3H2O + H+ Uji Ninhidrin Gambar 8. Reaksi

Dan reaksi umum secara lebih terperinci adalah sebagai berikut :

Gambar 9. Reaksi Uji Ninhidrin secara terperinci

Dari persamaan reaksi di atas dapat dilihat bahwa hanya atom nitrogen dari zat warna ungu yang berasal dari asam amino, asam amino selebihnya terkonversi menjadi aldehida dan CO2. Tetapi zat warna ungu yang sama dihasilkan dari semua asam amino dengan gugus amino primer. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua sampel mengandung asam amino dengan gugus amino primer, adapun asam amino-asam amino dengan gugus amino primer tersebut adalah glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, serin, treonin, sistein, treonin, sistein, metionin, fenilalanin, tirosin, triptofan, asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin, lisin, arginin dan histidin. Berdasarkan percobaan, warna ungu yang dihasilkan setelah pemanasan berbeda-beda, dimana warna ungu yang paling tua sampai paling muda dihasilkan oleh sampel larutan protein

dari putih telur itik tambak, putih telur ayam kampung, putih telur ayam ras, susu sapi murni, putih telur penyu, dan susu kedelai murni. Dalam hal ini, intensitas warna yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi asam amino yang ada. Berdasarkan hasil pengujian protein pada praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel putih telur itik tambak memiliki konsentrasi asam amino paling tinggi diantara sampel larutan protein lainnya, hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan yang menunjukkan warna ungu yang paling tua dibandingkan warna ungu yang timbul pada sampel lainnya.

B. Sifat Protein 1. Sifat Amfoter Protein tersusun oleh asam-asam amino, maka protein mempunyai sifat mirip dengan asam-asam amino. Asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif (zwitter ion) atau ion amfoter.
H H3N
+

C R

COO

Gambar 10. Ion amfoter (zwitter ion) Adanya gugus NH2 dan COOH dalam asam amino, menyebabkan asam amino dapat bersifat basa seperti amina dan bersifat asam seperti alkanoat, sehingga asam amino bersifat amfoter. a. Suasana Asam Pada percobaan ini, sampel direaksikan dalam suasana asam yaitu dengan penambahan HCl 1 N. Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel yang digunakan menghasilkan larutan yang terkoagulasi yaitu pembentukan gumpalan atau partikel lebih besar ketika sampel ditambahkan dengan akuadest dan setetes HCl 1 N serta beberapa tetes indikator kongo. Terbentuknya gumpalan tersebut menunjukkan bahwa sampel dapat bereaksi dengan asam.

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel yang diujikan pada uji amfoter protein menunjukkan hasil yang positif hal ini menujukkan bahwa sampelsampel tersebut mempunyai sifat amfoter. Oleh karena protein bersifat amfoter, maka pada percobaan ini protein akan membentuk ion dipolar atau zwitter ion yang dapat bertindak sebagai asam ataupun basa. Dengan penambahan asam akan menurunkan pH menjadi di bawah titik isoelektrik dan membuat sifat protein bertindak sebagai basa. Pada pH di bawah titik isoelektrik ini akan menyebabkan protein berada dalam bentuk muatan positif dan mampu mengikat ion. Dalam percobaan ini protein bertindak sebagai basa Bronsted-Lowry yang menerima proton.
H H3N
+

H COO
-

C R

H3N

C R

COOH

Protein sebagai basa Bronsted-Lowry

Protein bermuatan positif

b. Suasana Basa Pada percobaan ini, sampel direaksikan dalam suasana basa yaitu dengan penambahan NaOH 0,1 M. Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel yang digunakan menghasilkan larutan yang berwarna bias ungu, terbentuk sedikit gumpalan ketika sampel ditambahkan dengan NaOH 0,1 M yang telah ditambahkan indikator PP. Hal ini menunjukkan bahwa ada terjadi koagulasi ataupun pengendapan pada reaksi ini. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel dalam percobaan ini dapat bereaksi dengan basa, larutan protein bersifat amfoter dan dapat bereaksi dengan basa sesuai dengan literatur. Sehingga dengan penambahan basa akan meningkatkan pH menjadi di atas titik isoelektrik dan membuat sifat protein bertindak sebagai asam. Pada pH di atas titik isoelektrik ini akan menyebabkan protein berada dalam bentuk muatan negatif dan mampu bereaksi dengan suatu kation. Dalam percobaan ini protein bertindak sebagai asam Bronsted-Lowry yang memberikan proton.

H H3N
+

H COOH H3N
+

C R

C R

COO

Protein sebagai asam Bronsted-Lowry

Protein bermuatan negatif

Pengendapan protein terjadi karena adanya berbagai gugus fungsional (NH2, NH, OH, CO) dan bentuk ion ganda (zwitter ion) yang terdapat dalam struktur protein. Gugus fungsional tersebut mampu mengikat molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa protein pada sampel uji mempunyai sifat amfoter dengan terbentuknya senyawa ion dipolar atau zwitter ion yang dapat bereaksi dengan asam ataupun basa.

2. Pengendapan dengan garam Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam presentasi tinggi dalam larutan protein, maka kelarutan protein akan berkurang sehingga mengakibatkan pengendapan. Teori menyebutkan bahwa sifat itu terjadi karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi sehingga berkompetisi dengan molekul protein untuk mengikat air. Pada data pengamatan terlihat bahwa semua sampel menghasilkan endapan berwarna putih ketika ditambahkan amonium sulfat 30 %. Hal ini menunjukkan bahwa sampel putih telur ayam kampung, putih telur ayam ras, putih telur itik tambak, dan susu sapi murni, putih telur penyu dan susu kedelai murni.. Terjadinya pengendapan tersebut dikarenakan penambahan amonium sulfat pekat menyebabkan terjadi dehidratasi protein (kehilangan air). Protein memiliki berbagai gugus fungsional seperti NH2, NH, OH-, CO dan bentuk ion ganda (zwitter ion) yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi pengendapan protein. Reaksi pengendapan ini dapat terjadi karena penambahan bahan kimia seperti garam dan pelarut organik yang dapat merubah sifat kelarutan protein dalam air. Akibat proses dehidratasi ini molekul protein yang mempunyai kelarutan paling kecil akan mudah mengendap.

Dari data pengamatan terlihat bahwa semua sampel (sampel yang menghasilkan endapan dari penambahan garam amonium sulfat 30 %) larut ketika diuji kelarutannya dengan menambahkan air. Hal ini dapat terjadi karena protein yang diendapkan dengan cara penambahan garam amonium sulfat tidak mengalami perubahan kimia hanya mengalami dehidratasi atau kehilangan air, jadi bila ditambahkan air lagi maka dapat dengan mudah melarut kembali. Pengendapan dengan cara ini bersifat reversibel. Kemudian semua sampel juga menghasilkan endapan yang berwarna putih, terkecuali ayam ras dan susu sapi murni. Hal ini menunjukkan bahwa endapan dari sampel putih telur ayam kampung, dan putih telur itik tambak tidak mengandung protein karena menunjukkan hasil yang negatif, dan berarti tidak mengandung asam amino tirosin triptopan yang memberikan warna merah bata. Sedangkan pada endapan sampel susu sapi murni berarti mengandung protein dengan asam amino tirosin atatu triptopan. Selanjutnya pada pengujian filtrat semua sampel (termasuk sampel yang tidak menghasilkan endapan dari penambahan garam amonium sulfat 30 %) terlihat bahwa sampel putih telur ayam kampung dan putih telur itik tambak menghasilkan larutan yang berwarna ungu, sedangkan filtrat dari sampel putih telur ayam ras dan susu sapi murni menghasilkan larutan berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa filtrat dari sampel putih telur ayam kampung dan putih telur itik tambak mengandung protein berupa tripeptida, sedangkan filtrat sampel putih telur ayam ras dan susu sapi murni mengandung protein berupa dipeptida. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengendapan protein dengan cara menambahkan garam amonium sulfat tidak merusak struktur dari protein, hanya mengendapkan saja melalui dehidratasi protein (kehilangan air) serta reaksi ini bersifat reversibel sebab endapan dapat melarut kembali ketika ditambahkan air lagi. Juga karena ketika diuji dengan reagen Millon terhadap endapan ataupun biuret terhadap filtratnya masih memberikan hasil yang positif. Yaitu menghasilkan warna merah bata ketika direaksikan dengan pereaksi Millon, dan ketika direaksikan dengan reagen biuret terhadap filtratnya menghasilkan warna ungu-biru.

3. Denaturasi Protein Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul protein.

Pada percobaan ini, semua sampel ditambahkan dengan asam asetat 1 M, lalu dipanaskan dalam penangas air. Pada data pengamatan terlihat bahwa ketika pemanasan sampel yang sebelumnya telah ditambahkan asam asetat 1 M, ternyata menghasilkan endapan yang berwarna putih. Terbentuknya endapan putih ini menunjukkan bahwa dengan proses pemanasan tersebut menyebabkan terjadinya koagulasi dan hal ini berarti semua sampel larutan protein tersebut mengalami denaturasi.. Setelah putih telur terkoagulasi oleh panas dengan cara ini, produk yang terjadi tidak akan melarut lagi dengan pendinginan dan tidak dapat membentuk larutan jernih seperti putih telur semula sebelum dipanaskan. Pemanasan albumin telur, telah mengubah sifatsifatnya secara tidak dapat balik. Pada percobaan ini, faktor yang menyebabkan terjadinya denaturasi adalah proses pemanasan dan penambahan bahan-bahan kimia yaitu asam asetat 1 M, karena dengan penambahan bahan-bahan kimia akan mengakibatkan terjadinya reaksi antara gugus-gugus yang ada dengan senyawa yang ditambahkan. Perubahan struktur yang diakibatkan proses denaturasi adalah perubahan konfigurasi protein dari bentuk -heliks menjadi memanjang. Hal ini disebabkan rusaknya ikatan hidrogen dan ikatan non polar yang terjadi pada struktur berlipat dari protein. Dapat diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 11. Perubahan struktur protein karena denaturasi Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh pH ekstrim, oleh beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton oleh zat terlarut tertentu seperti urea, oleh detergen, atau hanya dengan pengguncangan intensif larutan protein dan bersinggungan dengan udara sekaligus terbentuk busa. Jika protein mengalami denaturasi tidak ada ikatan kovalen pada kerangka rantai polipeptida yang rusak. Jadi, deret asam amino khas protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi, namun demikian aktivitas biologi hampir semua protein ini menjadi rusak. Endapan yang dihasilkan kemudiandiuji kelarutannya di dalam air. Pada data pengamtan terlihat bahwa endapan dari semua sampel tidak melarut. Hal ini terjadi karena pada umumnya

sifat denaturasi protein bersifat irreversibel sehingga pengendapan tidak dapat diperoleh kembali protein asam dengan cara melarutkannya dalam air. Endapan tersebut juga diuji dengan reagen Millon, dan pada data pengamatan terlihat bahwa pada sampel putih telur ayam kampung dan putih telur ayam ras membentuk endapan yang. Endapan berwarna abu-abu ini merupakan endapan dari senyawa merkuri dan berarti endapan tersebut mengandung protein, tetapi bukan protein yang mengandung asam amino tirosin atatu triptofan. Sedangkan, ketika menguji endapan dari sampel putih telur itik tambak, putih telur penyu, susu sapi murni, dan susu kedelai murni dengan regen Millon, ternyata menghasilkan endapan yang berwarna merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut mengandung asam amino tirosin atau triptofan. Padahal seharusnya putih telur ayam kampung tersebut juga memberikan warna merah bata ketika direaksikan dengan reagen Millon dan berarti mengandung asam amino berupa tirosin. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua sampel mengandung protein yang dapat mengalami denaturasi yang ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih ketika proses pemanasan, dan penambahan asam asetat 1 M.

I.

DASAR TEORI

A. Titrasi Potensiometri Potensiometri merupakan salah satu cara pemeriksaan fisikokimia yang menggunakan peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda indikator. Besarnya potensial elektroda indikator ini bergantung pada kepekatan ion-ion tertentu dalam larutan. Elektroda indikator untuk pengukuran potensiometri terdiri atas dua jenis, yaitu elektroda indikator logam dan elektroda indikator selaput. Elektroda indikator selaput disebut juga sebagai elektroda selektifion atau elektroda khas-ion. Titrasi adalah analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Titrasi ini digunakan pada reaksi netralisasi asam dengan basa pada titik ekivalen (sama tepat atau sesuai). (Irfan Anshory, 1987). Cara titrasi yaitu dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam dan penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+ setara dengan jumlah mol OH-. Pada saat itulah, larutan bersifat netral dan

disebut titik ekivalen tadi. (Hiskia Ahmad, 1991). Kurva titrasi dapat menunjukkan hubungan antara pH larutan dengan volume titran. Kurva ini dapat dibuat secara teoritis dengan menghitung pH larutan asam pada : 1. Titik awal sebelum penambahan 2. Titik-titik setelah ditambahkan basa sehingga larutan mengandung garam yang terbentuk dan kelebihan asam 3. Titik ekivalen, yaitu saat larutan mengandung garam tanpa ada kelebihan asam atau basa 4. Daerah lewat ekivalen, yaitu larutan mengandung garam dan kelebihan basa. (Hiskia Achmad, 1991).

B. Sifat Asam dan Basa Asam Amino Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus NH2 pada atom karbon dari posisis gugus COOH. Rumus umum untuk asam amino ialah

Asam amino mempunyai momen dipol yang besar. Asam amino biasa merupakan senyawa yang agak sederhana, dan sintesis campuran rasemik kemudian dapat dipisahkan untuk menghasilkan asam amino enantiomer murni. Asam-asam amino yang terdapat dalam protein adalah asam -aminokarboksilat. Asam amino yang tersederhana adalah asam aminoasetat yang disebut glisina, yang tidak memiliki rantai samping dan karena itu tidak mengandung satu karbon kiral. Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa organik. Asam amino kurang bersifat asam dibandingkan sebagian besar asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan sebagian besar amina sebab asam amino mempunyai gugus karboksilat yang bersifat asam dan satu gugus amino yang bersifat basa.

Asam amino yang lazim terdapat dalam protein antara lain alanin, glisin, lisin, asam aspartat, arginin, asparagin, sistein, asam glutamat, glutamin, histidin, isoleusin, leusin, metionina, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptofan, tirosin dan valin. Berikut beberapa macam asam amino yang digunakan pada percobaan, yaitu : 1. Alanin Alanin merupakan asam amino yang gugus R nya nonpolar, atau disebut juga asam amino hidrofobik. Alanin mempunyai gugus R alifatik CH3. rumus strukturnya adalah:

O H2N OH

Alanin merupakan asam amino diprotik yang dapat melepaskan proton dari gugus amino dan karboksilatnya. Bagian dari alanin yang bersifat nonpolar adalah gugus R-nya saja, struktur secara keseluruhan menunjukkan bahwa alanin larut dalam air. Di dalam air alanin membentuk zwiter ion. Alanin merupakan ion dipolar, yang dapat bersifat sebagai suatu asam (donor proton) atau sebagai basa (akseptor proton). 2. Glisin Glisina (Gly) atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana. Rumus kimianya C2H5NO2. Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan asam amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya. Glisina merupakan satusatunya asam amino yang tidak memiliki isomer optik karena gugus residu yang terikat pada atom karbon alpha adalah atom hidrogen sehingga terjadi simetri. Jadi, tidak ada L-glisin atau D-glisin. Glisina merupakan asam amino yang mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi karena strukturnya sederhana. Glisina adalah satu-satunya asam amino internal pada heliks kolagen, suatu protein struktural. Pada sejumlah protein penting tertentu, misalnya sitokrom c, mioglobin, dan hemoglobin, glisina selalu berada pada posisi yang sama sepanjang evolusi

(terkonservasi). Penggantian glisina dengan asam amino lain akan merusak struktur dan membuat protein tidak berfungsi dengan normal. Tubuh manusia memproduksi glisina dalam jumlah mencukupi. Glisina berperan dalam sistem saraf sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf pusat (CNS). Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Karena protein tersusun oleh asam-asam amino, maka protein mempunyai sifat mirip dengan asam-asam amino. Protein merupakan suatu koloid elektrolit yang bersifat amfoter. Dengan sifat ini protein dapat bersifat asam maupun basa. Sifat amfoter ini, tergantung jumlah gugus NH2 dari amina dan COOH dari asam. Dalam bentuk netral senyawa ini berbentuk dua kutub ion (zwizter ion). Pada keadaan dua kutub ion ini, disebut titik isoelektrik.

Rumus ion dipolar asam amino

Pada keadaan titik isoelektrik ini jumlah muatan positif dan negatif sama. Dengan menambahkan asam (menurunkan pH di bawah titik isoelektrik) membuat sifat protein bertindak sebagai basa, sedangkan pada penambahan basa, protein menjadi asam. Titik isoelektrik ini berguna untuk memisahkan asam-asam amino penyusun protein karena setiap asam amino mempunyai titik isoelektrik (pI) yang berlainan. Sebagai contoh pada pH di atas isoelektrik

protein berada dalam bentuk ion negatif mampu bereaksi dengan suatu kation sedang pada pH di bawah titik isoelektrik (berbentuk muatan positif) protein mampu mengikat ion. Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, sebagaimana dituliskan dibawah ini.

-COOH -NH2 + H+

-COO- + H+ NH3+

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitter ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk anion karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus NH3+. Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion COO-, sehingga terbentuk gugus COOH. Dengan demikian asam amino terdapat dalam bentuk kation. Dalam basa :

Suatu anion

Dalam asam :

Suatu kation Karena terjadinya muatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam. pKa asam amino bukan berasal dari gugus CO2H, melainkan dari gugus NH3+ dan pKb bukan dari gugus amino yang bersifat basa, melainkan dari gugus CO2- yang bersifat basa sangat lemah. Larutan berair dari asam amino netral bersifat agak masam karena keasaman gugus NH3+ lebih kuat daripada kebasaan gugus COO-. Akibat perbedaan dalam keasaman dan kebasaan ini adalah bahwa suatu larutan berair alanin mengandung lebih banyak anion asam amino daripada kation. Dapat dikatakan bahwa alanin mengemban muatan negatif netto dalam larutan berair.

Reaksi Alanin dalam Air

Jadi sedikit HCl atau asam lain ditambahkan ke dalam larutan alanin, kesetimbangan asambasa bergeser sedemikian rupa sehingga muatan netto pada ion alanin menjadi nol. Pada pH dimana suatu asam tidak mengembang muatan ion netto didefinisikan sebagai titik isolistrik dari asam amino tersebut. Titik isolistrik alanin adalah 6,02, sedangkan glisin adalah 5,97.

Semua asam amino adalah amfoter yaitu mempunyai paling sedikit satu gugusan karboksil dan satu gugusan asam amino. Gugusan-gugusan yang mudah mengion pada asam-asam amino yang dapat dijumpai selain gugusan karboksil dan gugusan asam amino adalah gugusan phidroksifenil, sulfidril, guanin, dan imidazol. Dalam eksperimen ini akan dipelajari reaksi-reaksi asam amino dengan ion-ion hidrogen. Adanya berbagai gugus fungsional (NH2, NH, OH, CO) dan bentuk ion ganda (switzer ion) yang terdapat dalam struktur protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi pengendapan protein. Gugus fungsional tersebut mampu mengikat molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Reaksi pengendapan dapat terjadi karena penambahan bahan-bahan kimia seperti garam-garam dan pelarut organik yang dapat merubah sifat kelarutan protein dalam air.

II. ANALISIS DATA Pada percobaan ini dilakukan titrasi potensiometri pada sampel asam amino alanin, dan glisin, serta dilakukan pula titrasi pada akuades (blanko) sebagai pembanding. Dalam proses titrasi ini, sampel akan dititrasi dengan dua pereaksi yaitu asam dengan menggunakan H2SO4 2 N dan basa dengan menggunakan NaOH 2 N. a. Titrasi Alanin Pada percobaan ini, menitrasi alanin dengan H2SO4 2 N dan NaOH 2N. Larutan alanin membentuk ion amfoter atau zwitter ion atau ion dipolar, dengan strukturnya :

Gambar 4. Struktur Zwitter Ion Alanin Terbentuknya zwitter ion pada alanin karena alanin memiliki gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2), yang apabila dalam larutan dapat membentuk ion karboksilat (-COO-) dan ion amonium (-NH3+) dengan cara melepaskan proton dari masing-masing gugus. Karenanya alanin bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam ataupun dengan basa. Keadaan alanin

dalam bentuk ion ini yaitu dalam bentuk larutan alanin sebelum dititrasi dengan H2SO4 2 pH nya adalah 5,9 dan sebelum dititrasi dengan NaOH 2 N pH nya adalah 7,2 . Oleh karena itu, ketika larutan alanin dititrasi dengan asam sulfat maka dapat membentuk suatu kation, sedangkan ketika larutan alanin dititrasi dengan NaOH maka dapat menghasilkan suatu anion, dengan persamaan reaksi seperti berikut ini : Alanin dalam asam :

Alanin dalam basa :

Larutan alanin yang ditambahi dengan H2SO4 akan mengakibatkan konsentrasi ion H+ yang tinggi sehingga mampu berikatan dengan ion COO-, dan terbentuk gugus COOH dan dengan demikian alanin terdapat dalam bentuk kationnya. Dalam hal ini alanin berperan sebagai basa Bronsted Lowry yaitu ion yang mampu menerima proton (H+). Sedangkan alanin yang ditambahkan dengan basa, NaOH, maka akan terdapat dalam bentuk anionnya karena ion OHyang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus NH3+, membentuk gugus NH2 dan H2O. Dalam hal ini alanin berperan sebagai asam Bronsted Lowry yaitu ion yang mampu memberikan proton (H+). Namun, asam amino alanin yang tergolong asam amino netral tidak bersifat betul-betul netral melainkan bersifat agak asam karena keasaman gugus NH3+ lebih kuat daripada kebasaan

gugus COO-. Akibat perbedaan dalam keasaman dan kebasaan ini adalah bahwa larutan berair alanin mengandung lebih banyak anion asam amino daripada kation. Dikatakan bahwa alanin mengemban muatan negatif netto dalam larutan berair. Berikut ini gambar alanin mengemban muatan negatif netto pada pH 7 :

Penambahan asam pada larutan ini, akan memperbesar jumlah H3O+ sehingga sebagai akibatnya adalah bergesernya kesetimbangan ke arah kiri. Pada pH tertentu, alanin tidak mengemban muatan ion netto yang didefinisikan sebagai titik isolistrik. Dari literatur, titik isolistrik alanin adalah pada pH 6, dapat dilihat pada gambar berikut :

Jadi, larutan alanin memiliki tiga bentuk ion dengan persamaan keseimbangannya adalah sebagai berikut :

Dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH rendah) ion dipol alanin mengikat ion H+ membentuk kation alanin sehingga ion amfoter alanin bersifat basa sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi) mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol alanin bersifat asam. Titik isoelektrik dapat juga ditetapkan dengan titrasi. Berdasarkan perhitungan data-data yang diperoleh dari percobaan didapatkan nilai titik isoelektrik untuk titrasi alanin dengan asam sulfat adalah 7,219. Jadi, hasil perhitungan harga titik isolistrik pada percobaan dibandingkan dengan di literatur tidak terlalu jauh berbeda (6,00), hanya selisih 1,219. Dengan memplotkan volume NaOH ataupun H2SO4 yang dititrasikan pada larutan alanin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah sebagai berikut. Titrasi Alanin dengan H2SO4 2 N

8,000 6,000 pH 4,000 2,000 0 0

Titik titrasi

50 100 Volume H2SO4 (tetes)

150

Gambar 5. Kurva Titrasi Alanin dengan H2SO4 2 N

Titrasi Alanin dengan NaOH 2 N


14,000 12,000 10,000 pH 8,000 6,000 4,000 2,000 0 0 20 40 60 Volume koreksi NaOH (tetes) Titik titrasi

Gambar 6. Kurva titrasi Alanin dengan NaOH 2 N

Dari kedua grafik di atas terlihat bahwa penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa memberikan perubahan pH larutan alanin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan akuades. Penambahan satu tetes H2SO4 hanya menyebabkan pH turun sebesar 2,375 sedangkan pada akuades penurunannya sebesar 3,981. Dan pada penambahan satu tetes NaOH pada larutan alanin menyebabkan kenaikan pH sebesar 2,47 sedangkan pada akuades kenaikannya sebesar 4,709. Ini berarti bahwa larutan alanin memiliki sedikit sifat buffer. Sifat ini disebabkan karena kemempuan alanin untuk membentuk suatu zwitterion sehingga saat dititrasi dengan asam maka alanin akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi denga asam maka alanin akan berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan larutan. Adapun grafik titrasi akuades menggunakan asam sulfat maupun natrium hidroksida dapat dilihat pada grafik berikut.

Titrasi Akuades (blanko) dengan H2SO4 2 N


8,000 6,000 pH 4,000 2,000 0 0 20 40 60 80 100 Volume H2SO4 (tetes) Titik titrasi

Gambar 7. Kurva titrasi Akuades dengan H2SO4 2 N

Titrasi akuades (blanko) dengan NaOH 2 N


14,000 12,000 10,000 8,000 pH 6,000 4,000 2,000 0 0 1 2 Volume NaOH (tetes) 3 4

Titik titrasi

Gambar 9. Kurva titrasi Akuades dengan NaOH 2 N 5.1 Titrasi Glisin Pada percobaan ini, prosedur utamanya adalah menitrasi glisin dengan asam sulfat dan NaOH. Pertama-tama, 0,4 g glisin dilarutkan dalam 40 mL akuades, sehingga glisin akan melarut dalam air dengan membentuk ion amfoter atau zwitter ion atau ion dipolar, dengan strukturnya :

Gambar 10. Struktur Zwitter Ion Glisin

Karena glisin memiliki gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2) sehingga dapat membentuk zwitter ion, yang apabila dalam larutan dapat membentuk ion karboksilat (-COO-) dan ion amonium (-NH3+) dalam sebuah molekul glisin dengan melepaskan proton dari masingmasing gugus. Karenanya glisin bersifat amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam ataupun dengan basa. Keadaan glisin dalam bentuk ion ini yaitu dalam bentuk larutan glisin sebelum dititrasi pada saat pH 6,81. Ketika larutan glisin dititrasi dengan asam sulfat maka dapat membentuk suatu kation, sedangkan ketika larutan glisin dititrasi dengan NaOH maka dapat menghasilkan suatu anion, dengan persamaan reaksi seperti berikut ini : Glisin dalam asam :

Glisin dalam basa :

Reaksi Asam-Basa Glisin Larutan glisin yang dititrasi dengan H2SO4 akan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi ion H+ sehingga dapat berikatan dengan ion COO- membentuk gugus COOH sehingga glisin terdapat dalam bentuk kationnya. Dalam hal ini glisin berperan sebagai basa Bronsted Lowry yaitu ion yang mampu menerima proton (H+). Sedangkan glisin yang ditambahkan dengan NaOH, akibatnya glisin akan terdapat dalam bentuk anionnya karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus NH3+, membentuk gugus NH2 dan H2O. Dalam hal ini glisin berperan sebagai asam Bronsted Lowry yaitu ion yang mampu memberikan proton (H+).

Jadi, larutan glisin mengalami keseimbangan adalah sebagai berikut :

Dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH rendah) ion dipol glisin mengikat ion H+ membentuk kation sehingga ion amfoter glisin bersifat basa sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi) mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol glisin bersifat asam. Titik isolistrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Titrasi kation dari glisin, N3H+CH2CO2H dengan basa, ketika basa ditambahkan, ion yang terprotonkan sempurna diubah menjadi ion dipolar yang netral, H3N+-CH2CO2-. Bila separuh bentuk kation telah dinetralkan, pH akan sama dengan pK1 untuk reaksi itu N3H+CH2CO2H N3H+CH2CO2- + H+ [ [ Bila [ ]=[ ][ ] ] , K1 = [H+] dan karena itu pK1 = pH ]

Ketika lebih banyak basa ditambahkan, semua bentuk kation diubah menjadi ion dipolar yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik isolistrik. Dengan penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah menjadi anion. Pada titik tengah, pH akan sama dengan pK2.

N3H+CH2CO2-

H+ + N2HCH2CO2-

[ [ Bila [ ]=[

][ ]

] , K2 = [H+] dan karena itu pK2 = pH

Titik dapat dihitung sebagai rata-rata pK1 dan pK2 :

Sedangkan harga titik isolistrik hasil percobaan adalah 7,2795. Jadi, hasil perhitungan harga titik isolistrik dibandingkan dengan di literatur tidak terlalu jauh berbeda (6,06), hanya selisih 1,2195. Dengan memplotkan volume NaOH ataupun H2SO4 yang dititrasikan pada larutan glisin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah sebagai berikut.

Titrasi Glisin dengan H2SO4 2 N


8,000 6,000 pH 4,000 Titik titrasi 2,000 0 0 50 100 Volume H2SO4 (tetes) 150

Gambar 11. Kurva titrasi Glisin dengan H2SO4 2 N

Titrasi Glisin dengan NaOH 2 N


14,000 12,000 10,000 8,000 pH 6,000 4,000 2,000 0 0 20 40 Volume NaOH (tetes) 60

Titik titrasi

Gambar 12. Kurva titrasi Akuades dengan NaOH 2 N Dari kedua grafik di atas terlihat bahwa penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa memberikan perubahan pH larutan glisin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan akuades. Penambahan satu tetes H2SO4 hanya menyebabkan pH larutan glisin turun sebesar 1,983 sedangkan pada akuades penurunannya sebesar 3,981. Dan pada penambahan satu tetes NaOH pada larutan alanin menyebabkan kenaikan nilai pH sebesar 0,317 sedangkan pada akuades penurunannya sebesar 4,709. Ini berarti bahwa larutan glisin memiliki sedikit sifat buffer. Sifat ini disebabkan karena kemempuan glisin untuk membentuk suatu zwitterion sehingga saat dititrasi dengan asam maka glisin akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi denga asam maka glisin akan berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan larutan. Jika dibandingkan dengan alanin, sifat buffer glisin lebih kuat karena perubahan pH yang dihasilkan dengan penambahan NaOH maupun H2SO4 lebih kecil. Penambahan H2SO4 pada larutan alanin menyebabkan penurunan pH sebesar 2,735 sedangkan pada glisin hanya 1,983. Penambahan NaOH pada larutan alanin menyebabkan kenaikan pH sebesar 2,47 sedangkan pada glisin hanya 0,317.

I.

TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme

pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni

selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kromatografi kertas diterapkan untuk analisis campuran asam amino dengan sukses besar.Karena asam amino memiliki sifat yang sangat mirip, dan asam-asam amino larut dalam air dan tidak mudah menguap (tidak mungkin didistilasi), pemisahan asam amino adalah masalah paling sukar yang dihadapi kimiawan di akhir abad 19 dan awal abad 20. Kromatografi kertas merupakan salah satu cara analisa yang sering digunakan dalam mengetahui senyawa penyususn komponen-komponen suatu sampel, adapun cara mengetahuinya adalah dengan membandingkan pemindahan zat diselidiki dengan pemindahan zat-zat standar yang diketahui, seringkali kita dapat mengetahui zat yang kita selidiki. Pada eksperimen kali ini, kita hendak menganalisa secara kualitatif suatu larutan yang berisi bermacam-macam asam amino. Kromatografi kertas dapat dilakukan dengan satu dimensi atau dua dimensi. Apabila macam komponen tidak terlalu banyak maka biasanya cara satu dimensi cukup memuaskan. Tetapi, jika hasilnya meragukan dan ini biasanya disebabkan karena macam komponennya terlalu banyak, maka cara 2 dimensi seringkali diperlukan. Untuk ini diperlukan 2 macam larutan eluen, yang satu diperlukan untuk ke satu arah dan yang kedua untuk ke arah lain yang tegak lurus pada satu elusi pertama, Setelah kertas kromatografinya kering. Umumnya kertas kromatografi yang berukuran 35 x 35 cm adalah yang memenuhi syarat. Kromatografi kertas dua-dimensi (2D) menggunakan kertas yang luas bukan lembaran kecil, dan sampelnya diproses secara dua dimensi dengan dua pelarut.

Gambar 1. Contoh hasil kromatografi kertas

Kromatografi kertas merupakan kromatografi cairan-cairan dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. Teknik ini sangat sederhana.Prinsip dasarkromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur.Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa mobil yang melewatinya berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air atau campuran pelarut. Cara melakukannya, ciplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan diteteskan/diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring dimana ia akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering, kertas dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan cuplikan ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak (jangan sampai noda tercelup karena berarti senyawa yang akan dipisahkan akan terlarut dari kertas). Pelarut bergerak melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang telah ditentukan, kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai pita atau noda yang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus dideteksi dengan cara fisika dan kimia. Yaitu dengan menggunakan suatu pereaksi-pereaksi yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua dari senyawa-senyawa.Bila daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa.Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf. Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut; beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat.Jarak relatif pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa jarak yang ditempuh oleh pelarut

Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Rf = Jarak titik tengah noda dari titik awal. Jarak tepi muka pelarut dari titik awal.

Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu: a. Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf. b. Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran. c. Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan kompisisi mempengaruhi harga Rf. d. Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi. e. Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.

Kromatografi kertas dapat digunakan terutama untuk kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air, satu keuntungan utama kromatografi kertas ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan penyangga.Untuk kromatografi kertas preparatif

diperlukan kertas yang lebih besar dari pada untuk analisis. Keuntungan yaitu beban langan bilangan Rf yang besar sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru, kromatografi kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian asam penyerapan. Pada percobaan ini penyemprotan dengan larutan ninhidrin dilakukan untuk pewarnaan noda-noda asam amino pada kertas kromatografi yang telah kering. Asam-asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin membentuk suatu produk yang disebut ungu Ruhmann. Reaksi ini biasanya digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi adanya asam amino pada kertas kromatografi. Adapun reaksi umum secara keseluruhannya, adalah sebagai berikut :

ninhidrin

anion ungu + RCHO + CO2 + 3H2O + H+

Gambar 2. Reaksi Ninhidrin dengan asam amino Asam amino larut dalam air dan pelarut polar lainnya, tetapi tidak larut dalam pelarut organik non polar, seperti dietil eter atau benzena. Alanin. Semua asam amino, kecuali glisin dapat dianggap sebagai derivat alanin. Alanin diperoleh untuk pertama kalinya oleh Weyl dari hasil hidrolisis fibroin, yaitu protein yang terdapat pada sutera. Treonin adalah homolog yang lebih besar dari erin dan termasuk dalam golongan asam amino esensial. Mula-mula treonin diisolasi dari hasil hidrolisis fibrin darah.

Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan terdapat pada skleroprotein. Pada tahun 1820 Braconnot menemukan glisin dari hasil hidrolisis gelatin. Adapun struktur dari alanin, treonin, dan glisin berturut-turut adalah sebagai berikut :

(a)

(b)

(c)

Gambar 3. Struktur (a) Alanin (b) Treonin (c) Glisin II. ANALISIS DATA Dalam percobaan kali ini melakukan pemisahan asam-asam amino dengan menggunakan metode kromatografi kertas. Kromatografi kertas merupakan kromatografi cairan-cairan dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas saring yang berupa selulosa dan fase gerak juga berupa jenis fasa cair. Teknik ini sangat sederhana.Prinsip dasarkromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur.Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewatinya berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air atau campuran pelarut. Dalam percobaan ini melakukan teknik kromatografi kertas dengan cara 2 dimensi,

yaitu menggunakan dua macam larutan eluen yakni eluen pertama berupa n-butanol : asam cuka glasial : aquadest dengan perbandingan 18 mL : 4 mL : 18 mL, sedangkan eluen kedua adalah campuran dari fenol dan aquadest dengan perbandingan 60 mL : 20 mL. Penggunaan cara 2 dimensi ini dikarenakan dalam percobaan ini menggunakan sampel dengan komponen yang cukup banyak yaitu 3 macam sampel (alanin, glisin, dan treonin).Kromatografi kertas biasanya melibatkan kromatograi pembagian atau penyerapan. Pada kromatografi pembagian, senyawa

terbagi dalam pelarut alkohol yang sebagian besar tidak bercampur dengan air (mialnya nbutanol) dan dalam air. Pada awal percobaan membuat eluen pertama yang terdiri atas n-butanol, asam cuka glasial dan aquadest dengan perbandingan 18 : 4 : 18 mL. Ketika larutan dicampurkan, terbentuk dua lapisan. Hal ini terjadi karena n-butanol bersifat non polar sedangkan asam asetat dan air bersifat polar, jadi asam asetat dan air akan saling bercampur, sedangkan n-butanol dan dua pelarut lain akan tidak saling campur. Tujuan digunakannya pelarut campuran n-butanol : asam asetat : air adalah untuk meningkatkan kadar air lapisan n-butanol dan dengan demikian memperbaiki manfaat campuran pelarut tersebut. Eluen pertama kemudian dimasukkan ke dalam botol reagent (chamber). Kemudian memasukkan kertas kromatografi dengan ukuran 19 x 7 cm di dalam chamber dan menutupnya dengan rapat serta mendiamkan selama beberapa waktu sampai chamberr atau ruangan menjadi jenuh oleh uap pelarut yang ditandai dengan naiknya eluen ke atas kertas kromatografi tersebut. Tujuan dilakukannya penjenuhan chamber ini adalah untuk mempercepat proses pemisahan. Begitu pula dengan pembuatan eluen kedua yang terdiri atas fenol bersifat non polar dan air bersifat polar. Perbandingan untuk fenol dan aquadest adalah 60 mL : 20 mL. Ketika larutan dicampurkan ternyata tidak terjadi pemisahan lapisan dan larutan berwarna orange, hal ini mungkin disebabkan karena terkadang fenol dapat bersifat agak polar dibandingkan jenis alkohol lainnya sehingga dapat bercampur dengan air yang sangat polar. Kemudian melakukan hal yang sama dengan eluen pertama, yaitu memasukkan eluen kedua ke dalam botol reagent(chamber) yang berbeda dari eluen prtama. Kemudian memasukkan kertas kromatografi dengan ukuran 19 x 7 cm di dalam chamber dan menutupnya dengan rapat serta mendiamkan selama beberapa waktu sampai chamberr atau ruangan menjadi jenuh oleh uap pelarut yang ditandai dengan naiknya eluen ke atas kertas kromatografi tersebut. Tujuan dilakukannya penjenuhan chamber ini adalah untuk mempercepat proses pemisahan. Dalam percobaan ini alasan untuk menutup rapatbotol reagent/chamber adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut.Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan

pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai nodanoda asam amino yang berwarna. Berdasarkan literatur, dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.Kromatogram dapat dikeringkan dan ditambahkan dengan larutan

ninhidrin.Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna khas ungu-biru sampai kecoklatan atau kuning. Sampel asam amino yang akan digunakan dalam percobaan adalah alanin, glisin, dan treonin. Kemudian asam amino dilarutkan ke dalam etanol dan ditambahkan setetes HCl pekat. Dalam hal ini terjadi reaksi esterifikasi. Adanya gugus karboksilat, menyebabkan asam amino dapat terjadi reaksi esterifikasi oleh adanya alkohol dalam kondisi asam, adapun persamaan reaksinya untuk tiap-tiap sampel asam amino adalah sebagai berikut : Alanin

Glisin

Treonin

Gambar 4. Reaksi Alanin, glisin, dan treonin dengan alkohol Namun, hasil ester yang diperoleh ini tidak stabil karena dapat bereaksi lebih lanjut sesamanya menghasilkan siklis amida (diketopiperazina). Jadi, penambahan etanol dan HCl pekat bertujuan untuk melarutkan asam amino tersebut, sehingga mudah untuk dipisahkan lebih lanjut. Setlanjutnya, menotolkan masing-masing sampel asam amino pada kertas kromatografi (kertas Whafman) dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian dimasukkan ke dalam botol reagent yang telah dijenuhi oleh uap eluen. Kemudian botol reagent ditutup rapat agar terjadi pemisahan yang sempurna. Kemudian membiarkan beberapa saat sampai larutan eluen naik ke atas kertas kromatografi (batas atas). Pada percobaan saat kertas kromatografi yang telah ditotolkan dengan sampel asam amino, maka akan mengalami pemisahan, dimana pelarut organik merambat ke atas melalui kapiler kertas mengangkut campuran asam amino yang ada ditotolkan pada kertas kromatografi. Asam amino yang paling larut di dalam pelarut organik, akan diangkut paling cepat dan asam amino yang paling kurang larut akan tertinggal paling bawah. Jadi, karena kedua pelarut/eluen yang digunakan adalahbersifat nonpolar, maka dari ketiga sampel asam amino yang digunakan (alanin, treonin, glisin), dapat dilihat sifat kepolarannya. Sampel yang paling atas merupakan sampel yang paling larut dalam pelarut yang artinya bersifat paling non polar dibandingkan sampel asam amino lainnya. Perlu di ingat bahwa dalam teknik kromatografi kertas dengan cara dua dimensi ini menggunakan dua pelarut atau eluen, di mana eluen yang satu diperlukan untuk kesatu arah dan yang kedua untuk ke arah yang lain yang tegak lurus pada satu elusi pertama. Kemudian, setelah

larutan elusi berjalan cukup jauh, maka kertas kromatografi dikeluarkan dari chamber dan mengeringkannya. Selanjutnya menyemprotkan larutan ninhidrin pada kertas kromatografi tadi. Asam amino merupakan jenis zat tidak berwarna, sehingga untuk mengetahui letak noda diperlukan pereaksi lokasi. Dalam percobaan ini digunakan larutan ninhidrin yang disemprotkan pada kertas kromatografi setelah dikeringkan, sehingga noda-noda pada kertas kromatografi dapat terlihat yakni noda yang berwarna ungu. Terbentuknya noda berwarna ungu ini disebabkan karena terjadinya reaksi antara hidrat dari triketon siklik (ninhidrin) dengan asam amino, adapun persamaan reaksi yang terjadi untuk tiap sampel adalah :

ninhidrin anion ungu

Alanin

+ CH3CHO + CO2 + 3H2O + H+

Reaksi alanin dengan ninhidrin secara terperinci ialah :

Gambar 5. Reaksi Alanin dengan Senyawa ninhidrin Kemudian, senyawa treonin juga mengalami hal yang sama denagn alanin dengan persamaan reaksi di bawah ini :

ninhidrin

anion ungu + CH3CHOHCHO + CO2 + 3H2O + H+

Treonin Reaksi treonin dengan ninhidrin secara terperinci ialah :

Gambar 6. Reaksi Treonin dengan Senyawa ninhidrin

Kemudian, senyawa glisin juga mengalami hal yang sama denagn alanin dan treonin dengan persamaan reaksi di bawah ini :

+ ninhidrin + HCHO + CO2 + 3H2O + H+ anion ungu

glisin

Reaksi glisin dengan ninhidrin secara terperinci ialah :

Gambar 7. Reaksi Glisin dengan Senyawa ninhidrin Noda-noda ini kemudian diukur dengan membandingkan jarak komponen yang dipisahkan (analit) dengan jarak pergerakan pelarut, disimbolkan dengan Rf. Rumusnya : Sering kali pengukuran diperoleh dari kertas untuk memudahkan identifikasi senyawasenyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Dari perhitungan diketahui bahwa masing-masing asam amino memiliki harga Rf yang berbeda. Untuk eluen pertama, yaitu alanin Rf = 0,257; glisin Rf = 0,285; dan treonin Rf = 0,771. Sedangkan untuk eluen kedua, ialah harga Rf alanin = 0,442; Rf glisin = 0,257 dan Rf treonin = 0,342. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keterikatan analit terhadap eluen. Karena eluen yang digunakan bersifat non polar maka senyawa yang lebih non polar akan terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf akan semakin besar dan sebaliknya jika senyawa bersifat polar maka akan tertinggal di bawah dan bergerak lebih lambat sehingga harga Rf akan semakin kecil. Dengan menggunakan eluen pertama, harga Rf masing-masing sampel asam amino

menunjukkan kecenderungan semakin besar dari glisin, treonin, dan alanin.Artinya alanin lebih larut dalam eluen pertama, yaitu 1-butanol yang bersifat non polar sehingga dapat dikatakan bahwa alanin bersifat lebih non polar dibandingkan dengan treonin dan glisin,kamudian harga Rf treonin lebih besar daripada glisin tetapi lebih kecil daripada alanin, hal ini menunjukkan bahwa treonin bersifat kurang polar dibandingkan glisn dan kurang non polar dibandingkan alanin. Kemudian untuk glisin yang mempunyai harga Rf paling kecil berarti menunjukkan bahwa glisin merupakan asam amino yang paling polar dibandingkan alanin dan treoni. Jadi, dalam percobaan ini urutan sifat kepolaran dari yang paling polar ke yang paling nonpolar adalah glisin, treonin, dan alanin. Begitu pula untuk eluen yang kedua, di mana harga Rf masing-masing sampel asam amino menunjukkan kecenderungan semakin besar dari glisin, treonin, dan alanin. Hal ini

menunjukkan bahwa alanin lebih larut dalam eluen kedua, yaitu fenol yang bersifat non polar sehingga dapat dikatakan bahwa alanin bersifat lebih non polar dibandingkan dengan treonin dan glisin,kamudian harga Rf treonin lebih besar daripada glisin tetapi lebih kecil daripada alanin,

hal ini menunjukkan bahwa treonin bersifat kurang polar dibandingkan glisn dan kurang non polar dibandingkan alanin. Kemudian untuk glisin yang mempunyai harga Rf paling kecil berarti menunjukkan bahwa glisin merupakan asam amino yang paling polar dibandingkan alanin dan treoni. Jadi, dalam percobaan ini urutan sifat kepolaran dari yang paling polar ke yang paling nonpolar adalah glisin, treonin, dan alanin. Baik perlakuan dengan menggunakan eluen pertama (campuran 1-butanol :asam cuka glasial : aquadest dengan perbandingan 18 mL : 4 mL : 18 mL) maupun dengan menggunakan eluen kedua (campuran fenol : aquadest dengan perbandingan 30 mL : 10 mL) ternyata menghasilkan data yang sama, yaitu harga Rf cenderung meningkat dari glisin, treonin, dan alanin sehingga dapat dikatakan bahwa Glisin adalah asam amino yang paling polar, dan alanin adalah asam amino yang paling non polar. Perbedaan Sifat kepolaran asam amino tersebut dapat dibuktikan dari struktur masingmasing asam amino, berikut :

Alanin

Treonin

Glisin

Gambar 8. Senyawa Alanin, treonin, dan glisin Berdasarkan rumus struktur diatas, alanin mempunyai gugus R non polar, glisin dan threonin mempunyai gugus R polar, tetapi gugus R pada glisin, yaitu suatu atom hidrogen terlalu kecil untuk mempengaruhi derajat polaritas gugus -amino dan -karboksil yang tinggi sehingga gliisn lebih polar daripada treonin. Sehingga urutan urutan kepolarannya dari yang paling polar adalah :
Glisin > Treonin > Alanin

Gambar 9. Urutan asam amino berdasarkan sifat kepolarannya

1.1 Karbohidrat dan Penggolongannya Karbohidrat merupakan sumber karbon untuk sintesis biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik.Karbohidrat juga merupakan komponen dari unsur-unsur struktural sel merupakan bagian dari asam nukleat.Karbohidrat dengan demikian mempunyai macam kegunaan fungsional.Karbohidrat didefinisikan sebagai polihidroksi-aldehid atau polihidroksiketon dan temuannya. Karbohidrat umumnya digolongkan menurut strukturnya yaitu monosakarida,

oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan gula yang sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Oligosakarida mengandung paling sedikit 2 dan biasanya 8 sampai 10 satuan monosakarida. Sedangkan polisakarida mengandung ratusan bahkan ribuan satuan monosakarida.

1.1.1 Monosakarida Monosakarida mempunyai gugus fungsi aldehid dan alkohol dalam satu struktur, hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi pembentukan hemeasetalsiklis.Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi unit yang lebih kecil walau dalam keadaan lunak sekalipun.Monosakarida yang mengandung gugus aldehid disebut aldosa, yakni glukosa, galaktosa, manosa, talosa, altrosa, alosa, gulosa, dan idosa.Monosakarida dengan gugus keton dikenal sebagai ketosa, misalnya fruktosa. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan.Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebih.

Gambar 1. Struktur -D-glukosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut levulosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa.

Gambar 2. Struktur -D-fruktosa

Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air. Monosakarida ini jarang terdapat bebas dalam alam.umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan.

Gambar 3. Struktur -D-galaktosa

1.1.2 Oligosakarida Oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Oligosakarida yang mengikat dua molekul monosakarida satu sama lain disebut disakarida. Beberapa disakarida yang dikenal adalah laktosa, sukrosa, dan maltosa. Sukrosa ialah gula yang dikenal sehari-hari sebagai gula dari tebu ataupun dari bit. Hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Pada molekul sukrosa terdapat ikatan antara molekul glukosa dan fruktosa yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen.Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan.

Gambar 4. Struktur dari sukrosa (-D-glukopiranosil--D-fruktofuranosida)

Laktosa dengan hidrolisis akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa.Laktosa mempunyai sifat mereduksi dan mutarotasi.

Gambar 5. Struktur dari laktosa (-D-galaktopiranosil--D-glukopiranosa)

Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molekul glukosa.Ikatan yang terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom karbon nomor 4, oleh karenanya maltosa masih mempunyai gugus OH glikosidik dan dengan demikian masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa mudah larut dalam air dan mempunyai rasa lebih manis daripada laktosa tetapi kurang manis daripada sukrosa.

Gambar 6. Struktur maltosa (-D-glukopiranosil--D-glukopiranosa)

1.1.3 Polisakarida Polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida.Beberapa polisakarida yang penting diantaranya ialah amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa.

Amilum atau pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian sebagian besar tumbuhan.Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.

Gambar 7.Unit glukosa dalam amilosa

1.2 Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat Ada beberapa pereaksi yang digunakan untuk mengidentifikasikan adanya karbohidrat. Kebanyakan reaksi dilakukan dengan adanya larutan pekat dari asam kuat. Asam ini menyebabkan terjadinya hidrolisis beberapa polisakarida dengan asam kuat juga dapat bereaksi dengan larutan yang mengandung monosakarida menghassilkan furfural atau

turunannya.Karbohidrat dapat diidentifikasi dengan beberapa uji di laboratorium, yaitu: uji Molisch, uji Antron, uji Benedict, uji Barfoed, uji Pikrat, dan uji Iodin. Uji Molisch adalah uji umum karbohidrat yang sangat efektif untuk senyawa-senyawa yang dapat didehidrasi oleh asam sulfat pekat menjadi senyawa fulfural atau senyawa fulfural yang tersubstitusi, seperti hidroksilmetil fulfural.Warna yang terjadi disebabkan kondensasi fulfural atau derivatnya dengan -naftol menghasilkan timol.Timol dapat digunakan sebagai pengganti -naftol.Ia juga lebih stabil dari -naftol dan penyimpanannya yang lama tidak berubah warna.

Gambar 8.Struktur pereaksi Molisch (-naftol)

Uji antron merupakan uji umum karbohidrat yang merupakan bentuk keton dari 9hidroksiantrasen, bereaksi dengan karbohidrat dan menghasilkan suatu produk yang berwarna hijau atau hijau biru.Pada uji pikrat gula-gula pereduksi mengubah asam pikrat menjadi asam pikramat.Sedangkan, uji iodin dapat dipakai untuk membedakan amilum dari glikogen.

1.3 Reaksi Monosakarida Berdasarkan Sifat Reduksi Gugus aldehid mudah dioksidasi menjadi asam karboksilat, oleh pereaksi Tollens atau Benedict. Uji Benedict berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ pada proses reduksi kupri dalam suasana alkalis biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat pada larutan Benedict, hal ini dilakukan untuk mencegah pengandapan CuCO3 dalam larutan natrium karbonat pada Benedict. Produk daripada oksidasi karbohidrat dalam larutan alkalis sangat kompleks dan banyak jumlahnya, dan belum semuanya dapat diidentifikasi. Tidak seperti maltosa dan laktosa, sukrosa tidak dapat mereduksi larutan Benedict, karena ia tidak memiliki gugus aldehid atau gugus keton bebas. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat 1.1 Uji Molisch Gugus yang bereaksi dengan uji molisch pada karbohidrat yaitu gugus aldehid dan keton (karbonil) dan hampir semua karbohidrat memberikan reaksi (+) jika direaksikan dengan reagen molisch, karena karbohidrat memiliki gugus keton atau aldehid. Pada percobaan yang dilakukan, menggunakan larutan gula yaitu : glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa, laktosa, sukrosa, dan amilum. Kemudian menambahkan dengan asam sulfat pekat pada dinding tabung secara perlahan, dan semua zat uji membentuk cincin ungu. Uji Molisch didasarkan pada reaksi antara -naftol dengan furfural atau hidroksimetil furfural hasil reaksi asam sulfat dengan karbohidrat. Penambahan asam sulfat berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat menghasilkan furfural atau turunannya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu senyawa. Dehidrasi heksosa akan menghasilkan hidroksimetil furfural. Senyawa furfural ini dapat membentuk senyawa yang berwarna ketika direaksikan dengan -naftol.

Terbentuknya warna ungu ketika larutan direaksikan dengan uji Molisch disebabkan oleh terjadinya reaksi kondensasi antara hidroksimetil furfural dengan -naftol. Berikut ini reaksi secara umum yang terjadi adalah :

Pembentukan cincin ungu tersebut menandakan bahwa semua zat sampel karbohidrat positif terhadap uji molisch, karena semua zat uji merupakan monomer dari karbohidrat yang mengandung gugus aldehid atau keton. Cincin ungu tersebut terbentuk akibat adanya proses hidrolisis zat uji dengan asam sulfat pekat menghasilkan reaksi antara -naftol dengan furfural atau hidroksimetil furfural. Reaksi yang terjadi adalah :

1.1 Uji Iodin Uji ini dilakukan untuk membedakan amilum dengan glikogen. Pada percobaan ini uji iodin hasil positif jika larutan berubah menjadi warna ungu atau biru. Berdasarkan percobaan dilakukan hasil positif terjadi pada semua campuran amilum dengan air dan HCl, namun yang ditambah NaOH tidak terjadi warna biru pada permukaan larutan, setelah ditetesi larutan iodin. Larutan yang berwarna dipanaskan yaitu tabung 1 dan 2 saja (untuk tabung yang ditambahkan air dan HCl), namun setelah proses pemanasan larutan berubah menjadi bening, warna larutan hilang dan berubah menjadi bening karena molekul iodin terlepas akibat pemanasan. Namun setelah didiamkan beberapa lama tabung 2 (amilum ditambah HCl) menghasilkan bias biru keunguan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh suasana asam yang dihasilkan. Larutan iodin dengan amilum akan membentuk kompleks berwarna ungu karena I2 terperangkap atau terikat molekul spiral. Amilum yang mengandung amilosa apabila direaksikan dengan uji iodin akan berwarna biru. Terbentuknya warna biru ini disebabkan oleh terbentuknya kompleks berwarna biru-hitam dengan iodin. Iodin membentuk kompleks polisakarida yang besar dengan -heliks amilosa menghasilkan warna biru-hitam, dimana I2 terperangkap atau terikat molekul spiral dari amilum. Terbentuknya warna ungu ketika ditambahkan HCl, karena dalam suasana asam amilum dapat terhidrolisis sehingga memudahkan untuk bereaksi dengan iodine membentuk kompleks berwarna ungu pada amilopektin dan biru pada amilosa. Berikut ini gambar amilum dengan iodin dan membentuk kompleks berwarna :

Gambar 9. Kompleks berwarna

1.2 Uji Benedict Pada uji ini, larutan karbohidrat ditambahkan dengan pereaksi Benedict kemudian memanaskan selama 3 menit. Uji ini digunakan untuk mengetahui sifat reduksi dari karbohidrat. Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Larutan ini berwarna biru karena adanya ion kupri (Cu2+). Pada percobaan ini kami mereaksikan larutan benedict dengan larutan glukosa, fruktosa,maltosa, laktosa, sukrosa, dan amilum. Uji positif jika larutan berubah menjadi merah bata setelah dipanaskan. Maka dapat dilihat uji poitif terjadi pada glukosa, fruktosa, maltosa, dan laktosa karena merupakan gula pereduksi, sedangkan pada amilum dan sukrosa tidak terjadi perubahan dan ini merupakan uji negatif karena bukan merupakan gula pereduksi. Terbentuknya warna merah bata ini adalah karena karbohidrat yang tergolong gula pereduksi mampu mereduksi ion Cu2+ dari kuprisitrat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagau Cu2O yang berwarna merah. Adapun reaksi yang terjadi secara umum yaitu :

Maka dapat dilihat bahwa uji positif terjadi pada fruktosa, galaktosa, maltosa, glukosa, dan laktosa karena merupakan gula pereduksi, sedangkan pada sukrosa dan amilum tidak terjadi perubahan dan ini merupakan uji negatif karena bukan merupakan gula pereduksi. Berdasarkan literatur, yang tidak termasuk sebagai gula pereduksi adalah sukrosa dan amilum. Hasil ini sesuai dengan literatur karena sukrosa dan amilum tidak termasuk dalam jenis gula pereduksi. Monosakarida yang memiliki gugus aldehid seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa sangat mudah dioksidasi menjadi suatu gugus karbonil dalam suasana agak basa. Bentuk-bentuk hemiasetal siklik dari semua aldosa mudah dioksidasi karena berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid rantai terbukanya. Berikut ini reaksi yang terjadi : Glukosa :

Galaktosa :

Namun, fruktosa yang memiliki gugus keton juga bisa dioksidasi karena dalam larutan basa fruktosa berada dalam kesetimbangan dengan dua aldehid diastereomerik serta penggunaan suatu zat antara tautometrik enadiol. Karena adanya tautomerik inilah fruktosa bisa mereduksi ion kupri. Berikut ini zat antara fruktosa :

Sedangkan untuk disakarida yakni laktosa dan maltosa dapat memberikan hasil yang positif karena kedua disakarida ini juga bersifat mereduksi. Hal ini dapat terjadi karena molekul laktosa dan maltosa masih mempunyai gugus OH glikosidik. Berikut ini reaksinya :

Laktosa :

Maltosa :

Larutan sukrosa dan amilum memberikan hasil negatif atau tidak bereaksi dengan reagen Benedict sehingga larutan tidak berubah warna menjadi merah menunjukkan bahwa kedua larutan tersebut tidak memiliki sifat pereduksi. Hal itu disebabkan karena molekul sukrosa dan amilum tidak mempunyai gugus aldehid atau keton bebas atau tidak mempunyai gugus OH glikosidik sehingga tidak mampu mereduksi ion-ion Cu2+. 1.3 Uji Pikrat Pada uji ini, larutan karbohidrat yakni glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa, laktosa, sukrosa dan amilum ditambahkan dengan reagen pikrat sehingga menghasilkan warna kuning. Reagen pikrat merupakan asam pikrat dengan struktur sebagai berikut :

Hasil positif dengan uji ini jika terbentuk warna jingga atau cokelat tua yang menunjukkan terbentuknya asam pikramat. Reaksi yang terjadi yaitu :

Adapun penambahan natrium karbonat (Na2CO3) pada percobaan ini yaitu berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi larutan karbohidrat dengan asam pikrat.

Adapun reaksi yang terjadi adalah :

Na2CO3

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data bahwa larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa mengalami perubahan warna dari kuning menjadi lebih tua atau warna yang serupa dengan orange. Sehingga dapat dikatakan bahwa keenam larutan ini bereaksi positif terhadap uji pikrat. Perubahan warna ini disebabkan karena terjadinya reduksi asam pikrat menjadi asam pikramat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelima larutan karbohidrat tersebut merupakan gula pereduksi. Amilum tetap berwarna kuning, hanya sedikit perubahannya yaitu (+). Sedangkan larutan karbohidrat yang menunjukkan hasil negatif terhadap uji pikrat adalah larutan amilum karena tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan yaitu menjadi orange atau merah bata layaknya kelima larutan sebelumnya. Hasil ini sesuai dengan literatur yang ada bahwa untuk larutan karbohidrat berupa sukrosa dan amilum tidak memberikan hasil positif terhadap uji pikrat. Tetapi dipercobaan ini sukrosa mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna orange. Menurut literatur, sukrosa bukan merupakan gula pereduksi, tetapi karena adanya pengaruh monomer fruktosa dan glukosa dalam sukrosa maka ia dapat bereaksi dengan reagen pikrat. Jadi dalam hal ini, sukrosa mungkin saja memberikan hasil positif untuk uji pikrat jikia pengaruh monomer fruktosa dan glukosanya kuat. Akan tetapi ia akan memberikan hasil negatif untuk uji pikrat jika pengaruh tersebut tidak ada (lemah) sehingga ia tidak akan bereaksi dengan reagen pikrat. Sedangkan untuk larutan amilum, ia tidak memerikan hasil positif terhadap uji pikrat dikarenakan amilum merupakan polisakarida yang tidak bersifat pereduksi sehingga ia tidak mampu bereaksi dengan reagen pikrat.

1.4 Uji Tollens Uji Tollens atau bias juga disebut sebagai uji cermin perak merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk senyawa aldehid. Uji ini akan menunjukkan hasil positif pada aldehid dan menunjukkan hasil negatif pada keton. Aldehida dapat dioksidasi

oleh zat pengoksidasi yang sangat lembut yaitu Ag+ atau Cu2+ yang disebut reagensia Tollens atau suatu larutan basa yang berasal dari ion kompleks perak ammonia yang digunakan sebagai reagensia uji untuk aldehid.

Aldehid itu dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positif ditandai oleh terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Pada percobaan ini, semua karbohidrat terbentuknya cermin perak setelah dipanaskan menunjukkan terbentuknya cermin perak yang berarti mereka positif untuk uji Tollens. Seharusnya dalam uji Tollens ini, larutan karbohidrat yang memberikan hasil negatif adalah sukrosa dan amilum karena keduanya bukan merupakan gula pereduksi seperti halnya glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa dan laktosa.. Tetapi dalam percobaan ini sukrosa dan amilum memberikan hasil positif. Adanya kesalahan ini mungkin disebabkan karena pereaksi Tollens yang digunakan belum terbentuk dengan sempurna sehingga ada kesulitan saat mengidentifikasi ada atau tidaknya cermin perak yang terbentuk pada sampel karbohidrat (cermin peraknya tidak terlihat dengan jelas) sehingga ada kesalahan pada saat pengamatannya. Sampel karbohidrat yang lain (larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa, dan laktosa), yang menunjukkan hasil positif dengan pereaksi Tollens merupakan senyawa yang bersifat sebagai gula pereduksi. Berikut reaksi yang terjadi :

CH 2OH H H OH OH H OH H OH O H

CH 2OH OH O H H

CH 2OH OH H OH OH H CO 2-

H2O

H OH OH H

Ag

+ Ag cermin perak

OH

OH

Glukosa : Galaktosa :
CH 2OH OH H OH H H OH H O

Glukosa

CH 2OH OH OH H OH H H OH H OH O CH H
+

CH 2OH OH H OH H CO 2-

H2O
OH

Ag

+ Ag cermin perak

OH

galaktosa

Fruktosa juga merupakan gula pereduksi karena dalam suasana basa fruktosa berada dalam kesetimbangan dengan dua aldehid diastereomerik serta penggunaan suatu zat antara tautometrik enadiol. Berikut ini zat antara fruktosa :

CH2OH
O HO H H H OH OH CH 2OH HO H H

CHOH
OH H OH OH CH 2OH HO H H

CHO
CHOH H OH OH CH 2OH

fruktosa

suatu zat antara enadiol

suatu aldosa Ag
-

CO2

CHOH HO H H H OH OH CH 2OH

Ag cermin perak

Sedangkan untuk disakarida yakni laktosa dan maltosa dapat memberikan hasil yang positif karena kedua disakarida ini juga bersifat mereduksi. Hal ini dapat terjadi karena molekul laktosa dan maltosa masih mempunyai gugus OH glikosidik.

Berikut ini reaksinya : Laktosa :


CH 2OH OH O H OH H H H H OH H OH H OH CH 2OH O H OH H CH 2OH OH O H2O H OH OH H H H H OH H OH H OH CH 2OH OH O H H CH OH

laktosa

Ag
CH 2OH OH O H OH H H H H OH

CH 2OH H OH OH H OH H CO 2- + Ag

cermin perak
H OH

Maltosa :
CH 2OH CH 2OH H H H O O H2 O H H OH H OH H OH OH HO H OH H OH CH 2OH OH H OH H OH HO H OH H H CH 2OH OH O H CH OH H H OH

maltosa

Ag

CH 2OH CH 2OH H H OH OH H H OH H OH H CO 2- + Ag OH HO cermin perak H OH H OH

You might also like