You are on page 1of 34

PERSYARATAN IJIN TAMBANG BATUBARA

1. TAHAP SKIP Surat Permohonan SKIP Tenaga ahli yang diangkat oleh Perusahaan dengan melampirkan foto copy Ijazah Terakhir Lokasi yang dimohon (Peta dan Koordinat) pencadangan wilayah Tembusan kepada instansi terkait (disHut, Bappeda, Pertanahan, Pertanian) Biodata Perusahaan Waktu 30 hari tidak dapat diperpanjang (berdasarkan Kepmen DPE No. 497 / M.103 / SJH / 1979, Kepmen DPE No. 6126.308 / 10 / SJH / 1985 dan Surat Dirjen Pertambangan Umum Nomor : 2155 / 2011 / 040000 / 1986) 2. KUASA PERTAMBANGAN PENYELIDIKAN UMUM (KP PU) Surat Permohonan KP PU Laporan Hasil Peninjauan (SKIP) Lokasi yang dimohon (Peta dan Koordinat) Biodata Perusahan Tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan dari bank yang ditunjuk sebesar (Rp. 10.000,00 / Ha /) Tanda bukti iuran tetan (Rp.500,- / Ha / Tahun). Berdasarkan PP RI No 45 / 2003. Laporan keuangan Perusahaan baru / audit Akuntan Publik Perusahaan Lama. Advis Teknis dari instansi terkait tentang aspek tata ruang kab. Kubar Waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 1 kali selama 1 tahun (berdasarkan PP Nomor 75 Tahun 2001. Ps 8 ayat 3) Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuan menyebutkan berusaha di bidang pertambangan yang telah disahkan oleh Dep. Kehakiman dan HAM kecuali koperasi/ KUD Rencana Kerja dan Anggaran Biaya 3. KP. EKSPLORASI Surat Permohonan KP Eksplorasi Presentase hasil penyelidikan umum Lokasi yang dimohon (Peta dan Koordinat) Rencana kerja dari anggaran biaya kegiatan eksplorasi Laporan Penyelidikan Umum (per triwulan dan laporan akhir kegiatan) yang disetujui oleh Dinas Teknis Tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan dari bank yang ditunjuk sebesar (Rp. 10.000,00) Tanda bukti iuran tetap (Rp.2.000,- / Ha / Tahun). PP 45 / 2003. Membayar iuran eksplorasi ijin khusus penjualan PP no. 75 / 2001 Ps 26 ayat 1-3, bilamana pemegang KP Eksplorasi telah memiliki bahan galian yang tergali sesuai dengan SK Eksplorasinya. Laporan Neraca Perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik Waktu paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali masing-masing selama 1 tahun (berdasarkan PP RI No. 75 tahun 2001) Dalam hal KP Eksplorasi akan dilanjutkan ke KP Eksploitasi dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu KP Eksplorasi paling lama 2(dua) tahun untuk pembangunan fasilitas Eksploitasi atas permintaan yang bersangkutan (berdasarkan PP RI No. 75 tahun 2001)

KEGIATAN PENDUKUNG YANG HARUS DILAKSANAKAN SETELAH EKSPLORASI UNTUK MEMASUKI TAHAP EKPLOITASI Laporan studi kelayakan, presentasi Studi Kelayakan Presentase dokumen KA-AMDAL, ANDAL, RPL, RKL. Kegiatan Konstruksi / Penyiapan fasilitas Ekploitasi dengan Iuran tetap 8.000/Ha /Tahun

4. KP. EKPLOITASI Surat Permohonan KP Eksplorasi Lokasi kegiatan eksplorasi (Peta wilayah dan Koordinat) Laporan Triwulan dan Laporan Akhir Kegiatan Eksplorasi Persetujuan Dokumen Studi Kelayakan Persetujuan AMDAL Jaminan Reklamasi Mengangkat seorang Kepala Teknik Tambang (KTT). Tanda bukti iuran tetap dari bank yang ditunjuk sebesar Rp. 15.000,-/ Ha/ Tahun untuk endapan laterit dan permukaan Tahap I sedangkanTahap II untuk endapan Primer dan Aluvial sebesar Rp. 25.000/ Ha / Tahun Royalty produksi besarannya disesuaikan dengan PP 45 Tahun 2003 Waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali masing masing untuk jangka waktu 10 tahun (PP RI No. 75 Tahun 2001) Rencana Kerja dan Anggaran Biaya 5. KP. PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Surat Permohonan * Rencana Teknis Pengolahan dan Pemurnian * Laporan AMDAL yang elah mendapat persetujuan dari Komisi AMDAL Kabupaten * Persetujuan / kesepakatan dari pemegang KP Eksploitasi Laporan kegiatan pengolahan dan pemurnian yang telah dilakukan (untuk perpanjangan) Keterangan : Pemohon KP Pengolahan dan Pemurnian yang berdiri sendiri

6. KP. PENGANGKUTAN / PENJUALAN Surat Permohonan Rencana Kerja Pengangkutan dan Penjualan Persetujuan atau kesepakatan dari pemegang KP Eksploitasi Laporan Kegiatan Izin lokasi dari instansi yang berwenang Ijin penumpukan dari instansi yang berwenang Semua Pemohonan Ijin Usaha Pertambangan Umum disampaikan kepada Bupati Kutai Barat Cq. Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup.

ATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PERTAMBANGAN BATU BARA

-Persoalan ini terutama terkait dengan UU No 4 tahun 2009 dan PP 23 tahun 2010 tertanggal 1 Februari 2010. Dalam aturan tersebut, setiap perusahaan atau perorangan yang akan membeli harus mempunyai IUP khusus angkutan dan penjualan batubara. Izin dikeluarkan Menteri ESDM untuk angkutan antar provinsi, sementara angkutan antara kabupaten/kota dikeluarkan oleh Gubernur dan kalau dalam kabupaten oleh bupati setempat. Penerapan peraturan itu dimaksudkan untuk mengontrol penjualan batubara serta mencegah terjadinya kelangkaan pasokan batubara domestik.

-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Derektur Jenderal Meneral, Batubara dan Panas Bumi mengeluarkan Surat Edaran bernomor 03E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai Pelaksanaan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009. Surat Edaran ini ditetapkan di Jakarta tertanggal 30 Januari 2009. SE ini dikeluarkan sehubungan dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (tertuang didalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959), dalam penyelenggaraan urusan di bidang pertambangan mineral dan batubara sebelum terbitnya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009 dengan ketentuan sebagai berikut: A. Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia agar memperhatikan hal-hal berikut: 1. Kuasa Pertambangan (KP) yang telah ada sebelum berlakunya UU PMB 2009, termasuk peningkatan tahapan kegiatannya tetap diberlakukan sampai jangka waktu berkahirnya KP dan wajib disesuaikan menjadi IUP (Ijin Usaha Pertambangan) berdasarkan UU PMB 2009 paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya UU PMB 2009 2. Menghentikan sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai dengan diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksana UU PB 2009 Berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi atas semua permohonan peningkatan tahap kegiatan Kuasa Pertambangan termasuk perpanjangannya untuk diproses sesuai dengan UU PMB 2009 Menyampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktorat Jendral Mineral, Batubara dan Panas Bumi semua permohonan Kuasa Pertambangan yang telah diajukan, dan telah mendapat persetujuan pencadangan wilayah sebelum berlakunya UU PMB 2009, untuk dievaluasi dan diverifikasi dalam rangka mempersiapkan Wialyah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang nasional, paling lama 1 (satu) bulan Sejak SE diterbitkan. Memberitahukan kepada para pemegang KP yang telah melakukan tahapan kegiatan eksplorasi atau eksploitasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya UU PMB 2009 harus menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah KP sampai dengan jangka waktu berakhirnya KP untuk mendaatkan persetujuan pemberi Izin KP, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi

3.

4.

5.

6.

Surat Keputusan Kuasa Pertambangan yang diterbitkan Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota setelah tanggal 12 Januari 2009 dinayatkan batal dan tidak berlaku Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi akan mengeluarkan format penerbitan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi Permohonan baru Surat Izin Pertambangan Daerah bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009, tetap diproses menjadi IUP sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur.

7.

8.

B. Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 UU PMB 2009, paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya UU PMB 2009 harus membetuk Badan Hukum Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bahan pertimbangan dalam proses IUP sesuai dengan UU PMB 2009. Selanjutnya SE ini juga ditembusi kepada Menteri, Sekjend, Kepal Biro Hukum, dan beberapa Direktur dilingkuang Kementrian ESDM, serta Menteri Dalam Negeri

-PP-nya tentang: wilayah pertambangan dan palaksaan kegiatan usaha pertambangan mineral batubara.

Keputusan Menteri ESDM Nomor 1.603 Tahun 2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan.

Keputusan Presiden Tambang Bawah Tanah Nomor 28 Tahun 2011 untuk tumpang tindih dalam kawasan hutan lindung. (EVY)

MATERI PELATIHAN: 1. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: o Usaha pertambangan dan pembagian minerba o Klasifikasi pihak dan investasi asing o Operasi pertambangan o Ijin pertambangan. o Instrumen moneter sektor pertambangan o Tata ruang o Mineral rights and unbundled system. o Pembangunan berkelanjutan o Sanksi pidana 2. Peraturan pelaksana UU No. 4 Tahun 2009 o PP No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan o PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara o PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan, kuasa pertambangan (KP), surat izin pertambangan daerah dan surat izin pertambangan rakyat wajib disesuaikan iriefijadi izin usaha pertambangan (IUP) atau izin pertambangan rakyat (IPR) paling lambat tiga bulan sejak PP ini berlaku. PP 23/2010 diterbitkan pada 1 Februari 2010.

Padahal, lanjut Rivai, perusahaan tersebut wajib melaporkan semua kegiatannya, mulai dari produksi hingga pengelolaan lingkungan, setiap bulan dan setiap triwulan. Kewajiban menyampaikan lapor-an bulanan dan triwulan tersebut sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sutisna Prawira, dalam siaran pers, Jumat (8/1/2010), di Jakarta, berlakunya UU Minerba mengubah sistem perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Perizinan yang semula diberikan dalam bentuk kuasa pertambangan (KP), kontrak karya (KK), dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan (IUP). Pemberlakuan UU Minerba juga mengubah mekanisme untuk memperoleh perizinan di bidang pertambangan minerba. Semula mekanisme pencadangan wilayah untuk seluruh bahan galian, dengan berlakunya UU Minerba, untuk mineral logam dan batubara, IUP diterbitkan pada wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dengan cara lelang, kecuali untuk mineral bukan logam dengan mekanisme permohonan wilayah. Karena terjadi perubahan bentuk dan mekanisme perizinan di bidang pertambangan minerba dan KP tidak diatur dalam ketentuan peralihan UU Minerba, maka pemerintah menerbitkan surat edaran tanggal 30 Januari 2009 kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota di Indonesia untuk memberi kepastian hukum. Isi surat edaran itu antara lain, pimpinan daerah diminta tidak menerbitkan IUP sampai terbitnya PP sebagai pelaksana UU Minerba. Dalam pelaksanaannya Bupati Kutai Timur mengajukan uji materiil surat edaran itu kepada Mahkamah Agung pada 22 Juli 2009. Selanjutnya pada 9 Desember lalu putusan MA telah keluar yang isinya memerintahkan Kementerian ESDM untuk membatalkan dan mencabut surat edaran itu. "Kementerian ESDM menghormati putusan Mahkamah Agung," ujarnya. Namun bila saat ini ada IUP untuk mineral logam dan batubara yang diterbitkan tanpa lewat pelelangan wilayah, hal itu dinilai melanggar UU Minerba sebagai hukum positif. Sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009, IUP untuk mineral logam dan batubara melalui tata cara lelang yang diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang saat ini dalam tahap finalisasi.

SE Dirjen Minerba dan Panas Bumi Nomor 03.E/31/DJB/2009

SARI Penyelidikan terletak di Kec. Sungaililin dan Kec Bayung Lincir pada peta topografi Bakosurtanal Lembar 1013-51 skala 1:50.000, dengan batas koordinat 103o4500 - 104o0000 Bujur Timur dan 2o1500 2o3000 Lintang Selatan. Secara geologi terletak di cekungan Sumatera Selatan di bagian utara Palembang dalam antiklinorium Tamiang dan Bentayan. Formasi Muara Enim merupakan formasi pembawa batubara yang diendapkan sebagai kelanjutan dari fase regresi, berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Lingkungan pengendapan batubara terjadi dari sedimentasi kumpulan perulangan endapan delta sampai fluviatil pada akhir pengendapan batubara. Hasil dari pemetaan batubara dan korelasi dari pemboran sebanyak 18 titik pemboran telah didapatkan 10 lapisan batubara mulai dari Anggota M1 sampai M4, dengan penyebaran yang cukup luas pada sayap utara dari antiklin Tamiang. Sumberdaya batubara hasil perhitungan dengan ketebalan >1.0 meter dengan kedalaman sampai 50.0 meter dan panjang terluar dari singkapan atau lubang bor 1000 meter; total sumberdaya batubara sebesar 116 juta ton. Kisaran kualitas batubara di daerah ini adalah : Moisture (adb) 13.2 - 18.6 %, Volatile Matter (adb) 38.2 - 45.4; Ash Content (adb) 3.4 - 22.5%; Total Sulphur (adb) 0.21 - 2.21%; Specific Gravity 1.39 - 1.54; Calorific Value (adb) 4040 5505 kkal/kg, atau 4844 7656 kal/kg (daf). PENDAHULUAN Daerah Bayung Lincir secara administratif 20% di bagian selatan masuk wilayah hukum Kecamatan Sungai Lilin dan 80% di bagian utara masuk wilayah hukum Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatra, seluas K 75.000 ha (Lembar Peta 1013-51). Secara geografis dibatasi oleh koordinat 103o 45 00 - 104o 00 00 Bujur Timur dan 2o1500 2o3000 Lintang Selatan; terletak di kiri-kanan jalan lintas timur Palembang - Jambi mulai km 118 - km 142 dengan infra struktur cukup baik (Gambar 7-.1). Tataguna tanah sebagian besar daerah penyelidikan merupakan kebun plasma kelapa sawit (PT. HINDOLI, PT. SMJ, PT. LONSUM), perkebunan karet rakyat, kebun dan ladang serta kawasan hutan lindung; sebagian kecil dipakai sebagai jalur pipa minyak dan gas areal kerja PT. GULF ex. PT ASAMERA. Tujuan penyelidikan ini adalah untuk mengetahui keadaan geologi khususnya yang berhubungan dengan kejadian lingkungan pengendapan batubara, penyebaran, ketebalan dan jumlah lapisan; yang akhirnya dapat melengkapi data kajian cekungan Sumatera Selatan, sehingga dapat dibuat data base yang mudah di akses untuk kebijaksanaan yang lebih lanjut. 1. GEOLOGI REGIONAL Morfologi daerah ini terdiri dari dua satuan yaitu Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah, kemiringan lereng 10o-25o dengan elevasi dari 5 m dpl sampai 75m dpl luas hampir 90%, disusun oleh satuan Batuan Tersier klastika halus terdiri dari Formasi Air Benakat, Muara Enim dan Kasai. Satuan Morfologi Pedataran dengan elevasi kurang dari 5 m dpl terdiri dari batuan rombakan formasi diatas dan endapan limpah banjir yang menempati

sepanjang aliran Sungai Tungkal. Secara tektonik daerah penyelidikan merupakan jalur belakang daratan (back deep), terletak pada Cekungan Sumatra Selatan di bagian utara Palembang. Di lapangan pada lembar ini terdapat jalur lipatan dengan dua antiklinorium yang dikenal dengan Antiklin Tamiang, terletak di bagian selatan lembar terpotong oleh dua sesar geser dan satu sesar normal; di utara dikenal dengan Antiklin Bentayan terpotong oleh tiga sesar geser. Arah umum sumbu antiklin adalah Baratlaut- Tenggara. Stratigrafi daerah penyelidikan mencakup tiga formasi, dari tua ke muda, yaitu Formasi Air Benakat, Muara Enim, Kasai serta endapan Aluvial (Tabel 7-1). Ketiga formasi sebagai penyusun batuan di wilayah ini tersebar merata dalam sistem lipatan Antiklinorium Tamiang dan Antiklinorium Bentayan. Formasi Air Benakat tersingkap di sepanjang sumbu Antiklin Tamiang dan Antiklin Bentayan dengan lebar singkapan 3,00 - 5,00 km, umumnya mempunyai dip yang landai 4o-12o. Formasi ini diendapkan pada awal fase regresi, terdiri dari perselingan batulempung dengan batupasir, batulanau, umumnya mengandung glaukonit dan bersifat endapan laut berumur Miosen Tengah; di lapangan pada formasi ini tidak dijumpai batubara. Formasi Muara Enim merupakan formasi pembawa batubara, tersingkap sangat luas pada kedua sayap antiklin. Pada formasi ini dijumpai cukup banyak singkapan batubara yang dapat dikelompokkan menjadi empat anggota pembawa batubara (Shell, 1978), yaitu Anggota M1, M2, M3 dan M4. Kemiringan dip pada sayap selatan Antiklin Tamiang berkisar 8o - 12o dengan jurus utara timur 110o - 140o sedangkan dip pada sayap utara umumnya lebih landai berkisar 5o - 9o dengan jurus utara timur 275o - 320o. Pada sayap selatan Antiklin Bentayan, dip nya lebih curam, yaitu 22o - 40o dengan jurus utara-timur 102o - 130o. Formasi ini diendapkan sebagai kelanjutan dari fase regresi, terdiri dari perselingan batupasir dengan batulumpur dan sedikit batulempung, batulanau dan batubara, berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal dengan lingkungan pengendapan transisi. Formasi Kasai merupakan formasi yang muda berumur Pliosen Akhir, batuannya tersingkap di sepanjang sumbu sinklin menyebar cukup luas terutama pada daerah tengah lembar; diendapkan pada fase akhir regresi di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini terdiri dari batulempung, batupasir, konglomerat yang banyak mengandung material volkanik; di lapangan tidak dijumpai singkapan batubara. Endapan Aluvium merupakan hasil endapan rombakan batuan yang dapat diikuti sepanjang tepi sungai utama dan daerah limpah banjir, yaitu pada aliran Sungai Tungkal menempati daerah tengah lembar dan sedikit di bagian barat, yaitu pada aliran Sungai Sukakarangan. 2. GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN Sedimentasi batubara yang ada diwilayah penyelidikan dimulai dari kumpulan Facies Deltaic sampai Fluviatil pada Cekungan Sumatra Selatan yang berumur Miosen Tengah hingga Pliosen. Batubara pada anggota M1, yaitu Lapisan Kladi dan Lapisan Merapi masih jelas dipengaruhi oleh pengaruh laut yang dicirikan oleh pasir gloukonitan. Diatas lapisan Merapi terjadi pengendapan dominan pasiran yang mengkasar keatas seperti dicirikan oleh bor BBL5, BBL6 dan BBL8 fasies ini menunjukan terjadinya prograding endapan delta yang diakhiri terjadinya endapan rawa. Pada fasa ini terjadi proses pengendapan batubara yang berlangsung terus yaitu pada Anggota M2 dengan endapan batubara dimulai dari Lapisan Petai yang tipis dan tidak menerus, kemudian diendapkan lapisan Suban serta Lapisan Mangus Di daerah tengah penyelidikan terlihat pengendapan berjalan kontinu dengan didapatkan batubara yang lebih tebal; kemudian kearah tepi cekungan batubara cenderung menipis seperti terlihat pada bor BBL9 dan Bor BBL 15 di selatan dan utara. Sedangkan ke arah timur dan barat batubara terjadi spliting dengan terjadinya perubahan arus. Rawa-rawa yang ada pada fasa ini cenderung masih berhubungan dengan laut dangkal ini didukung oleh adanya hasil analisa kualitas batubara bahwa nilai sulphur total yang tinggi yaitu antara 1.07 % - 2.21 % pada Lapisan Suban dan Lapisan Mangus. Kearah atas yaitu pada Anggota M3 terjadi perubahan susunan batuan yaitu

batupasir cenderung menghalus keatas dan diendapkan batubara pada rawarawa yang sudah dipengaruhi daratan yaitu pada Lapisan Burung dan Lapisan Benuang. Pada fasa ini pengaruh endapan sungai yaitu fluviatil dapat dikatakan cukup dominan, sedangkan adanya kecenderungan tersebut dapat dilihat dari nilai total sulphur yang jadi menurun yaitu antara 0.21 - 0.87%, demikian proses fluviatil ini terus berlangsung ke atas sampai diendapkan anggota M4 yaitu lapisan Kebon, lapisan Babat dan lapisan Lower Lematang. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan batubara didaerah penyelidikan ini terjadi pada fasa fluvial deltaic 3. POTENSI ENDAPAN BATUBARA Dari pemetaan singkapan batuan dan khususnya batubara telah dijumpai sebanyak 72 lokasi singkapan batubara. Pada antiklin Tamiang batubara dapat dijumpai pada kedua sayap namun pada sayap utara dari seri anggota M1 sampai M4 lebih banyak tersingkap, sedangkan pada sayap selatan antiklin Bentayan batubara hanya dijumpai pada anggota M2 dengan kemiringan dip yang lebih curam. Sejalan dengan pemetaan geologi, pada daerah indikasi lapisan batubara yang telah dipetakan dilakukan pemboran inti dengan tujuan untuk mengetahui stratigrafi tegak dan tebal batubara dan berapa lapisan batubara yang ada sehingga hubungan antar lubang bor dapat direkonstruksi untuk geometri daerah penyelidikan, terutama hubungan lapisan batubara yang tidak tersingkap dipermukaan. Berdasarkan singkapan yang dipetakan, telah dilaksanakan pemboran batubara sebanyak 18 titik lubang bor, dengan kedalaman rata-rata 50.00 meter ; total kedalaman seluruhnya 900 meter (Gambar 7- 2) dan daerah ini terdapat 2 titik lubang bor Shel (TG001, TG002). Distribusi lubang bor di daerah selidikan adalah : 7 buah lubang bor (BBL1, BBL2, BBL3, BBL4, BBL5, BBL6, BBL8) ditempatkan pada daerah yang dipetakan topografi dan menembus lapisan pembawa batubara Anggota M2 pada sayap utara antiklin Tamiang. 1 buah lubang bor (BBL9) ditempatkan di bagian selatan antiklin Tamiang menembus sebagian Anggota M2 3 buah lubang bor (BBL7, BBL10, BBL17) menembus pembawa batubara Anggota M3 di sayap utara antiklin Tamiang 5 buah lubang bor (BBL11, BBL12, BBL13, BBL14 dan BBL18) menembus pembawa batubara Anggota M4 di sayap utara Antiklin Tamiang 2 buah lubang bor (BBL15 dan BBL16) menembus pembawa batubara sebagian anggota M2 di sayap selatan Antiklin Bentayan. Dari korelasi penampang lubang bor (Gambar 7-3 dan Gambar 7-4), dapat diketahui terdapat 10 lapisan batubara, yaitu : Lapisan Kelad; kemiringan 6o - 9o. Batubara berwarna hitam kecoklatan, kusam sebagian berlapis rapuh - getas mengotori tangan, ketebalan adalah 0.90m - 1.40 m. Lapisan Merapi; kemiringan 5o. Batubara berwarna hitam kecoklatan, kusam sebagian berlapis rapuh - getas mengotori tangan, ketebalan adalah 1.40 1.50 m. Lapisan Petai; ketebalan 0.60 - 1.00 m. Lapisan Suban; terletak diatas lapisan Petai dengan interburden lebih besar 2.00 meter, tebal batubara antara 1.00 - 5.40 m, kemiringan dip 5o dan sebarannya sepanjang 13,5 km; dibagian timur ketebalan 5.40 m menipis ke arah barat. Lapisan Mangus; ketebalan 1.05 - 7.55 m dengan panjang sebaran 13.5 km dan kemiringan 5o - 8o Lapisan Burung; tebal batubara antara 1.15 - 2.70 m, panjang sebaran > 20.0 km dan kemiringan 5o - 8o. Lapisan Benuang; tebal batubara 1,20 - 4.90 m, panjang sebaran 15.0 km dan kemiringan 5o - 8o. Lapisan Kebon; ketebalan batubara 0.80 m, kemiringan 8o, panjang singkapan di bagian timur 8.0 km dan di sebelah barat 7.0 km. Lapisan Babat; ketebalan antara 0.95 - 2.90 m, kemiringan 5o, panjang

singkapan di bagian timur 8.0 km dan di sebelah barat 7.0 km. Ketebalan interburden antara 2.00 - >5.00 m. Lapisan Lematang; ketebalan antara 0.20 - 0.60 m dan kemiringan 5o. 5. KUALITAS BATUBARA Dari 10 lapisan batubara, hanya 5 lapisan yang dialakukan analisa yaitu : Lapisan Suban : Kisaran kualitas sebagai berikut ; Free Moisture 26,9 - 42,6 %; Total Moisture 38,6 - 50,6% ( As Received); Inherent Moisture 15,2 - 18,6%, Volatile Matter 38,2 - 45,4%; Fix Carbon 32,5 - 35,6%; ash Content 5,1 - 9.2%; Total Sulphur 0,35 - 2,07%, Specific Gravity 1.37 - 1.41; dan Calorific Value 4900 - 5395 kcal/kg (Air dried basis), termasuk klas Subbituminous, Group Subbituminous A Coal. Lapisan Mangus : Kisaran kualitas sebagai berikut ; Free Moisture 29,1 - 45,0 %; Total Moisture 43,0 - 51.7% ( As Received); Inherent Moisture 14.0 - 18,6%, Volatile Matter 38,2 - 45,9%; Fix Carbon 26.0 - 35,9%; ash Content 5,6 - 12.9%; Total Sulphur 0,28 - 2,21%, Specific Gravity 1.36 - 1.51; dan Calorific Value 4040 - 5275 kcal/kg (Air dried basis), termasuk klas Subbituminous, Group Subbituminous B Coal hingga Subbituminous A Coal. Lapisan Burung : Kisaran kualitas sebagai berikut ; Free Moisture 29.0 - 42,0 %; Total Moisture 41.4 - 50,1% ( As Received); Inherent Moisture 15,3 - 16.7%, Volatile Matter 44.0 - 45,1%; Fix Carbon 31.0 - 34.5%; Ash Content 3.7 - 10.2%; Total Sulphur 0,.23- 0.87%, Specific Gravity 1.36 - 1.41; dan Calorific Value 5110 - 5335 kcal/kg (Air dried basis), termasuk Klass subbituminous, Group Subbituminous A Coal. Lapisan Benuang : Kisaran kualitas sebagai berikut ; Free Moisture 33.5 - 35.9 %; Total Moisture 43.6 - 43.7% ( As Received); Inherent Moisture 13.8 - 16.3%, Volatile Matter 39.9 - 45,1%; Fix Carbon 29.2 - 34.4%; Ash Content 4.3 - 17.1%; Total Sulphur 0.21- 0.34%, Specific Gravity 1.37 - 1.49; dan Calorific Value 4450 - 5245 kcal/kg (Air dried basis), termasuk klass Subbituminous, Group Subbituminous B Coal. Lapisan Babat : Kisaran kualitas sebagai berikut ; Free Moisture 35.1 - 51.1 %; Total Moisture 44.8 - 57.0 % ( As Received); Inherent Moisture 13.2 - 14.6%, Volatile Matter 39.6 - 47.3%; Fix Carbon 24.0 - 36.1%; Ash Content 3.4 - 17.4%; Total Sulphur 0.23- 0.62%, Specific Gravity 1.39 - 1.46; dan Calorific Value 4265 - 4660 kcal/kg (Air dried basis), termasuk klass Subbitumnous, Group Subbitumnous B Coal. 6. SUMBERDAYA BATUBARA Perhitungan sumberdaya batubara dihitung sampai kedalaman 50.00 meter untuk masing masing lapisan yang mempunyai ketebalan lebih besar 1.00 meter, dengan jarak terjauh dari singkapan yang ada atau data bor terakhir sejauh 1000 meter. Total sumberdaya batubara seluruhnya adalah 116.251.846 ton. 7. PROSPEK PENGEMBANGAN BATUBARA Prospek pengembangan batubara di daerah penyelidikan dapat ditinjau dari infrastruktur, penyebaran batubara, ketabalan dan kualitas batubara. Dengan melihat kondisi tersebut, maka daerah yang cukup prospek untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Lapisan M M4 dan Mangus dengan ketebalan 1,05 7,55 meter. Daerah ini telah dilakukan pemetaan topografi dengan skala 1 ; 10.000, seluas 2.000 ha. 8. KESIMPULAN Lingkungan pengendapan batubara dari hasil korelasi lubang bor dan analisa kimia batubara, menunjukkan kumpulan hasil perulangan pengendapan delta dan fluviatil pada akhir pengendapan batubara. Endapan batubara di daerah Bayung Lincir (Lembar Peta 1013-51) yang paling prospek adalah terletak di sayap utara dari antiklin Tamiang, dengan sudut kemiringan lapisan dip 8o - 12o dan arah jurus utara timur 2750o - 320o.

Lapisan Mangus, namun lapisan tersebut mengalami splitting dan cenderung menipis dalam pelamparannya. Hasil analisis kualitas batubara menunjukkan mutu batubara Klass Subbituminous, Group Subbituminous B Coal sampai Subbituminous A Coal. Sumberdaya batubara sampai kedalaman 50.0 meter untuk masing masing lapisan dengan daerah pengaruh terluar dari singkapan atau lubang bor 1000 meter adalah total seluruhnya 116 juta ton.

1. PT. MARGA BARA TAMBANG Keterangan Izin KP : 1. Terletak di Dusun Rantau Duku Kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi dengan rincian sebagai berikut : Surat Keterangan Izin Penyelidikan Umum ( SKIPU ) Nomor 545/ 009/ DPELH tanggal 4 Januari 2008 kepada PT. Marga Bara Tambang dengan luas wilayah 200 hektar Surat Keputusan Bupati Bungo tentang Kuasa Pertambangan Eksplorasi Nomor 050/ DPELH TAHUN 2008 tanggal 16 Februari 2008 dengan luas wilayah 200 ha Laporan Study Kelayakan PT. Marga Bara Tambang Tahun 2008 Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) PT. Marga Bara Tambang Nomor Pengesahan 660/ 10/ UKL-UPL / DPELH / 2008 tanggal 30 Juni 2008 Surat Keputusan Bupati Bungo tentang Kuasa Pertambangan Eksploitasi PT. Marga Bara Tambang Nomor 095/ DPELH TAHUN 2008 tanggal 5 Maret 2008 dengan luas wilayah penambangan 199 ha Surat Keputusan Bupati Bungo tentang Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan Penjualan Batubara PT. Marga Bara Tambang Nomor 096/ DPELH TAHUN 2008 tanggal 5 Maret 2008 Keputusan Bupati Bungo Tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Marga Bara Tambang Nomor 289/ DESDM TAHUN 2010 tanggal 10 Mei 2010 dengan luas wilayah 199 ha. Sudah Membangunkan jalan ke lokasi Rom dan Stockrom tambang dari jalan utama PT. Nusantara Termal Coal (PKP2B) dengan jarak 6 Km Dari Stockrom tambang ke stockfile dengan jarak 22 Km Dengan Tebal batubara 7 s/d 8 Meter 3 seam dengan deposit terindikasi 8.000.000 MT Kalori 6.000 dan sudah ditambang sebanyak 1 Hektar dengan Produksi 6500 MT dari stockfile menuju ke Pelabuhan Teluk Bayur padang sumatera barat dengan jarak 300 Km dengan kapasitas mulai dari 35.000 MT dari stockfile menuju ke Pelabuhan Talang Duku Jambi dengan jarak 200 Km dengan kapasitas muatan tongkang 3500 MT PT. Marga Bara Tambang ini mulai melakukan penambangan sejak bulan Juni 2009 s/d bulan Oktober 2009 berhenti dikarenakan harga batubara anjlok dengan harga di stockfile kalori 6000 Rp. 300.000/ MT dan terjadi pengalihan jalan menuju ketambang dari jalan tambang desa bedaro kecamatan muko-muko bathin VII ke jalan PT. Cipta Marga Perkasa serta rehabilitas Jembatan Desa Bedaro dengan pekerjaan mulai bulan Oktober 2009 s/d Februari 2010 Harga Batubara Kalori 6000 sekarang FOT Rp. 435.000/ MT Lahan Milik Masyarakat dengan sistem kerjasama Fee/ MT

PT. Marga Bara Tambang didirikan pada tanggal 18 Desember 2007 di notaris Supriyatno, SH dengan Nomor 156 dengan pemilik sahan terdiri dari 5 Orang yaitu, Irwan Effendy, SE, H. Asad Karim, S. sos, AR. Fachriyanto, Ali Syafriyanto, ST, Ahmad Tarmizi dan terjadi Perubahan Akta Notaris dan Penjualan Saham oleh Irwan Effendy, SE dan Ali Syafriyanto, ST di notaris Wendy Johan, SH. MKn dengan Nomor 02 tangal 1 April 2010 dengan Pemilik saham Terdiri dari 3 Orang yaitu H. Asad Karim, S. Sos, AR. Fachriyanto, Ahmad Tarmizi 2. PT. Marga Bara Tambang yang terletak di Dusun Sungai Beringin Kecamatan Pelepat dengan Luas Wilayah 2.000 ha, dan Sudah mendapatkan Surat Keterangan Izin Penyelidikan Umum (SKIPU) Nomor 545/ 828/ DPELH tanggal 19 November 2007 3. PT. Marga Bara Tambang yang terletak di Dusun Balai Jaya Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo dengan Luas Wilayah 1768 hektar dengan Keputusan Bupati Bungo Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Nomor 491/ DESDM TAHUN 2008 tanggal 30 Desember 2008 2. PT. MARGA PERKASA Keterangan Izin KP : 1. KP EKSPLOITASI Nomor 479/ DESDM Tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008 2. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nomor 285/ DESDM tahun 2010 tanggal 10 Mei 2010 3. Dengan luas area 200 hektar yang terletak di Dusun Rantau Duku Kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi 4. Dengan indikasi ketebalan batubara dimulai 6 s/d 8 meter 5. OB lebih kurang 20 meter 6. Dari Stockrom tambang ke stockfile dengan jarak 22 Km 7. Dengan Tebal batubara 7 s/d 8 Meter 8. Kalori 6.000 dan sudah ditambang sebanyak 1 Hektar dengan Produksi 6500 MT dari stockfile menuju ke Pelabuhan Teluk Bayur padang sumatera barat dengan jarak 300 Km dengan kapasitas mulai dari 35.000 MTdari stockfile menuju ke Pelabuhan Talang Duku Jambi dengan jarak 200 Km dengan kapasitas muatan tongkang 3500 MT 3. CV. INDO RESOURCES JO PT. BASMAL UTAMA NUSANTARA Keterangan izin KP IZIN KP Persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi pada PT. BASMAL UTAMA NUSANTARA Nomor 35/ DESDM Tahun 2009 tanggal 22 Juli 2009 JO PT. BASMAL UTAMA NUSANTARA dengan CV. INDO RESOURCES Nomor 01/ DIR-IR/ IX/ 09 pada hari Sabtu tanggal 5 September 2009 diketahui notaris JOHAN WENDY muara bungo Yang terletak di Dusun Rantau Keloyang Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Luas area 100 hektar Dengan ketebalan ob 3 s/d 6 meter ob rata-rata 8 meter kalori 5.800 s/d 6.000 jarak houling dari tambang menuju jalan lintas sumatera 5 km tidak memerlukan kegiatan houling dari tambang menuju stockfile karena jarak tambang menuju jalan lintas sumatera 5 km, jadi dari room dan stokroom bisa dibuat untuk stockfile Jarak dari stockfile menuju pelabuhan talang duku jambi kapasitas pelabuhan 3.500 MT lebih kurang 160 km dan ke teluk bayur padang kapasitas muatan pelabuhan 35.000 MT dengan jarak lebih kurang 255 km. 4. SUB KONTRAKTOR PT. NTC jo CV. INDO RESOURCES Wilayah seluas 100 hektar yang terletak di dusun Rantau Duku kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Dengan

kalori 6.300 dan ketebalan batubara 8,5 meter dengan ob 20 meter. Izin jo PT. NTC yang mempunyai luas area 2.880 ha pemilik konsesi PKP2B dengan 15 subkontraktor Jo PT. RSA jo CV. IR 5. PT. DEKALINDO SUMBER MAKMUR (punya teman) 2.000 HA LUAS AREA???SINGKAPAN ADA>?? KUASA PERTAMBANGAN EKSPLORASI 1. PT. Marga Bara Tambang dengan luas 1.768 ha di kecamatan pelepat desa rantau keloyang 2. PT. Pedas bungo Perkasa dengan luas 2.000 ha di kecamatan pelepat 3. PT. Marga Bara Tambang dengan luas 2.000 SKIPU di kecamatan pelepat 4. PT. Pedas Bungo Perkasa dengan luas area 160 ha di kecamatan bathin 3 ulu 5. PT. Pedas Bungo Perkasa dengan luas area 500 ha di kecamatan jujuhan 6. PT. Pedas Bungo Perkasa dengan luas 300 ha di kecamatan Rantau Pandan 7. PT. Pedas Bungo Perkasa dengan luas 80,88 ha di kecamatan Rantau Pandan 8. PT. Pedas Bungo Perkasa dengan luas 220 ha di kecamatan Rantau Pandan PT. Marga Perkasa dengan luas 2.000 ha di kabupaten sarolangun

BATU BARA Umur batu bara Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kirakira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae

seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Perijinan : KP. Eksplorasi KP. Eksploitasi KP. Pengangkutan dan Penjualan

UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menjadi tantangan sekalig peluang bagi stakeholders pertambangan. Pemerintah telah menerbitkan tiga Peraturan Pemerintah (PP) sebagai atu pelaksana UU tersebut. Yakni PP 22/2010 tentang Wilayah Pertambangan (WP), PP 23/2010 tentang Kegiatan Us Pertambangan Minerba, dan PP 55/2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan dan Pengelolaan U Pertambangan Minerba. Ruang ini berisi cuplikan tanya jawab yang bersumber dari majalah TAMBANG guna menjembatani para pelaku d pertambangan dengan pemerintah, terkait pelaksanaan regulasi baru bidang pertambangan yang dijawab oleh Dr. Witoro Soelarno selaku Sesditjen Minerba Kementerian ESDM.

Tentang Izin Usaha Perdagangan Batubara Tanya : Apakah perusahaan perdagangan batubara yang tidak/bukan sebagai pemilik kuasa pertambangan/izin usaha pertambangan (KP/IUP) diharuskan memiliki Surat Izin Usaha Jasa Perdagangan (SIUJP) Batubara? Sepengetahuan saya selama ini (di Provinsi Kalimantan Selatan) hanya diharuskan memiliki Tanda Daftar Perdagangan Batubara (coal trader) yang dikeluarkan oleh kabupaten dan provinsi. Kalau memang perusahaan perdagangan batubara harus memiliki SIJPB (Surat Izin Jasa Perdagangan Batubara), mohon penjelasan tentang prosedur pengurusan SIUJP tersebut? Apakah kami bisa mendapatkan contoh copy izin tersebut? (Yuliharto Faisal-Tangerang Selatan) Jawab : Perusahaan perdagangan batubara yang saudara maksudkan sebenarnya sudah termasuk badan usaha yang wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan (IUP OPK Pengangkutan dan Penjualan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010. Sebab perusahaan tersebut melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan batubara. Oleh karena itu, selain harus memiliki Tanda Daftar Perdagangan Batubara (coal trader), perusahaan tersebut wajib memiliki IUP OPK Pengangkutan dan Penjualan. Sedangkan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) sendiri hanyalah sebatas pada kegiatan jasa dibidang pengangkutan saja, tidak melakukan perdagangan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Minerba. Tentang prosedur pengurusan dan contoh IUP OPK Pengangkutan dan Penjualan, silahkan menghubungi Sub Direktorat Pelayanan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM di Jl. Prof Soepomo Nomor 10 Jakarta. (Majalah Tambang, November 2010) Legalitas Perizinan Tambang Tanya : Kami adalah pemain baru di pertambangan. Sebelum ini banyak pihak menawarkan ke kami lahan pertambangan. Namun surat perizinan diberikan Cuma sebatas copy an izin KP Eksploitasi serta pengangkutan dan penjualan. Apakah surat tersebut cukup sebagai referensi untuk mengetahui lahan yang ditawarkan legal atau tidak dari sisi perizinan? Apakah kami memerlukan pertimbangan dari konsultan/ahli geologi? (Martha) Jawab : Dari sisi regulasi perlu diketahui, setelah UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, tidak ada lagi istilah Kuasa Pertambangan (KP), namun berganti menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sesuai pasal 174 PP ini akan terbit satu tahun setelah UU Minerba diundangkan. Selanjutnya di dalam Surat Edaran (SE) Menteri ESDM No.

KP yang telah ada sebelum berlakunya UU Minerba termasuk peningkatan kegiatannya tetap diberlakukan sampai jangka waktu izinnya berakhir, dan disesuaikan menjadi IUP selambatnya 1 tahun sejak UU Minerba diundangkan. Sedangkan KP yang diterbitkan setelah 12 Januari 2009 dianggap tidak sah. Untuk mengetahui keaslian KP Eksploitasi, Pengangkutan dan Penjualan tidak cukup hanya melihat copy izin KP Eksploitasi. Anda dapat menghubungi Dinas Pertambangan setempat yang memiliki kewenangan di wilayah tambang dimaksud. Perlu pula dipahami mekanisme pengalihan KP pada pasal 93 ayat 3 UU Minerba, intinya menyebutkan pengalihan saham IUP dapat dilakukan sepanjang memberitahukan kepada Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, serta tidak bertentangan dengan ketentuan perundang undangan. Konsultan geologi/tambang bias diminta menilai kelayakan tambang dari laporan dan kondisi lapangan yang ada, mulai dari dokumen studi kelayakan, AMDAL, serta laporan produksi dan penjualan. Selanjutnya untuk ekspor batubara harus mengikuti ketentuan umum ekspor barang dan Departemen Perdagangan, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, dan sebagainya. Sekalipun batubara termasuk kelompok barang yang bebas ekspor, namun berdasarkan Permendag No.38/MDAG/PER/8/2009 tentang Perubahan atas Permendag No.10/M-DAG/PER/3/2009 tentang Ekspor Barang yang Wajib Menggunakan L/C termasuk di dalamnya batubara (Majalah Tambang, Mei 2010). Tambang Gunakan Prasarana Umum Pasal 91 UU 4/2009 menyebutkan pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaakan sarana dan prasarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan perundang-undangan apa saja yang harus dipenuhi dalam konteks pasal 91 UU Minerba ini? Kenyataannya truk-truk batubara dapat melewati jalan provinsi seenaknya dan tidak peduli atas kerusakan serta polusi lingkungan yang ditimbulkannya. Lantas seperti apa UU Minerba mengatur hal ini? Terima kasih. Jawab : Tentang pasal 91 UU Minerba, tentu saja yang terkait dengan prasarana dan sarana umum yang digunakan untuk kegiatan tambang tersebut. Untuk kegiatan pengangkutan hasil tambang, harus mengacu UU 38/2004 tentang Jalan, yang pada intinya kendaraan yang lewat jalan umum harus mematuhi batasan berat/kapasitas jalan umum (jalan nasional,provinsi dan lain-lain) yang dilewati. Sebenarnya perusahaan tambang harus memiliki jalan khusus yang tidak mengganggu kepentingan umum. Perusahaan yang melanggar ketentuan ini, termasuk melanggar ketentuan berat muatan kendaraan pada dasarnya bisa ditindak oleh pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. (Majalah Tambang, Mei 2010)

03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009 tentang Perizinan Pertambangan Sebelum Terbitnya PP Sebagai Pelaksanaan UU Minerba, diatur beberapa hal sebagai berikut.

Solusi Persoalan Lingkungan Tanya : Saya ingin bertanya seputar pengaturan lingkungan oleh UU Minerba. Selama ini yang kami tahu, penanganan kasus-kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan sangat lemah. Hal itu disebabkan prosedur penyelesaian yang berbasis pada peradilan (melalui gugatan Kementerian Lingkungan Hidup) memakan waktu sangat lama. Sementara degradasi/kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan berlangsung jauh lebih cepat. Masyarakat lingkar tambang yang menjadi korban pun tak mampu berbuat banyak. Lantas, sejauh mana solusi yang ditawarkan UU4/2009 tentang pertambangan yang baru, menjawab persoalan ini? Kami yakin Kementerian ESDM pun tidak ingin sektornya terus menerus dicap sebagai perusak lingkungan.(LSM Lestari Nusantara - Samarinda) Jawab : Yang terhormat Pembaca Klinik Hukum, UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengikat pemegang IUP /Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)/Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk melakukan perlindungan lingkungan, melalui :

Pasal 95, Pemegang IUP dan IUPK, wajib melakukan salah satunya mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Pasal 96, yang dinyatakan sebagai berikut: Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan salah satunya adalah pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan termasuk reklamasi dan pascatambang. Pasal 99, Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pasal 100, Pemegang IUP dan IUPK wajib meyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang.

Melalui pasal-pasal tersebut diatas, pemegang IUP dan IUPK mempunyai kewajiban untuk merencanakan perlindungan lingkungan sejak tahap eksplorasi dan melaksanakannya pada tahap operasi produksi sampai dengan pascatambang dalam rangka memenuhi kriteria keberhasilan reklamasi dan pascatambang untuk selanjutnya areal tersebut dikembalikan kepada pemerintah. Untuk memastikan bahwa rencana reklamasi dan pascatambang tersebiut dilaksanakan oleh pemegang IUP dan IUPK, maka perusahaan diwajibkan menempatkan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang. Untuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR), kewajiban menyiapkan rencana dan melaksanakan reklamasi, serta menyiapkan dana reklamasi dilaksanakan bersama Bupati yang menerbitkan izin IPR. Pengaturan lebih teknis mengenai Reklamasi dan Pascatambang, akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri

ESDM. (Majalah Tambang, Maret 2010)

Panduan Aturan Usaha Jasa Pertambangan Tanya : Terkait lahirnya UU Minerba yang baru beserta berbagai peraturan teknisnya yang baru, tentunya ada perubahanperubahan ketentuan menyangkut perusahaan jasa pertambangan. Terus terang, kami ingin memperbaharui peraturan di perusahaan kami. Peraturan apakah yang dapat kami jadikan acuan atau panduan untuk melaksanakan hal itu, atau adakah buku panduan khusus bagi kami untuk membuat peraturan perusahaan jasa pertambangan? (Sari Priskila - Jakarta) Jawab : Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Pada dasarnya kami tidak berwenang mengatur secara khusus mengenai internal perushaan jasa pertambangan. Namun pedoman penyelenggaraan usaha jasa di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan paal 127 UU No 4 Tahun 2009, telah diberlakukan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 28 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan. Pokok-pokok materi yang diatur dalam Permen No. 28 Tahun 2009 adalah :

Perusahaan jasa pertambangan nasional meliputi BUMN dan Badan Usaha Swasta; Pemegang IUP atau IUPK dapat menggunakan jasa pertambangan setelah RKAB-nya disetujui oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; Pemegang IUP atau IUPK dapat menyerahkan kegiatan penambangan kepada usaha jasa pertambangan terbatas pada kegiatan: Pengupasan lapisan/batuan penutup (overbuden); dan Pengangkutan mineral dan batubara. Pada dasarnya Pemegang IUP atau IUPK harus melaksanakan sendiri seluruh tahapan usaha pertambangan, namun apabila Pemegang IUP atau IUPK memberikan pekerjaan kepada perusahaan jasa pertambangan harus didasarkan atas kontrak kerja yang berasaskan kepatutan, transparan dan kewajaran, serta dilarang menerima imbalan (fee) dari hasil pekerjaan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa pertambangan. Untuk memperoleh peraturan-peraturan tersebut, dapat di download dari situs www.esdm.go.id . (Majalah Tambang, Desember 2009)

Menyoal Keadaan Kahar Tanya : Saya mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Siwijaya, hendak menanyakan isi UU Minerba No.4/2009 terkait pasal 113 ayat (1) huruf (a) dan (b) yang menyebutkan, penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK bila terjadi; (a). Keadaan kahar, (b). Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh usaha pertambangan. Jadi yang ingin saya tanyakan adalah : 1. Keaaan kahar (dalam KBBI/Kamus Besar Bahasa Indonesia) artinya keadaan yang tidak adil. Mohon penjelasan apa yang dimaksud keadaan kahar dalam UU Minerba, apakah maknanya sama dengan yang ditulis dalam KBBI? 2. Seperti apa keadaan kahar yang dimaksud sehingga dapat dilakukan penghentian sementara kepada pemegang IUP/IUPK? 3. Seperti apa keadaan menghalangi yang dimaksud oleh pasal 113 ayat (1) huruf b di atas? (Bayu Rahadi Palembang) Jawab : Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Secara umum, pengertian Keadaan Kahar (Force Majeur) dan Keadaan Yang Menghalangi adalah suatu kejadian atau peristiwa di luar kemampuan wajar pemegang IUP/IUPK sehingga tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan (sebagian atau seluruh) kewajibannya (tepat waktu) berdasarkan IUP/IUPK yang dimilikinya, sehingga hak-hak pemegang IUP/IUPK terjamin dan lebih memberikan kepastian hukum dalam berusaha. 1. Pengertian Keadaan Kahar dalam KBBI adalah keadaan yang tidak adil, pada dasarnya mempunyai makna yang sama dengan UU No.4 Tahun 2009. Hanya saja pengertian dalam KBBI adalah pengertian yang bersifat umum, sedangkan dalam UU No. 4 Tahun 2009 sedikit lebih detil menyebutkan penyebab terjadinya Keadaan Kahar tersebut. 2.Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 113 huruf a adalah : Yang dimaksud keadaan kahar (force majeur) dalam ayat ini, antara lain, perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam di luar kemampuan manusia. Seperti disebutkan diatas, penyebab Keadaan Kahar dapat diklasifikasikan sebagai act of God. Implikasi bagi pemegang IUP /IUPK adalah jangka waktu IUP/IUPK (yang merupakan hak pemegang IUP/IUPK) selama pemberlakuan Keadaan Kahar tidak diperhitungkan, demikian pula dengan pembebasan terhadap kewajiban keuangan pemegang IUP/IUPK, misalnya saja dibebskan untuk pembayaran iuran tetap/deadrent 3. Keadaan Yang Menghalangi sebagaimana dimaksud

dalam penjelasan pasal 113 huruf b adalah Yang dimaksud keadaan yang menghalangi dalam ayat ini, antara lain, blokade, pemogokan, dan perselisihan perburuhan di luar kesalahan pemegang IUP/IUPK dan peraturan perundangundangan yang diterbitkan oleh Pemerintah yang menghambat kegiatan usaha pertambangan yang sedang berjalan. Seperti disebutkan di atas, penyebab dari Keadaan Yang Menghalangi dapat diklasifikasikan sebagai akibat perbuatan manusia (contohnya adalah wilayah IUP semula berada pada kawasan budi daya, kemudian berdasarkan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ditetapkan sebagai Kawasan Lindung yang harus memiliki izin pinjam pakai). Implikasi bagi pemegang IUP adalah jangka waktu IUP/IUPK (yang merupakan hak pemegang IUP/IUPK) selama pemberlakuan Keadaan Yang Menghalangi tidak diperhitungkan, tetapi tetap mempunyai kewajiban keuangan, misalnya pembayaran iuran tetap/deadrent. Perbedaan antara dua keadaan diatas adalah penyebab terjadinya keadaan tersebut, sedangkan mekanisme pemberlakuan keadaan tersebut adalah harus dilaporkan oleh pemegang IUP/IUPK dan kemudian diberlakukan/dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang (Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota). Selanjutnya pengaturan mengenai Keadaan Kahar dan Keadaan Yang Menghalangi diatur dalam pasal 114,115 UU No.4 Tahun 2009 dan (Rancangan) Peraturan Pemerintah. (Majalah Tambang, Desember 2009)

Peningkatan Status IUP Tanpa Lelang Tanya : Pada pasal 42 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ditentukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk eksplorasi mineral jangka waktunya 7 (tujuh) tahun. Jika jangka waktunya habis, kabarnya pemegang IUP eksplorasi sebelumnya harus mengikuti lelang untuk mendapatkan IUP pada tahapan selanjutnya (eksploitasi). Benarkah demikian? Lantas siapa yang berwenang menyimpan data-data hasil eksplorasi itu, dan mungkinkan data-data itu diberikan kepada pihak lain untuk mengikuti lelang IUP eksploitasi? (Santika Dwimurni - Balikpapan) Jawab: 1. IUP eksplorasi ditingkatkan ke Tahap Kegiatan menjadi IUP Operasi Produksi. Dalam hal pemegang IUP akan meningkatkan tahap kegiatannya menjadi (IUP) Operasi Produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan, kepada badan usaha, koperasi dan perseorangan sebagai peningkatan dari IUP Eksplorasi dapat diberikan IUP Operasi Produksi apabila telah memenuhi persyaratan teknis dan administrasi tanpa proses lelang. 2. Pada saat IUP berakhir, pemegang IUP wajib mengembalikan data dan informasi. Dengan berakhirnya IUP (eksplorasi/operasi produksi), berdasarkan ketentuan pasal 123 UU No.4 Tahun 2009, pemegang IUP wajib mengembalikan data dan informasi kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota. Pengelolaan data yang meliputi perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan data, selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksana UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk tingkat kerahasiaan data. (Majalah Tambang, November 2009)

Koperasi Dapat Memperoleh IUP/IPR Tanya : Dalam sebuah diskusi yang membahas UU Minerba No.4/2009 disebutkan bahwa salah satu badan hukum yang dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah Koperasi. Pertanyaan kami, koperasi dalam lingkup apa (nasional/provinsi/kabupaten) yang dapat memperoleh IUP dan IPR seperti diatur dalam UU Minerba? Apakah yang dapat diberikan IUP atau IPR hanya koperasi yang anggotanya mengetahui seluk beluk usaha pertambangan? (M. Thamrin - Sulawesi Selatan) Jawab : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum Koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Untuk memperoleh IUP atau IPR, koperasi dapat mengajukan permohonan WIUP mineral bukan logam atau bantuan, atau dengan cara lelang untuk mineral logam dan batubara. Permohonan WIUP itu diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya, IUP atau IPR akan diberikan kepada koperasi jika sudah memenuhi syarat administratif, syarat teknis, syarat finansial dan syarat lingkungan. Dalam persyaratan teknis disebutkan bahwa harus mempunyai pengalaman di bidang pertambangan mineral dan batubara paling sedikit 3 (tiga) tahun. Bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan induk atau afiliasinya atau mempunyai sekurang kurangnya 1 (satu) tenaga ahli dalam bidang pertambangan dan/atau geologi. (Majalah Tambang, Oktoer 2009) Pengelolaan Data-data Pertambangan Tanya : Dari Majalah TAMBANG kami mendapatkan informasi bahwa saat ini Pemerintah Pusat, dalam hal ini Ditjen Minerba Pabum Departemen ESDM sedang mendata ribuan Kuasa Pertambangan (KP) yang izinnya diterbitkan sebelum UU Minerba lahir. Tercatat pula bahwa sampai ini telah terdata sekitar 4000 KP di seluruh tanah air. Pertanyaannya kemudian, apakah data KP-KP tersebut ditembuskan pula kepada instani-instansi lain yang terkait dengan penerimaan negara dari hasil tambang? Misalnya saja Ditjen Pajak atau Departemen Keuangan. Karena sebagai petugas di lapangan, selama ini kami sangat sulit mengakses wajib pajak yang berbasis usaha pertambangan. Seringkali alamatnya tidak sesuai, kantornya fiktif, dan dalam satu lokasi terdapat dua perusahaan atau lebih. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan petugas pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari pertambangan. (Abdullah Zaini - Kalimantan Timur) Jawab : Data-data yang diterima oleh Pemerintah dikelola dalam suatu sistem informasi yang terintegrasi secara nasional. Data itu berisi hasil penyelidikan dan penelitian serta

Kategori Anak Perusahaan/Afiliasi dan Izin Menteri Tanya : Sejauh mana kategori anak perusahaan/afiliasi dalam bidang usaha jasa pertambangan? Berapa persen share/ kepemilikan saham yang disebut sebagai anak perusahaan atau afiliasi? Lalu, dalam hal apa Menteri dapat mengizinkan pemegang IUP dan IUPK menggunakan jasa pertambangan dari anak perusahaan dan/atau afiliasi? (Mansur H. - Jakarta Selatan) Jawab : 1. Adanya larangan melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa, kecuali dengan izin menteri. (UU 4/2009, pasal 126 ayat (1)). 2. Tentang kategori anak perusahaan/afiliasinya dan berapa persen kepemilikan yang dimaksud anak perushaan/afiliasi, juga tentang dalam hal apa Menteri akan memberi izin menggunakan jasa anak perusahaan/afiliasi, akan diatur lebih rinci dalam peraturan pelaksanaan UU tersebut. Namun saat ini bisa mengacu Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.010/2008 bahwa afiliasi adalah hubungan diantara pihak dimana salah satu pihak secara langsung atau tidak langsung mengendalikan, dikendalikan, atau dibawah satu pengendalian pihak lain kecuali pengendalian dimaksud oleh pemerintah RI, yang meliputi namun tak terbatas pada : Salah satu pihak memiliki sekurang-kurangnya 25 % saham pihak lain atau pemegang saham terbesar; Salah satu pihak merupakan kreditur terbesar dari pihak lain; Salah satu pihak mempunyai hak suara pada pihak lain lebih yang dari 50 % berdasarkan perjanjian, atau Salah satu pihak dapat mengendalikan operasional, pengawasan, atau pengambilan keputusan baik langsung maupun tidak langsung, atas hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial dan operasional pihak lain berdasarkan AD, ART atau perjanjian. Kebijakan yang akan mengatur lebih rinci adalah PP mengenai Pengusahaan Pertambangan, dan Peraturan Menteri mengenai Usaha Jasa. Inti pengaturan tersebut adalah agar dapat dihindarkan terjadinya kemungkinan pemindahan keuntungan, manipulasi nilai jasa, serta pemegang izin tidak menjalankan amanat izin tetapi hanya sebagai pemungut rente. Izin Mentei diperlukan apabila ada anak perusahaan atau afiliasinya yang diusulkan digunakan untuk membantu operasi pertambangan, namun dapat meyakinkan bahwa azas transparansi dan akuntabilitas serta fairness diterapkan, sehingga negara tidak akan dirugikan dan peluang lapangan pekerjaan (utamanya di daerah) tetap terbuka lebar. (Majalah Tambang, April 2009)

Mungkinkah Swasta Dapat IUPK? Tanya : Saya seorang pengusaha tekstil yang tertarik terjun ke bisnis pertambangan. Dari rubrik yang Bapak asuh, saya mengetahui bahwa nantinya izin pertambangan dibagi menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Dari beberapa artikel di Majalah TAMBANG, saya menyimpulkan IUPK hanya akan diberikan kepada perusahaan tambang yang berstatus BUMN. Pertanyaan saya, apakah hal ini bukan merupakan diskriminasi? Mungkinkah pengusaha swasta seperti saya memperoleh IUPK yang ditetapkan untuk wilayah pencadangan Negara?(Andi Barumalang - Sulawesi Selatan) Jawab : Yang terhormat Pembaca Klinik Hukum. Pada dasarnya mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Oleh karena itu usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Untk itu, dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Berbeda dengan WUP, Penetapan WPN ditujukan untuk kepentingan strategis nasional, yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi, dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan, namun apabila kepentingan strategis nasional membutuhkannya, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagian luas wilayah WPN dapat ditetapkan sebagai WUP (Pasal 27 UU Minerba 2009) untuk selanjutnya dapat diusahakan dalam bentuk IUPK. Mengingat sifatnya yang strategis nasional dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan, skala prioritas ditentukan berturut-turut kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan usaha swasta. Selanjutnya untuk mendapatkan IUPK, dilaksanakan dengan cara pelelangan WIUPK yang akan diumumkan oleh Pemrintah secara terbuka. Peserta pelelangan WIUPK adalah BUMN, BUMD dan badan usaha swasta dan mempunyai hak yang sama serta harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan finansial. Sedangkan untuk mekanisme pelelangan WIUPK dan penentuan skala prioritas akan diatur dalam PP sebagai pelaksana UU Minerba 2009 yang rencananya saat ini sudah tahap finalisasi. (Majalah Tambang, Januari 2009)

Menyoal Keikutsertaan Pengusah Lokal Tanya : Dalam pasal 107 UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 disebutkan dalam melakukan kegiatan operasi produksi badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pertanyaan saya, apa yang dimaksud dengan mengikutsertakan dalam paal tersebut? Apakah ikut serta menanamkan modal atau sekedar memberikan jasa penunjang saja? Lantas, apa syarat-syarat pengusaha lokal dapat diikutsertakan dalam operasi pertambangan di daerahnya, dan bagaimana pengaturannya dalam RPP yang sedang disusun pemerintah saat ini? Terima kasih Jawab : Yang terhormat Pembaca Klinik Hukum. Yang dimaksud mengikutsertakan pengusaha lokal dalam pasal 107 UU Minerba 2009 ditujukan pada penggunaan local content dimaksimalkan dalam arti luas, hal tersebut merupakan prioritas yang harus diutamakan, kecuali yang sunguhsunguh tidak dapat dibuat atau dikerjakan pengusaha/perushaan lokal. Ketentuan Pasal 107 ini erat hubungannya dengan pasal-pasal dalam UU Minerba Tahun 2009, antara lain :

Pasal 106 (mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam negeri); Pasal 108 (pengembangan dan pemberdayaan masyarakat/community development). Pasal 127 (jasa pertambangan)

Pasal 107 UU Minerba 2009 memang ditujukan pada kegiatan non inti (di luar kegiatan pertambangan). Sebagai contoh, pembelian peralatan atau mesin, apabila di pasar lokal sudah tersedia, tidak perlu mendatangkan dari luar apalagi mengimportnya. Contoh konkrit adalah perusahaan jasa katering, tenaga kerja termasuk suply bahan bakunya, apabila di daerah tersebut ada perusahaan lokal atau tenaga kerja lokal yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan, atau bahan bakunya sudah tersedia di pasar lokal, itu yang harus diprioritaskan oleh pemegang IUP. Demikian pula halnya dengan programprogram pengembangan dan pemberdayaan masyarakat wajib mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut. Dari ketiga pasal tersebut diatas, memang terdapat persamaan tujuan, yaitu upaya-upaya pelibatan pengusaha dan tenaga kerja lokal yang pada akhirnya juga merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat setempat. Khusus mengenai penggunaan perushaan jasa pertambangan sebagaimana diatur oleh Pasal 127, telah diberlakukan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan. Pada terbitan Majalah TAMBANG seblumnya kami ulas sedikit, dan untuk mendapatkan Peraturan Menteri tersebut, dapat di

download dari situs www.esdm.go.id . Selanjutnya berkaitan dengan pertanyaan pengaturan mengenai perusahaan lokal dapat diikutsertakan dalam operasi pertambangan di daerahnya, hal tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip business to business, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dapat pula melalui mekanisme pelaksanaan kewajiban divestasi sebagaimana diatur dalam pasal 112 UU Minerba 2009, ketentuan tersebut lebih lanjut akan diatur dalam PP sebagai pelaksana UU Minerba 2009 yang saat ini sudah tahap finalisasi. (Majalah Tambang, Januari 2009)

Soal IUP Pengangkutan dan Penjualan Tanya : Pengasuh Yth. Perkenalkan saya pengusaha trading batubara di Surabaya. Ada beberapa hal yang hendak saya tanyakan terkait IUP Operasi Produksi, Pengangkutan dan Penjualan yang diatur dalam UU No.4 Tahun 2009 dan PP No.23 Tahun 2010. Dalam PP 23/2010 disebutkan IUP Operasi Produksi pengangkutan dan penjualan harus dipunyai oleh semua orang yang menjual batubara, dan pada pasal 41 PP tersebut berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi (OP) Khusus akan diatur dalam Peraturan Menteri". Pertanyaan saya; A. Apakah ketentuan tentang harus mempunyai IUP operasi produksi pengangkutan dan penjualan itu langsung berlaku sejak PP 23/2010 terbit, mengingat tata cara pemberiannya saja belum ada (masih akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mneteri)? B. Sejauh mana sosialisasi yang diberikan kepada pihakpihak terkait, dan apakah tidak ada tenggang waktu (masa transisi) untuk pelaksanaannya? Karena yang kami khawatirkan dari pihak kepolisian menyalahgunakan isi UU dan PP tersebut. C. Kapan Peraturan Menteri ysng mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi Khusus tersebut akan terbit? Demikian pertanyaan kami, atas bantuan Pengasuh kami ucapkan terima kasih. (Alan, Surabaya) Jawab : Yang terhormat pembaca Klinik UU Minerba, untuk pertanyaan Anda dapat kami berikan jawaban sebagai berikut ; A. Untuk memperoleh IUP OP khusus pengangkutan dan penjualan masih harus menunggu diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM tentang Tata Cara Pemberian IUP OP Khusus yang sedang dalam proses penyusunan sesuai dengan amanat Pasal 41 PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, akan tetapi trader yang mengajukan permohonan IUP OP Khusus Pengangkutan dan Penjualan kepada pejabat yang berwenang akan memperoleh "surat keterangan" yang berisi bahwa permohonan IUP OP Khusus pengangkutan dan penjualan sudah diterima dan sedang dalam proses, dengan adanya "surat keterangan" tersebut trader dapat melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan sambil menunggu diterbitkannya IUP OP Khusus. B. Sebelum dan sesudah diterbitkannya UU dan PP tersebut, Direktorat Jenderal maupun stakeholder sudah melakukan beberapa sosialisasi di Jakarta maupun di luar Jakarta. Sesuai dengan Pasal 175 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan

Pasal 115 PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, pada saat UU dan PP ini mulai berlaku maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya dan memerintahkan pengundangan UU dan PP ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI. Untuk pelaksanaannya, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba mulai berlaku pada tanggal diundangkannya yaitu 12 Januari 2009 dan PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan MInerba mulai berlaku pada 1 Februari 2010. Jadi tidak ada masa transisi untuk pemberlakuan UU dan PP ini. Mengenai kekhawatiran Sudara terhadap pihak kepolisian menyalahgunakan isis UU dan PP tersebut menurut kami terlalu berlebihan. Sebab aparat Kepolisian selama ini sudah melaksanakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Komunikasi dan koordinasi yang dilakukan dengan kami dalam rangka penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara juga cukup intensif, sehingga kekhawatiran terhadap salah penafsiran isi pasal dapat diminimalisir. C. Pada saat ini Peraturan Menteri sebagaimana Saudara maksudkan sedang dalam proses penyusunan dan diharapkan akan diterbitkan dalam waktu dekat, sesuai yang diamanatkan oleh PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. (Majalah Tambang, Desember 2010)

Syarat Mengajukan Izin Usaha Jasa Pertambangan Tanya : Kepada Yth Pengasuh Klinik UU Minerba. Saya salah satu karyawan, dimana perusahaan kami mempunyai rencana untuk ekspansi ke bidang usaha Jasa Pertambangan Nasional. Pertanyaan kami sebagai berikut ; a. Kami harus memulai dari mana untuk memulai usaha itu, dan persyaratan apa saja yang terkait dengan prosedur pengajuan Permohonan Izin Usaha Jasa Pertambangan Minerba? b. Dalam UU 4/2009 pasal 126 ayat (1) disebutkan, Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan yang diusahakan, kecuali dengan izin Menteri. Apakah dalam penegrtian ayat ini, pemegang saham Pemegang IUP atau IUPK juga tidak boleh memiliki sebagian atau selurunya orang-orang yang berada dalam struktur perusahaan jasa pertambangan? Atas jawaban Pengasuh, sebelumnya kami ucapkan terima kasih. (Mery) Jawab : Yth. Pembaca Klinik Hukum Minerba, Sayang sekali Saudara tidak menyebutkan apakah Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional tempat Saudara bekerja merupakan BUMN, badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas, ataupun orang perseorangan. Serta Saudara juga tidak menyebutkan jenis pengusahaan jasa pertambangan yang akan perusahaan Sudara nantinya lakukan. Apakah merupakan jenis usaha jasa pertambangan, atau usaha jasa pertambangan non inti. Sehingga kami hanya dapat menjawab pertanyaan Sudara secara normatif saja. a. Sesuai dengan Pasal 12 Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Minerba, dalm hal tata cara penyelenggaraan pelaku usaha jasa pertambangan harus mendapatkan klasifikasi serta kualifikasi dari lembaga independen yang dinyatakan dengan sertifikat. Apabila lembaga independen tersebut belum terbentuk maka dilakukan oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Sesuai dengan Pasal 18 dan Pasal 19 Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Minerba, permohonan IUJP atau SKT diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan fromat dan persyaratan sebagaimana tercantumdalam Lampiran Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan. b. Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Minerba, yang dimaksud dengan anak perushaan dan/atau afiliasinya merupakan badan usaha yang memiliki kepemilikan saham langsung dengan pemegang IUP atau IUPK. Dari pasal tersebut dapat

Saat ini kebutuhan batubara sangat tinggi, bahkan memenuhi kebutuhan dalam negeri saja sulit.

You might also like