You are on page 1of 152

MANAJEMEN MUTU TERPADU (TOTAL QUALITY MANAGEMENT)

Abstract In the era of globalization, competion in business will be very tight either in the domestic or in the international/global market. Any enterprise which will grown or at least survive must be able to produce a product with better quality, a cheaper price, faster delivery and better service to customers compared to the competitors. In order to be able to achieve to the above goal, the enterprise should apply the Total Quality Management (TQM) that has an objective to improve the quality of products and services continuously to satisfy the customers.

Pendahuluan
Kondisi demikian mempunyai arti, bahwa perusahaan yang akan memenangkan persaingan dalam segmen pasar yang telah dipilih harus mampu mencapai tingkat mutu, bukan hanya mutu produknya, akan tetapi mutu ditinjau dari segala aspek, seperti : (i) mutu bahan mentah dan pemasok harus bagus (bahan baku yang jelek akan menghasilkan produk yang jelek pula), (ii) mutu sumber daya manusia (tenaga kerja) yang mampu bekerja secara efisien sehingga harga produk bias lebih murah dari pada harga pesaingnya, promosi yang efektif (bermutu), sehingga mampu memikat para pembeli sehingga pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pembeli. (iii) mutu distribusi yang mampu menyerahkan produk sesuai dengan waktu yang dikehendaki oleh pembeli, serta mutu karyawan yang mampu melayani pembeli dengan memuaskan. Inilah yang dimaksud mutu terpadu secara menyeluruh (total quality).

Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global, karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Bagi perusahaan/organisasi ingin mengikuti perlombaan bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan : Quality is our best assurance of customer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings.

Ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Makin tinggi mutu suatu produk, makin tinggi pula kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan akan mendukung harga yang tinggi dan seringkali biaya rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu bertujuan menaikkan laba. Dari penelitian membuktikan ada korelasi yang kuat antara mutu dengan laba yang dapat diraih oleh perusahaan. Sesuai dengan judul di atas tulisan ini akan membahas tentang Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang akan terlihat pada tulisan berikut

Sejarah Tentang Mutu


Pada mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu bagus yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi. Perkembangan mutu terpadu pada mulanya sebagai suatu system, perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis.

Namun beberapa dari mereka merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia. Adapun konsep-konsep mereka tentang mutu terpadu secara garis besar dapat dikemukakan berikut ini.

1. F.W. Taylor (1856-1915)


Seorang insiyur mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian kerja (devision of work). Analisis dengan pendekatan gerak dan waktu (time and motion study) untuk pekerjaan manual, memperoleh gelar Bapak Manajemen Ilmiah (The Farther of Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa elemen tentang teori manajemen, yaitu : Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari.

Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya. Bonus dan intensif wajar diberikan kepada yang berprestasi maksimal. Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah ditentukan (personal loss). Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja dan dengan demikian memisahkan pekerjaan dari tanggung jawab untuk memperbaiki kerja

2. Shewhart (1891-1967)
Adalah seorang ahli statistik yang bekerja pada Bell Labs selama periode 1920-1930. Dalam bukunya The Economic Control of Quality Manufactured Products, merupakan suatu kontribusi yang menonjol dalam usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan.

Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat kontrol chart untuk memudahkan para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, dimana kedua sarjana ini ahli dalam bidang statistik.

3. Edward Deming
Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya : Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite. Pada 1950, beliau diundang oleh, The Union to Japanese Scientists and Engineers (JUSE) untuk memberikan ceramah tentang mutu.
Pendekatan Deming dapat disimpulkan sebagai berikut : Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions taken by workers.

The system of work that determines how work is performed and only managers can create system. Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality. Only senior managers determine the market in which the firm will participate and what product or service will be solved. Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen mutu terpadu.

4. Prof Juran
Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia.

Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alatalat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu management process yang terpadu.
Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance Planning, Financial control, financial improvement. Adapun rincian trilogy itu sebagai berikut

Pengertian Mutu
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan. Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki. Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.

Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda-beda. Kini sampailah pada pengertian mutu yang diambil dari America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty stated of of implied needs. Definisi di atas berkonotasi kepada pelanggan. Produk bermutu kalau dapat memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi produk tersebut (Kotler : 1994).

Definisi mutu yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) adalah: a) Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. b) Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.

c) Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. d) Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. e) Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen

Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari kelima definisi diatas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut : a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan. c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang

Manajemen Mutu Terpadu


Kita sependapat bahwa mutu tidak ditentukan oleh pekerjaan di bengkel atau oleh tehnis pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang dimilikinya bertanggung jawab kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan implementasi proses manajemen yang memungkinkan perusahaan memenuhi visi dan misi mereka. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :

Cont..
. Tujuan:
Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan para pelanggan. Prinsip: Fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.

Elemen : Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.

Cont..
Model di atas dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu : Fokus kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. Fokus pada perbaikan proses kerja untuk memproduksi secara konsisten produk yang dapat diterima. Fokus yang memanfaatkan bakat para karyawan.

Tiga Prinsip Mutu


1. Fokus pada pelanggan Mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat kalau organisasi/perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (pembeli).

2. Perbaikan proses Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan.

Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.

3. Keterlibatan total Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan.

Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut.

Elemen Pendukung TQM


1. Kepemimpinan Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.

Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat.

Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya. Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemenelemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.

2. Pendidikan dan Pelatihan Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna.

Struktur Pendukung Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui network dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.

4. Komunikasi Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbedabeda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan

5. Ganjaran dan Pengakuan Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.

6. Pengukuran Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsure yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu : Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.

Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan. Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan. Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas. Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan

Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat

Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan Mau mendengar dan menyadari kesalahan Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja Bagaimana Penerapannya di Indonesia?

Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut. Sukses ekonomi luar biasa ini rupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur Tengah dalam tingkat perintisan.

Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi syaratsyarat berikut : Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para pelanggan. Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.

Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan. Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil. Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.

Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter, sehingga di peroleh suasan kondusif bagi lahirnya ide-ide baru. Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.

Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat. Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.

Standar-Standar Mutu
Standar produk dan jasa terdiri dari : a. Kesesuaian dengan spesifikasi b. Kesesuaian dengan tujuan dan manfaat c. Tanpa cacat ( Zero Defects) d. Selalu baik sejak awal Standar pelanggan terdiri dari : a. Kepuasan pelanggan b. Memenuhi kebutuhan pelanggan c. Menyenangkan pelanggan

Kesimpulan
Menghadapi era globalisasi sekarang ini, setiap perusahaan/organisasi harus mampu menghasilkan produk dengan mutu yang baik, harga lebih murah dan pelayanan yang lebih baik pula dibandingkan dengan pesaingpesaingnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perbaikan mutu semua aspek yang berkaitan produk tersebut yaitu : bahan mentah, karyawan yang terlatih, promosi yang efektif dan pelayanan memuaskan bagi pembeli, sehingga pembeli akan menjadi pelanggan yang setia. Mutu yang tercipta dengan kondisi seperti itulah yang disebut mutu terpadu secara menyeluruh (Total Quality).

Untuk keberhasilan pengembangan mutu di atas, diperlukan juga elemen pendukung seperti : kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip mutu terpadu seperti di atas, yang kemudian di contoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur Tengah. Di Indonesia menerapkan Manajemen Mutu Terpadu akan berhasil kalau secara konsekuen pula mengikuti prinsipprinsip dasar mutu terpadu, serta dilengkapi dengan karakteristik bumi Indonesia, seperti budaya, adat-istiadat dan lain sebagainya

TQM merupakan paradigma baru dalam menjalankan strategi yang berupaya memaksimumkan daya saing perusahaan melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, sumberdaya manusia, proses dan lingkungan organisasi/perusahaan. Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemenpuncak (top management ) dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi.

TQM telah dikembangkan di banyak negara dengan tujuanmembantu organisasi untuk mencapai kinerja yang sempurna, terutama dalam memberikan kepuasan pelanggan, yang berdampak terhadap loyalitas pelanggan dan pangsa pasar yang lebih luas, sehingga dapat meningkatkan profitabilitas dengan cara melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus.

Dan semua manfaat tersebutdapat meningkatkan daya saing perusahaan untuk tetap survive. Untuk keberhasilan pengembangan kualitas, diperlukan jugaelemen pendukung seperti; kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip TQM, yang kemudian dicontoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur Tengah

Di Indonesia menerapkan TQM akan berhasil kalau secarakonsekuen pula mengikuti prinsipprinsip dasar TQM, serta dilengkapidengan karakteristik bumi Indonesia, seperti budaya, adat-istiadat dan lain sebagainya

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN


Pengertian mutu pendidikan yang diambil dari buku berjudul Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (buku I konsep dan pelaksanaan) terbitan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2001 disebutkan bahwa secara umum, mutu adalah Gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses yang berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb) Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut

Proses
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.

Memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh guru, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting peserta didik mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).

Output
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, UN, karya ilmiah, lombalomba akademik; dan prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikulir lainnya.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan (di lndonesia).

Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Situasi, kondisi, latar belakang budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak sama dengan negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan dijadikan sebagai proyek yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan

Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Beragam dan terpadu

Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Relevan dengan kebutuhan kehidupan Menyeluruh dan berkesinambungan Belajar sepanjang hayat Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.

Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Sebagian besar tentang indikator itu sudah diperoleh di LPTK antara lain IKIP, FKIP, dan STKIP non-refreshing.

Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah. Faktorfaktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat karena ketidakmampuan guru secara financial dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan.

Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil (skill labour) atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi.

UU Sisdiknas No. 20/2003 Pasal 42 ayat (1) menyebutkan pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Uraian pasal 42 itu cukup jelas bahwa untuk menjadi guru sebagai tahapan awal harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi Namun, fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan pekerjaan guru sangat mudah untuk dimasuki oleh siapa saja.

Sarana dan Prasarana Yang Layak


Dengan diberlakukannya kurikulum 2004 (KBK), kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan). Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2.

Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak kebablasan cepat atau keterlaluan tertinggal di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk tidak kebablasan cepat atau keterlaluan tertinggal di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk.

Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolahsekolah tertentu di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta favorit. Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana pada sekolahsekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada masyarakat.

Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah. Mudah-mudahan dengan sistem anggaran pendidikan yang mengacu pada UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 46 dan 49 permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Dengan melandaskan pada cita-cita luhur pendidikan, diharapkan mutu pendidikan Indonesia terus meningkat dan terjadi perkembangan pada perbaikan yang terus menerus.

Kepemimpinan dan Manajemen Mutu Pendidikan


SALAH satu aspek terpenting yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah kepemimpinan dan manajemen mutu. Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa melalui manajemen mutu (management quality) dan kepemimpinan yang efektif, kondisi sekolah atau Perguruan Tinggi (PT) dapat terselenggara secara lebih baik. Bahkan, akhir-akhir ini telah banyak lembaga pendidikan yang memiliki penjaminan mutu (Quality Assurance) yang akuntable, otonom, dan transparan guna memberikan pelayanan dan meningkatkan aktivitas pembelajaran yang terukur.

Salah seorang pakar manajeman pendidikan terkemuka Amerika Serikat, Sammon (1994), merekomendasikan dalam sebuah penelitiannya bahwa efektifitas dan kemajuan sekolah di negara-negara modern itu karena dibangun mulai dari sisi kepemimpinan dan penataan kembali manajemennya. Ia meyakini bahwa kedua variabel inilah yang mampu menyulap pendidikan dari yang biasa menjadi luar biasa, yang jenuh menjadi maju.

Pendapat yang serupa juga disampaikan Tony Bush dan M. Coleman. Tampak lebih, jika membaca karyanya berjudul Leadership and Strategic Management In Education (2006), bahwa manajemen sekolah dan Perguruan Tinggi di beberapa negara, misalnya Amerika, Australia, Hongkong, Inggris, dan Selandia Baru dapat maju dan berkembang, karena didukung melalui kepemimpinan dan manajemen yang unggul. Negara-negara tersebut sejak lama telah menerapkan manajeman yang canggih guna meningkatkan produk kualitas lulusannya, baik itu pada level lembaga sekolah maupun universitas.

Pendidikan adalah lembaga yang bergerak dalam bidang noble industry (industri mulia) yang mengemban misi ganda, yaitu setengah profit dan sosial. Dikatakan profit, karena tanpa modal dan dukungan finalsial yang cukup, pendidikan juga tidak dapat berlangsung secara baik. Namun bukan untuk mengambil keuntungan yang sebagaimana perusahaan itu. Pada prinsip pengelolaannya, baik sekolah maupun perguruan tinggi sama-sama membutuhkan penjaminan mutu sebagai tolak ukur untuk menilai keberhasilan atau kegagalannya. Sebab, tanpa adanya penjaminan mutu, lembaga pendidikan sulit melihat sejauhmana ketercapaian kualitas atau daya saing yang dimiliki.

Tony Bush dan M. Coleman menambahkan, bahwa membangun sistem kepemimpinan dan manajemen mutu terkadang memang sulit dibedakan, tetapi yang jelas keduanya saling memiliki relasi yang sangat erat. Kepemimpinan bila tidak dibarengi dengan visi dan misi manajemen yang baik, maka melahirkan tipe pemimpin yang buruk. Jadi keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk membangun sistem lembaga pendidikan yang kredibel, kuat dan unggul. Kalau lembaga pendidikan tidak didukung oleh pemimpin yang kualitas yang paham tentang seluk beluk manajemen, maka rawan bahkan mengkhawatirkan memunculkan sistem manajemen yang kurang efektif. Yang ujung-ujungnya lembaga pendidikan akan mengalami stagnasi dan status quo. Bisa jadi malah akan meruntuhkan sendi-sendi organisasi kepemimpinannya sendiri.

Keputusan strategis yang diambil adalah keputusan yang menggunakan pendekatan integratif, tampa mengesampingkan beberapa hal yang harus dikorbankan. Sebab, manajemen pendidikan selalu memberikan peluang guna mengatur dan mencapai berbagai tujuan, baik itu untuk institusi pendidikannya maupun bagi kepentingan masyarakat. Sebagai imbas dari persaingan pendidikan yang ada, kini sekolah atau PT dituntut punya visi dan misi yang realistis dan transparan. Bahkan, institusi pendidikan diharuskan memiliki sumbangsih riil bagi kemajuan masyarakat. Inilah saatnya bagi dunia pendidikan-- khususnya di negeri ini-menimbang kembali konsep atau paradigma lama yang dijadikan acuan selama ini.

Membangun mutu manajemen pendidikan harus menjadi agenda dan kerja nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan visi dan misi baru. Visi dan misi yang dibangun harus menegaskan adanya tujuan, filosofi dan nilai-nilai pendidikan, yang merupakan referensi penting dalam membuat keputusan, menentukan strategi, kebijakan dan implementasinya. Pendidikan sebagai sebuah organisasi juga butuh kerjasama yang kompak, kebersamaan dan komitmen. Dengan adanya kerjasama dan dukungan dari beberapa pihak, maka kepemimpinan dan manejeman memainkan peran-peran strategis. Mengatur benda hidup jauh lebih sulit dibanding dengan benda mati. Di sinilah letak pentingya seorang pemimpin menggunakan manajemen yang sesuai napas dan kepentingan banyak orang.

Untuk itu, penciptaan kultur organisasi modern dalam pendidikan sangat penting dilakukan. Kultur organisasi modern akan membentuk orang pada disiplin yang tinggi, membentuk karakter dan sikap yang bertanggungjawab pada pekerjaanya dan memiliki jiwa untuk pengabdian bagi kepentingan khalayak umum. Jika hal ini diterapkan dalam dunia pendidikan, maka perubahan kualitas yang baik akan segera tanpak dari sebelumnya. Kultur organisasi yang efektif bagi lembaga pendidikan memerlukan kolaborasi dan kooperasi antar komunitas, baik intern maupun ektern. Kolaborasi dan kooperasi yang intensif hanya dapat tercapai manakala tumbuh dari style manajemen dan pola kepemimpinan yang efektif

Membangun sinergi (synergy building) antar instansi pendidikan juga perlu keluasan dan kelincahan dari sosok pemimpin. Karena itu, jawaban sepenuhnya akan kembali seberapa efektifkah kepemimpinan dan manejemen tumbuh dan berkembang dalam pendidikan.

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH


1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat.

Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.

Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan.. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement).

Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.

Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.

Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.

Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya.

Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.

2. Tujuan
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan; Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.

Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing - masing. Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan

Memotivasi timbulnya pemikiran - pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5 tahun,dst,sehingga tercapai misi sekolah kedepan

Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.


Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.

Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan.

Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.

Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakankebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan.

Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat,

(iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat.

Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan.

Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.

Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan

Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain

Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional

Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.

Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.

Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.

Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas

Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai .

Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP).

Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya

Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor koridor tertentu antara lain sebagai berikut ; Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :

(i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.

Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu; pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa. bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada. pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.

Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat

Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk: mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah. Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu. Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan. Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal.

Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.

Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan

Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi.

Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masingmasing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

Strategi Pelaksanaan di Tingkat Sekolah


Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan. Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.

Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.

Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM ratarata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb).

Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.

Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran.

Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan

Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun,

ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan telah juga disesuaikan

Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya

Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa.

Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasuskasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan

Penutup
Beragamnya kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan siswa di dalam proses pembelajaran ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrasi pusat. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi masih tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekwensi dari pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, guru, kepala sekolah, siswa dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah (Depdikbud) di sisi lainnya sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu.

Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah bersama-sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana program sekolah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai

Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program sekolah di masa mendatang (tahun berikutnya). Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan

Untuk pengenalan dan menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat.

Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat.

You might also like