You are on page 1of 16

AGRITEK VOL. 16 NO.

9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

PENGARUH PENCAMPURAN HERBISIDA DAN PERSIAPAN LAHAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH
(Herbicide Mixture and Land Preparation on Growth and Yield of Rice) Fauziah P. Adam Program Mgister Ilmu Tanaman, PPSUB Jody Moenandir dan Mudji Santoso Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh pencampuran herbisida pada persiapan lahan dan pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah dilakukan selama empat bulan di wilayah Malang. Lahan yang tidak diolah menggunakan herbisida campuran yaitu herbisida Gramoxon dan Glifosat. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yang disusun secara faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama yaitu cara penyiapan lahan yang terdiri atas T1= Tanpa Olah Tanah (TOT) dengan menggunakan campuran herbisida Gramoxon dan Glifosat yang masing-masing terdiri dari 100 g ba/ha dan 200 g ba/ha, T2 = Tanpa Olah Tanah (TOT) dengan menggunakan campuran herbisida Gramoxon dan Glifosat yang masing-masing terdiri dari 50 g ba/ha dan 100 g ba/ha, T3 = Olah Tanah Maksimum (OTM), sedangkan faktor kedua sebagai anak yaitu cara pengendalian gulma yang terdiri atas G1 = Kontrol (dibiarkan), G2 = Disiang (21 dan 42 hari setelah tanam, G3 = menggunakan herbisida campuran yakni herbisida Metsulfuron metil 2,5 g ba/ha dan 2,4-D. 2,5 g ba/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan percobaan sebelum aplikasi herbisida didominasi spesies gulma Paspalum disthicum dengan nilai NJD sebesar 36.116 %, Cyperus iria 14.02%, Fimbristylis littoris 10.61% dan hyptis capitata 7.42%. Persiapan lahan dengan pencampuran herbisida menyebabkan adanya perubahan komposisi gulma dan dominasi gulma tetap diduduki oleh gulma Paspalum disthicum selama percobaan dilakukan. Meskipun demikian terdapat pengurangan jumlah spesies gulma dominan. Dari 11 spesies pada awal pengamatan menjadi 7 spesies pada HST dan 7 spesies pada akhir penelitian. Perubahan jumlah spesies gulma dominan terjadi karena perlakuan percobaan dan perkembangan waktu. Perlakuan persiapan lahan dan cara pengendalian gulma berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering gulma (BKG). Dari hasil uji BNJ pada taraf 5% diperoleh bahwa BKG tertinggi terdapat pada perlakuan TOT (T 2) pada umur 6 mst sedangkan pada perlakuan TOT (T1) dan OTM (T3) tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata. Sedangkan pada perlakuan cara pengendalian gulma berpengaruh sangat nyata terhadap BKG, ini terlihat pada cara pengendalian dengan menggunakan herbisida, yakni herbisida campuran (G3) pada umur 12 mst. Kehadiran gulma dalam pertanaman padi dianggap merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan dan produksi padi dihambat oleh adanya gulma , tercermin dari nialai NJD dan berat kering gulma dominan yang tinggi. Sedangkan persiapan lahan dengan TOT memberikan produksi padi yang relatif sama dengan persiapan lahan OTM. Adanya penggenagan sebelum tanam sangat berguna untuk menghancurkan sisa-sisa gulma setelah penyemprotan. Kata kunci : Persiapan lahan, herbisida, padi sawah, gulma dan pengendalian. PENDAHULUAN 65

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Laju peningkatan pertumbuhan penduduk berakibat pada pengambilan kebijakan dalam peningkatan pangan. Intensifikasi peningkatan produktifitas per satuan lahan menjadi arah peningkatan pangan, terutama pada padi sawah maupun padi gogo sejak tahun 1950. Padi ialah komoditi pertanian terpenting dengan teknik pengelolaan yang tidak sederhana. Sehingga penemuan paket teknologi yang mampu mengatasi masalah produksi dan pendapatan petani, sangat dibutuhkan pada saat kini. Kebtuhan tenaga kerja yang di butuhkan untuk kegiatan pengolahan tanah dalam usaha tani sangat tinggi. Upaya pengolahan tersebut dapat menyediakan media tumbuh padi sawah yang layak dan pengendalian gulma. Namun pelumpuran ialah sistim olah tanah maksimum yang banyak membutuhkan air, waktu, tenaga kerja dan biaya. Pelumpuran banyak menghanyutkan zat hara selama kegiatan membajak, menggaru dan meratakan yang mengakibatkan produktifitas tanah dapat menurun karena kehilangan unsur hara bersama air lumpur sehingga sistim ini kurang efisien (Sanchez, 1973 ; De Datta dan Kerim, 1974). Tenaga kerja di sektor pertanian makin lama makin langka dan mahal. Di masa mendatang, di perkirakan akan menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja seiring dengan menurunnya animo kerja di sawah akan dihadapi oelh para petani, juga sebagai akibat sektor lain perlu banyak tenaga kerja (Abdulrachman et al., 1994). Upaya untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan menggunakan sistim tanpa olah tanah (TOT). Penerapan sistim Tanpa Olah Tanah pada lahan sawah dewasa ini sebagai teknologi baru. Sistim ini dapat menghemat air (40%), waktu dan tenaga kerja (dapat dikurangi 30%), namun produksi padi tidak lebih rendah dari pada sisitm olah tanah maksimum (Utomo, 1994). Persiapan lahan dengan Sistim tanpa olah tanah terus dikembangkan dalam pertanian berkelanjutan karena

merupakan bagian dari upaya konservasi tanah dan air. Degradasi telah menjadi masalah global, dengan laju kehilangan lahan pertanian sebanyak 5 7 juta ha/tahun, dan menjadi 10 juta di tahun 2000 (Lal, 1989). Tanah-tanah yang sudah terdegradasi pada tahun 19 sudah mencapai 18 juta ha, di Indonesia. Penyebab degradasi tanah ialah erosi, karena pengolahan tanah konven sional tidak memperhatikan konservasi tanah dan air. Sistim Tanpa Olah Tanah dapat di lestarikan, tentang penggunaan energi biaya dan waktu yang hemat (Allen, 1985), jumlah tenaga dapat ditekan dan pendapatan petani dapat di tingkatkan (Effendi dan Utomo, 1993). Hal ini mengingat Olah Tanah Konservasi padi sawah sudah tidak diperlukan lagi tindakan-tindakan tambahan yang hanya menambah beban. Namun, dalam peng usahaan suatu pertanaman dengan budi daya ini sangat berkaitan dengan keber adaan gulma. Gulma ialah tumbuhan pengganggu yang telah beradaptasi dalam ekosistim pertanaman, dan akan selalu terdapat disekitar tanaman budidaya. Gulma mampu berkembang dengan sangat cepat dengan memanfaatkan air, cahaya, nutrisi hara dan ruang tumbuh yang seharusnya di gunakan oleh tanaman, sehingga dapat merugikan tanaman (Tjitrosoedirjo, Utomo dan Wiroatmojo, 1984). Kehadiran gulma pada lahan sawah dapat menimbulkan masalah penting karena dapat berpengaruh negatif (kompetisi) terhadap tanaman padi, pada kebutuhan atau syarat tumbuh. Olah tanah konvensional ialah cara yang digunakan oleh petani untuk meng endalikan gulma dalam persiapan lahan, namun akan berakibat buruk pada kondisi tanah selanjutnya , secara fisik kiia dan biologi tanah (Subiantoro, 1985). Sistim Olah Tanah Konservasi ialah sistim yang sedang disosialisasikan, dan ini sangat berkaitan dengan penggunaan herbisida. Cara ini selain efisien juga mampu meningkatkan mutu sumber daya tanah dan air (Utomo et al., 1995). Residu dari gulma

66

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

yang dikendalikan secara kimiawi mempunyai dampak positif terhadap sifat fisik tanah. Pengamatan Utomo et al. (1995), menunjukkan bahwa C-organik, KTK dan pH berturut-turut lebih tinggi pada kondisi tanpa olah dibanding dengan olah tanah konvensional. Pemilihan jenis herbisida dan waktu aplikasi sangat menentukan keberhasilan pengendalian gulma. Sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabungan dari tosisitas dan persistensinya. Kedua sifat herbisida ini apabila dikelola akan dapat membantu upaya pengendalian gulma dalam jangka waktu yang panjang. Mengkombinaskan pemakaian herbi sida memiliki suatu keuntungan yang lebih selain, selain dapat meningkatkan spek trum pengendalian, juga dapat menurunkan dosis herbisida (Moenandir, 1990). Peng gunaan herbsisda secara berulang-ulang seringkali menyebabkan pergeseran domi nansi gulma pada spesies yang tidak rentan dan menimbulkan peningkatan resistensi (ketahanan) beberapa spesies gulma (Parker, 1976, Gressel, 1964, Pamploma dan Madrid, 1974). Campuran antara Atrazine dan Alachlor merupakan contoh yang baik bagaimana mengkombinasikan herbisida. Selain menyebabkan pengu rangan dosis secara tunggal juga mening katkan jumlah spesies yang dikendalikan. Meister Weed control manual (Berg, 1982 dalam Mercado, 1978), merekomendasikan dosis pemberian Atrazine dan Alachlor masing-masing 2,24 sampai 3,36 kg/ha dan 2,24 sampai 4,48 kg/ha bila diaplikasikan secara tunggal. Apabila kedua produk tersebut dikombinasikan, dosis yang di rekomendasikan berkisar antara 1,12 sampai 1,8 kg/ha dan 1,7 sampai 2,8 kg/ha untuk masing-masing Atrazine dan Alachlor. Dapat diperkirakan bahwa infestasi gulma merupakan salah satu kendala utama padi sawah pada sistim TOT, dan ini bila tidak dikendalikan akan menurunkan hasil sampai 55% (Nyarko dan De datta, 1991). Untuk itu pada teknologi TOT ini sangat

tergantung pada ketepatan waktu maupun dosis herbisida. Penelitian ini bertjuan untuk menge tahui pengaruh kombinasi dosis pencam puran herbisida dan persiapan lahan terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Dari penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Pengolahan tanah yang sempurna dan pengendalian gulma yang terbaik akan menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang terbaik. 2. Pengolaan tanah yang sempurnah akan meningkatkan hasil padi sawah 3. Pengendalian gulma yang terbaik akan menyebabkan pertumbuhan dan hasil yang terbaik pula.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan T`logomas Kecamatan Lowok waru Malang. Jenis tanah Aluvial, tekstur liat, pH : 6,59 Penelitian dilakukan mulai bulan januari sampai April 2002. Rancangan percobaan yang diguna kan adalah Rancangan Petak Terbagi terdiri dari dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama sebagai petak utama adalah pengolahan tanah yang terdiri atas TOT dengan campuran herbisida dengan dosis masing-masing 100 g ba/ha + 200 g ba/ha sebagai (T1), TOT dengan campuran herbisida dengan dosis masing masing 50 g ba/ha + 100 g ba/ha (T2), dan OTM (T3). Sedangkan faktor kedua sebagai anak petak adalah pengen dalian gulma yang terdiri atas kontrol (dibiarkan) sebagai (G1), disiang (G2), dan menggunakan herbisida campuran (metsulfuron metil + 2,4 D) dengan dosis masing-masing 2,5 g ba/ha (G3). Pupuk yang diberikan berupa pupuk Urea, TSP dan KCL, dengan dosis masingmasing 200, 100, dan 100 kg/ha, umur 21 HST dan 42 HST masing-masing 50 kg/ha.

67

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Sedangkan pupuk TSP dan KCL diberikan satu kali pada saat tanam. Pengamatan tanaman padi terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, indeks luas daun, laju pertumbuhan relatif, harga satuan daun, jumlah anakan produktif, jumlah bulir tiap malai dan persentase gabah hampa tiap malai, bobot 1000 butir dan bobot kering gabah. Untuk gulma terdiri dari nilai jumlah dominansi. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji perbandingan antar perlakuan dengan uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5% dan MANOVA untuk mengetahui hubungan diantara parameter penggunaan analisis korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Komposisi dan berat Kering Gulma Gulma yang tumbuh pada lahan sebelum dilakukan penyemprotan herbisida terdapat 11 spesies gulma. yang terdiri dari 5 spesies yang dominan, yakni 2 spesies dari golongan berdaun lebar, 1 spesies dari golongan rumput dan 2 spesies dari golongan teki-tekian. Hasil per hitungan nilai Nisbah Jumlah Dominansi pada kondisi awal lahan sebelum aplikasi herbisida di tujukan pada Tabel 1. Dinamika populasi gulma ternyata sangat bervariasi sebagai akibat dari perlakuan dari teknik persiapan lahan. Secara umum pada perlakuan persiapan lahan tanpa olah tanah baik dengan campuran herbisida dan perlakuan persiapan lahan olah tanah sempurna, gulma yang dominan adalah dari golongan rumput dan teki Pada kedua perlakuan persiapan lahan dengan Tanpa Olah tanah, gulma golongan rumput yang dominan adalah Paspalum distichum, Echinochloa crusgalli dan Leptochloa chinensis sedangkan dari golongan teki spesies gulma dominan

adalah Fimbristylis littoralis dan Cyperus iria. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Wrucke dan Arnold (1985), bahwa sistim budidaya Tanpa Olah Tanah membawa konsekwensi munculnya gulma golongan rumput dan golongan teki yang dominansi. Echinochloa crusgalli dan Leptochloa chinensis dari gulma golongan rumput, dan Fimbristylis littoralis dan Cyperus iria dari gulma golongan teki dominan pada lahan yang di olah sempurna karena gulmagulma tersebut berkembang biak dengan biji dimana pengolahan tanah adalah kegiatan membalik tanah sehingga biji-biji gulma yang ada didalam tanah akan terangkat ke permukaan tanah dan berkembang menjadi tumbuhan baru. Pons et al (1997), mengatakan bahwa setelah pengolahan lahan cadangan biji gulma yang berada di dalam tanah akan ber kecambah. Untuk gulma Paspalum distichum dan Limnocharis flava dominan pada perlakuan persiapan lahan Tanpa Olah Tanah dengan herbisida campuran untuk semua waktu pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan herbisida campuran tersebut tidak dapat menekan gulma tersebut yang tumbuh sesudah persiapan lahan. Selain itu disebabkan karena setelah herbisida tersebut diapli kasikan gulma-gulma yang mati dijadikan sebagai mulsa atau dibenamkan pada lahan tersebut sehingga potongan-potongan gulma tersebut tetap mempunyai peluang untuk berkembang biak lagi. Selain itu gulma tersebut cepat beradaptasi dengan lingkungan dan mempunyai daya saing yang tinggi sehingga dapat tumbuh dengan baik apalagi pada keadaan yang tergenang. Dari spesies gulma dominan seperti tersebut terdapat fenomena yang menarik dimana gulma monochoria vaginalis yang tidak dominan pada analisis gulma awal (36 SPH) serta pada perlakuan Tanpa Olah Tanah dengan herbisida campuran dengan dosis (T1) dan (T2) untuk seluruh peng amatan, menjadi gulma yang dominan pada perlakuan persiapan lahan Olah Tanah Sempurnah pada waktu pengamatan MST dan 9 MST. Hal ini menunjukkan

68

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

bahwa sisa gulma yang dibenamkan dari perlakuan persiapan lahan Tanpa Olah Tanah sangat efektif untuk menekan pertumbuhan gulma Monochoria vaginalis. Sementara kegiatan pengolahan tanah pada perlakuan persiapan lahan Olah Tanah Sempurna mengakibatkan biji-biji gulma tersebut terangkat ke permukaan tanah. Sebaliknya pada pengamatan 12 MST untuk persiapan lahan Olah Tanah

Maksimu gulma monochoria vaginalis tidak lagi dominan,hal ini disebabkan karena gulma tersebut kalah bersaing dengan tanaman padi untuk memperebutkan sarana tumbuh baik ruang unsur hara maupun cahaya. Karena gulma monochoria vaginalis adalah salah satu gulma berdaun lebar yang pertumbuhannya tidak setinggi tanaman padi.

Tabel 1 Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma sebelum penyemprotan Herbisida campuran antara Gramoxon dan Glifosat Species Gulma Golongan NJD P. distichum D. sempit C. iria Tekian F. littoralis Tekian T. procumbens D. lebar H. capitata D. lebar E. indica D. sempit M. pudica D. sempit S. indica D. lebar A. conizoides D. lebar S. poiretil D. sempit S. nodiflora D. sempit Jumlah Keterangan : NJD : Nisbah Jumlah Dominansi, D : Daun (%) 36.92 14.02 10.61 6.42 7.42 5.32 4.85 4.12 2.58 4.72 2.82 100.00

Tabel 2. Rerata Bobot Kering Gulma pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan Pengendalian Gulma untuk Semua Umur Pengamatan
Perlakuan 3 Umur Pengamatan (minggu setelah tanam) 6 9 12 15

Penyiapan Lahan : TOT (100 + 200 g ba/ha) (T1) 4.45 26.50 20.95 18.00 27.90 TOT ( 50 + 100 g ba/ha) (T2) 4.50 45.00 26.70 21.50 30.15 OTS (T3) 1.52 21.70 17.80 26.15 23.50 UJD 5% tn tn tn tn tn Cara Pengendalian : Dibiarkan (kontrol) (G1) 8.75 75.48 b 86.00 b 73.60 b 84.58 b Disiang (3 & 6 mst) (G2) 4.50 58.60 b 2.50 a 2.40 a 8.00 a H C Msfm + 2,4 D (2.5 g ba/ha) (G3) 4.32 3.10 a 2.50 a 1.50 a 5.28 a UJD 5% tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. H C Msfm = Herbisida campuran Metsulfuron metil. Mst = Minggu setelah tanam

69

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Pada perlakuan cara pengendalian gulma (Tabel 3) tampak bahwa pada pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida campuran yakni metsulfuron metil dan 2,4 D (G3), gulma yang dominan adalah dari golongan rumput dan golongan teki. Sedangkan gulma dari golongan daun lebar yakni Marsilea crenata hanya dominan pada 3 MST, Ludwigia octovalvis hanya dominan pada waktu pengamatan 9 MST. Hal ini menunjukkan bahwa campuran herbisida tersebut sangat efektif untuk mengendalikan gulma dari golongan daun lebar tapi tidak mampu atau kurang efektif menekan pertumbuhan gulma dari golongan rumput dan teki. Selain itu perlakuan herbisida menyebabkan terjadi Tabel 3.
Perlakuan 3 Penyiapan lahan : OTM (T3) TOT(50 +100 g ba/ha) (T2) TOT(100+200 g ba/ha) UJD 5 % Cara pengendalian : Tidak disiang (G1) Disiang 3 & 6 mst (G2) Her. Msfm+2,4 D (2,5 g ba/ha) (G3) UJD 5% 6

nya perubahan faktor lingkungan di per tanaman padi sehingga akan menyebabkan perubahan komposisi gulma yang ada. Pada pengendalian gulma secara manual yaitu dengan cara penyiangan terlihat bahwa gulma yang sangat dominan adalah dari golongan daun lebar. Hal ini disebab kan karena dengan penyiangan akan merubah struktur tanah dan menyebabkan biji-biji gulma terangkat ke permukaan tanah. Sebaliknya gulma golongan rumput dan teki relatif lebih sedikit. Munculnya paspalum distichum sebagai gulma dominan pada cara pengendalian manual disebabkan pencabutan kemudian dibenam kan gulma tersebut ke dalam tanah.

Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan Pengendalian Gulma Untuk Semua Umur Pengamatan
umur pengamatan (mst) 9 12 15 59.90 57.56 58.60 55.40 b 51.50ab 54.15 a 75.98 b 72.96 a 76.58 b 70.19 b 63.10a 75.02a

19.60 b 41.15 51.53 16.25 a 40.06 50.30 (T1) 18.50 ab 41.50 50.05 tn tn tn 17.60 19.10 19.00 tn 28.50 29.76 28.40 tn 44.20 41.60 42.10 tn

Perlakuan pencampuran herbisida dan persiapan lahan mempengaruhi bobot kering gulma. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi cara pe nyiapan dan waktu penyiangan ber pengaruh sangat nyata terhadap bobot kering gulma. Rata-rata bobot kering gulma akibat pengaruh cara penyiapan lahan dan waktu penyiangan disajikan pada Tabel 4. Bobot kering gulma tertinggi 45.00 umur 6 mst pada penyiapan lahan TOT (T2), bobot kering gulma akibat pengaruh cara pengendalian dicapai pada perlakuan tidak disiang, bobot kering gulma yang rendah pada perlakuang disiang 3 dan 6 mst serta tidak berbeda

nyata dengan penggunaan herbisida campuran. Utomo dan Nazaruddin (1996) mengatakan bahwa pada teknologi budidaya padi tanpa olah tanah tindakan penyiangan masih perlu dilakukan karena herbisida yang diberikan adalah untuk pengolahan tanah. Selain itu kendala utama pada teknik TOT adalah pertumbuhan gulma yang sangat banyak dan cepat. Pengaruh cara penyiapan lahan dan pengendalian terhadap panjang tanaman padi, pada umumnya belum nyata terlihat pada umur 3 dan 6 minggu, dan baru terlihat pada umur 9, 12 dan 15 minggu setelah tanam.

70

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Rata-rata panjang tanaman yang dihasilkan pada perlakuan penyiapan lahan dan pengendalian menunjukkan bahwa perlakuan penyiapan lahan OTS (T3) menghasilkan rata-rata panjang tanaman yang tidak berberbeda nyata dengan penyiapan lahan TOT (T1) maupun TOT (T2). Sedangkan panjang tanaman yang dihasilkan pada perlakuan penyiangan menunjukkan bahwa pengendalian dengan cara disiang tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan herbisida. Hal ini dikarenakan penggunaan dosis herbisida yang relatif rendah sehingga belum mampu menekan gulma secara optimal, sehingga persaingan akan tetap terjadi antara tanaman padi dengan gulma, yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman . Dengan terbatasnya persyaratan tumbuh mengakibatkan terjadinya persaingan dalam memperoleh unsur-unsur tersebut (Mercado, 1979). Untuk luas daun dan jumlah anakan pada masing-masing tabel menunjukkan bahwa luas daun dan jumlah anakan terbaik dihasilkan pada penyiapan lahan OTM (T3), sedangkan penyiapan lahan TOT (T1) dan TOT (T2) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, namun terlihat pada minggu ke 6 mst nialai rata-rata yang dihasilkan tidak berbeda nyata antara penyiapan OTM dan TOT. Hal ini disebabkan adanya proses penggenangan sebelum penanaman sehing ga penggenangan tersebut dapat membantu proses dekomposisi mulsa vegetasi awal, memperbaiki porositas tanah dan kandungan bahan organik tanah sehingga sistim perakaran dapat tumbuh dengan baik. Sehingga rata-rata jumlah anakan tiap rumpun yang dihasilkan pada penyiapan lahan TOT (T1) maupun TOT(T2) tidak berbeda nyata. Namun jumlah anakan terbanyak dicapai pada perlakuan penyiapan lahan OTM. Untuk perlakuan disiang rata-rata jumlah anakan tiap rumpun yang dihasilkan pada umur 3 mst tidak berbeda nyata dengan menggunakan herbisida, dan rata-rata jumlah anakan

terrendah ditunjukkan oleh perlakuan tidak disiang (kontrol) (Tabel 6).

Analisis Pertumbuhan Tanaman Pengamatan pada umur 3 sampai 6 mst menunjukkan bahwa perlakuan penyiapan lahan dan cara pengendalian berpengaruh terhadap ILD. Rata-rata ILD tertinggi dihasilkan pada perlakuan penyiapan lahan OTM pada umur 3 mst, dan cara pengendalian berpengaruh pada pengamatan 3, 9, 12 dan 15 mst. ILD yang rendah terlihat pada pengendalian yang tidak di siang atau dibiarkan . rendahnya nilai ILD disebabkan sedikitnya unsur hara utamanya nitrogen yang dapat diserap tanaman, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pembentukan daun. Sebagaimana dikemukakan oleh Rinsema (1983) bahwa pembentukan daun ditentukan oleh tersedianya unsur nitrogen. Sehingga sangatlah mungkin bahwa rendahnya unsur hara tersebut di sebabkan oleh pertumbuhan gulma yang sangat banyak, yang menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman. sebagai mana dikemukakan oleh Sitompul dan Guritno (1995) bahwa meningkatnya nilai ILD tergantung penyediaan unsur hara. Dan unsur hara akan tetap tersedia jika tidak terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman yang dibudidayakan. Interaksi cara penyiapan lahan dan pengendalian gulma berpengaruh nyata pada interval pengamatan umur 6-9 mst. Rata-rata laju pertumbuhan tanaman ter tinggi ditunjukan oleh perlakuan dan penyiapan lahan TOT (T2) dan dengan dilakukan penyiangan (G2). Nilai HSD yang tinggi pada kedua interval peng amatan juga dihasilkan pada perlakuan yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya pengunaan dua jenis herbiosida pada penyiapan lahan. Kedua jenis herbisida ini memberikan efek sinerjistis.

71

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Sutanto (1997) menyatakan bahwa penggunaan glifosat 6 l/ha memberikan penekanan pertumbuhan gulma terbaik pada teknologi budidaya TOT. selanjutnya Thomas (1979) dan Knake et al ., (1994), menyatakan bahwa glifosat bekerja secara sistemik sehingga menghambat sintesis protein dan tidak aktif dalam tanah. Herbisida ini efektif untuk gulma penerial dan annual berakar dalam, gulma berbiji dan berdaun lebar tetapi relatif tidak efektif pada spektrum luas sedangkan untuk herbisida gramoxon bekerja secara kontak dan efektif pada spektrum luas dengan demikian akan tercipta kondisi lingkungan tumbuh yang baik serta kemampuan daun yang tinggi dalam menghasilkan biomassa tanaman akan diikuti dengan produksi bahan baru yang tinggi pula (Sitompul dan Guritno, 1995).Sehingga nilai harga satuan daun yang tinggi akan diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang normal akan memberikan hasil yang diharapkan. Adapun hasil akhir yang diharapkan dari bertanam padi adalah bahan ekonomis berupa gabah. Hasil gabah yang tinggi dihasilkan pada perlakuan penyiapan lahan OTM yang di siang umur 3 mst, tapi tidak berbeda nyata dengan penyiapan lahan TOT (T1) maupun (T2). Analisis Multivariate (MANOVA) Perlakuan penyiapan lahan dan cara pengendalian gulma memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan luas daun maupun biomassa gulma. Dimana terlihat bahwa luas daun memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan tanaman pada umur 6 mst. Sitompul dan Guritno (1995) mengemukakan bahwa daun merupakan organ fotosintesis yang utama karena fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis sehingga laju fotosintesis tanaman sebagian besar ditentukan oleh luas daun, yang kemudian akan ber-

pengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Dari komponen hasil dan hasil, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil gabah adalah peubah jumlah malai per rumpun. Malai yang terbentuk meru pakan komponen dasar bagi terbentuknya gabah, karena jumlah gabah yang terbentuk ditentukan oleh jumlah malai yang ada. Koefisien korelasi antara biomassa kering gulma dengan komponen produksi dan hasil di sajikan pada Tabel 15. Dari Tabel menunjukkan bahwa terjadi hubungan (korelasi) yang sangat nyata antara biomassa kering gulma dengan hasil gabah. Kehadiran gulma disekitar tanaman sangat nyata menurunkan hasil gabah. Sehingga sangatlah jelas bahwa kehadiran gulma-gulma tersebut dapat menekan terbentuknya anakan menjadi produktif yaiu untuk menghasilkan malai yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi hasil padi. Keeratan hubungan antara komponen hasil dan hasil padi ditunjukkan oleh komponen hasil jumlah malai per rumpun,, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 biji yang mana hubungannya adalah positif.

72

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Tabel 4. Rata-rata Luas Daun (dm2) per Tanaman pada perlakuan cara penyiapan dan Cara Pengendalian.
Perlakuan 3 Penyiapan lahan : OTM TOT (50+100 g ba/ha) TOT(100+200 g ba/ha) UJD 5 % Cara pengendalian Tidak disiang (G1) Disiang (3 & 6 mst) (G2) Her. Msfm + 2,4 D (2,5 g ba/ha) (G3) 0.469 a 0.620 a 0.872 b 1.890 1.780 2.350 3.220 a 4.658 b 3.900 ab 2.850 a 4.615 b 6.728 c (T3) (T2) (T1) 1.080 b 0.633 a 0.751 a Umur pengamatan (mst): 6 9 12 3.504 b 1.530 a 2.000 a 4.830 3.147 4.510 15 6.550 5.810 6.000

lahan

3.20 3.211 3.210

1.586 a 3.150 b 3.520 b

UJD 5% tn Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. TN = tidak nyata

Tabel 5.
Perlakuan

Rata-rata Jumlah Anakan Per Rumpun Pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan Cara Pengendalian.
6 Umur pengamatan (mst) 9 12* 22.550 b 20.250 a 21.188 a tn 11.750 a 13.792 a 18.917 b 13.625 a 19.000 b 21875 bc 12.917 a 7.750 a 14.000 b 12.740 9.583 11.540 tn 6.750 a 13.750 b 13.912 bc 15* 14.350 11.333 12.542

Penyiapan lahan : OTM TOT(50 + 100 g ba/ha) TOT(100 + 200 g ba/ha) UJD 5 %

(T3) (T2) (T1)

19.59 b 14.430 a 16.708 a

Waktu penyiangan : Tidak disiang (G1) Disiang (3 & 6 mst) (G2) Her. Msfm + 2,4 D (25 g ba/ha) (G3) UJD 5%

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. TN = tidak nyata; * = anakan produktif.

73

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Tabel 6.Rata-rata Indeks Luas Daun pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan Cara Pengendalian
Perlakuan 3 Penyiapan lahan : OTM TOT(50 +100 g ba/ha) (T2) TOT(100 + 200 g ba/ha) UJD 5 % Waktu penyiangan : Tidak disiang (G1) Disiang (3 & 6 mst) (G2) Her.Msfm + 2,4 D (2,5 g ba/ha) (G3) UJD 5% 0.10 a 0.13 a 0.17 b 0.36 0.36 0.45 tn (T3) 0.11 a (T1) 0.20 b 0.28 a 0.12 a Umur pengamatan (mst) 6 9 12 0.68 b 0.80 0.39 a 1.10 1.11 1.00 tn 0.85 a 0.95 a 1.30 b 1.26 0.57 1.28 tn 0.52 a 0.90 b 1.16 c 15 0.74 0.60 tn 0.30 a 0.45 ab 0.60 b

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. TN = tidak nyata

Tabel 7.

Rata-rata Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1. hari-1 pada Interaksi Cara Penyiapan Lahan dan Cara Pengendalian Umur 6-9 mst.
Tidak disiang Cara Pengendalian: Disiang 3 & 6 mst Herbisida Campuran

Perlakuan

Penyiapan lahan : OTS TOT(50 + 100 g ba/ha) TOT(100 + 200 g ba/ha) UJD 5%

0.055abc 0.034ab 0.051bcd

0.109f 0.092ef 0.061bcd

0.057abcd 0.067bcde 0.082de

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. mst = minggu setelah tanam

74

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Tabel 8. Rata-rata Harga Satuan Daun (mg.g-2. hari-1) pada Interaksi Penyiapan Lahan dan Cara Pengendalian Umur 6 - 9 mst
Perlakuan tidak disiang Cara pengendalian disiang herbisida 3 & 6 mst campuran

Penyiapan lahan : OTM TOT(50 + 100 g ba/ha) TOT(100 + 200 g ba/ha)

(T3) (T2) (T1)

0.902ab 0.960abc 1.003abc

1.280bc 2.259d 2.269dg

1.123abc 1.134abc 1.263abc

UJD 5%

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. mst = minggu setelah tanam Tabel 9.Rata-rata Persentase Gabah Isi Pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan pengendalian
Perlakuan Penyiapan lahan : OTM TOT(50 + 100 g ba/ha) TOT(100 + 200 g ba/ha) UJD 5 % Cara pengendalian : Tidak disiang Disiang 3 & 6 mst Hererbisida (G1) (G2) (G3) Persentase gabah isi

Cara

(T3) (T2) (T1)

80.76 80.14 80.73 tn 76.78 a 80.23 b 84.94 b

UJD 5% Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. mst = minggu setelah tanam.

75

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Tabel 10. Rata-rata Bobot Kering Gabah Per Tanaman dan Indeks Panen pada Perlakuan Penyiapan Lahan dan Cara pengendalian
Perlakuan Penyiapan lahan : OTM (T3) TOT(50 + 100 g ba/ha) (T2) TOT(100 + 200 g ba/ha)(T1) UJD 5 % Cara pengendalian : Tidak disiang Disiang 3 & 6 mst Herbisida UJD 5% Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJD 5%. TN = tidak nyata (G1) (G2) (G3) BK gabah / tanaman (g) 26.40 21.38 22.22 tn 9.09 a 25.99 b 26.39 c Indeks panen

0.52 0.56 0.50 tn 0.34 a 0.58 b 0.56 b

Tabel 11. Rata-rata Hasil Gabah Kering Giling (t/ha) Pada Interaksi Cara Penyiapan Lahan dan Cara pengendalian Perlakuan Tidak disiang Waktu penyiangan: Disiang Herbisida 3 & 6 mst campuran

Penyiapan lahan : OTM (T3) TOT(50 + 100 g ba/ha) (T2) TOT(100 + 200 g ba/ha) (T1)

1.91 b 0.90 a 1.85 b

6.58 e 5.16 d 6.63 e

4.98 d 3.95 c 6.54 e

UJD 5%
Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak bebeda nyata pada UJD 5%. Mst = minggu setelah tanam.

76

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Tabel. 12. Hubungan Bobot Kering Gulma Dengan Hasil Gabah


Perlakuan OTM-0 OTM-3 & 6 OTM-Hbs TOT-0 TOT-3 & 6 TOT-Hbs TOT-0 TOT-3 & 6 66.63 TOT-Hbs r*) R2**) Hasil (t/ha) 1.91 6.58 4.85 2.25 6.16 5.21 1.85 22.82 6.31 -0.43 tn 0.18 BK gulma pada berbagai umur pengamatan (mst) 3 6 9 12 15 15.36 43.83 58.56 65.42 95.69 11.64 5.60 0.54 2.04 7.96 19.86 4.70 1.25 5.07 1.62 26.25 55.64 76.65 78.85 66.19 32.52 4.98 0.78 3.37 4.25 32.73 4.20 0.85 2.33 2.56 26.50 102.01 64.38 99.98 82.00 2.55 0.72 2.40 2.76 30.82 4.17 1.06 4.21 4.81 -0.28 tn 0.08 -0.86 ** 0.74 -0.75 ** 0.57 -0.36 ** 0.58 -0.70 ** 0.54

Keterangan : *) Koefisien korelasi. Nilai kritis (10.05 = +/ -0.497, 0.01 = +/-0.623) **) Koefisien Determinasi; Kurvi linier y = a + bx

Tabel 13. Hubungan Komponen hasil dan Hasil Tanaman Padi


Peubah Jml. Malai Per rumpun Jml gabah Per malai Persen gabah Isi (%) Bobot 1000 Biji (g) Jml. malai per rumpun Jml. Gabah Per malai 0.314 Persen gabah isi (%) 0.586* 0.021 Bobot 1000 biji 0.271** 0.454 0.462 Hasil (t/ha) 0.898** 0.581* 0.605 * 0.872 **

Keterangan : * = nyata (nilai kritis 0.05 = +/- 0.497); ** = sangat nyata (nilai kritis 0.01 = +/- 0.623)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 2.

1.

Perbedaan cara penyiapan lahan dan cara pengendalian mengakibatkan terjadinya perubahan spesies gulma dominan. Seperti gulma Ludwiga octovalvis, Limnocharis flafa, Echino chloa curgalli, Cyperus difformis, Marsilea crenata , Eleusin indica dan Monochoria vaginalis. Perubahan spesies ini terjadi sebagai akibat berubahnya kondisi lahan karena adanya aktvitas pertanian berupa per-

3.

siapan lahan dan pengendalian gulma. Pengolahan tanah maksimum (OTM) memberikan pertumbuhan yang baik dan mempengaruhi bobot kering gulma, laju pertumbuhan relative, harga satuan daun, jumlah malai per rumpun, dan hasil gabah. Tetapi tidak bebbeda nyata dengan pengolahan TOT. Cara pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dan secara manual (disiang) tidak berbeda nyata. Namun demikian pengendalian gulma secara manual membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak

77

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

4.

apabila budidaya padi dilakukan pada lahan yang luas. Peubah luas daun dan tinggi tanaman memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan peubah jumlah malai tiap rumpun memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil tanaman padi. Saran-saran

Diperlukan penelitian yang mengkaji lebih lanjut mengenai teknik persiapan lahan dan cara pengendalian gulma yang digunakan pada berbagai jenis tanah, lokasi agroklimat dan musim tanam yang berbeda. Selain itu penelitian tentang waktu penggenangan pada teknologi TOT perlu dilakukan, karena di duga penggenangan sangat menentukan perubahan sifat fisik tanah terutama tingkat kekerasan tanah yang menentukan daya penetrasi akar tanaman.

DAFTAR PUSTAKA Buhler, D.D., J.L Gunsolus and D.F. Ralston. 1992. Intergrated Weed Management Techniques to Reduce Herbicides Inputs in Soybeans. Agron. J. 84 : 507-512. Gossbard dan Atkinson, 1985. The herbicides Glifosat, Betterworth and Co. Ltd. London. pp. 490 Hooker, D.C., T.J. Vyn and C.J. Swanton. 1997. Effectivenes of soil-Aplied Herbecides with Mechanical Weed Control for Consevation Tillage System in Soybean. Agron. J. (89):579-587. Lal, R. 1979. Influnce of Six of NoTillage and Conventional Plowing of Fertilizer Renpons of Maize (Zea mays L.) on an Alfisolin The Tropics Soil Sci. Soc. Am. 43 : 399-403. Mercado, B.I. 1979. Introduction to Weed Science. A Searca Publication. Phillipines.

Moenandir, J. 1990. Fisiologi herbisisda (Ilmu Gulma-Buku II). Cetakan kedua. Rajawali Pers. Jkt. pp. 141. Nyarko, K.A. and S.K. De datta. 1991. A Hand Book For Weed Control in Rice. IRRI Laguna. Phill.pp. 245 Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjahmada Univ. Press. Yogya karta. Pp. 412. Sutanto, R. 1997. Studi Penyiapan Lahan Dengan Herbisida Glifosat dan Tinggi Penggenangan Air pada Budidaya Padi sawah Tanpa Olah Tanah. Tesis (tidak dipublikasikan). PPSUB. Knake, E. L. and M.D. McGlamery. 1984. Nitrogen Use and Weed Control. In : Beaton, J.D., C.A.I. Goring. R.D. Hauck., R.G. Hoef., G.W. Randal., and D.A. Russel (ed) Nitrogen in Crop Production. Pub. By Amer Soc. Of Agr. Crop. Sci. of Amer. Soil Sci. Sic. Madison. Wisconsin. USA. Utomo, M dan Nazaruddin. 1996. Bertanam Padi sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Sawdaya. Jkt. pp. 177. Utomo, M. 1994. Tekhnologi Hemat Air dan Swasembada Pangan. Rapat Teknis Perencanaan/Sinkronisasi Program dan Proyek Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Tingkat nasional TA 1996. bandar lampung. pp.1-7.

78

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

Gambar 1.

Tanaman padi dengan sistem olah tanah maksimum

Gambar 2. Lokasi petakan lahan sawah di lokasi percobaan

79

AGRITEK VOL. 16 NO. 9 SEPTEMBER 2008

ISSN. 0852-5426

80

You might also like