You are on page 1of 84

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan industri khususnya industri manufaktur sangat memperhatikan sistem perawatan yang ada saat ini. Perawatan pabrik serta peralatan dalam tatanan kerja yang baik sangat penting untuk mencapai kualitas dan keandalan (reliability) tertentu serta kerja efektif dan efisien. Sistem yang baik tidak akan bekerja secara memuaskan kecuali dipelihara dengan baik pula. Sistem perawatan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar sistem selalu dalam keadaan siap pakai (Serviceable) atau memulihkan kembali kondisi sistem ke dalam kondisi siap pakai.

Kurangnya pengetahuan menimbulkan kesalahpahaman serta menimbulkan lemahnya pemeliharaan dalam perusahaan. Kesalahan ini menghasilkan keluaran dan masukan yang relatif rendah. Untuk memaksimalkan hasil produksi melalui efisiensi dan efektifitas kerja, mempertahankan kelangsungan produksi dengan memelihara sejumlah aset yang menjadi modal dasar perusahaan harus dikelola secara cermat dan tepat melalui manajemen perawatan.

PT. WIJAYA KARYA adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada tahun 1960, yang pada saat ini merupakan sebuah perusahaan dengan diverifikasi bidang usaha yang luas, yaitu meliputi jasa kontruksi, industri, manufaktur dan pabrikasi, perdagangan serta realti dan properti. Pada tahun 90-an secara bertahap PT. WIJAYA KARYA mulai berubah unit kerja usahanya dari bentuk divisi-divisi menjadi bentuk anak perusahaan. Salah satunya anak perusahaan tersebut adalah PT. WIKA IN-TRADE yang terbentuk awal tahun 2000, sebagaimana tersebut dalam Akta Notaris Imas Fatimah,SH.,nomor 16 tanggal 20 januari 2000.

Saat ini PT. WIKA IN-TRADE memiliki empat bisnis yaitu bisnis unit konversi energi di Cileungsi Bogor, bisnis unit pressing, plastic dan painting di Cileungsi Bogor dan yang terakhir salah satunya binis unit metal di Jatiwangi, kabupaten Majalengka yang memproduksi produk metal komponen otomotif. Kegiatan produksi yang dilaukan oleh PT. WIKA IN-TRADE untuk memenuhi permintaan konsumen, tentunya itu semua memicu kelengkapan sarana dan perasarana yang harus dimiliki PT. WIKA IN-TRADE . Kelengkapan suatu sarana dan prasarana perusahaan juga harus diimbangi dengan kegiatan pemeliharaan yang baik. Karena kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang baik dapat menjamin kelangsungan proses produksi. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki PT. WIKA IN-TRADE antara lain Mesin Sand Blowing, Mesin Die Casting, Mesin Gravity Casting, Mesin Hammer, Mesin CNC, Mesin Bor, Mesin Rotary, Tungku Melting, dan Tungku Holding. Mesin Die Casting merupakan salah satu sarana yang dianggap penting keberadaanya dalam proses produksi di PT. WIKA INTRADE. Setiap perusahaan industri meskipun sudah meningkatkan fasilitas operasinya, mengeluarkan biaya yang tinggi tiap tahunnya untuk meningkatkan keandalan suatu mesin, tetapi dalam kenyataannya masih saja terjadinya kerusakan yang tidak diharapkan. Hal ini tentu perlu analisa yang pasti dan jelas tentang penyebab terjadinya kerusakan tersebut. Permasalahan umum yang sering dihadapi adalah mengenai proses pemeliharaan atau perawatan mesin yang belum optimal, yang disebabkan karena belum adanya prosedur atau metode perawatan yang baik. Perawatan yang dilakukan masih bersifat standar kerja, yaitu hanya melakukan pembersihan mesin serta memperbaiki atau mengganti komponen mesin pada saat rusak dan penggantian oli saja. Hal ini tentu akan membuat suatu mesin akan mudah rusak dan keandalan mesin tidak akan terjaga dengan baik. Kerusakan mesin itu sendiri tentu disebabkan dari komponen-komponen mesin yang sering atau terus-menerus mengalami kerusakan serta penyebabnya jelas belum adanya tindakan perawatan yang baik yang dilakukan perusahaan untuk menangani masalah tersebut.

Mesin Die Casting adalah sebuah mesin dengan proses kerja pengecoran dengan cara ditekan (pressure), dalam pressure Die Casting logam diinjeksikan kedalam cetakan dengan kecepatan tinggi dan membeku dibawah pengaruh tekanan luar. Mesin ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian tampak luar (muka), bagian sistem hidrolik dan teknik kelistrikan. Terdapat 10 mesin Die Casting dengan bobot dan spesifikasi yang berbeda di PT. WIKA IN-TRADE yang masih beroprasi dan digunakan dalam proses produksi. Mesin Die Casting dengan spesifikasi dari TOYO 350-800 Ton antara lain: DC01, DC02, DC03, DC06, DC07, DC08 dan DC09. Sedangkan dari TOSHIBA-1250 Ton yaitu DC10, DC11 dan DC12. Dalam perawatannya mesin Die Casting khususnya pada bagian sistem hidrolik sering terjadi kerusakan, diantaranya penggantian komponen yang kritis seperti komponen Catridge Pump, Slenoid Valve1, Slenoid Valve2, Tripple R, Logic valve dan Selang Hidrolik. Dalam penggantianya komponen ini di sesuaikan dengan standar perawatan yang telah di tentukan.

Keandalan mesin sangat dibutuhakan oleh perusahaan dalam rangka mengurangi downtime, mengurangi perbaikan, meningkatkan efisiensi peralatan, mengurangi biaya pemeliharaan dan meningkatkan produktivitas tidak akan tercapai bila peralatan atau komponen mesin terus menerus mengalami kerusakan, hal ini karena belum adanya prosedur pemeliharaan atau perawatan yang baik atau cukup dalam mencapai keandalan mesin atau peralatan tersebut.

FMECA ( Failure Maintenance Effects Critical Analysis ) adalah metode yang sangat baik dalam membantu perusahaan karena dengan metode ini perusahaan dapat mengidentifikasi kerusakan dari komponen mesin, mencari penyebab dan akibat potensial yang ditimbulkan serta efek buruk lainnya dan juga dapat melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sesuai prosedur atau metode dari FMECA itu sendiri. Dengan metode FMECA perusahaan dapat dengan teratur melakukan prosedur perawatan mesin, sehingga kerusakan sistem atau mesin secara tiba-tiba dapat segera diatasi. FMECA juga merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi dan meneliti bagaimana menghindari kerusakan atau kegagalan

pada sistem, baik kerusakan yang disebabkan oleh operator (man), mesin, material dan juga lingkungan.

Untuk membantu perusahaan dalam menghadapi permasalahan yang selama ini terjadi maka penulis mengusulkan alternatif tindakan perawatan komponen kritis Sistem Hidrolik mesin Die Casting berdasarkan metode FMECA (Failure Mode, Effects and Criticality Analysis).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perawatan Terhadap Komponen Kritis Pada Sistem Hidrolik Mesin Die Casting Dengan Metode FMECA (Studi Kasus PT. WIKA IN-TRADE MAJALENGKA).

1.2 Identifikasi Masalah Dalam menghadapi permasalahan ini, belum adanya metode perawatan yang optimal yang dilakukan oleh perusahaan terhadap sistem hidrolik mesin Die Casting. Perawatan yang dilakukan terhadap mesin tersebut hanya standar kerja saja yaitu hanya melakukan pembersihan mesin, memperbaiki atau mengganti komponen mesin pada saat rusak dan memakaikanya kembali. Akibatnya kerusakan pada komponen-komponen mesin yang sudah dianggap kritis tidak bisa lagi di identifikasi dengan baik dan perusahaan juga tidak bisa mengidentifikasi kapan dan harus bagaimana melakukan perawatan serta seperti apa perawatan yang harus dilakukan. Dalam penelitian ini, masalah yang akan dipecahkan adalah Bagaimana mengidentifikasi jenis kerusakan pada komponen kritis Sistem Hidrolik mesin Die Casting sehingga perawatan yang dilakukan perusahaan bisa optimal.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi penyebab dan jenis kerusakan dari komponen Sistem Hidrolik mesin Die Casting yang dianggap kritis.

2. Menentukan urutan prioritas perbaikan dari komponen Sistem Hidrolik mesin Die Casting yang dianggap kritis berdasarkan metode FMECA (Failure Mode, Effects and Criticality Analysis). 3. Memberikan usulan tindakan perawatan bagi perusahaan terhadap komponen Sistem Hidrolik mesin Die Casting yang dianggap kritis.

1.4 Pembatasan Masalah Adapun yang menjadi pembatas masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan di PT.WIKA IN-TRADE Majalengka 2. Jenis mesin yang diteliti adalah jenis mesin TOYO-800 Ton DC07. 3. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Failure Mode, effects and Criticality Analysis (FMECA). 4. Dalam pelaksanaan tidak dilakukan implementasi dilapangan, penelitian hanya dibatasi sampai pengajuan usulan.

1.5 Asumsi-Asumsi Dalam penelitian ini terdapat beberapa asumsi yang digunakan diantaranya: 1. Keterampilan dan kemampuan tenaga kerja pada bagian maintenance dianggap sama (rata). 2. Data tambahan di luar data yang dikumpulkan secara langsung pada saat penelitian hanya sebagai bahan tambahan atau penunjang untuk melakukan pengolahan data. 3. Komponen mesin yang diteliti adalah komponen-komponen yang dianggap kritis sedangkan komponen yang dianggap kritis adalah komponen yang sering mengalami kerusakan.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Perawatan Tindakan perawatan biasanya diklasifikasi sebagai kegiatan pendukung produksi yang sangat dibutuhkan guna mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan pada suatu alat produksi. Kurangnya pengetahuan menimbulkan kesalahpahaman serta menimbulkan lemahnya pemeliharaan dalam perusahaan. Kesalahan ini menghasilkan keluaran dan masukan yang relative rendah.

Untuk memaksimalkan hasil produksi melalui efisiensi dan efektifitas kerja, mempertahankan kelangsungan produksi dengan memelihara sejumlah asset yang menjadi modal dasar perusahaan harus dikelola secara cermat dan tepat melalui manajemen perawatan.

2.2. Pengertian Perawatan Perawatan (maintenance) dapat diartikan sebagi suatu kegiatan merawat fasilitas sehingga fasilitas tersebut berada pada kondisi siap pakai sesuai kebutuhan. Dalam hal ini diusahakan tenggang waktu kerusakan (break down period) suatu fasilitas dapat ditekan seminimal mungkin berdasarkan perhitungan yang matang.

Perawatan adalah suatu konsepsi dari semua aktifitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi sebelumnya. (Supandi, 1999: 25-26)

Peranan perawatan baru akan sangat terasa apabila sistem mulai mengalami gangguan atau tidak dapat dioperasikan lagi. Masalah perawatan ini sering diabaikan karena alasan mahal atau banyaknya ongkos yang dikeluarkan dalam pelaksanaannya, padahal apabila dibandingkan dengan kerugian waktu

menganggur akibat adanya suatu kerusakan mesin jauh lebih besar dari pada ongkos perawatan dan baru akan dirasakan apabila sistem mulai mengalami

gangguan dalam pengoperasiannya, sehingga kelancaran dan kesinambungan produksi akan terganggu.

Perawatan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan merawat fasilitas sehingga fasilitas tersebut berada dalam kondisi siap pakai sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain, perawatan adalah sebuah kegiatan dalam rangka mengupayakan fasilitas produksi berada pada kondisi atau kemampuan yang dikehendaki. Selain itu juga perawatan merupakan suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang ditujukan untuk mempertahankan suatu sistem tersebut pada kondisi yang dikehendaki. Masalah perawatan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan tindakan pencegahan kerusakan (preventive) dan perbaikan kerusakan (corrective). Tindakan tersebut dapat berupa: 1. Inspection (Pemeriksaan) Yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau mesin untuk mengetahui apakah sistem berada pada kondisi yang diinginkan. 2. Service (Servis) Yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga kondisi suatu sistem yang biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian sistem. 3. Replacement (Pergantian Komponen) Yaitu tindakan pergantian komponen yang dianggap rusak atau tidak memenuhi kondisi yang diinginkan. Tindakan penggantian ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan pencegahan terlebih dahulu. 4. Repair (Perbaikan) Yaitu tindakan perbaikan minor yang dilakukan pada saat terjadi kerusakan kecil. 5. Overhaul Yaitu tindakan perubahan besar-besaran yang biasanya dilakukan di akhir periode tertentu. Pentingnya perawatan baru disadari setelah mesin produksi yang digunakan mengalami kerusakan atau terjadi kerusakan yang sifatnya parah yaitu mesin yang terjadwal atau teratur dapat menjamin kelangsungan atau kelancaran proses

produksi pada saat aktivitas produksi sedang berjalan dapat dihindari. Pada umumnya, perawatan yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Memungkinkan tercapainya mutu produk dan kepuasan pelanggan melalui penyesuaian, pelayan dan pengoperasian peralatan secara tepat. 2. Mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan pada saat mesin sedang beroperasi. 3. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem. 4. Memelihara peralatan-peralatan dengan benar sehingga mesin atau peralatan selalu berada pada kondisi tetap siap untuk operasi. 5. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat dihubungkan dengan service dan perbaikan. 6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan-gangguan terhadap proses operasi. 7. Memaksimalkan produksi dan sumber-sumber sistem yang ada. 8. Menyiapkan personil, fasilitas dan metodenya agar mampu mengerjakan tugas-tugas perawatan.

2.2.1. Kaidah Perawatan Kaidah perawatan merupakan patokan dalam melaksanakan kegiatan perawatan, yaitu sebagai bahan untuk melakukan analisa awal terhadap mesin atau sistem yang akan dirawat. Patokan-patokan tersebut meliputi patokan tentang apa yang dimaksud dengan perawatan mesin, kelayakan sistem, kemampuan operasional, kesiapan sistem (Availability), keandalan sistem (Reliability) dan penggunaan sumber daya. 1. Perawatan Sistem Perawatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar sistem selalu dalam keadaan siap pakai (Serviceable) atau memulihkan kembali kondisi sistem ke dalam kondisi siap pakai. 2. Kelayakan Sistem Kelayakan sistem adalah kemampuan terancang pada suatu sistem untuk melaksanakan fungsinya secara aman dan dalam batas-batas kondisi operasional yang telah ditetapkan, ditentukan oleh besaran konfigurasi, standar kontruksi, spesifikasi performansi dan spesifikasi teknis.

3. Kemampuan Operasional Kemampuan operasional adalah kemampuan yang dimiliki oleh mesin/sistem untuk melakukan bermacam-macam operasi sesuai dengan yang diharapkan atau diperlukan. 4. Kesiapan (Availability) Kesiapan (availability) adalah keadaan siap suatu mesin/peralatan baik dalam jumlah (kuantitas) maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk melaksanakan proses operasi. Kesiapan (availability) tersebut dapat digunakan untuk menilai keberhasilan atau efektifitas dari kegiatan perawatan yang telah dilakukan. 5. Keandalan (Reliability) Keandalan (reliability) adalah kemungkinan suatu sistem atau peralatan mampu melaksanakan misi atau fungsi tertentu pada kondisi tertentu tanpa adanya kegagalan. 6. Penggunaan Sumber Daya Kriteria efisiensi erat kaitannya dengan penggunaan sumber daya seefisien mungkin, sehingga setiap kegiatan perawatan yang tidak menimbulkan dampak positif baik terhadap kesiapan sistem maupun kesiapan operasional yang dinilai tidak efisien harus dihindari atau bahkan dikurangi seminimal mungkin.

2.2.2. Manajemen Perawatan Perawatan merupakan suatu fungsi utama dalam organisasi atau industri perawatan didefinisikan sebagai suatu kegiatan merawat fasilititas sehingga fasilitas tersebut berada pada kondisi siap pakai sesuai kebutuhan. Perawatan pabrik serta peralatan dalam tatanan kerja yang baik sangat penting untuk mencapai kualitas dan keandalan (reliability) tertentu serta kerja efektif dan efisien. Sistem yang baik tidak akan bekerja secara memusakan kecuali dipelihara dengan baik pula. Perawatan pada umumnya dilihat sebagai kegiatan fisik seperti membersihkan, perawatan bersangkutan dengan memberi oli (pelumasan), memperbaiki kerusakan,mengganti komponen dan semacamnya bila diperlukan. Pendeknya perawatan memerlukan adanya sumber daya seperti yang diperlukan

dalam aktifitas usaha lain, yaitu manusia, mesin, bahan baku (material), cara (metode), uang (money), yang sering disebut 5 m.

Dasar pemikiran yang sehat dan logis adalah suatu persyaratan terbaik dalam mengorganisasi kegiatan perawatan. Pengorganisasian ini mencangkup penerapan dari metode manajemen yang memerlukan perhatian yang sistematis. Hal ini merupakan pekarjaan yang harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh dalam mengatur semua perlengkapan, peralatan material, tenaga kerja, biaya, teknik atau tatacara yang diterapkan dan waktu pelaksanaan perawatan.

Suatu peralatan atau mesin produksi terdapat didalam suatu perusahaan industri akan senantiasa mengalami penurunan efisien, tingkat kesiapan, keandalan (reliability) dan kualitas bentuk kerja (performance) yang menyebabkan keadaan menjadi buruk sejalan dengan lamamnya atau pengaruh umur. Hal itu menyebabkan kerugian bagi perusahaan, oleh karena itu setiap perusahaan akan berusaha agar mesin dan peralatan berfungsi dengan baik sehingga produksinya berjalan lancar.

Fasilitas yang memerlukan perawatan bukan hanya fasilitas produksi saja melainkan fasilitas lain dalam perusahaan seperti mesin tik, komputer, alat angkut, generator dan sebagainya. Tanpa adanya perawatan fasilitas yang bersangkutan akan mudah mengalami kerusakan secara bertahap atau tiba-tiba berakibat tidak lagi mempunyai kemampuan kerja dengan baik justru akan merugikan perusahaan itu sendiri karena memakan biaya yang cukup besar.

2.2.3. Jenis-jenis Tindakan Perawatan. Berdasarkan tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan, perawatan itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Berdasakan Tingkat Perawatan Penentuan tingkat perawatan pada dasarnya berpedoman pada lingkup/bobot pekerjaan yang meliputi kerumitan, macam-macam dukungan serta waktu yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Tiga tingkatan dalam perawatan sistem, yaitu: a. Perawatan Tingkat Ringan Bersifat preventive yang dilaksanakan untuk mempertahankan sistem dalam keadaan siap operasi dengan cara sistematis dan periodik memberikan inspeksi, deteksi dan pencegahan awal. Menggunakan peralatan pendukung perawatan secukupnya serta personil dengan kemampuan yang tidak memerlukan tingkat spesialisasi tinggi.

Kegiatannya antara lain menyiapkan sistem servicing, perbaikan ringan. b. Perawatan Tingkat Sedang Bersifat corrective, dilaksanakan untuk mengembalikan dan memulihkan sistem dalam keadaan siap dengan memberikan perbaikan atas kerusakan yang telah menyebabkan merosotnya tingkat keandalan. Untuk

melaksanakan pekerjaan tersebut didukung dengan peralatan serta fasilitas bengkel yang cukup lengkap. Kegiatannya meliputi: Pemeriksaan berkala/periodik bagi sistem. Inspeksi terbatas terhadap komponen sistem Perbaikan terbatas pada parts, assemblies, sub assemblies dan komponen. Modifikasi material seperti ditentukan sesuai dengan kemampuan perbengkelan. Perbaikan dan pengetesan mesin. Pembuatan/produksi perlengkapan/parts. Test dan kalibrasi/pengukuran. Pencegahan dan pengendalian korosi.

c. Perawatan Tingkat Berat Bersifat restoratif dilaksanakan pada sistem yang memerlukan major overhaul atau suatu pembangunan lengkap yang meliputi assembling, membuat suku cadang, modifikasi, testing serta reklamasi sesuai keperluannya. Perawatan tingkat berat meliputi pekerjaan yang luas dan itensif atas suatu sistem. Pekerjaan tersebut mencakup pulih balik, perbaikan yang rumit yang memerlukan pembongkaran total, perbaikan, pemasangan kembali, pengujian serta pencegahan dukungan peralatan serta fasilitas kerja lengkap dan tingkat keahlian personil yang cukup tinggi serta waktu yang relatif lama. Perawatan tingkat berat dikerjakan di bagian yang berat. Tujuan perawatan berat adalah menjamin keutuhan fungsi struktur sistem dan sistemnya dengan menyelenggarakan

pemeriksaan mendalam terhadap item/sub item dan bagian rangka sistem tertentu pada interval yang telah ditetapkan. 2. Berdasarkan Periode Pelaksanaannya a. Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance): Perawatan yang telah memiliki jadwal dalam periode tertentu untuk melakukan pemeriksaan terhadap mesin atau sistem, perawatan ini tetap dilakukan baik ada ataupun tidak ada kerusakan pada mesin. b. Perawatan Tidak Terjadwal (Unschedule Maintenance): Perawatan yang hanya dilakukan jika tidak terjadi kerusakan maka perawatan tidak dilakukan. 3. Berdasarkan Dukungan Dananya a. Terprogram (Planned Maintenance): Perawatan yang telah memiliki program tersendiri, maka dari itu perawatan ini memiliki teknisi, peralatan dan anggaran tersendiri untuk melakukan perbaikan. b. Tidak Terprogram (Unplanned Maintenance): Tidak memiliki anggaran tersendiri untuk melakukan perawatan terhadap mesin atau sistem yang mengalami kerusakan, maka biaya yang dikeluarkan berasal dari anggaran biaya tak terduga.

4. Berdasarkan Tempat Pelaksanaan Perawatan Untuk melaksanakan kegiatan perawatan diperlukan adanya suatu tempat perawatan yang disesuaikan dengan macam/beban kerja yang dihadapi yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang memenuhi persyaratan tertentu, berharga mahal, sehingga pendayagunaannya perlu dilakukan secara efektif dan efisien.

Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya duplikasi kemampuan, maka peralatan disentralisasikan penempatannya di unit-unit perawatan sesuai tempat dan macam perawatan yang dilakukan.

2.2.4. Kebijakan Perawatan Jenis-jenis kebijakan perawatan secara umum dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu preventive maintenance dan corrective maintenance: Ilustrasi dari klasifikasi maintenance ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Time Directed Maintenance

Condition Directed Maintenance Preventive Maintenance Failure Finding RCM

Maintenance Run To Failure Corrective Maintenance

Gambar 2.1. Kebijakan Perawatan

2.2.4.1. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) Preventive maintenance merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara berkala terhadap performansi sistem dan telah direncanakan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu untuk memperpanjang kemampuan berfungsinya suatu peralatan. Perawatan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan, menemukan penyebab kerusakan atau berkurangnya tingkat keandalan peralatan dan menemukan kerusakan tersembunyi.

Perawatan pencegahan dimaksudkan dimaksudkan juga untuk mengefektifkan pekerjaan inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroprasi dapat terhindar dari kerusakan ( Supandi, 1999: 27-28 )

Preventive Maintenance terbagi menjadi 4 kategori tugas, yaitu sebagai berikut: 1. Time Directed Maintenance Time directed maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan berdasarkan variabel waktu. Kebijakan perawatan lain yang sesuai untuk diterapkan pada kegiatan ini adalah periodic maintenance dan on condition maintenance. Periodic maintenance (Hard time maintenance) merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan secara periodik atau terjadwal. Kegiatan yang dilakukan adalah penggantian komponen secara terjadwal dengan interval waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi periodic maintenance: a. Faktor ekonomi Kebijakan penelitian dilakukan karena dihadapkan pada unit yang terhitung murah bila dibandingkan dengan resiko yang ditanggung dan biaya yang lebih besar bila komponen atau unit tersebut mengalami kerusakan apabila terjadi kelalaian.

b. Faktor keamanan Kebijakan penggantian tidak lagi berdasarkan nilai rupiah, tetapi dihadapkan pada keadaan apabila tidak dilakukan, maka nyawa manusia menjadi taruhannya karena berhubungan erat dengan keamanan dan keselamatan manusia.

On condition maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan operator perawatan. Kegiatan yang dilakukan pada kondisi ini adalah cleaning, inspection dan lubrication.

2. Condition Based Maintenance Condition Based Maintenance merupakan perawatan pencegahan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang berlangsung dimana variabel waktu tidak diketahui secara tepat. Kebijakan yang sesuai dengan keadaan tersebut adalah predictive maintenance. Predictive maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan dengan memeriksa dan memelihara pada saat perawatan sudah benarbenar memerlukan pemulihan ke tingkat semula. Hal ini dilakukan dengan memonitoring kondisi operasi peralatan berdasarkan data-data dan informasi.

3. Failure Finding Failure finding merupakan suatu tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara memeriksa fungsi yang tersembunyi (hidden function) secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponen akan mengalami kerusakan.

4. Run To Failure Kegiatan ini disebut juga no schedule maintenance dimana kegiatan perawatan ini tidak melakukan usaha untuk mengantisipasi kerusakan. Suatu peralatan atau mesin dibiarkan bekerja hingga mengalami kerusakan kemudian dilakukan perawatan perbaikan. Kegiatan ini dilakukan jika tidak ada kegiatan pencegahan efektif yang dapat dilakukan, tindakan percegahan terlalu mahal atau dampak gagal tidak berpengaruh.

2.2.4.2. Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance) Kegiatan perbaikan adalah kegiatan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau sistem tidak dapat berfungsi dengan baik. Tindakan yang dapat diambil adalah berupa penggantian komponen (corrective replacement), perbaikan kecil (repair) dan perbaikan besar (overhaul).

Kegiatan perawatan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas sehingga mencapai standar yang dapat diterima. Perawatan ini termasuk dalam cara perawatan yang direncanakan untuk perbaikan.(Supandi, 1999: 27-28)

Kegiatan pemeliharaan ini merupakan perbaikan yang dilakukan setelah mesin atau sistem mengalami kerusakan atau tidak dapat berfungsi dengan baik. Perawatan perbaikan ini lebih cenderung suatu tindakan yang tidak terjadwal.

2.2.5. Fungsi Inspeksi Dalam Perawatan Tenaga kerja atau karyawan yang melakukan kegiatan pemeriksaan (inspeksi) bertanggungjawab untuk membuat keputusan pelaksanaan berbagai jenis kegiatan yang harus dilakukan menyangkut semua peralatan dan fasilitas yang ada di perusahaan.

Tujuan dari kegiatan inspeksi adalah: 1. Menjamin tercapainya efisiensi dalam produksi. 2. Menentukan kebijaksanaan terhadap peralatan yang digunakan sehingga utilitas mesin dapat meningkat. 3. Menentukan kemungkinan-kemungkinan kapan peralatan akan di reparasi atau di overhaul. 4. Mengurangi tingkat kerusakan mesin atau peralatan.

Filosofi dalam menghitung frekuensi atau interval pemerikasaan adalah maksimasi proporsi waktu sehingga mesin/peralatan/sistem selalu berada dalam kondisi yang baik dan siap pakai yaitu dengan mengoptimalisasi ketersediaan (availability) sistem untuk beroperasi.

2.2.6. Keuntungan dari Perawatan Terencana Dalam sistem perawatan perlu adanya suatu sitem perawatan yang terecana, ini di maksudkan agar kerusakan yang akan di timbulkan oleh suatu mesin apabila mengalami kerusakan tidak terlalu berat atau besar. Adapun keuntungan dari perawatan terencana ini diantaranya adalah sebagi berikut ; Berkurangnya kemungkinan terjadi perbaikan atau perawatan darurat. Berkurangnya waktu terhenti peralatan (downtime) Kesiapan instalasi untuk berproduksi bertambah Kegiatan kerja dalam bidang perawatan dan produksi akan lebih efisien Penggantian suku cadang (spare part) akan berkurang dan membantu pengendalian dan penyediaan serta penyimpanan suku cadang Selang waktu antar perbaikan akan bertambah lama Memperbaiki efisiensi-efisiensi peralatan Menjamin keterandalan dalam pengendalian dan anggaran biaya Memberikan informasi tentang kapan suatu peralatan harus diganti, baik berhubungan dengan umur teknis maupun umur ekonomis.

2.2.7. Elemen-Elemen Yang Berpengaruh Terhadap Perawatan Dalam melakukan perawatan terhadap suatu sistem atau peralatan/mesin, terdapat beberapa elemen yang harus diperhatikan.

2.2.7.1. Elemen Waktu Dalam Pemeliharaan Dalam kegiatan produksi terdapat berbagai elemen waktu yang dapat dibedakan masing-masing sebagai berikut: 1. Waktu Operasi (Up Time) : Waktu dimana mesin berfungsi dengan baik dan dipergunakan oleh sistem untuk melakukan kegiatan. 2. Waktu Delay (Delay Time) : Waktu dimana mesin berfungsi dengan baik tetapi tidak digunakan oleh sistem. 3. Waktu Rintangan (Down Time) : Waktu dimana sistem tidak dapat digunakan akibat adanya kerusakan yang terjadi, waktu ini dapat dibagi menjadi:

a. Downtime akibat penggantian pencegahan: Waktu pembongkaran. Waktu menyiapkan komponen. Waktu pemasangan. b. Downtime akibat penggantian kerusakan Waktu membawa peralatan ke bengkel. Waktu pembongkaran. Waktu menemukan kerusakan. Waktu menunggu komponen pengganti. Waktu pemasangan komponen. Waktu pengujian.

2.2.7.2. Elemen Ongkos Dalam Pemeliharaan Ongkos pemeliharaan dapat berupa ongkos langsung maupun tidak langsung. 1. Ongkos langsung, meliputi: Ongkos tenaga kerja pemeliharaan. Ongkos pembelian komponen penggantian. 2. Ongkos tidak langsung, meliputi: Ongkos tenaga kerja produksi yang mengganggur. Ongkos depresiasi mesin. Ongkos akibat keuntungan yang hilang. Ongkos depresiasi peralatan pemeliharaan. Ongkos administrasi.

2.3. Keandalan (Reliability) Keandalan adalah suatu penerapan perancangan pada komponen sehingga komponen dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, tanpa kegagalan, sesuai rancangan atau proses yang dibuat. Keandalan merupakan probabilitas bahwa suatu sistem mempunyai performansi sesuai dengan fungsi yang diharapkan dalam selang waktu dan kondisi operasi tertentu. Secara umum keandalan merupakan ukuran kemampuan suatu komponen beroperasi secara terus menerus

tanpa adanya kerusakan, tindakan perawatan pencegahan yang dilakukan dapat meningkatkan keandalan sistem.

Fokus utama dari perancangan sistem keandalan adalah karakteristik kekuatan tekanan komponen. Bagian-bagian komponen dirancang dan dihasilkan untuk bekerja dengan cara yang spesifik ketika beroperasi dibawah kondisi normal. Jika kekuatan ditambahkan akan memaksakan beban elektrik, karena berhubungan dengan variasi, getaran, goncangan, kelembaban dan semacamnya, kemudian kegagalan yang tak terduga akan terjadi dan sistem keandalan menjadi kurang diantisipasi. Selain itu juga, jika komponen digunakan melewati batas normal maka kelelahan akan terjadi, komponen yang gagal akan menjadi lebih banyak dari yang diharapkan. Bagaimanapun juga kondisi-kondisi tekanan akan mengakibatkan penurunan keandalan, menyebabkan peningkatan kebutuhan pememliharaan dan dibawah kondisi tekanan akan menimbulkan biaya yang mahal sebagai hasil atas kelebihan perancangan.

Analisis kekuatan tekanan sering digunakan untuk mengevaluasi probabilitas dari pengidentifikasikan situasi dimana nilai dari tekanan terlalu besar atau kekuatan lebih kecil dari pada nilai normal. Seperti analisis pemenuhan yang ditunjukkan oleh langkah-langkah berikut: 1. Untuk menyeleksi komponen, menentukan nominal penekanan seperti fungsi beban temperatur/ suhu, getaran, guncangan, perlengkapan fisik, waktu dan lainnya. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat tekanan

maksimum, seperti faktor penekanan konsentrasi, faktor beban statis dan dinamis, penekanan terhadap hasil pabrikasi dan perlakuan panas, faktor penekanan lingkungan dan lainnya. 3. Mengidentifikasi penekanan komponen kritis dan mengkalkulasi arti setiap penekanan kritis yang dapat direnggangkan secara maksimal dan

menghilangkan penekanannya. 4. Menentukan distribusi penekanan kritis untuk masa penggunaan komponen yang sudah ditetapkan. Menganalisa parameter distribusi dan mengidentifikasi

batas keamanan. Mengaplikasikan distribusi dengan asumsi distribusi normal, poisson, gamma, log normal dan lainnya. 5. Untuk setiap komponen kritis perancangan batas keamanan tidak cukup, tindakan korektif juga harus dilakukan, ini akan sesuai dengan isi setiap komponen bagian pengganti, beberapa pemborosan yang harus bertambah atau melengkapi perancangan unsur sistem yang menjadi masalah.

Model komputerisasi keandalan dapat digunakan untuk memfasilitasi pemenuhan analisis kekuatan tekanan. Perbedaan faktor keandalan atau batasan faktor dengan distribusi yang lebih spesifik dapat diterapkan pada beberapa elemen diagram blok keandalan. Penyebab dan dampaknya dievaluasi dan rata-rata kerusakan masing-masing komponen dapat disesuaikan untuk mencerminkan efek dari tekanan komponen yang terlibat.

Model keandalan dengan perbaikan sempurna digunakan untuk alokasi kebutuhan awal, konduktansi dari analisis tekanan, prediksi keandalan dan penilaian terakhir untuk memberikan konfigurasi sistem. Hasil dari beberapa aktivitas menyediakan kunci masuk yang diperlukan untuk sebuah perancangan pemeliharaan. Hasil dari alokasi keandalan digunakan dalam pemenuhan alokasi pemeliharaan penekanan. Analisis kekuatan dapat membantu beberapa titik keburukan atau ancaman dalam sistem, dimana penekanan yang lebih besar membutuhkan terminologi dari pemeliharaan dan dukungan.

2.3.1. Karakteristik Keandalan Keandalan adalah probabilitas bahwa suatu sistem mempunyai performansi sesuai dengan fungsi yang diharapkan dalam selang waktu dan kondisi operasi tertentu. Secara umum keandalan merupakan ukuran kemampuan suatu komponen beroperasi secara terus menerus tanpa adanya kerusakan, tindakan perawatan pencegahan yang dilakukan dapat meningkatkan keandalan sistem.

Waktu merupakan variabel terpenting yang berkaitan dengan keandalan suatu sistem. Dalam hal ini waktu dihubungkan dengan laju kerusakan (failure rate),

biasanya faktor yang dipakai dalam menilai keandalan suatu sistem dikaitkan dengan keadaan tertentu, misalnya waktu antara dua kerusakan (mean time between failure) dan waktu rata-rata antara dua perbaikan (mean time between maintenance).

Karakteristik keandalan dinyatakan sebagai variabel random t sehingga probabilitas terjadi kerusakan antara t dan t + t adalah: F(t) t = P{t t t+t}

Probabilitas bahwa kerusakan akan terjadi pada waktu kurang atau sama dengan t adalah: F(t) = P{ t t} Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas sistem beroperasi tanpa mengalami kerusakan sampai dengan waktu t. R(t) = P{t > t} Karakteristik sistem tidak mengalami kerusakan selama t t dan kerusakan terjadi

pada t > t, maka R(t) = 1 F(t) atau ekuivalen dengan R(t)= 1- f(t')dt' atau
t

R(t)= f(t')dt' .
t

Berdasarkan karakteristik pdf, maka R(0) = 1 dan R() = 0 laju kerusakan (failure
rate), (t) jika dinyatakan dalam keandalan adalah :

(t)=

f(t) .........................................................................................................(2.1.) R(t)

Laju kerusakan ini disebut sebagai fungsi laju kerusakan, parameter lain yang sering digunakan untuk menggambarkan keandalan adalah mean time to failure
(MTTF). MTTF merupakan nilai ekspektasi E{t} dari waktu kerusakan t sehingga

MTTF = tf(t)dt atau dapat ditulis sebagai:


0

MTTF = R(t)dt ...............................................................................................(2.2.)


0

2.3.2 Statistika dan Probabilitas Dalam Perawatan Statistika merupakan alat yang digunakan secara luas dalam setiap tahapan
management atau dengan kata lain denga statistik kita dapat memperoleh apa yang

kita inginkan melalui sebuah informasi yang ada pada data statistik tersebut yang sebelumnya telah diolah terlebih dahulu.

Aplikasi teknik-teknik statistik banyak ditemukan hampir pada setiap kegiatan bisnis, baik industri maupun jasa atau yang disebut juga dengan pelayanan masyarakat yang memerlukan suatu alat untuk membuat keputusan melalui

informasi yang diperoleh dari statistik tersebut berdasarkan data yang didapatkan.

Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, sekumpulan data harus diolah atau diorganisasiakan terlebih dahulu sehingga dengan demikian maka kita akan mendapatkan informasi yang akurat dan valid serta dapat dipertanggungjawabkan yang nantinya akan menjadikan suatu informasi untuk dapat digunakan. Masalah perawatan sangat erat kaitannya dengan statistika dan teori probabilitas, sebagian besar leteratur tentang masalah kegiatan perawatan dari landasan statistik dan teori probabilitas. Untuk menjelaskan kaitan tersebut perlu dijelaskan beberapa terminologi tentang masalah perawatan tersebut: 1. Ukuran efektivitas dala sistem (mesin/ peralatan) didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan sistem untuk dapat beroperasi dalam waktu yang telah diberikan dan menurut kondisi yang telah ditentukan. Efektivitas sistem dipengaruhi oleh cara bagaimana sistem tersebut didesain, digunakan dan dirawat. 2. Tingakat keandalan (Reliablity) merupakan tingkat kemampuan sistem dalam kondisi baik dan mampu bekerja serta digunakan dalam suatu periode yang diharapkan. 3. Tingakat perbaikan adalah tingkat pada suatu waktu sistem yang mengalami kerusakan dan memperoleh tindakan kegiatan perbaikan hingga sistem tersebut mampu berfungsi kembali seperti semula.

4. Kesiapan beroperasi merupakan dimana kondisi sistem dalam keadaan baik dan siap untuk beroperasi sesuai rencana yang telah ditetapkan dan siap digunakan kapan saja. 5. Tingkat kesiapan (Availability) merupakan pengukuran derajat kemampuan sistem jika dikehendaki untuk suatu operasi mendadak dan sistem siap untuk beroperasi lagi kapanpun dan dimanapun.

Waktu total dalam kesiapan (Availability) hanya dilihat dari interval waktu kerusakan dan waktu perbaikan. Definisi tersebut menjelaskan betapa kuatnya hubungan statistika dan teori probabilitas dalam permasalahan perawatan. Keputusan atas suatu permasalahan probabilitas dalam hal perencanaan perawatan membutuhkan informasi waktu kerusakan mesin. Bagian perawatan tidak akan pernah tahu kapan suatu peralatan berpindah dari suatu keadaan baik kebagian rusak, tetapi perhitungan kemungkinan terjadinya kerusakan pada suatu waktu akan dapat dilaksanakan yaitu dengan melihat data kerusakan mesin tersebut dalam periode waktu yang lalu. Dari suatu jenis mesin atau peralatan perkakas yang sama dalam suatu perusahaan, tidak terdapat suatu kepastian bahwa masingmasing alat akan rusak pada saat yang bersamaan. Dengan mengamati secara cermat dan mencatat waktu antar kerusakan tiap-tiap alat tersebut, maka dapat dibuat histogram frekuensi relatif seperti yang terdapat dalam gambar 2.5. berikut:

Gambar 2.2. Histogram Frekuensi Relatif Sumber: Jardine, AKS, 1973

Luas dari tiap bagian yang ada pada histogram tersebut menyatakan frekuensi dari waktu antar kerusakan yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu. Histogram seringkali dianggap sebagai frekuensi yang bertangga, salah satu fungsi terpentingnya adalah menggambarkan perbedaan antara kelas-kelas dalam suatu distribusi, penggambaran histogram ini akan lebih mudah bila dsitribusi frekuensinya memiliki interval yang sama bagi masing-masing kelas.

Pada umumnya pembuatan distribusi frekuensi dibagi kedalam lima tahap, yaitu: 1. Range: merupakan selisih antara nilai data terbesar dengan nilai data terkecil. 2. Jumlah Kelas: merupakan pembagian kelompok data-data yang ada kedalam beberapa baris dalam interval tertentu. 3. Penentuan Panjang Interval: merupakan penentuan jarak atau banyaknya data yang masuk kedalam suatu kelas. 4. Masukan data-data kedalam interval kelas yang sesuai, kemudian hitung frekuensi banyaknya data pada tiap kelas serta memaparkannya kedalam bentuk distribusi frekuensi. 5. Membuat tabel distribusi frekuensi.

2.4. Penentuan Komponen Kritis Setiap mesin mempunyai banyak komponen yang mungkin akan mengalami kerusakan dan penggantian, untuk itu mesin kita dapat mengetahui serta dapat memilih komponen yang paling kritis (yang paling menjadi perhatian atau prioritas utama untuk diperhatikan).

Dengan demikian perlu adanya dikembangkan kriteria-kriteria tertentu dalam pemilihan komponen kritis ini. Untuk perasalahan ini dikembangkan empat kriteria tertentu. 1. Secara teknis komponen yang di pilih sangat berpengaruh menimbulkan fatalitas pada kerusakan yang berikutnya macet atau keretakan. 2. Biaya perawatan total yang tinggi atau downtime yang besar. 3. Frekuansi kerusakan atau penggantian yang sangat sering 4. Suku cadang mahal harganya.

2.5. Failure Mode, Effects and Criticality Analysis (FMECA) Pada pelaksanaanya metode ini sangat baik dalam membantu perusahaan karena dengan metode ini perusahaan dapat mengidentifikasi kerusakan dari komponen mesin, mencari penyebab dan akibat potensial yang ditimbulkan serta efek buruk lainnya dan juga dapat melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sesuai prosedur atau metode dari FMECA itu sendiri. Dengan metode FMECA perusahaan dapat dengan teratur melakukan prosedur perawatan mesin, sehingga kerusakan sistem atau mesin secara tiba-tiba dapat segera diatasi. FMECA juga merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi dan meneliti bagaimana menghindari kerusakan atau kegagalan pada sistem, baik kerusakan yang disebabkan oleh operator (man), mesin, material dan juga lingkungan.

Jenis kerusakan, efek dan analisa kekritisan (FMECA) adalah teknik perancangan sistematis untuk mengidentifikasi dan menginvestasi sistem yang berpotensial (produk/ proses) buruk, ini sejalan dengan metodologi untuk langkah-langkah pengujian dimana sistem kerusakan bisa terjadi. Efek potensial dari sistem performansi dan keamanan dari kerusakan dan efek serius lainnya. FMECA terdiri dari dua analisis yang berbeda, yaitu jenis kerusakan dan analisis dampak (FMEA), dimana semuanya diperluas untuk menganalisa jenis kerusakan kritis, disebut analisis kekritisan (CA). Diatas keuntungan nyata lain dari tindakan pengidentifikasi atau mengubah eliminasi atau mengurangi kesempatan dari kerusakan.

FMECA

juga

meningkatkan pengetahuan

terhadap

sebuah sistem

dan

meningkatkan persedian kedalam perilaku yang diharapkan, keluaran dari FMECA dilakukan pada waktu yang tepat yang berasal dari masukan yang tidak ternilai untuk meningkatkan biaya program pemeliharaan preventive yang efektif dan pekerjaan yang terfokus pada rencana pengendalian.

FMECA dimulai dengan tahap konseptual dan persiapan, desain ketika sistem tersebut dianalisa lebih dari suatu perspektif fungsional. Untuk memaksimalkan efektivitas, bagaimanapun analisa perlu meningkatkan setiap informasi tambahan

yang tersedia untuk sebuah analisa, itu juga mencerminkan semua perubahan desain dan dampaknya pada keseluruhan sistem. Disamping itu dan sebagai tambahan, keuntungan atau manfaat semakin jelas dengan FMECA, itu dapat membuat kontribusi yang penting terhadap studi kelayakan sistem sepanjang tahap persiapan desain dan penggambaran masalah fungsional.

Menilai keburukan dari jenis kerusakan. Pada konteks analisis ini berhubungan dengan efek atau akibat yang serius terhadap jenis kerusakan pada umunya. Mengidentifikasi pendeteksi kerusakan yang berarti, pada kontek ini, sebuah proses dengan orientasi FMECA, menunjuk pada pengendalian aliran proses yang bisa mendeteksi terjadinya kegagalan atau cacat. Bagaimanapun, ketika FMECA terfokus pada perancangan ini menunjukkan pada eksistensi dari beberapa jenis perancangan, bantuan, ukuran, pembacaan atau prosedur verifikasi yang akan mendeteksi hasil dari jenis kerusakan yang potensial.

Karakteristik kerusakan dari setiap mesin atau peralatan akan mempengaruhi bentuk pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Karakteristik kerusakan dari setiap mesin pada umumnya tidak sama, karena suatu mesin atau peralatan dioperasikan pada kondisi yang berbeda dengan beban dan waktu kerja yang bervariasi.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menganalisis kerusakan, antara lain 1. Penggambaran kebutuhan sistem (produk/ proses), untuk beberapa produk atau proses itu sangat penting tidak hanya untuk tujuan keinginan tetapi juga ketidakinginan terhadap hasil atau keluaran, apa yang harus dipenuhi oleh produk/ proses, pada akhirnya kebutuhan tersebut akan kembali meninggalkan jejak yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan kebutuhan pelanggan, semua performansi dan faktor efektivitas dibutuhkan untuk memenuhi tujuan tersebut. 2. Pemenuhan analisis fungsional, ini melibatkan pendefinisian sistem pada fungsi terminologi. Sistem fungsional biasanya menggunakan simbol yang

representatif seperti diagram alir fungsional. Fungsi sistem representatif dilengkapi dengan kumpulan format data diagram alir seperti N-Squared
Chart, untuk sedikit meningkatkan sistem dari setiap karakteristik/ prilaku.

3. Pemenuhan alokasi kebutuhan, ini adalah naik turunnya kerusakan sistem ukuran kebutuhan untuk beberapa kesatuan fungsional (produk/ proses) dalam sistem hierarki fungsional. Ini sangat penting untuk mengidentifikasikan pencapaian performansi, efektivitas, masukan atau keluaran, keseluruhan keluaran, kecepatan dan faktor lain untuk masing-masing blok fungsional. Contoh diagram pareto dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut:
P e ne ntua n Kompone n Kr itis
800 700 Tingkat Kerusakan 600 500 400 300 200 100 0 Nam a Kom pone n C ount Pe rce nt C um % 0 A 255 32,4 32,4 B 203 25,8 58,2 C 150 19,1 77,3 D 100 12,7 90,0 E 79 10,0 100,0 40 80 100

60

20

Gambar 2.3. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah suatu diagram berupa jenjang (tangga) yang mempunyai fungsi untuk menentukan dan melihat perbedaan tingkat prioritas dari beraneka masalah yang akan dipecahkan. Dengan memakai diagram pareto dapat terlihat masalah mana yang dominan dan tentunya kita dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalahnya, yang menjadi kriteria dan pertimbangan dalam menentukan diagram pareto ini adalah frekuensi kerusakan, ongkos perbaikan, total ongkos perawatan dan harga komponen yang diganti

Percent

Adapun fungsi dari diagram pareto ini adalah: Menunjukkan masalah utama yang dominan. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap keseluruhan masalah. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah yang terbatas. Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah perbaikan. Memberikan informasi secara grafis, dimana informasi itu akan lebih efisien dan efektif serta lebih mudah dipahami, karena prioritas dari suatu permasalahan akan jelas. Memudahkan penelitian serta melihat pencapaiannya sebelum dan sesudah pelaksanaan penanggulangan. 4. Mengidentifikasikan jenis kerusakan, pada konteks analisis ini, jenis kerusakan mempunyai arti dimana sistem dari sebuah elemen gagal untuk memenuhi fungsinya. Sebagai contoh; gagal membuka atau menyalakan sebuah mesin. Pendekatan umum pelaksanaan FMECA dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut:

Gambar 2.4. Pendekatan Umum Pelaksanaan FMECA Sumber: Benjamin S. Blanchard , 1994

5. Menentukan penyebab dari kerusakan, analisis ini melibatkan seluruh proses atau produk yang dibutuhkan untuk membatasi penyebab dari kerusakan pada umumnya. Kelompok pemenuhan melaksanakan FMECA untuk memfasilitasi proses identifikasi dari kumpulan penyebab yang potensial lainnya. Ketika pengalaman dengan sistem serupa memiliki keterbatasan yang lebih untuk memenuhi langkah-langkah pada proses analisis, teknik seperti diagram sebab dan akibat ishikawa juga dikenal dengan diagram tulang ikan, bisa membuktikan efektivitas yang tinggi untuk menggambarkan penyebab potensial untuk setiap kerusakan.

Diagram fishbone atau diagram sebab akibat merupakan suatu alat untuk menganalisa mutu dengan tujuan untuk mengetahui secara menyeluruh hubungan antara kecacatan dengan penyebabnya. Adapun contoh diagram sebab akibat dibawah ini : Contoh diagram sebab akibat dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut:

Gambar 2.5. Diagram Sebab Akibat Sumber: Benjamin S. Blanchard, 1994

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: b. Menentukan masalah atau karakteristik mutu yang akan dikendalikan dan diperbaiki pada tulang kepala ikan. c. Menuliskan karakteristik mutu pada sisi kanan. Gambarkan tanda panah besar dari sisi kiri kesisi kanan.

d. Menuliskan faktor-faktor utama dari kerusakan yang akan diperbaiki pada cabang anak panah, misalkan; Manusia, Mesin, Metode, Material dan Lingkungan e. Menuliskan sub faktor kerusakan secara terperinci pada masing-masing cabang sehingga berbentuk ranting-ranting cabang. 6. Menentukan efek dari kerusakan. Dampak kegagalan sering terjadi dalam beberapa cara, efektivitas dan pencapaian tidak hanya berhubungan dengan unsur fungsional, tapi juga keseluruhan sistem, ketika melaksanakan FMECA sangat penting untuk mempertimbangkan efek kegagalan pada level tinggi berikutnya, mengukur kesatuan fungsional bersamaan dengan dampak pada keseluruhan sistem. Pada posisi lain, ketika menganalisa suatu proses, sangat penting untuk menunjukkan kegagalan yang mempengaruhi sebuah proses. 7. Menilai keburukan dari jenis kerusakan. Pada konteks analisis ini berhubungan dengan efek atau akibat yang serius terhadap jenis kerusakan pada umunya. Mengidentifikasi pendeteksi kerusakan yang berarti, pada kontek ini, sebuah proses dengan orientasi FMECA, menunjuk pada pengendalian aliran proses yang bisa mendeteksi terjadinya kegagalan atau cacat. Bagaimanapun, ketika FMECA terfokus pada perancangan ini menunjukkan pada eksistensi dari beberapa jenis perancangan, bantuan, ukuran, pembacaan atau prosedur verifikasi yang akan mendeteksi hasil dari jenis kerusakan yang potensial. Pada standar pengukuran MIL-STD-1629A. Tujuan dari pengklasifikasian efek kerusakan dapat dibagi menjadi 4 jenis kerusakan, yaitu: a. Akibat Kecelakaan: Sebuah kerusakan yang dapat mengakibatkan hilangnya sebuah kehidupan pribadi dan kerugian terhadap suatu sistem yang lengkap. b. Kritis: Kerusakan yang berpotensial menyebabkan kerugian yang serius dan sistem kerusakan yang signifikan dan kehilangan dari sistem fungsional. c. Marginal: Kerusakan yang bisa menyebabkan kerugian personil, sistem kerusakan dan degradasi sistem fungsional.

d. Minor: Kerusakan yang tidak cukup menyebabkan kerugian secara personil atau sistem, tetapi menghasilkan kebutuhan terhadap beberapa pemeliharaan korektif.
Tabel 2.1. Tingkat Keburukan Jenis Kerusakan, Frekuensi dan Deteksi Probabilitas Sumber: Benjamin S. Blanchard , 1994

a. Efek Buruk
Minor/ Sangat rendah; Tidak Memberikan alasan bahwa harapan terhadap alam sebagai pelengkap ini mempunyai banyak efek pada sistem performansi. Pelanggan mungkin saja tidak menerima kegagalan. Low/ Rendah; Tingkat keburukan rendah untuk penyebab kerusakan alam, hanya melalaikan ganguan pelanggan. Pelanggan mungkin hanya sedikit melihat keburukan pada sistem performansi. Moderate/ Sedang; Penyebab kerusakan adalah ketidak puasan pelanggan. Pelanggan membuat ketidak nyamanan/ gangguan terhadap kerusakan pelanggan akan melihat keburukan pada sub-sistem performansi. High/ Tinggi; Tinggi berarti ketidakpuasaan pelanggan terhadap kerusakan seperti sistem yang tidak bisa dioperasikan, bagaimana tidak, keamanan sistem dilanggar atau gagal memenuhi sesuatu sesuai dengan peraturan pemerintah. Very high/ Sangat tinggi; Tingkat keburukan ketika jenis kerusakan yang potensial mempengaruhi keamanan fungsi sistem atau penyebab kegagalan memenuhi sesuatu sesuai peraturan pemerintah

Tingkat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Frekuensi Kejadian Jenis Kegagalan


Remote/ Sangat rendah; Kerusakan yang tidak disukai Low/ Rendah; Sedikit kerusakan yang relatif Moderate/ Sedang; Kerusakan sesekali High/ Tinggi; Kerusakan berulang Very high/ Sangat tinggi; Kerusakan yang hampir tidak bisa diacuhkan/ dibiarkan

Tingkat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Probabilitas Kerusakan
<1 in 106 1 in 20.000 1 in 4.000 1 in 1.000 1 in 400 1 in 80 1 in 40 1 in 20 1 in 8 1 in 2

c. Deteksi Probabilitas
Very high/ Sangat tinggi; Perancangan verifikasi atau arus proses pengendalian hampir mendeteksi jenis kerusakan yang potensial secara pasti High/ Tinggi; DV atau PCs sekarang mempunyai kesempatan yang baik untuk mendeteksi jenis kerusakan yang potensial Moderate/ Sedang; DV atau PCs sekarang dapat mendeteksi jenis kerusakan yang potensial. Low/ Rendah; DV atau PCs sekarang tidak menyukai/ memilih jenis kerusakan yang potensial.

Tingkat
1 2 3 4 5 6 7 8

Very low; DV atau PCs sekarang mungkin tidak akan mendeteksi Jenis Kerusakan yang Potensial. Absolute certainty of nondetection; Kepastian bukan pendeteksi yang mutlak DV atau PCs sekarang tidak bisa mendeteksi jenis kerusakan yang potensial.

9 10

8. Menilai frekuensi dari jenis kerusakan, ini memberikan fungsi atau komponen fisik dimana sebuah sistem yang sering mengalami kerusakan. Langkah ini ditujukan pada frekuensi jenis kerusakan secara individual. Pada dasarnya jumlah dari frekuensi untuk sebuah elemen sistem harus sebanding dengan nilai kerusakannya. Standar Pengukuran MIL-STD 1629A, ada dua tujuan pendekatan, pertama secara kualitatif dan kuantitatif, ini bertujuan untuk menentukan frekuensi jenis kerusakan. pendekatan kualitatif hanya

merekomendasikan kerusakan yang spesifik. Tabel berikut menjelaskan peringkat kualitatif terhadap kerusakan, jenis kerusakan FMECA, sebagai performansi dimana sebuah industri otomotif meningkatkan peringkat frekuensi jenis kerusakan pada skala 1-10.
Tabel 2.2. Tingkat Kualitatif Probabilitas Kerusakan Sumber: Benjamin S. Blanchard , 1994

Tingkat
A

Nama dan Penjelasan


Frequent/ sering; Probabilitas yang tinggi dari suatu kejadian masingmasing operasi komponen. Probabilitas tinggi dapat berarti sebagai probabilitas jenis kerusakan yang lebih besar dari 0,20 dari keseluruhan probabilitas kerusakan komponen. Reasonably; Probabilitas tingkat sedang dari suatu kejadian masing-masing operasi, kemungkinan pada konteks ini berarti probabilitas jenis kerusakan satu komponen lebih dari 0,10 tapi kurang dari 0,20 dari keseluruhan probabilitas kerusakan komponen. Occasional; Probabilitas kejadian dari masing-masing operasi komponen berarti probabilitas jenis kerusakan tunggal lebih dari 0,01 dari keseluruhan probabilitas masing-masing jenis kerusakan. Romote; Probabilitas yang tidak disukai dari suatu kejadian masing-masing operasi komponen probabilitas ini berarti probabilitas jenis kerusakan tunggal lebih dari 0,001 tapi lebih rendah dari 0,01 dari keseluruhan probabilitas dari kerusakan komponen. Extremely unlikely/ sangat tidak disukai; Jenis kerusakan yang probabilitas kejadian terhadap masing-masing operasi komponen. Sangat tidak disukai ini memiliki arti probabilitas kerusakan tunggal kurang dari 0,001 dari keseluruhan probabilitas kerusakan komponen.

9. Menilai probabilitas kerusakan yang akan dideteksi, ini berhubungan dengan probabilitas dimana sebuah perancangan dan prosedur verifikasi akan mendeteksi jenis kerusakan yang potensial pada waktu yang sesuai pada sistem. Tingkat kerusakan kerusakan pada analisis ini memiliki orientasi

terhadap proses tertentu disuatu tempat yang akan mendeteksi posisi dan mengelompokkan kerusakan sebelum dikirim dan diproses kembali hingga berakhir dikonsumen. 10. Menganalisa jenis kerusakan kritis, objek pada langkah ini memeperkuat informasi yang dihasilkan sampai sekarang. Pada usaha untuk membuat sket pada aspek kritis lainnya pada perancangan sistem kekritisan pada konteks analisis ini adalah fungsi dari frekuensi dari jenis kerusakan, keburukan dan probabilitas yang akan dideteksi pada suatu waktu untuk menghalangi dampak pada pengukuran sistem.

Pada sisi komersil dari spektrum terutama pada industri otomotif, penggunaan dibuat dari suatu metrik jumlah prioritas resiko atau RPN, yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

RPN = (Tingkat Keburukan) x (Tingkat Frekuensi) x (Tingkat Probabilitas dan

Tingkat Deteksi)

RPN berupaya merefleksikan jenis kerusakan kritis, pada dasarnya jenis

kerusakan dengan frekuensi tinggi dengan dampak yang signifikan dengan sistem performansi dan sangat sulit untuk dideteksi karena memilki tingkat RPN yang sangat tinggi, karena itulah disebut kekritisan tingkat tinggi.
Tabel 2.3. Proses FMECA Sumber: Benjamin S. Blanchard , 1994
Proses FMECA Dari Komponen-Komponen Kritis Efek Jenis Nama Komponen Kerusakan yang Potensial Penyebab Potensial dari Kerusakan Potensial Kerusakan Terhadap Sebuah Proses A B Aus Aus Gesekan Pemakaian Efek Potensial Kerusakan Terhadap Pelanggan 4 3 4 4 10 10 1 1 160 120 Pengendalian Kejadian Jenis Kegagalan Keburukan Terhadap Proses Keburukan Terhadap Pelanggan Deteksi Probabilitas Alternatif Tindakan Pengendalian

RPN

Tanggapan

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

3.1. Flowchart Pemecahan Masalah Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya penulis membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilalui seperti tersaji pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah

3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Dalam langkah-langkah penyelesaian masalah ini penyelesaian berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

3.2.1. Observasi Pada proses observasi ini, dilakukan pengamatan langsung dilapangan terhadap kegiatan perawatan mesin-mesin yang ada diperusahaan salah satunya mesin Die Casting. Pertama kali penelitian dimulai yaitu melakukan pengamatan dilapangan seperti mengamati kegiatan produksi dilantai produksi dan kegiatan perawatan yang dilakukan dibagian permesinan serta wawancara dengan bagian operator mesin untuk

mengidentifikasi jenis kerusakan pada komponen sistem hidrolik mesin Die Castig.

3.2.2. Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka berupa konsep-konsep dan teori-teori yang dijadikan landasan berfikir untuk mendukung penelitian. Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah untuk mendapatkan masukan-masukan dari beberapa sumber media baik cetak maupun elektronik, sehingga masalah yang diteliti dapat dipahami dengan lebih baik dan penelitian dilaksanakan dengan terarah sesuai dengan teori yang ada.

3.2.3. Identifikasi dan Perumusan Masalah Perawatan yang dilakukan perusahaan selama ini meliputi kegiatan preventive berupa kegiatan perawatan rutin untuk setiap jenis mesin Die Casting. Dalam penelitian ini, pokok dari masalah yang dihadapi adalah sering terjadinya kerusakan pada komponen sistem hidrolik mesin Die Casting. Permasalahan ini dikarenakan perawatan yang dilakukan kurang baik, sehingga sering terjadi perbaikan penggantian komponen mesin serta kurangnya sistem perawatan yang lebih memadai dan terjadwal.

3.2.4. Tujuan Penelitian Setelah melakukan identifikasi masalah, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi, mengidentifikasi efek yang ditimbulkan akibat kerusakan serta memberi usulan perbaikan bagi perusahaan dalam menyelesaikan permasalahannya.

3.2.5. Pengumpulan Data Dalam melakukan pengumpulan data, dilakukan beberapa tahap pengambilan data yang mendukung penelitian ini. Diantanranya adalah data-data yang diperlukan yaitu: 1. Data umum perusahaan, yang meliputi sejarah perusahaan, struktur organisasi dan produk yang dihasilkan. 2. Data kondisi kerja, data ini diperlukan untuk mengetahui kegiatan yang ada di perusahaan dan lamanya waktu bekerja. 3. Data komponen mesin untuk mengetahui fungsi-fungsi setiap komponen sistem hidrolik yang ada dalam mesin Die Casting serta dapat mengetahui nama-nama komponen yang dianggap kritis. Adapun komponen yang dianggap kritis pada sistem hidrolik mesin Die Casting adalah komponen yang sering mengalami kerusakan. 4. Data kerugian mesin karena tidak beroperasi, data ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kerugian perusahaan jika mesin tidak beroperasi. 5. Data waktu perawatan yang meliputi waktu perawatan perbaikan dan penggantian spare part, pencegahan dan waktu perawatan penggantian kerusakan. 6. Data harga tiap komponen sistem hidrolik mesin Die Casting, data ini diperlukan untuk mengetahui harga komponen-komponen pada mesin Die Casting yang dianggap sering mengalami kerusakan. 7. Data waktu antar kerusakan (Time to Failure), data ini digunakan untuk mengetahui tingkat frekuensi kerusakan pada sistem hidrolik mesin Die Casting.

3.3. Pengolahan Data Dalam pengolahan data ini, data dikumpulkan sesuai dengan metode yang dipilih untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti. Langkah-langka pengolahan data tersebut yaitu: 1. Menentukan komponen mesin yang paling keritis yang disajikan dalam bentuk diagram pareto 2. Menentukan jenis kerusakan dari komponen kritis sistem hidrolik mesin Die Casting 3. Menentukan sebab dan akibat dari komponen kritis sistem hidrolik mesin Die Casting dengan bantuan Fish Bone. 4. Menentukan efek dari kerusakan komponen kritis sistem hidrolik mesin Die Casting 5. Menilai keburukan dan jenis kerusakan karena dari kerusakan yang terjadi menimbulkan keburukan terhadap komponen serta menyebabkan kerugian yang besar dari sistem fungsi mesin. Menilai keburukan dari komponen-komponen kritis dilihat dari seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan dari komponen tersebut. 6. Dari kerusakan yang terjadi pada komponen dapat diukur frekuensi kejadian kegagalannya yang memberikan gambaran bahwa komponen tersebut kritis dari sebuah sistem yang ada. 7. Probabilitas kerusakan dari komponen-komponen kritis merupakan suatu

perancangan atau prosedur untuk mendeteksi jenis kerusakan yang potensial pada waktu yang sesuai pada sistem. 8. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu metode untuk melihat seberapa besar resiko kerusakan dengan memprioritaskan nilai RPN yang lebih tinggi, karena itulah disebut kekritisan tingkat tinggi.

3.4. Failure Mode, Effects and Criticality Analysis (FMECA) Dalam mengidentifikasi komponen-komponen kritis dan melihat sejauh mana komponen tersebut menyebabkan gangguan terhadap suatu mesin atau sistem, hal yang harus dilakukan yaitu dengan menerapkan metode FMECA yaitu dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penggambaran kebutuhan sistem (produk/ proses).

2. Pemenuhan analisis fungsional, ini melibatkan pendefinisian sistem pada fungsi terminologi. 3. Pemenuhan alokasi kebutuhan, ini adalah naik turunnya kerusakan sistem ukuran kebutuhan untuk beberapa kesatuan fungsional (produk/ proses) dalam sistem hierarki fungsional. 4. Mengidentifikasikan jenis kerusakan. 5. Menentukan penyebab dari kerusakan. 6. Menentukan efek dari kerusakan. 7. Menilai keburukan dari jenis kerusakan.

3.5. Analisis Analisis dari pembahasan ini, berisi tentang hal-hal yang ingin di capai. Diantaranya adalah interval waktu yang optimum dalam melakukan penggantian pencegahan

komponen kritis pada mesin Die Casting dengan kriteria minimasi ongkos.

3.6. Kesimpulan Menarik kesimpulan dari pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data yang telah diperoleh untuk menemukan pemecahan dari masalah yang akan dicapai.

3.7. Selesai

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.1. Pengumpualan Data Pengumpulan data pada tugas akhir ini, secara graris besar terdiri dari gambaran umum perusahaan, data-data perusahaan yang dibutuhkan berhubungan dengan permasalahan yang akan diselesaikan. 4.1.1. Data Umum Perusahaan 4.1.1.1.Sekilas tentang PT. WIKA INTRADE A. Sejarah Singkat PT. WIKA IN-TRADE PT. WIJAYA KARYA adalah suatu Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada tahun 1960, yang pada saat ini merupakan sebuah perusahaan dengan diversifikasi bidang usaha yang luas, yaitu meliputi jasa konstruksi, industri, manufaktur, dan fabrikasi, perdagangan serta realti dan property. Pada akhir tahun 90-an secara bertahap PT. WIJAYA KARYA mulai merubah unit kerja usahanya dari bentuk divisi-divisi menjadi anak perusahaan. Salah satu anak perusahaan tersebut adalah PT. WIKA IN-TRADE yang terbentuk pada awal tahun 2000, sebagaimana tersebut dalam Akta Notaris Imas Fatimah, SH. NO 16 tanggal 20 Januari 2000. Sesuai dengan kondisi persaingan dunia usaha yang makin mengglobal diharapkan dengan menjadi anak perusahaan maka kemampuan daya saing perusahaan akan semakin meningkat, baik di pasar nasional dan internasional.

PT. WIKA IN-TRADE ini merupakan hasil penggabungan 2 divisi yang ada di PT. WIJAYA KARYA, yaitu Divisi Produk Metal dan Divisi Perdagangan. Divisi Produk Metal merupakan divisi yang memiliki bidang usaha Fabrikasi Metal (Ferrous dan non-Ferrous), fabrikasi plastik (Engineering Plastic) dan fabrikasi produk kelistrikan. Khusus produk alumunium casting untuk otomotif telah mendapatkan pengakuan dari standar internasional yaitu dengan diperolehnya sertifikat QS 9000 pada tahun 1999 dan diperbaharui dengan sertifikat ISO/TS 16949:2002 pada tahun 2004. Sedangkan divisi perdagangan berpengalaman

dalam kegiatan pengadaan dan perdagangan yang meliputi produk-produk WIKA sendiri dan lainnya di luar WIKA, yaitu mencakup jasa perdagangan material dan peralatan konstruksi, jasa handling impor dan ekspor serta ekspor furniture yang di dukung oleh pabrikasi furniture di Semarang. Selain itu sejak akhir 1996, devisi perdagangan juga mempinyai kegiatan usaha dalam bidang konversi energi, yaitu fabrikasi pemanas air tenaga surya (solar water heater), aircon water heater dan sistem listrik tenaga surya, yang semula merupakan produk yang dikelola dan dikembangkan oleh Devisi Produk Industri sejak tahun 1987. Saat ini, untuk setiap produk pemanas air tenaga surya yang terjual diberikan garansi oleh perusahaan selama 5 tahun.

Kegiatan usaha dalam bidang ekspor juga telah menghasilkan penghargaan Primaniyarta dari presiden Republik Indonesia pada akhir tahun 1992, yaitu penghargaan sebagai eksportir terbaik nasional 1992. Saat ini PT. WIKA IN-TRADE memiliki 4 bisnis unit yaitu: 1. Bisnis unit metal yang memiliki 2 pabrik: a. Pabrik Automotif Part di Jatiwangi, kabupaten Majalengka Jawa Barat. b. Pabrik produk penunjang di Cilengsi, kabupaten Bogor Jawa Barat. 2. Bisnis unit konversi energi yang memiliki satu pabrik yaitu Pabrik Konversi Energi di Cilengsi, Kabupaten Bogor Jawa Barat. 3. Bisnis unit furniture yang memiliki satu unit pabrik-pabrik produk furniture di Semarang Jawa Tengah. 4. Bisnis unit perdagangan umum.

B. Visi dan Misi PT. WIKA IN-TRADE Visi Menjadi perusahaan yang sehat pada setiap bidang usahanya serta mampu memenuhi harapan semua pihak yang berkepentingan. Kegiatan usaha perusahaan berbasis pada proses dan berdasarkan Total Quality Management (TQM).

Misi Dalam waktu 3 tahun menunjukan kinerja yang sehat dan siap menjual sebagian sahamnya. Mencapai 80% dari standar pengukuran kinerja TQM dalam 3tahun.

C.

Kebijakan Mutu PT. WIKA IN-TRADE Manajemen PT. WIKA IN-TRADE sepakat untuk mengembangkan dan menerapkan budaya mutu untuk menjadikan perusahaan yang unggul dan sehat melalui upaya: - Mengutamakan upaya pelayanan dan kepuasan pelanggan - Menghasilkan produk yang bermutu dan berdaya saing - Melaksanakan pengembangan kompetensi dan penghargaan sumberdaya manusia sesuai perkembangan bisnis - Mengimplementasikan dan meningkatkan keefektifan sistem manajemen yang berbasis proses bisnis serta memanfaatkan teknologi dan engineering secara berkesinambungan - Membangun kerjasama yang saling menguntungkan dengan mitra

D. Fasilitas Pabrik Dengan profesionalnya pelayanan yang diberikan oleh PT. WIKA IN-TRADE pada konsumen, tentunya itu semua memicu kelengkapan sarana dan prasarana yang harus dimiliki PT. WIKA IN-TRADE, adapun sarana dan prasarana yang tersedia di PT. WIKA IN-TRADE antara lain Mesin Sand blowing (Shell Blowing), Mesin Gravity Casting, Mesin Injection Die casting, Mesin Hammer, Mesin heat Treatment, Mesin CNC, Mesin Bor, Mesin Rotary, Tungku Melting dan Tungku Holding.

4.1.1.2. Struktur Organisasi Dan Ruang Lingkup Kegiatan Perusahaan A. Struktur Organisasi PT. WIKA IN-TRADE Struktur Organisasi PT. WIKA IN-TRADE terdiri dari beberapa seksi, masing-masing seksi memiliki struktur organisasi Yaitu: 1. SEKSI PEP 2. (Pjs) SEKSI LOGISTIK 3. SEKSI WORKSHOP 4. (Pjs) SEKSI PERALATAN 5. SEKSI PRODUKSI CASTING 6. SEKSI PRODUKSI MACHINING

Untuk lebih jelasnya mengenai Struktur Organisasi PT. WIKA IN-TRADE dapat digambarkan sebagai berikut:

Struktur Organisasi BISNIS UNIT AUTOMOTIVE PART


GENERAL MANAGER CHAIRUL ANNAM

TEKNIK & PENGEMBANGAN M. SAMYARTO BANGDUK HARLI S BANGSES NANDANG S

BIDANG BIDANG PEMASARAN PEMASARAN DWI ARIEF W BUDI WINARNO TONY SETIADI

TEKNIK & PRODUKSI APFC CECEP MAHMUDIN

TEKNIK & PRODUKSI APFP SUKMA WARDHANA

SEKSI TEKNIK ADI AMIRULLAH UNIT PENJUALAN IDA BAGUS UNIT PENGEMBANGAN PASAR GANJAR M

SEKSI PRODUKSI

SEKSI TEKNIK PEBY ABDILLAH (pjs)

SEKSI PRODUKSI

SEKSI ADM. PEMASARAN SAVIRA W

SEKSI QUALITY S.H.E CECEP MAHMUDIN (pjs) SEKSI PEP CECEP MAHMUDIN (pjs) SEKSI WS/PERALATAN CECEP AMIRULLAH ADI MAHMUDIN (pjs)

CASTING ACEP IYGP

SEKSI PEP SUKMA WARDHANA (pjs) SEKSI WS/PERALATAN SUKMA WARDHANA (pjs) PLASTIK & PAINTING SOPANDI

BAGIAN PENGADAAN PUGUH I

MACHINING AGUS RUFAWAN (pjs)

SEKSI QUALITY S.H.E SUKMA WARDHANA (pjs)

BAGIAN KEU & SDM M. DODI W

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. WIKA IN-TRADE.

B. Ruang lingkup Kegiatan Produksi pada PT. WIKA IN-TRADE Adapun Ruang lingkup kegiatan produksi PT. WIKA IN-TRADE di jelaskan dengan gambar berikut ini:

INCOMING MATERIAL

MELTING

CASTING

MACHINING

GATE CUTTING

CORE REMOVAL

FINSIHING
CASTING 12 Unit Die Casting 19 Unit Grav. Casting 10 Unit Sand Blowing

FINISHED GOOD

OUT GOING
QUALITY 1 unit Spectro Analyzer 2 unit CMM 1 unit Tensile strength V 1 unit Hardness Rockwell 1 Unit Roughness 1 unit Microscope 4 unit leaktest

MACHINING / FINISHING 20 unit CNC 22 unit DM 9 unit UM 1 unit Vacuum Impreg. 1 unit Welding 1 unit pressing 3 unit buffing

Gambar 4.2 Kegiatan Produksi PT. WIKA IN-TRADE.

Struktur Organisasi menggambarkan wewenang dan tanggung jawab dari setiap bagian untuk menjalankan kerja sama antar individu untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.

C. Customer

Gambar 4.3 Customer PT. WIKA IN-TRADE.

D. Product Range

PT. HINO MOTORS MANUFACTURING INDONESIA

Spacer, Fan Pulley

Pipe Intake 6251A

Pipe Intake 110

Pipe Intake 8980

Pipe Intake EON40

Pipe Intake 8180

Gambar 4.4 Product range PT. WIKA IN-TRADE.

4.1.1.3. Data Fasilitas Perusahaan Data fasilitas perusahaan merupakan alat pendukung dalam pelaksanaan pemeliharaan di PT. WIKA INTRADE. Adapun data fasilitas yang ada di perusahaan seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. 4.1 Data Fasilitas Perusahann No 1 2 3 Genset Forklift Mesin Gravity Casting 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Mesin Hammer Mesin Die casting Mesin Die casting Mesin Sandblowing Mesin CNC Tungku Melting Tungku Holding Stationary Compresor Instalasi pipa Gas Mesin Bor Mesin Gerinda Pesawat las / bensin Pesawat las/ listrik Tangki LPG Mesin bor Pompa air limbah Pompa angin Holding Furnace DC 650T 22 Holding Furnace DC 350T 23 Penampung air bersih Jenis Merk Cumming KTA 19 MITSUBSIH Type 600x800 TOYO TOSHIBA MORAISHIKI SAS-55 S Type 2KB 30 free 2c/s Lunan type 13KB3 Miller Bob cat Bobart TU-295 Pertamina Metabo Machinen Ebra Abac CSC terru BX.247E Kapasitas 64-500 KVA/LAT >50 Kg 50 Ton 250-900 Ton 900-1100 Ton 540-630 Ton 500 kg 230-450 Kg 07 mpa 75 kw 50 Hz 505 meter D 410 * 1000 225 AC/DC 800 W 5 Ton 5 PK/ 3 Phas Tbun 50 C 12 Bar 650 Ton Kondisi B B B Jmlh 2 2 19

B B B B B B B B B B

1 7 5 9 6 1 7 4 1 5

14 15 16 17 18 19 20 21

B B B B B B B B

6 2 2 1 5 2 2 2

BX.302 Pinguin

350 Ton 3500 ltr

Tabel. 4.2 Data mesin unit casting Tahun 2010 Keterangan Alat/ Mesin No Nama Mesin Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Gravity Casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Die casting Nomor Mesin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 GM 01 GM 02 GM 03 GM 04 GM 05 GM 06 GM 07 GM 08 GM 09 GM 10 GM 11 GM 12 GM 13 GM 14 GM 15 GM 16 GM 17 GM 18 GM 19 DC 01 DC 02 DC 03 DC 04 DC 05 DC 06 DC 07 DC 08 DC 09 DC 10 DC 11 DC 12 20 25 20 25 15 TON 15 TON 20 25 FU YU SHAN PT. KENKAD PT.KENKAD TOYO TOYO TOYO TOYO TOYO TOYO TOYO TOSHIBA TOYO TOYO TOYO TOYO 150 T 150 T 150 T 150 T 150 T 800 T 800 T 1000 T 800 T 800 T 800 T 800 T 800 T FYS 800 T 50 T 50 T BD 350 V2C BD 650 V2C BD 250 V2C BD 800 V2C BD 650 V2C BD 900 V2C BD 350 V2C BD 650 CL-T BD 800 V4-T BD 650 V4-T BD 650 V4-T BD 350 V4-T 29-01-1988 29-01-1988 01-04-1983 01-04-1983 29-01-1988 02-06-1995 02-06-1995 02-06-1995 31-05-1996 31-05-1996 31-05-1996 27-06-1997 27-06-1997 26 -09 -1997 26 -09 -1997 24 -10 -1997 04- 01- 2004 30- 09- 2005 30- 09- 2005 25-05-1989 29-01-1994 18-04-1995 31-05-1996 31-05-1996 26-09-997 24-12-1997 26-02-2004 20-12-2004 9-Apr-05 9-Apr-05 6-Jun-05 Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Tidak Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Model & No. Spesifikasi Tahun Beli Status

Tabel. 4.3 Data mesin unit CNC Tahun 2010 Keterangan Alat/ Mesin No Nama Mesin Nomor CNC 01 CNC 02 CNC 03 CNC 04 CNC 05 CNC 06 CNC 07 CNC09 CNC 10 CNC11 CNC 12 CNC13 Model & No. FRONTIER MI FRONTIER MI FRONTIER MII TOPPER TOPPER TOPPER TOPPER TC2SB/111572 CL2000TE/CL201CK1052 CL2000A/CL201CF0839 AO4B-OO8O-B112 AO4B-OO8O-B112 Spesifikasi MSC - 520 MB MSC - 520 MB MSC - 521 MB TMV - 400 TMV - 760 TMV - 610 TMV - 920 Taping Centre Lathe Lathe T21iD T21iD Tahun Beli 1996 1996 1997 1997 1997 1997 1997 2004 2004 2004 2005 2005 Table size X : 560, Y : 410 X : 560, Y : 410 X : 800, Y : 410 Tidak Aktif X : 700, Y : 450 X : 400, Y : 250 X : 700, Y : 450 X : 480, Y : 360 X : 245, Y : 370 X : 245, Y : 370 X : 500, Y : 400 X : 500, Y : 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

CNC CNC CNC CNC CNC CNC CNC ( ws ) CNC (Brother) CNC Lathe (Mori Seiki) CNC (Mori Seiki) CNC ROBODRILL CNC ROBODRILL

4.1.1.4. Deskripsi Sistem 4.1.1.4.1. Proses Die casting Proses Die casting adalah proses pengecoran dengan cara ditekan (pressure). Dalam pressure Die casting logam diinjeksikan kedalam cetakan dengan kecepatan tinggi dan membeku dibawah pengaruh tekanan luar. Logam cair ditembakan melalui ingate (gate) untuk mengisi cetakan. Ventilasi dan lubang overflow disediakan untuk pengeluaran udara. Logam ditekan sehingga mengisi seluruh celah cetakan, dan tekanan ditahan sementara agar logam membeku untuk memastikan kerapatan.

a.

Cetakan High Presure Die casting Cetakan harus kuat agar dapat menahan beban tinggi pada saat pengecoran. Cetakan ini terbuat atas dua bagian yaitu bagian cover depan, dipasangkan pada permukaan tetap dan menerima logam cair dari nozzle injeksi mesin. Yang kedua adalah ejector yang dipasangkan pada permukaan yang dapat digerakan. Pembukaan dan penutupan cetakan dilakukan dengan

menggerakan bagian ini. Cetakan dapat berupa single-cavity, multipe-cavity, kombinasi, dan jenis unit. Cetakan single-cavity hanya memberikan satu coran untuk tiap siklus operasi. Untuk produksi skala besar digunakan multiple-cavity, jika mengandung dua atau lebih bentuk berbeda digunakan cetakan kombinasi. Cetakan jenis unit memiliki pemegang cetakan dimana beberapa elemen dapat ditempuh dan diisi pada saat bersamaan. Beberapa unit dapat diblok untuk mengatur jumlah coran pada tiap bagian.

Gambar 4.5. Die dan nama-nama bagian

Kanal air untuk pendinginan dapat diberikan untuk blok cetakan untk mencegah overheating local pada daaerah getting sistem. Pemanasan awal diperlukan sebelum produksi dimulai. Temperatur cetakan berkisar pada 200C untuk paduan seng dan 300C untuk paduan alumunium.

b.

Karakteristik Cetakan Die casting Cetakan merupakan bagian penting dalam proses die casting. Bentuk dan dimensi cor yang dihasilkan tergantung pada cetakan yang digunakan pada dimensi cor yang dihasilkan tergantung pada cetakan yang digunakan pada mesin die casting. Karakteristik cetakan yang diperlukan untuk die casting yaitu memiliki kestabilan dimensi yang baik, memiliki ketahanan panas yang

baik, tidak bereaksi dengan logam cair, memiliki ketahanan aus dan memiliki ketahanan pada fisik yang tinggi. c. Bagian-bagian Cetakan (Mould) Bagian-bagian cetakan diantaranya: 1. Body spacer (bingkai cetakan) merupakan tempat diletakanya cetakan 2. Insert dies (cavity) merupakan bentuk rongga cetakan yang diletakan dalam body spacer dan merupakan suatu bagian dari cetakan yang akan menghasilkan bentuk dan dimensi dari part yang dihasilkan. 3. Core (inti) merupakan bagian yang berfungsi untuk membuat rongga atau lubang pada coranyang dihasikan 4. Pin Ejector berupa batang-batang kecil yang berfngsi untuk mendorng keluar hasil cor dari cetakan. 5. Distributor merupakan bagain dari cetakan yang berguna untuk mendistribusikan aliran yang masuk keseluruh bagian cetakan 6. Runner merupakan bagian yang mengalirkan logam dari sleeve menuju rongga cairan. 7. Ingate (gate) merupakan bagian cetakan yang berupa celah sempit untuk mengalirkan logam cair yang diinjeksikan kedalam rongga cetakan. 8. Overflow merupakan bagian terakhir dari system pengairan logam di dalam cetakan yang berfungsi untuk menampung kotoran dari hasil proses pengecoran dan udara yang ikut masuk kedalam cetakan pada saat pengisian dies. 9. Venting flow merupakan bagian yang berfungsi untuk melepaskan udara yang ada dalam rongga cetakan sehingga akan mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam coran.

Didalam cetakan-cetaan untuk proses die casting ini, untuk mencegah terjadinya overheat pada titik kritis maka terdapat system saluran pendingin yang terdiri dari internal cooling dan eksternal cooling. Pada eksternal biasanya dilakukan secara otomatis oleh mesin pada saat berlangsungnya proses die casting dengan spraying system. Sedangkan pada internal cooling pendinginan dilakukan denagan air biasa.

d. Standar intruksi pemeriksaan mould Die casting dalam proses produksi 1. Cavity Urutan kerja: bersihkan permukaan mould(fix and mov) dengan water sprayer, keringkan permukaan mould (fix and mov) dengan menyemprotkan angin dipermukaan mould, periksa permukaan mould,apakah terjadi scratch (almunium yang menempel pada permukaan mould) tindak lanjut perbaikan bersihkan almunium yang menempel dengan menggunakan polipex,air grinder. 2. Slide core Urutan kerja: bersihkan wire plate(bidang slider) atau dowel pin dengan water sprayer,lalu keringkan dengan angin,periksa gerakan slide core dengan mengoprasikan hydrolik (jika sistem hidroik) atau menutup dan membuka mold (jika sistem dowel pin), tindak lanjut jika gerakan slide core tidak berfungsi dengan baik, lumasi bagian slide dan periksa kembali. 3. Pin core Urutan kerja; periksa pin core pada fix dan mov side. Jika ada pin core bengkok atau patah, turunkan mold dan ganti pin core tersebut. 4. Pin ejector Urutan kerja: periksa pin ejector pada mov side, jika ada pin ejector yang bengkok atau patah, turunkan mold dan ganti pin core tersebut. 5. Hidrolik sistem Urutan kerja: operasikan hidrolik apakah berfungsi dengan baik, dan apakah ada oli yg keluar. Jika sistem tidak berfungsi dan ada oli yang keluar, maka perbaiki yang rusak,bongkar dan ganti yang rusak 6. Sleeve mold Urutan krja: periksa visual hasil shoot pada biscuitnya 7. Pin pengarah Urutan krja: periksa pin pengarah pada mov slide 8. Sistem pendingin

Urutan kerja: buka semua air pendingin ke mold, periksa apakah ada air yang keluar dari sistem pendingin. Terjadi kebocoran maka perbaiki kebocoran tersebut. 9. Ventilasi udara Periksa permukaan mold, apakah saluran ventilasi berfungsi dengan baik. e. Komponen Utama Mesin Die Casting Komponen utama mesin Die Casting terdiri dari tiga bagian utama yaitu sebagai berikut: 1. Bagian Luar Mesin Tanur Tunggu (Holding Furnace) Tanur tunggu atau holding furnace merupakan tempat penampungan sementara logam cair yang akan dicor. Ladel (leadle) Ladel digunakan untuk membawa logam cair dari tanur tunggu ke sleeve. Plunger Rood, Tip Joint, dan Plunger Tip Ketiganya merupakan satu kesatuan yang bersama-sama mendorong logam cair yang ada dalam sleeve agar masuk kedalam cavity. Sleeve (Silinder Injeksi) Sleeve atau disebut juga dengan plunger terletak pada bagian plat yang sitemnya tidak bergerak (fixed platen), berbentuk silinder berlubang yang di dalamnya terdapat piston yang bergerak sepanjang lubang silinder tersebut untuk mendorong logam cair yang sudah dimasukan dari sisi bagian atas sleeve yang berlubang (pouring houle). Plat Diam (fixed platen) dan Plat Penggerak (moving platen) Plat diam dan bergerak adalah tempat untuk meletakan masing-masing cetakan diam (fixed die) dan cetakan bergerak (moving die). Die tersebut diletakan pada plat dengan menggunakan clamp (penjepit)

Alat Penyemprot (Spray Device) Alat ini sangat berperan dalam mengatur temperatur permukaan die. Alat ini terdiri dari pipa-pipa kecil yang banyak dan masing-masing pipa dapat diatur arahnya ke seluruh bagian permukaan die.

2. Sistem Hidrolik Sistem Hidrolik adalah sistem tenaga fluida yang menggunakan zat cair biasanya oli, untuk melakukan suatu gerakan segaris atau putaran. Sistem ini bekerja berdasarkan prinsip Jika suatu zat cair dikenakan tekanan, maka tekanan itu akan merambat ke segala arah dengan tidak bertambah atau berkurang kekuatannya.

3. Teknik Kelistrikan Electrical pada mesin Die Casting dapat diketahui dengan data sebagai berikut:

Motor capacity

: 22 kw 6P AC200V for hydraulic pump 0.75 kw 4P AC200V for die height 20 w 2P AC100V for lubrication pump

Power Source Capacity

: AC200V (50Hz) / 220V (60Hz) : 35 KVA

Operation panel (size) Control panel (size) Control method Machine size Weight

: (200Wx180Bx1600H) : (800Wx350BxI600H) : Micro computer (PLCS PART-07) : L x W x H (max) 6111 x 1835 x 281(mm) : 14 ton

Contol panel yang ada pada mesin Die Casting berfungsi untuk mengecek atau merubah program yang disesuaikan dengan parameter masing-masing produknya. Berikut adalah gambar control panel yang ada pada mesin Die Casting.

Gambar 4.6. Control Panel mesin Die Casting

f.

Tahap-tahap Proses Die Casting Berikut adalah tahap-tahap dalam Die Casting : 1. Die Close Die Close adalah proses penutupan die pada mesin Die Casting 2. Pouring Pouring adalah proses penumpang logam cair dari holding furnace menuju sleeve dengan menggunakan ladle 3. Shot Pada bagian shot process die casting terbagi menjadi tiga fase yaitu: Fase I bertujuan untuk membawa logam cair keposisi gate dan mengeluarkan udara atau gas dalam sleeve. Fase II bertujuan untuk mengisi cavity dan overflow serta membawa udara atau gas dan kotoran ke overflow. Fase III disebut juga fasa intensifikasi dimana pada fase dimulai saat cavity filling time selesai atau setelah a hot end yaitu saat plunger tip berhenti. Fase ini bertujuan untuk memampatkan produk casing.

4. Cooling Cooling merupakan proses pendinginan oleh internal cooling dengan mengairkan air pada bagian-bagian kritis dari cetakan dengan tujuan menghindari terjadinya overheat dan mempercepat pembekuan part. 5. Die Open Merupakan proses pemisahan part dari dies sehingga memudahkan pengambilan part oleh mesin extrasctor atau operator. 6. Ejector Merupakan proses pengambilan part dari dies sehingga part dapat diproses lebih lanjut. 7. Spray Merupakan proses pendinginan dies dengan menggunakan semprotan udara dan air yang dicampur dengan die lubricant.

g.

Gambar Tahapan Proses Die Casting

Gambar 4.7. Proses Die Casting

4.1.1.4.2. Prinsip Sistem Hidrolik

a. Pengertian Sistem Hidrolik Sistem Hidrolik adalah sistem tenaga fluida yang menggunakan cairan (liquid) sbagai media transfer. Cairan hidrolik biasanya berupa oli (oli hidrolik) atau campuran antara oli dan air.

b. Kontruksi Dasar Sistem Hidrolik Konstruksi dasar sistem hidrolik dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut diperlihatkan komponen-komponen yang ada pada sistem hidrolik.

Gambar 4.8. Sistem Hidrolik dan nama bagian sistem hidrolik

Adapun cara kerjanya sebagai berikut: Apabila pompa (2) diaktifkan dengan cara menghidupkan penggerak mula, oli dan tangki (1) tersedot kemudian ditekan melalui saluran tekan, diarahkan oleh control valve (10) ke silinder hidrolik dan mendorong piston maju. Oli disebelah piston terdorong maju terus melalui katup pengarah (control valve 10) kemudian kesaluran balik terus ke tangki. Untuk menggerakan piston kembali ke posisi semula atau mundur maka handle control valve dikembalikan ke posisi semula, sehingga oli akan diarahkan ke silinder bagian depan dan mendorong piston mundur. Demikian seterusnya gerakan bolak-balik silinder diarahkan oleh control valve dengan mengoperasikan handle.

c. Penginstalasian Pompa Hidrolik Penginstalasian harus digunakan sesuai dengan karakteristik penggunaan maupun cara kerjanya seperti: Penggunaan pada peralatan yang bertekanan tinggi. Beban berat, suhu tinggi, dan sebagainya. Karakteristik kerja yang banyak getaran dan tidak stabil.

Oleh karena itu penginstalasian pompa perlu memperlihatkan hal-hal sebagai berikut: Pengikatan harus kuat agar tidak mudah lepas Penggunaan mur, baut perlu menggunakan perapat sebagai peredam getaran dengan menggunakan bahan-bahan elastis atau cincin pegas. Untuk peralatan atau mesin yang mobile perlu landasan ikat yang kuat. Bila bekerja pada sistem yang bersuhu tinggi maka instalasi hidrolik harus menggunakan cairan hidrolik tahan api. Pemasangan poros antara poros pompa dengan poros penggerak mula harus sejajar pada garis lurus.

4.1.1.5. Objek Pemeliharaan dan pemeriksaan Mesin Die casting Mesin Die casting umumnya digunakan pada kondisi kerja ketika banyak pecahan logam yang berserakan dan berbagai macam debu menempel pada mesin. Mesin ini juga dipaksa untuk beroperasi selama berjam-jam dalam kondisi lingkungan yang tidak terjaga kebersihanya. Mesin yang ada dalam perusahaan khusus dirancang untuk beroperasi secara baik selama mungkin dalam kondisi dan tempat yang baik. Dalam hal ini lingkungan yang bersih sangat berpengaruh untuk kelangsungan proses produksi mesin tersebut. Namun, jika tidak ada perhatian dan pemeliharaan mesin yang baik dan ditinggalkan dalam kondisi kerja berat tanpa perawatan yang tepat mengakibatkan umur mesin akan berkurang dan mengurangi kehandalan dari mesin tersebut.

Sebagai objek pemeliharaan Sistem Hidrolik Die casting secara umum yaitu pemeliharaan yang menyangkut ACC gas pressure and hydraulic pressure dan pemeriksaan oli pada sistem hidrolik di mesin Die casting. Sistem pemeliharaan Die casting berdasarkan pada buku petunjuk pemeliharaan yang dibuat oleh pabrik pembuatnya, pemeliharaan tersebut di standarisasikan dan dilaksanakan menurut standar waktu yaitu : pemeliharaan harian pemeliharaan mingguan pemeliharaan 1 bulanan pemeliharaan 3 bulanan pemeliharaan 6 bulanan pemeliharaan 1 tahun

A. Pemeriksaan ACC gas pressure and hydraulic pressure 1. Pemeriksaan harian Pemeriksaan terhadap pressure standart intensify accumulator dengan tekanan hidrolik pada keadaan normal yaitu 150-240 kgf/cm. Pemeriksaan terhadap error of pressure gauge 0-5 kgf/cm (indikator tekanan) sebelum tekanan terhadap pompa hidrolik di setting.

Periksa pompa hidrolik apakah tersambung dengan baik antara poros pompa dengan poros pengerak mula. Periksa meteran pompa pada vacuum cleaner untuk membersihkan kotoran yang tersisa pada katup katup penghisap dalam pompa. Periksa indikator saringan udara pada pompa hidraulik. Periksa kelengkapan unit tenaga (power pack) dengan baik sebagai pembangkit aliran yang mengalirkan cairan hidrolik keseluruh komponen sistem hidrolik untuk mentransfer tenaga. Periksa unit penggerak (actuator) apakah bergerak dengan baik 2. Pemeriksaan Bulanan Periksa dan catat pengaturan tekanan pada pompa utama hidraulik. Periksa dan catat tekanan gas Nitrogen pada hidrolik untuk tetap pada batas normal yaitu 60 kgf/cm. Periksa jika terjadi kebocoran cairan hidrolik yang berasal dari bagian roda silinder hidrolik. Periksa katup pengarah (Directional control valve) untuk mengarahkan gerakan aktuator 3. Pemeriksaan Tiga Bulanan Periksa keadaan pengaturan tekanan gas Nitrogen. Periksa dan bersihkan filter pelumas oli samping. Lumasi sprocket dan rantai pakai grafit omega 99. 4. Pemeriksaan Enam bulanan Bersihkan window filter dan lapisi dengan ETNA OIL. Periksa katup pengatur tekanan (pressure Regulator) untuk mengatur tekanan cairan hidrolik yang bekerja pada sistem. Periksa adanya kelainan baut kendor retakan-terakan, benda asing pada setiap silinder kerja 5. Pemeriksaan tahunan Bersihkan cairan pelumas (oli) yang pada window filter pump dan lapisi dengan ETNA OIL. Penggantian suku cadang jika terjadi kerusakan pada Catrid pump

B. Pemeriksaan minyak (oli) pada pompa hidrolik 1. Pemeriksaan harian Periksa minyak pelumas pada terhadap perputaran (rotasi) plunger tip. Pemeriksaan kebersihan tangki pada saat memasukan oli Periksa meteran tekan minyak pada solenoid valve Periksa minyak pada tangki hidrolik untuk memastikan oli cukup. Penggantian minyak (oli) yang sudah kotor dan cepat panas pada reservoir (tangki hidrolik) 2. Pemeriksaan mingguan Lumasi bagian-bagian yang berputar (bergerak) pada hasler dengan spindle oil. Periksa dan perbaiki jika terjadi kebocoran oli pada saat mesin hidrolik beroperasi. Periksa shot silinder rod packing jika terjadi kebocoran oli saat mesin hidrolik beroperasi.

4.1.2. Data Kondisi Kerja Pada kondisi kerja PT. WIKA IN-TRADE ini, data waktu kerja karyawan yang ada pada perusahaan serta waktu kerja para karyawan 1. Waktu Kerja Karyawan Data waktu jam kerja didapat dari waktu lamanya kerja para karyawan dalam satu hari. Data ini digunakan untuk mengetahui rata-rata kerja karyawan dan mengetahui rata-rata waktu pelayanan dalam satu hari. Adapun data jam kerja adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Jam Kerja Karyawan

Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat

Jam kerja sift1 08:00 -15.00 08:00 -15.00 08:00 -15.00 08:00 -15.00 08:00 -15.00

Istirahat 12.00:13.00 12.00:13.00 12.00:13.00 12.00:13.00 12.00:13.00

Jam Kerja Sift2 16:00-23.00 16:00-23.00 16:00-23.00 16:00-23.00 16:00-23.00

Istirahat

Jam kerja Sift3

Istirahat

20.00-21.00 20.00-21.00 20.00-21.00 20.00-21.00 20.00-21.00

00.00-07.00 00.00-07.00 00.00-07.00 00.00-07.00 00.00-07.00

04.00-05.00 04.00-05.00 04.00-05.00 04.00-05.00 04.00-05.00

2. Data Upah Mekanik Untuk mengetahui seberapa besar beban yang harus dikeluarkan oleh perusahaan jika dilakukan pemeriksaaan dan penggantian, perbaikan, maka perlu dijelaskan dahulu berapa besar gaji yang di terima oleh para ahli teknisi atau operator khususnya tenaga kerja di bagian perawatan.

Tenaga kerja bagian teknisi perawatan mesin Die Casting di PT. WIKA INRADE dibagi menjadi grup-grup sesuai dengan bidang serta keahlian masingmasing. Seperti kelompok tenaga kerja untuk perawatan mekanik bagian bawah di pimpin oleh kepala regu dan emapat orang operator. Waktu kerja rata-rata selama 8 jam per hari. Melalui wawancara dengan bagian staff maintenance diketahui upah rata-rata operator mesin sebesar Rp. 1.300.000,00 / bulan atau Rp. 45.000,00/hari.

4.1.3. Data Kerugian Mesin Data kerugian mesin atau keuntungan yang hilang akibat mesin Die Casting berhenti atau tidak beroperasi ini diperoleh melalui wawancara dengan bagian staff, diperoleh rata-rata kerugian atau keuntungan yang hilang akibat dari mesin Die Casting berhenti sebesar Rp.10.000.000/hari.

4.1.4. Data Lamanya Waktu Perawatan Data lamanya waktu perawatan dari komponen mesin Die Casting yang diteliti adalah hasil wawancara langsung dengan kepala instruktur dan bagian mekanik kereta api. Data diambil berdasarkan nilai rata-rata kegiatan perawatan yang meliputi waktu perawatan penggantian pencegahan, waktu perawatan penggantian Kerusakan. Adapun data lamanya waktu perawatan sebagai berikut:

Tabel 4.5. Data Waktu Perawatan Penggantian Pencegahan Komponen Mesin

Kegiatan Membongkar komponen mesin Die Casting Memeriksa kondisi komponen mesin Die Casting Penggantian komponen mesin Die Casting Membersihkan dan memberi pelumas mesin Die Casting Memasang komponen mesin Die Casting Menyetel komponen mesin Die Casting Total Waktu Keterangan: 1 Hari = 8 Jam kerja

No 1 2 3 4 5 6

Waktu 30 Menit 60 Menit 60 Menit 30 Menit 90 Menit 45Menit 315 Menit

4.1.5. Data Komponen Sistem Hidrolik dan Harga Komponen Pada data ini menyajikan data harga komponen-komponen mesin yang dianggap cukup sering mengalami kerusakan, Data ini didapat dari divisi maintenance Di PT. WIKA IN-TRADE.
Tabel 4.6. Data Komponen dan Harga Komponen Hidrolik

No

Nama Komponen

Type TK DGAV-3-2A-100

Harga Rp.1.900.000,00

1 Slenoid Valve 1 2 Slenoid Valve 2 3 leadle 4 Press switch high presure 5 Tripple R 6 Pompa Hidrolik 7 Logic Valve 8 Selang hidrolik 9 Accumulator 10 Press gauge

TK DGAV-3-2AL-100 Rp.1.900.000,00 SQ P2 SG-3V-10-S3- P10 20430-TR Rp.8.500.000,00 Rp.4.500.000,00 Rp.350.000,00

Tokimec-350T-SQP21 Rp.30.000.000,00 CVU-16-C3-B29 x 2,5 m T175-80-20 Rp.10.000.000,00 Rp.500.000,00 Rp.60.000.000,00 Rp.550.000,00

4.1.6. Data Waktu Antar Kerusakan (Time to Failure) Waktu antar kerusakan adalah merupakan waktu antara suatu waktu kerusakan atau penggantian komponen kritis ke waktu kerusakan atau penggantian berikutnya.

Data waktu antar kerusakan komponen hidrolik diambil dari bulan Januari tahun 2009 sampai bulan Juni tahun 2010 atau selama 1,5 tahun, dengan jumlah hari kerja: 1 minggu = 5 hari. Data kerusakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Slenoid Valve 1

Tanggal Kerusakan 5 Januari 2009 10 Maret 2009 25 Juni 2009 28 September 2009 12 Januari 2010 10 Mei 2010

Waktu Antar Kerusakan 2 bulan (5 hari) 3 bulan (15 hari) 3 bulan (3 hari) 3 bulan (14 hari) 3 bulan (28 hari)

Tabel 4.8. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Slenoid Valve 2

Tanggal Kerusakan 11 Februari 2009 15 Mei 2009 20 Agustus 2009 10 November 2009 23 Februari 2010 27 Mei 2010

Waktu Antar Kerusakan 3 bulan (3 hari) 3 bulan (5 hari) 2 bulan (20 hari) 3 bulan (13 hari) 3 bulan (4 hari)

Tabel 4.9. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Leadle

Tanggal Kerusakan 8 Mei 2009 19 Agustus 2009 2 Desember 2009 8 Maret 2010 14 Juni 2010

Waktu Antar Kerusakan 3 bulan (11 hari) 4 bulan (17 hari) 3 bulan (6 hari) 3 bulan (5 hari)

Tabel 4.10. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Press switch high presure

Tanggal Kerusakan 9 April 2009 14 November 2009 2 Mei 2010

Waktu Antar Kerusakan 6 bulan (5 hari) 6 bulan (18 hari)

Tabel 4.11. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Tripple R

Tanggal Kerusakan 20 Januari 2009 25 Juli 2009 20 Mei 2010

Waktu Antar Kerusakan 6 bulan (5 hari) 9 bulan (25 hari)

Tabel 4.12. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Pompa Hidrolik

Tanggal Kerusakan 10 April 2009 19 Agustus 2009 27 Januari 2010 16 Juni 2010

Waktu Antar Kerusakan 4 bulan (9 hari) 5 bulan (8 hari) 5 bulan (19 hari)

Tabel 4.13. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Logic Valve

Tanggal Kerusakan 4 Maret 2009 16 September 2009 9 Juni 2010

Waktu Antar Kerusakan 6 bulan (12 hari) 8 bulan (23 hari)

Tabel 4.14. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Selang hidrolik

Tanggal Kerusakan 12 Mei 2009 20 Oktober 2009 26 Mei 2010

Waktu Antar Kerusakan 5 bulan (8 hari) 7 bulan (6 hari)

Tabel 4.15. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen Accumulator

Tanggal Kerusakan 2 Mei 2009 17 Maret 2010

Waktu Antar Kerusakan 10 bulan (15 hari)

Tabel 4.16. Data Waktu Antar Kerusakan Komponen press gauge

Tanggal Kerusakan 26 Mei 2009 19 Juni 2010

Waktu Antar Kerusakan 1 tahun 0 bulan (25 hari)

4.1.7. Data Spesipication Mesin Die casting TOYO 350 T Pada saat ini PT. WIKA INTRADE memiliki sekitar 12 mesin Die casting yang dikatakan baik dan masih aktif melakukan kegiatan produksii. Ada beberapa jenis Die casting, diantaranya Die casting 250T, Die casting 350T, Die casting 800T dan Die casting 900T.

Gambar 4.7. Mesin Die Casting 350T (3-D)

Data-data spesifikasi keadaan mesin Die casting yang menjadi objek penelitian adalah Die casting 350T sebagai berikut:
Tabel 4.17. Data Teknis Die casting 350T

Locking unit Die platen size, HXV Clearance between tiebar,HxV Die stroke Die height Die-bar diameter Die closing time

ton mm mm

350 935x1008 652x652

mm mm mm Sec

Max 420 min 250 Max 700 min 300 125 High spd 1.3 Med spd 2.0 Low spd 7.0

Die opening time

Sec

High spd 1.3 Med spd 2.0 Low spd 7.0

Die height adjustment speed

mm/min

60 Hz 79 60 Hz 95

Tabel 4.18. Data Shot Unit Die casting 350T

Shot force (stepless) Intensification ratio,standard Shot plunger stroke Plunger tip penetration

Ton

34 1:2

mm mm

425 165(above stationary die plate surface)

Shot position Free shot speed

mm m/sec

-150 (no center shot possible) Slow 0.1-1.0 Fast 0.1-5.0

Plunger tip diameter,standard Shot pressure

mm Kgf/cm2

70 883

Tabel 4.19. Data Ejection Unit Die casting 350T

Ejection force Ejecting stroke Ejector advancing time

ton mm Sec

19.4 0-110 High spd 0.7 Med spd 1.2 Low spd 2.0

Ejector retracting time

sec

0.8

Tabel 4.20. Data Kapasitas Casting Die casting 350T

Plunger tip diameter (mm) 60 65 70 75 80

Shot pressure (kgf/ cm2)

Casting area (cm2)

Actual shot volume (cm3)

Actual shot weight (kgf)

657-1305 556-1113 480-960 417-835 367-734

537-268 629-314 729-365 839-419 953-477

904 1061 1230 1413 1607

2.35 2.76 3.20 3.67 4.18

4.1.8. Prinsip Sistem Hidrolik Mesin Die casting TOYO 350 T Sistem hidrolik adalah system tenaga fluida yang menggunakan cairan sebagai media transfer. Cairan hidrolik biasanya berupa oli (oli hidrolik) atau campuran antara oli dengan air.
Tabel 4.21. Data Sistem Hidrolik Die casting 350T

(1) Rated pressure

Kgf/ cm2

120 (shot) 150 (die open/close, ejection, shot retracting) 240 (shot intensify)

(2) Pump, pressure Delivery 50hz Delivery 60 hz Pump type 50 hz Pump type 60 hz Quantity (3) Oil reservior (4) Oil tank capacity (5) Accumulator type: bladder Capacity Number

Kgf/ cm2 Liter/min Liter/min

150-250 105 115 IPH-45A Geared IPH-55A Geared 1 (Double Pump)

Liter Liter

500 400 N150R280-20AE 20 1

Liter Unit

80DXE 80 1

(6) Oil cooler Water delivery Liter/min Water temp


Tabel 4.21. Data hydraulic core pull unit Die casting 350T

40-50 25C

(1) solenoid valve for core 1 Solenoid valve core 2 (2) hydraulic power take-out port for core1 hydraulic power take-out port for core2 (3) plug socket for core 1: quantity plug socket for core 2 (4) core speed ratio 3-stage selection

PT X 1 Pc PT X 1 Pc. (option) PT X 3 Pc PT X 3 Pc (option)

1 Pair 0 pair

Bab 5 Analisis

Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data dari penelitian yang telah dilakukan di PT. WIKA INTRADE, maka pada bagian ini akan dilakukan analisis dan pembahasan mengenai usulan sistem perawatan terhadap komponen kritis sistem hidrolik mesin Die Casting dengan metode FMECA.

5.1. Analisis Deskripsi Pemilihan Sistem (mesin Die Casting) Dari hasil wawancara dengan bagian mekanik terdapat mesin Die Casting yang masih beroperasi dan digunaan untuk proses produksi sebanyak 10 unit dengan bobot dan spesifikasi yang berbeda. Mesin Die Casting dengan spesifikasi dari TOYO 350-800 Ton antara lain: DC01, DC02, DC03, DC06, DC07, DC08 dan DC09. Sedangkan dari TOSHIBA-1250 Ton yaitu DC10, DC11 dan DC12. Dari 10 unit mesin tersebut terdapat mesin dengan jumlah kerusakan terbanyak selama tahun 2010 yaitu mesin DC 07 TOYO 350 Ton.

Mesin DC 07 terdiri dari tiga bagian penyusun utama mesin yaitu bagian muka atau tamapak luar, sistem hidrolik dan teknik kelistrikan. Dari ketiga bagian penyusun mesin ternyata didapatkan kerusakan yang sering terjadi adalah pada sistem kerja hidrolik mesin.

5.2. Analisis Fungsi Sistem Hidrolik Mesin Die Casting Sistem hidrolik merupakan suatu bentuk perubahan atau pemindahan daya dengan menggunakan media penghantar berupa fluida cair untuk memperoleh daya yang lebih besar dari daya awal yang dikeluarkan. Dimana fluida penghantar ini dinaikkan tekanannya oleh pompa pembangkit tekanan yang kemudian diteruskan kesilinder kerja melalui pipa-pipa saluran dan katupkatup. Gerakan translasi batang piston dari silinder kerja yang diakibatkan oleh tekanan fluida pada ruang silinder dimanfaatkan untuk gerak maju dan mundur maupun naik dan turun sesuai dengan pemasangan silinder yaitu arah horizontal maupun vertikal .

5.3. Analisis Komponen Kritis Sistem Hidrolik Mesin Die Casting Dalam pengolahan data yang dilakukan dapat diketahui komponen-komponen kritis, diantaranya ditentukan dari frekuensi terjadinya kerusakan, biaya perawatan yang mahal dan harga komponen lebih mahal dibanding dengan harga komponen lainnya. Berdasarkan hasil perbandingan dengan menggunakan diagram pareto dapat diketahui komponen yang dianggap paling kritis diantaranya dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 5.1. Tingkat kerusakan komponen kritis


No Nama Komponen Frekuensi Tingkat kerusakan 4 4 3 3 3

1 2 3 4 5

Catridge pump Slenoid Valve 1 Selang Hidrolik Tripple R Slenoid Valve 2

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh lima komponen sistem hidrolik mesin Die Casting yang dianggap paling kritis, yaitu Catridge pump, Slenoid Valve 1, Selang Hidrolik, Tripple R dan Slenoid Valve 2 dengan frekuensi rata-rata untuk masingmasing komponen kritis ini sebanyak 4 kali dan 3 kali. Karena seringnya terjadi kerusakan pada komponen sistem hidrolik diatas sehingga komponen tersebut sering mengalami penggantian dan perawatan.

5.4. Analisis Jenis Kerusakan Dari Komponen-Komponen Kritis Kerusakan komponen merupakan suatu permasalahan yang serius dalam pelaksaaan tindakan perawatan. Kerusakan komponen berpengaruh terhadap tingkat perawatan yang diakibatkan gagalnya suatu komponen dalam sistem oprasinya.

Dari proses pengolahan data, dan wawancara dengan bagian mekanik di PT. WIKA INTRADE didapatkan jenis-jenis dari kerusakan yang terjadi diantaranya adalah diakibatkan karena oli yang jarang diganti sehingga kotor dan cepat panas. Selain itu juga umur mesin yang tua dengan waktu produksi yang berlebihan dalam satu hari penuh. Sehingga komponen tersebut mengalami kerusakan saat beroperasi seperti keausan dan pressure mesin drop yang mengakibatkan komponen tersebut tidak dapat bekerja dengan maksimal. adapun komponen tersebut yang mengalami kerusakan seperti keausan adalah Catridge pump, Slenoid Valve 1 dan Slenoid Valve 2.

Sedangkan dua komponen lain seperti selang hidrolik dan Tripple R memperlihatkan kondisi kerusakan seperti selang yang bocor dan Tripple R yang sobek.

5.5. Analisis Sebab-Sebab dan Akibat Dari Komponen-Komponen Kritis Dalam menganalisis sebab dan akibat dari komponen kritis, kita tahu bahwa pada dasarnya kerusakan yang terjadi pada komponen-komponen kritis bukan hanya terjadi akibat dari faktor pemakaian atau penggantian oli yang tidak teratur, tetapi bila kita lihat pada diagram sebab akibat (Gambar 4.11- 4.15) ada faktor-faktor utama yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut terjadi, sehingga kerusakan yang terjadi berlangsung pada selang waktu yang cepat dan tidak terduga. adapun faktor-faktor tersebut diantara adalah:

Tabel 5.2. Analisis sebab akibat kerusakan Faktor Mesin Penyebab dan Akibat Kerusakan Mesin tersebut dalam pemakaiannya sudah mempunyai umur yang cukup tua, dalam hal ini umur ekonomis dari mesin tersebut sudah habis dan sangat berpengaruh terhadap tingkat keandalan kerja mesin. - Waktu kerja mesin yang melampaui batas 24 jam penuh tidak disesuaikan dengan kondisi dan umur mesin. Manusia - Tingkat kualitas kerja seperti keterampilan dan disiplin diri dari setiap operator mekanik adalah faktor yang terpenting dalam kegiatan tindakan perawatan. Perawatan yang terencana dan terstruktur memberikan nilai kualitas terhadap kerja mesin yang mendukung keandalan mesin bekerja secara optimal dan akan beroprasi dengan baik. - Penggantian oli yang dilakukan operator tidak teratur dan terjadwal. Metode Dalam pelaksanan perawatan di PT. WIKA INTRADE sendiri terdapat metode metode perawatan, namun dalam pelaksanaannya prosedur perawatan itu sendiri kurang memadai sehingga dalam melakukan aktivitas perawatan pada komponen-komponen mesin dilakukan pada saat mesin tersebut sudah mengalami gangguan atau kerusakan. Kondisi ini mengakibatkan tidak adanya tindakan perawatan pencegahan yang dilakukan PT. WIKA INTRADE Selain itu juga perawatan dan pemeriksaan yang ada tidak menyeluruh hanya dilakukan pada bagian yang pada saat itu terjadi kerusakan. Padahal setiap bagian mesin saling

berhubungan.
Material

Keadaan komponen mesin yang kurang sempurna atau fisik dari komponen tersebut sudah rusak dapat mengganggu kerja mesin. Dalam hal ini ngekibatkan keandalan dari mesin tersebut kurang sempurna.

Tabel 5.2. Analisis sebab akibat kerusakan (lanjutan) Faktor Lingkungan Penyebab dan Akibat Kerusakan - Daerah perawatan mesin yang bersih adalah faktor penunjang dari kinerja mesin. Lingkungan yang bersih dan suhu ruangan yang tidak terlalu panas dengan pencahayaan yang cukup, akan berdampak positif terhadap perawatan mesin. Namun apabila keadaan lingkungan tersebut sebaliknya akan berdampak terhadap gangguan mesin yang mengakibatkan keandalan dari mesin tersebut berkurang.

5.6. Analisis Efek Dari Kerusakan Komponen-Komponen Kritis Kerusakan yang terjadi mengakibatkan efek yang berdampak terhadap keandalan sistem mesin keseluruhan berkurang, adapun efek yang terjadi diantaranya adalah: 1. Pressure mesin drop Dalam hal ini kerusakan yang terjadi terhadap komponen mengakibatkan proses dari kerja mesin tidak optimal yang mengakibatkan pressure mesin drop atau lemah.

2. Kerja mesin tidak sempurna Dari keadaan aus komponen ataupun oli yang kotor mengakibatkan retak suatu komponen sehingga kerja mesin terganggu dan menjadikan mesin tersebut berkurang keandalannya.

3. Mesin berhenti Dari keadaan selang bocor dan sobeknya Tripple R mengakibatkan waktu operasi berhenti dan terjadi pembengkakan waktu dalam menghasilkan produk. Hal ini dapat mengakibatkan waktu pemesanan konsumen yang tidak tepat waktu.

Adapun efek yang ditimbulkan dari kelima komponen kritis sistem hidrolik yang terjadi pada mesin Die Casting ini adalah keandalan mesin menurun atau mesin tidak dapat berfungsi dengan baik yang menyebabkan mesin tersebut tidak bekerja dengan semestinya.

5.7. Analisis Penilaian Keburukan Jenis Kerusakan, Frekuensi, Deteksi Probabilitas dan Nilai RPN Keburukan dari suatu komponen mengakibatkan komponen tersebut berkurang nilai keandalannya yang berdampak terhadap sistem kerja mesin terganggu. Dalam pengoprasiannya perlu adanya suatu tindakan perawatan atupun perawatan pencegahan agar keburukan dari kerusakan dapat dengan cepat di cegah ataupun dikurangi.

5.7.1. Analisis Penilaian Keburukan Jenis Kerusakan Dari Proses Mengidentifikasi jenis keburukan serta kerusakan pada komponen kritis berguna untuk melihat sejauh mana keburukan yang dialami dari komponen kritis tersebut dan untuk melihat perbandingan tingkat keburukan antara komponen-komponen kritis. Dari pengolahan data yang mengacu pada tabel 4.22 di dapat penilaian masing-masing komponen mengenai keburukan jenis kerusakan dari proses, yaitu sebagai berikut: Catridge pump dengan tingkat keburukan terhadap proses very hight atau sangat tinggi artinya tingkat keburukan ketika jenis kerusakan yang potensial mempengaruhi keamanan fungsi sistem atau penyebab kegagalan memenuhi sesuatu sesuai peraturan pemerintah dengan tingkat nilai keburukan yaitu 10. Slenoid Valve 1 dengan tingkat keburukan terhadap proses very hight atau sangat tinggi artinya tingkat keburukan ketika jenis kerusakan yang potensial mempengaruhi keamanan fungsi sistem atau penyebab kegagalan memenuhi sesuatu sesuai peraturan pemerintah dengan tingkat nilai keburukan yaitu 9. Slenoid Valve 2, Selang Hidrolik dan Tripple R dengan tingkat keburukan terhadap proses sama yaitu hight atau tinggi artinya kerusakan seperti sistem yang tidak bisa dioperasikan, karena keamanan sistem dilanggar atau gagal

memenuhi sesuatu sesuai dengan peraturan pemerintah dengan tingkat nilai keburukan 8. 5.7.2. Analisis Penilaian Keburukan Jenis Kerusakan Terhadap Pelanggan Mengidentifikasi jenis keburukan serta kerusakan pada komponen kritis berguna untuk melihat sejauh mana pengaruh keburukan jenis kerusakan yang dialami dari komponen kritis terhadap pelanggan dan untuk melihat perbandingan tingkat keburukan antara komponen-komponen kritis. Dari pengolahan data yang mengacu pada tabel 4.23 di dapat penilaian masing-masing komponen mengenai keburukan jenis kerusakan terhadap pelanggan, yaitu sebagai berikut: Catridge, Slenoid Valve 1, Slenoid Valve 2, Selang Hidrolik dan Tripple R dengan tingkat keburukan terhadap pelanggan sama yaitu hight atau tinggi dengan tingkat nilai keburukan 8. Hight atau tinggi berarti ketidak puasaan pelanggan terhadap kerusakan seperti sistem yang tidak bisa dioperasikan, dan keamanan sistem dilanggar atau gagal memenuhi sesuatu sesuai dengan peraturan pemerintah.

5.7.3. Analisis Penilaian Frekuensi Kejadian Jenis Kegagalan Penyebab dari kerusakan mengakibatkan frekuensi kegagalan dapat terus bertambah, dalam hal ini harus dilakukan suatu tindakan pencegahan yang terencana agar frekuensi kegagalan dapat dikurangi.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, nilai untuk komponen Catridge pump dan Slenoid Valve 1 dengan nilai very high/sangat tinggi yaitu 9 dan Slenoid Valve 2, Selang Hidrolik dan Tripple R berada pada tingkatan high/tinggi dengan nilai 8, artinya kerusakan yang terjadi tidak bisa dibiarkan atau diacuhkan dan harus segera diatasi dengan metode perawatan yang baik. Tingkatan nilai untuk masingmasing komponen kritis ini didapat dari rentang frekuensi kejadian kegagalan sebanyak 4 kali dalam rentang waktu 12 bulan dengan nilai probabilitas 0,333 dan 3 kali dalam rentang waktu 12 bulan dengan nilai probabilitas 0,25.

5.7.4. Analisis Penilaian Deteksi Probabilitas Penilaian deteksi probabilitas berfungsi untuk mendeteksi jenis kerusakan yang terjadi pada komponen kritis. Penilaian ini dilihat dari seberapa besar tingkat kerusakan yang harus dideteksi agar kerusakan tersebut dapat segera diatasi. Dari pengolahan data yang mengacu pada tabel 4.25 di dapat penilaian masing-masing komponen kritis, yaitu sebagai berikut: Catridge pump dan Slenoid Valve 1 dengan tingkat deteksi probabilitas very hight atau sangat tinggi artinya perancangan verifikasi atau arus proses pengendalian hampir mendeteksi jenis kerusakan yang potensial secara pasti dengan tingkat nilai deteksi probabilitas yaitu 2. Slenoid Valve 2, Selang Hidrolik dan Tripple R dengan tingkat deteksi probabilitas sama yaitu hight atau tinggi artinya DV atau PCs sekarang mempunyai kesempatan yang baik untuk mendeteksi jenis kerusakan yang potensial dengan tingkat nilai deteksi yaitu 3.

5.7.5. Analisis RPN (Risk Priority Number) Dalam analisis ini RPN merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan manakah komponen yang memiliki prioritas utama untuk dilakukan tindakan perawatan. Namun nilai RPN tidak selamanya menunjukan urutan prioritas utama dengan nilai RPN terbesar. Faktor severity (nilai keburukan jenis kerusakan) serta kombinasi severity dan occurance (SxO) berturut turut merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam penentuan prioritas. Penilaian RPN didapat dari hasil kali antara nilai keburukan jenis kerusakan, frekuensi kejadian kegagalan dan nilai deteksi probabilitas. Dari hasil perhitungan nilai RPN didapat: Tabel 5.3. Nilai hasil perhitungan No 1 2 3 4 5 Nama Komponen
Catridge pump Slenoid Valve 1 Slenoid Valve 2 Selang hidrolik Tripple R

Nilai RPN
1440 1296 1536 1536 1536

Berdasarkan hasil tersebut, untuk menentukan prioritas dilihat dari tingkat kerusakan yang terjadi dan harga komponen

5.8. Analisis FMECA (Failure Mode, Effects and Criticality Analysis) Dalam penggunaan metode FMECA merupakan metode sistematis yang sangat baik digunakan oleh perusahan, baik perusahaan industri maupun transportasi, karena dengan metode ini perusahaan bisa mengambil suatu tindakan perawatan mesin akibat dari kerusakan-kerusakan komponen mesin kritis berdasarkan kriteria jenis kerusakan, sebab dan akibat serta efek yang ditimbulkan dari kerusakan tersebut. Untuk dapat menunjang sistem perawatan yang akan dilakukan oleh PT. WIKA INTRADE, maka salah satu usulan dari penilitian ini adalah pembuatan FMECA. Dengan adanya metode FMECA ini, di PT. WIKA INTRADE dapat mengetahui kondisi dari komponen-komponen yang ada di mesin Die Casting khususnya pada sistem hidrolik mesin.

Berdasarkan tabel FMECA yang telah dibuat (tabel 4.27.) dapat dilihat bahwa komponen kritis yang menempati prioritas dalam tindakan perawatan secara berurutan adalah komponen Catridge pump, Slenoid Valve1, Slenoid Valve2, Selang Hidrolik dan Tripple R. Selain itu berdasarkan tabel FMECA PT. WIKA INTRADE juga dapat melihat pengaruh kerusakan dari masing-msing komponen kritis, sehingga dapat segera diambil tindakan perbaikan.

5.9. Analisis Usulan 5.9.1. Analisis Usulan Perbaikan Dalam penggunaan metode Fishbone diketahui sebab-sebab dari kerusakan komponen kritis, penyebab dari kerusakan itu sendiri yang berdampak tidak efisiennya komponen tersebut yang mengakibatkan efektifitas penggunaan mesin tidak berjalan dengan baik.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penyebab dari kerusakan komponen tersebut dapat di diketahui dari segi mesin itu sendiri yang telah melampaui batas umur pakai dan waktu mesin dalam beroperasi sehingga perlu adanya

pembaharuan suku cadang dan mesin baru, dari segi operator itu sendiri kurang ahli dalam melakukan perawatannya perlu ada pelatihan-pelatihan agar operator lebih terampil lagi dalam pengerjaan perawatan serta adanya penggantian oli yang teratur. Metode yang ada kurang memadai sehingga kegiatan perawatan kurang maksimal, perlu adanya perawatan penggantian pencegahan. Dari material, kurangnya prosedur pemeriksaan yang memadai dan mendukung, dari hal ini perlu adanya pembaharuan komponen-komponen yang baru, dan dari segi lingkungannya kurang diperhatikan kebersihan serta keadaan suhu yang panas dan mengganggu efeftifitas kerja operator. Dari keadaan lingkungan ini perlu diperhatikan kebersihannya serta diperbaiki fasilitas-fasilitas perawatan yang sudah rusak.

5.9.2. Analisis Usulan Pengendalian Dalam tindakan perbaikan yang dilakukan, komponen-kompopnen mengalami kerusakan yang mengakibatkan kerja mesin tidak maksimal.

Dari hasil lembar kerja FMECA dan wawancara dengan bagian mekanik perusahaan, komponen yang rusak harus segera dilakukan penggantian. Dalam penggantian ini harus segera mungkin dilakukan agar komponen yang rusak tidak membuat komponen yang lain mengalami keandalan yang berkurang ataupun mengalami kerusakan lagi. Adapun tindakan yang harus dilakukan terhadap komponen kritis ini diantaranya: pada komponen Catridge pump dan Slenoid valve 1 harus dilakukan pengecekan keasuan dan pelumasan atau penggantian oli yang baru agar komponen ini selalu baik dalam penggunaannya, pada komponen Slenoid valve 2, Selang Hidrolik dan Tripple R perlu adanya perawatan terencana dan penggantian oli yang teratur serta selalu dibersihkan agar tidak terjadi kerusakan pada komponen ini.

Bab 6 Kesimpulan dan Saran

6.1. Kesimpulan Perusahaan dalam melakukan perawatan tidak terlepas dari kondisi keadaan

perusahaan tersebut. Perusahaan menetapkan perawatan dimana fasilitas yang ada harus sesuai dengan kebutuhan dari kegiatan perawatan tersebut, apabila fasilitas tersebut kurang memadai maka sistem perawatan tidak akan terlaksana dengan baik. Hal tersebut akan berakibat lemahnya keandalan komponen-komponen lokomotif. Dari hasil pengolahan data dan analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Dengan melakukan penelitian ini serta pengolahan data yang telah dilakukan, maka komponen mesin Lokomotif yang dalam keadaan kritis, yaitu komponen Crankshaft, Cyl Asy, Assembly piston nozzle dan Carbon brush alternator. Penentuan komponen mesin kritis ini berdasarkan hasil perbandingan dengan diagram pareto. Dapat dilihat dari frekuensi terjadinya kerusakan sebanyak 4 kali dalam selang waktu 5 tahun. Dari hasil penentuan faktor sebab-akibat kerusakan (fishbone), didapat faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan komponen yang mengakibatkan komponen rusak atau berkurangnya nilai keandalannya adalah faktor mesin yang sudah tua, operator yang kurang berpengalaman dalam perawatan, metode perawatan yang kurang memadai, material yang sudah tidak layak digunakan serta lingkungan yang kurang mendukung terhadap proses perawatan. Berdasarkan hasil dari perhitungan RPN (Risk Priority Number), komponen kritis yang menempati prioritas dalam tindakan perawatan adalah Crankshaft yang mempunyai nilai 1600, Cyl asy 1440, Assembly piston nozzle 1280 , Carbon brush alternator 576.

86

6.2. Saran Saran yang ingin disampaikan berdasarkan pengalaman selama proses perancangan penelitian, persiapan perlengkapan penelitian sampai pada saat pelaksanaan penelitian, untuk penelitian lanjutan antara lain: Hendaknya perusahaan menerapakan metode perawatan FMECA untuk mengidentifikasi keadaan mesin lokomotif. Dalam melakukan perawatan dan perbaikan selanjutnya, perusahaan hendaknya melakukan penggantian yang terjadwal tanpa harus menunggu komponen mesin tersebut sampai dalam keadaan rusak. Untuk meningkatkan kualitas kerja karyawan, hendaknya meningkatkan motivasi karyawan atau suatu tim kerja agar bekerja lebih baik lagi, hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai. Hendaknya perusahan melakukan suatu perubahan lingkungan dimana lingkungan tersebut lebih mendukung lagi terhadap proses perawatan. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengusulkan metode yang berbeda agar dapat membandingkan metode mana yang lebih baik dalam usaha meningkatkan keandalan dari mesin lokomotif.

86

CURRICULUM VITAE
Personal Data
Name Place/Date of Birth Address : Eko Prasetyo : Cirebon/ Oct 1st 1988 :
Jl. Sunan Gn.Jati No. 99 Rt. 02/02 Ds. Suranenggala, Kec.Suranenggala, Kab. Cirebon 45152

Phone

: (023) 18356905 085624455342

Sex Religion Hobby Latest GPA Marital Status Nationality

: Male : Islam : Sports (Foot ball) : 3.65 : Single : Indonesian

Educational Information
College : Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM) Majoring in Industrial Engineering Sertification Industrial Engineering : SMU Negeri 5 Cirebon : SMP Negeri 1 Kapetakan : SD Negeri 1 Suranenggala, Kab. Cirebon 2007 2011 2007-2011 2004 2007 2001 2004 1995 2001

Senior High School Junior High School Elementary School

Computer Ability
Microsoft Word Microsoft Visio Microsoft Excel Autocad Word processing Drawing Spreadsheet and data calculation Drawing

Install

Software, Hardware and Windows.

Seminar
Seminar sehari LEADERSHIP industri 2010 in UNIKOM. Seminar Trand Linux 2011 in UNIKOM Seminar Kunjungan Industri in PT ASIA HEALTH ENERGI BEVERAGES (Sukabumi 20 November 2007) Seminar Kunjungan Industri in PT WIJAYA KARYA BETON (JL. Narogong Km. 26 Cileungsi-Bogor 25 November 2009) Seminar Kunjungan Industri in PT COCACOLA AMATIL INDONESIA (Bekasi 21 Februari 2011)

Academic Organizations
Himpunan Mahasiswa Industri Education English Club (E EC) Astadeca UNIKOM Bandung LIA Bandung and Sufikom Bandung UNIKOM Bandung Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Pasukan Pengibar Bendera Sekolah SMU Negeri 5 Cirebon SMU Negeri 5 Cirebon 2004-2007 2004-2007 2007-2010 2007-2010 2007-2010

You might also like