You are on page 1of 8

MATERI DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 13

Pengertian Silogisme Silogisme kategorik (disebut juga silogisme saja) adalah suatu bentuk formal dari deduksi yang terdiri atas proposisi-proposisi kategorik. Deduksi menggunakan proposisi universal sebagai premis, misalnya Semua pahlawan adalah orang yang berjasa. Dari premis itu, misalnya, dapat disimpulkan bahwa Kartini adalah orang yang berjasa. Untuk dapat sampai kepada konklusi itu harus diketahui, bahwa Kartini adalah pahlawan. Jadi konklusi harus diturunkan dari proposisi pertama dengan bantuan proposisi kedua. Tanpa adanya proposisi kedua, tidak ada konklusi. Proposisi pertama dan kedua itulah, yang bersama-sama merupakan premis. Jadi deduksi yang bersangkutan lengkapnya adalah sebagai berikut: Semua pahlawan adalah orang berjasa. Kartini adalah pahlawan. Jadi: Kartini adalah orang yang berjasa. Bentuk deduksi seperti inilah yang disebut silogisme, dan silogisme ini dalam logika tradisional digunakan sebagai bentuk standar dari penalaran deduktif. Silogisme itu terdiri atas tiga proposisi kategorik. Dua proposisi yang pertama berfungsi sebagai premis, sedang yang ketiga sebagai konklusi. Pada contoh di atas jumlah term ada tiga; pahlawan, orang berjasa dan Kartini, masing-masing digunakan dua kali. Kartini digunakan dua kali sebagai subjek (S), sekali di premis dan sekali di konklusi. Orang berjasa juga digunakan dua kali, yakni sebagai predikat di premis dan di konklusi. Proposisi premis yang mengandung term predikat, dalam contoh orang berjasa, disebut maior, sedangkan yang mengandung term subjek disebut minor. Dalam silogisme standar, premis maior selalu ditempatkan sebagai proposisi pertama pada baris pertama. Term pahlawan terdapat dua kali di premis, akan tetapi tidak terdapat di konklusi. Term

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

M. Mufid S.Ag. M.Si

DASAR-DASAR LOGIKA

ini disebut term tengah (M, singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan term tengah inilah konklusi penalaran ditemukan. Karena M sama dengan P, sedangkan S sama dengan M, maka S=P. M=P S=M Maka: S=P Penalaran yang menggunakan terminus medium untuk menarik kesimpulan inilah yang disebut oleh Aristoteles sebagai penalaran tidak langsung.

2. Prinsip-prinsip Silogisme Silogisme sebagai prosedur penalaran menurunkan konklusi yang benar atas dasar premispremis yang benar. Mengapa di dalam silogisme jika premisnya benar maka konklusinya pasti benar? Jawabannya adalah karena prosedur silogistik memuat premis yang memiliki prinsip benar dengan sendirinya (self evident), sehingga tidak dapat dibantah. Atas dasar itu, maka prinsip silogisme hanya ada dua, yakni: a. Prinsip persamaan (the principle of convenience), yang mengatakan bahwa dua hal adalah sama jika kedua-duanya sama dengan hal yang ketiga. S=M=P, jadi S=P b. Prinsip perbedaan (the principle of discrepancy), yang mengatakan bahwa dua hal itu berbeda jika yang satu sama dengan hal yang ketiga, sedangkan yang lain tidak sama. S=M#P, jadi S#P Kedua prinsip silogisme tersebut, dalam penerapannya memerlukan dua prinsip lagi, artinya kalau silogisme tidak memenuhi kedua prinsip penerapan tersebut maka kebenaran konklusi silogisme tidak dapat dipastikan. Kedua prinsip penerapan itu ialah: a. Prinsip distribusi (dictum de omni). Prinsip ini mengatakan bahwa apa yang berlaku secara distributif (semua) untuk sesuatu kelas, maka berlaku pula untuk tiap-tiap anggota. Contoh: - Semua pahlawan adalah orang berjasa. ('Orang berjasa' berlaku untuk 'semua pahlawan'

secara distributif). - Kartini adalah pahlawan ('Kartini' adalah anggota kelas 'pahlawan') Jadi: Kartini adalah orang berjasa ('Orang berjasa' juga berlaku untuk 'Kartini' b. Prinsip distribusi negatif (dictum de nullo). Prinsip ini menyatakan bahwa apa yang diingkari tentang sesuatu kelas secara distributif (semua), juga diingkari pada tiap-tiap anggota masing-masing. Contoh: - Toyota itu bukan sedan bermesin diesel. (Tem 'sedang bermesin diesel' diingkari oleh 'Toyota' secara distributif). - Mobil Adam itu adalah sebuah Toyota. ('Mobil Adam' adalah anggota kelas 'Toyota'.) Jadi: Mobil Adam itu bukan sedan bermesin diesel ('Sedan bermesin diesel juga diingkari pada 'mobil Adam'). 3. Bentuk Silogisme Menyimpang Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan kiranya lebih banyak bentuk yang menyimpang. Dalam logika, bentuk-bentuk yang menyimpang tersebut resminya harus dikembalikan menjadi bentuk standar, setidak-tidaknya apabila penalarannya menjadi tidak jelas. Penyimpangan silogisme standar dapat terjadi karena orang tidak menggunakan proposisi kategorik standar. Proposisi yang tidak standar bisa dikembalikan kepada bentuknya yang standar. Contoh 1: 1. Mereka tidak lulus semuanya, karena tidak belajar. 2. Kamu kan tekun belajar, Jadi: mengapa kamu mesti takut tidak lulus! Dalam bentuk standar: 5. Semua orang yang tidak belajar adalah orang yang tidak lulus. 6. Kamu bukan orang yang tidak belajar. Jadi: Kamu bukan orang yang tidak lulus. Contoh 2:

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

M. Mufid S.Ag. M.Si

DASAR-DASAR LOGIKA

1. Adam mengigu 2. Ia sakit 3. Demamnya tinggi sekali Pengembalian penalaran dalam contoh ini menjadi silogisme standar agak kompleks. Pertama, susunan premis dan konklusinya terbalik. 'Adam mengigau' adalah konklusi. Kedua, proposisi-proposisi premisnya ('ia sakit' dan demamnya tinggi sekali') kedua-duanya bukanlah proposisi lengkap, jadi harus dilengkapkan. Bahwa Adam mengigau adalah akibat dari demamnya yang tingg. Maka proposisi 'demamnya tinggi sekali' lengkapnya menjadi 'Orang yang sakit demam tinggi itu adalah orang yang sakit mengigau'. Proposisi ini adalah premis maior, karena mengandung term predikat, yakni 'orang mengigau'. Proposisi premis yang lainnya mengatakan bahwa Adam sakit. Sudah tentu penyakit Adam itu bukan wasir atau terkilir jarinya. Dalam konteks ini jelas yang dimaksud adalah sakit demam tinggi. Maka proposisinya yang lengkap ialah 'Adam (ia) adalah orang yang sakit demam tinggi'. Dalam bentu silogisme standar, penalarannya menjadi: 1. Orang yang sakit demam tinggi adalah orang yang sakit mengigau 2. Adam adalah orang yang sakit demam tinggi Jadi: Adam adalah orang yang sakit mengigau. Penyimpangan dari bentuk silogisme standar juga dapat terjadi karena term yang sama dilambangkan dengan kata-kata yang berbeda, sehingga penalarannya kelihatan memiliki lebih dari tiga term. Contoh: 1. Setiap prajurit harus selalu siap bergerak. 2. Adam itu anggota TNI. Maka di manapun ia ditempatkan, ia tidak pernah merasa menetap. Bahwa 'Adam' dalam penalaran di atas identik dengan 'ia' dalam konklusi sudah jelas. Akan tetapi, 'prajurit' itu sinonim dengan 'anggota TNI' sedangkan 'selalu siap bergerak' adalah semakna dengan 'tidak pernah merasa menetap'. Jadi dengan hanya menggunakan salah satu ungkapan di

antara yang sinonim dan mengembalikan proposisi-proposisinya menjadi proposisi katagorik yang standar terdapatlah silogisme standar sebagai berikut: 1. Semua prajurit adalah orang yang selalu siap bergerak. 2. Adam adalah prajurit. Jadi: (Di manapun ditempatkan) Adam adalah orang yang selalu siap bergerak. Penyimpangan juga dapat terjadi karena satu ungkapan menunjuk dua term yang berbeda. Ini terjadi apabila digunakan term ekuivok (ungkapan sama namun menunjukkan kelas atau subkelas yang berbeda). Kalau sebuah penalaran menggunakan term ekuivoik, maka jumlah termnya sebenarnya lebih dari tiga. Contoh: 1. Semua warganegara harus membayar pajak. 2. Gelandangan itu warganegara. Jadi: Gelandangan itu harus membayar pajak. Di sini term 'warganegara' digunakan dua kali dengan makna yang berbeda. Term 'warganegara' yang pertama menunjuk subkelas warganegara yang mampu, sedangkan term 'warganegara' yang kedua menunjukkan subkelas warganegara yang tidak mampu. Maka penalaran di atas adalah penalaran yang sesat, tidak sahih. Latihan Kembalikan penalaran-penalaran di bawah ini menjadi bentuk silogisme standar! 1. Aku ini orang penting! Saya kan pejabat, padahal pejabat itu semuanya orang penting. 2. Barangsiapa mencuri itu maling. Bagaimanapun juga, karena kamu mengambil milik orang lain tanpa ijin, maka kamu mencuri. Jadi sudah tentu kamu termasuk yang disebut maling. * 3. Mengapa saya mesti memakai jalur lambat? Saya ini orang bebas, semua manusia bebas! 4. Dalam ilmu pengetahuan apa yang sesuai dengan pengalaman indera adalah benar. Maka dalam ilmu pengetahuan kebenaran sering ditemukan secara kebetulan, sebab

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

M. Mufid S.Ag. M.Si

DASAR-DASAR LOGIKA

kesesuaian itu sering nampak tanpa dicari secara sengaja.* 5. Dari bentuknya tidak kelihatan itu gedung apa. Banyak orang menanyakan kegunaannya. Biasanya bentuk gedung itu sesuai dengan keperluannya. 6. Mengapa Adam selalu berkunjung ke rumah Hawa? Itu biasa, Hawa kan pacarnya. 7. Berilah bayimu ASI secara teratur. ASI merupakan pendukung utama usaha meningkatkan pertumbuhan badan dan otak pada anak-anak, karena setiap tetes ASI mengandung kalsium, AA/DHA, multivitamin dan zat kekebalan yang dibutuhkan oleh tubuh anak.* 8. Tidak ada sesuatu yang tidak dipersoalkan, sehingga tidak meragukan. Hal ini sangat mengesankan kapada Descrates, sehingga ia berkesimpulan bahwa segala sesuatu harus diragukan. 9. Kebiasaan menuntut adanya surat keterangan dokter untuk bermacam-macam keperluan menunjukkan bahwa semua anggota masyarakat itu pada hakekatnya sakit; suatu anggapan yang sangat ganjil dan tidak sehat. Sebab apa yang biasa tidak perlu diberi keterangan: bahwa daun pohon itu hijau tidak membutuhkan keterangan, semua orang mengetahuinya, baru kalau daun pohon itu tidak hijau keterangan itu mempunyai arti. Jelaslah bahwa pada umumnya anggota masyarakat itu sehat. 10. Sair Nyayasutra dari India: Ada api di dalam gunung itu. Sebab di situ ada asap. Di mana ada asap, di situ ada api, seperti di dalam tungku. Jadi di gunung it ada asap. Oleh karena itu di gunung ada api.

SILOGISME KATEGORIS 3. Pengantar Sebagaimana telah kita ketahui, sebuah putusan menyatakan hubungan timbal balik

diantara dua buah gagasan, baik hubungan kesesuaian maupun ketidaksesuaian. Meskipun demikian, dalam banyak hal sebenarnya akal budi kita sebelumnya berada dalam status raguragu dalam upayanya memahami kedua jenis hubungan di antara dua gagasan tersebut. Kini kita akan memperbandingkan dua buah gagasan dengan gagasan lain yang sudah diketahui. Jika dua gagasan pertama sesuai dengan gagasan yang ketiga, sementara yang lainnya tidak cocok, maka dapat diartikan bahwa diantara ketiganya tidak terjadi kesesuaian satu sama lain. Oleh karenanya, untuk menghubungkan ketiga gagasan tersebut diperlukan MEDIASI atau TERM ANTARA. Pola pikir penalaran yang mempergunakan mediasi tersebut menyimpulkan tidak langsung karena kesesuaian maupun ketidaksesuaian yang terdapat diantara dua buah gagasan dapat dipahami setelah melalui mediasi gagasan ketiga. Jadi, PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG dapat didefinisikan sebagai sebuah proses akal budi di mana dari sesuai atau tidak sesuainya dua buah gagasan dengan gagasan ketiga dapat kita simpulkan hubungan kesesuaian atau ketidaksesuaian diantara dua gagasan yang pertama. Contoh: Semua pohon memerlukan sinar matahari. Pohon pisang adalah juga sebuah pohon. Jadi, pohon pisang juga memerlukan sinar matahari. Gagasan yang dipersoalkan dalam contoh tersebut adalah tentang pohon pisang dan perlunya sinar matahari. Untuk menghubungkan kedua gagasan tersebut, kita memerlukan sebuah mediasi, yaitu gagasan tentang pohon. Kedua gagasan yang pertama itu cocok terhadap gagasan yang ketiga. Dengan demikian, kedua gagasan yang pertama itu akan cocok satu sama lain. Ada dua jenis penyimpulan tidak langsung, yaitu DEDUKSI dan INDUKSI. Dalam bagian ini kita akan memulai dengan deduksi, sedangkan pola induksi akan kita bahas dalam bab selanjutnya. Bentuk kongkret dari penyimpulan induksi adalah silogisme, yaitu model penyimpulan di mana proposisi-proposisinya ditata sedemikian rupa sehingga hubunagn logis yang ada diantaranya kelihatan sangat jelas. 4. Silogisme Sebagimana sudah disebutkan pada bab sebelumnya, pernyataan verbal sebuah gagasan disebut TERM dan putusan akal budi disebut PROPOSISI. Pernyataan verbal penyimpulan yang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

M. Mufid S.Ag. M.Si

DASAR-DASAR LOGIKA

mempergunakan sebuah mediasi disebut ARGUMENTASI. Sebuah argumentasi adalah sebuah proses berpikir logis di mana sebuah proposisi disimpulkan atas dasar proposisi-proposisi lainnya. Argumentasi ini mengambil pola pikir atau model silogisme. SILOGISMEdapat didefinisikan sebagai sebuah argumentasi di mana sebuah proposisi disimpulakan dari dua proposisi lainnya yang sudah diketahui dan memuat gagasan-gagasan yang sudah diketahui pula, serta sekurang-kurangnya salah satu dari kedua proposisi tersebut universal sehingga, walaupun proposisi yang disimpulkan itu berbeda dari dua proposisi lainnya, proposisi tersebut harus tetap mengikuti alur gagasan yang terdapat di dalam dua proposisi yang lainnya itu. Ada dua macam silogisme, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotesis. 3. SILOGIME KATEGORISialah silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi kategoris. Contoh: Premis mayor : Semua mahasiswa bercita-cita tinggi. Premis minor : Beberapa di antaranya kuliah dengan rajin. Kesimpulannya : Jadi, beberapa yang rajin kuliah bercita-cita tinggi. 4. SILOGISME HIPOTESISialah silogisme di mana premis mayor merupakan sebuah proposisi hipotesis, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Contoh: Premis mayor : Jika rusak, maka harus diperbaiki. Premis minor : Mesin ketik saya rusak. Kesimpulannya : Jadi, mesin ketik saya harus diperbaiki.

You might also like