You are on page 1of 22

Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi Sentosa Ginting Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Negara kita termasuk negara penghasil minyak atsiri dan minyak ini juga merupakan komoditi yang menghasilkan devisa negara. Oleh karena itu pada tahun-tahun terakhir ini, minyak atsiri mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah Indonesia. Sampai saat ini Indonesia baru menghasilkan sembilan jenis minyak atsiri yaitu: minyak cengkeh, minyak kenanga, minyak nilam, minyak akar wangi,minyak pala, minyak kayu putih dan minyak sereh wangi. Dari sembilan jenis minyak atsiri ini terdapat enam jenis minyak yang paling menonjol di Indonesia yaitu: minyak pala minyak nilam, minyak cengkeh dan minyak sereh wangi. Minyak sereh merupakan komoditi di sektor agribisnis yang memiliki pasaran bagus dan berdaya saing kuat di pasaran luar negeri. Tetapi tanaman sereh ini tampaknya masih banyak yang belum digarap untuk siap diinvestasi. Sebagai contoh tanaman sereh wangi, tanaman penghasil minyak atsiri yang dalam perdagangan dikenal dengan nama "ei tronella oil". Nama ini masih asing bagi sebagian orang, sebab hampir sepuluh tahun lebih sereh wangi luput dari perbincangan dan perhatian orang (Anonimous, 1988) Khususnya di Sumatera utara, tanaman sereh wangi ini masih belum membudaya, namun juga sebagian kecil petani yang mengusahakan ada tanaman ini sebagai usaha sambilan, tanpa disertai pengolahannya atau penyulingannya. Perusahaan yang melakukan penyulingan, mengerjakannya secara sederhana akan menurunkan kwalitas minyak yang di hasilkan. Hal ini disebabkan cara penyulingannya ataupun lama penyulingannya tidak memenuhi standar. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa pada saat sekarang ini minyak sereh wangi mempunyai harga pasaran yang tinggi sesudah minyak pala dan minyak lada. Hal ini tentu akan melipat gandakan penghasilan petani. Hanya masalahnya sekarang adalah masih banyak para petani sereh wangi yang melakukan penyulingan hanya secara tradisionil saja. Sehingga untuk mendapatkan rendemen yang tinggi serta kwalitas minyak yang dikehendaki konsuwen tidak terpenuhi. (Ketaren, 1985) Dibalik harga yang tinggi dari minyak sereh wangi itu, minyak ini sangat sulit dicari dalam jumlah yang banyak, artinya dapat menghasilkan rendemen yang tinggi serta memenuhi kwalitas ekspor. (Anonimous, 1988) Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan di atas, maka penulis sangat, tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak sereh wangi. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk menentukan lama penyulingan yang tepat guna menghasilkan rendemen yang tinggi serta memenuhi kwalitas yang diinginkan untuk tujuan ekspor.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak sereh wangi yang dihasilkan. 3. Hipotesis Penelitian. Diduga lama penyulingan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen dan mutu minyak sereh wangi yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum Minyak Atsiri. Minyak yang terdapat di alam dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: minyak mineral (mineral oil), minyak yang dapat dimakan (edible fat) dan minyak atsiri (essential oil). (Guenther,1987) Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak teris atau minyak terbang (volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent teste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut air. Minyak atsiri ini merupakan salah satu dalam hasil sisa dari proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. (Ketaren, 1981). Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman, yaitu, dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rizhome. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau terdapat dibuat secara sintetis. (Richards, 1944). Di Indonesia banyak dibuat jenis-jenis minyak atsiri, seperti minyak nilam, minyak cengkeh, minyak pala, minyak lada, minyak sereh dan lain-lain. Minyak sereh adalah salah satu minyak Atsiri yang penting di Indonesia di samping minyak atsiri lainnya. Produksi minyak sereh sebelum perang dunia II menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia, begitu juga tentang mutunya. Akan tetapi setelah perang dunia II produksi tersebut menurun dengan cepat, sehingga penghasil minyak sereh sampai akhir tahun 1941 nilainya seperdelapan dari nilai sebelumnya. (Gu enther, 1987) 2. Sejarah dan Perkembangan Minyak Sereh Di Indonesia secara umum tanaman sereh dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: sereh Lemon atau sereh bumbu (Cymbopogon citratus) dan sereh Wangi atau sereh sitronella (Cymbopogon nardus). Umumnya kita tidak membedakan nama sereh wangi dan sereh Lemon, meskipun kedua jenis ini mudah dibedakan. (Harris, 1987). Sereh Wangi di Indonesia ada 2 jenis yaitu jenis mahapengiri dan jenis lenabatu. Maha pengiri dapat dikenal dari bentuk daunnya lebih pendek dan lebih luas dari pada

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

daun yang lenabatu. Dengan destilasi jenis ini memberikan hasil minyak yang lebih tinggi dari pada lenabatu, juga kwalitasnya lebih baik, artinya kandungan geraniol dan sitronellelal lebih tinggi dari pada lenabatu. Demikian pula, mahapengiri memerlukan tanah yang lebih subur, hujan yang lebih banyak, pemeliharaan yang lebih baik dari pada lenabatu. (Ketaren dan B, Djatmiko, 1978) Catatan pertama di Eropa mengenai minyak sereh ditulis oleh Nicolaus Grimm, yaitu seorang tabib tentara yang belajar obat-obatan di Colombo pada akhir abad 17. Grimm menamakan rumput yang menghasilkan minyak tersebut Arundo Indica Odorata. Pengiriman dari Olium Siree yang pertama sampai di Eropa adalah pada awal abad 18, pada waktu itu minyak tersebut kelihatannya hanya sedikit diekspor. Pada tahun 1851 dan 1855 sedikit contoh minyak sereh diperlihatkan di "World Fairs" yang diadakan di London dan paris. Kemudian minyak ini semakin dikenal Eropa, dan kegunaannya semakin berkembang yaitu untuk wangi-wangian sabun dan sebagai bahan dasar dalam industri wangi-wangian. Sejak tahun 1870 permintaan untuk minyak sereh naik, dan sejumlah besar dihasilkan di Ceylon. Sampai tahun 1890 Ceylon tetap merupakan penghasil yang terbesar di dunia, meskipun Jawa sudah mulai menghasilkan minyak sereh dengan kwalitas yang lebih baik. Sekarang hasil minyak tipe Jawa telah jauh melampaui tipe Ceylon. Walaupun demikian minyak Ceylon masih dapat melawan persaingan dunia, karena harganya lebih murah. (Ketaren, 1985) Produksi minyak sereh wangi Indonesia pada tahun tujuh puluhan pernah kesohor dengan julukan "Jawa Citronella", namun beberapa terakhir ini terus menunjukkan penurunan, tahun 1983 volume ekspor sitronella masih jauh, yaitu sekitar 328.567 kg, lalu tahun naik sedikit menjadi 418.615 kg dan tahun 1987 menjadi 307.280 kg dengan nilai 2 juta dolar AS. (anonimas, 1988). 3. Komposisi Kimia Minyak Sereh Wangi Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan garaniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi.(Harris, 1987) Komposisi minyak sereh wangi ada yang terdiri dari beberapa komponen, ada yang mempunyai 30 - 40 komponen, yang isinya antara, lain alkohol, hidrokarbon, ester, alaehid, keton, oxida, lactone, terpene dan sebagainya., Menurut Guenther (1950), komponen utama penyusun minyak sereh wangi adalah sebagai berikut, 1.Geraniol ( C10H180 ) Geraniol merupakan persenyawaan yang terdiri dari 2 molekul isoprene dan 1 molekul air, dengan rumus bangun adalah sebagai berikut :

CH3 - C = CH - CH2 --- CH2 - C = CH - CH2 - OH CH3 CH3

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

2. Sitronellol ( C10H200 ) Rumus bangunnya adalah sebagai berikut: CH3 - C = CH - CH2 --- CH2 - CH - CH2 - CH2 - OH CH3 CH3

3. Sitronellal (C10H16O) Rumus bangunnya adalah sebagai berikut: CH3 C = CH - CH2 --- CH2 - C = CH - C - H CH3 CH3

Susunan kimia serehwangi yang ditanam di adalah seperti pada tabel-1. Tabel-1. Susunan Kimia Minyak Sereh Wangi Yang Ditanam Di Taiwan Senyawa Penyusunan Sitronellal Geraniol Sitronellol Geraniol Asetat Sitronellil Asetat L Limonene Elemol & Seskwiterpene lain Elemene & Cadinene Sumber : Ketaren, 1985 Kadar (%) 32 45 12 18 12 15 38 24 25 25 25

3. Proses Penyulingan Minyak Sereh Wangi Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 macam cara, yaitu: Penyulingan (Destilation), Pressing (Ekspression), Ekstraksi dengan pelarut (Solvent ekstraksion) dan Absorbsi oleh menguap lemak padat (Enfleurage). Cara yang tepat untuk pengambilan minyak dari daun sereh adalah dengan cara penyulingan (Destilation). (Ames dan Matthews, 1968). Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air minyak sereh wangi. (Stephen, 1948). Jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan. (Satyadiwiria, 1979).

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Semakin cepat aliran uap air dalam ketel suling, maka jumlah minyak yang dihasilkan per kg kondensat uap semakin rendah, sebaliknya semakin lambat gerakan uap dalam ketel maka waktu penyulingan lebih lama dan rendemen minyak per jam rendah. Sebagai bahan bakar penyulingan, para yuling biasanya menggunakan kayu bakar, namun untuk mengurangi biaya produksi para penyuling lebih penuh kebanyakan menggunakan ampas hasil sulingan. (Satyadiwiria, 1979) Proses ekstraksi minyak pada permulaan penyulingan berlangsung cepat, dan secara bertahap semakin lambat sampai kita-kita 2/3 minyak telah tersuling. (Ketaren dan B. Djatmiko, 1978). Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun sereh tergantung dari bermacammacam faktor antara lain: iklim, kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi oleh musim rata 0,7 % dan musim hujan 0,5 %. Menurut De Jong rendemen minyak dari daun segar sekitar 0,5 - 1,2%, dan rendemen minyak di musim kemarau lebih tinggi dari pada di musim hujan. Daun sereh jenis lenabatu menghasilkan rendemen minyak 0,5 %.(Anonimous, 1970). Berdasarkan pengamatan, tidak semua petani pengolah dapat menghasilkan minyak sereh wangi bermutu tinggi, karena daun sereh wangi yang disuling sering bercampur dengan rumput-rumputan atau karena daun yang dipanen terlalu muda atau terlalu tua. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang maksimum, biasanya para penyuling skala rakyat mengeringkan daun di bawah sinar matahari selama : 3 - 4 jam dan lama penyulingan diatur sedemikian rupa, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkwalitas baik. Tetapi cara ini akan menghasilkan mutu minyak sereh wangi yang rendah. (Ketaren, 1985) Penyulingan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan dengan menggunakan uap air yaitu dengan dua cara, secara langsung dan secara tidak langsung. Pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki. Pada penyulingan secara tidak langsung, yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak. Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih. (Harris, 1987) Pada awal penyulingan, akan tersuling sejumlah besar geraniol dan sitronellal, sedangkan pada penyulingan lebih lanjut, total geraniol dan sitronellal yang dihasilkan semakin berkurang. Berdasarkan pengalaman pada penyulingan 4,5 jam akan menghasilkan minyak sereh wangi dengan kadar geraniol maksimum 85 persen dan sixronellal 35 persen. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5- 6) jam tidak akan menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang dipergunakan dan faktor kondisi terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang dipergunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Suatu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan tekanan tetap

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

seragam dan tidak menurun secara tiba-tiba selama proses berlangsung. (Virmani dan S.C Bath, 1971). Komposisi sitronellal, sitronellol dan geraniol dari hasil penyulingan daun sereh wangi varietas G-2 selama 4 jam dapat dilihat pada tabel-2. Tabel-2. Hasil Penyulingan Daun Sereh Wangi Varietas G-2 Dengan Sistim Penyulingan Uap. Jam ke Kadar (%) Sitronellal Sitronellol Geraniol Pertama 63,43 12,54 10,57 Kedua 45,81 16,36 13,90 Ketiga 29,28 18,04 13,37 Keempat 15,75 12,25 8,06 Sumber : Ketaren, 1985 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar sitronellal lebih cepat turun dibandingkan dengan kadar sitronellol dan geraniol (pada penyulingan jam kedua kadar sitronellal sudah turun sedangkan kadar geraniol turun pada penyulingan jam ketiga dan kadar sitronellol turun pada jam keempat). 4. Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi Penyebab bau utama yang menyenangkan pada minyak sereh wangi adalah sitromellal, yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan parfum, oleh kerena itu minyak sereh dengan kadar sitronellal yang tinggi akan lebih digemari. Jenis minyak yang demikian akan diperoleh dari fraksi pertama penyulingan. Khususnya di Indonesia, minyak sereh wangi yang diperdagangkan diperoleh dengan cara penyulingan daun tanaman Cymbopogon nardus. Minyak sereh wangi Indonesia digolongkan dalam satu jenis mutu utama dengan nama Java Citronella Oil". Standar mutu minyak sereh wangi untuk kwalitas ekspor dapat dianalisa menurut kriteria fisik yaitu berdasarkan: warna, bobot jenis, indeks bias, ataupun secara kimia, berdasarkan: total geranial, total sitronellal. (Kapoor dan Krishan,1977)

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Tabel-3. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisika dan Sifat Kimia Karakteristik Warna Syarat Kuning pucat sampai kecoklatan 0,892 1,473

0,850 Bobot jenis, 25 C 1,454 Indeks bias, 25 C 85% Total geraniol, min 35% Total sitronellal, min Zat zat asing : Alkohol Minyak pelikan Lemak Sumber : Departemen Perdagangan, 1974

Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat ekspor apabila kadar geraniol dan rendah atau mengandung bahan aging. Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. Bahanbahan daging yang terdapat dalam minyak sereh wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan sebagai bahan pencampur. Bahan ini terdapat dalam minyak sereh mungkin karena berasal dari bahan kemasan yang sebelumnya mengandung zat tersebut di atas. (Ketaren den B. Djatmiko, 1978) Kwalitas minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat digolongkan menjadi 3 golongan seperti pada tabel-4. Tabel - 4. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Berdasarkan Kadar Geraniol Den Sitronellal Kwalitas Geraniol (%)* A Tidak boleh 85 B 80 85 C 85 Sumber : Balai Penelitian Kimia Bogor * ** = = persen total geraniol persen total sitronellal Sitronellal (%)** Tidak boleh 35 -

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Bahan Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sereh wangi (Cymbopogmn nardus) yang diperoleh dari daerah Dolok Melangir Kabupaten Simalungun. 2. Perakitan dan Bahan Kimia Yang Digunakan - HCl 0,5 N - Alkohol 95% - Aquades - Hidroksi Amonium klorida dalam etanol - KOH 0,5 N dalam etanol 95% - Brom fenol blue lart dalam etanol - Asetat anhidrid 98 - 100% - Natrium asetat anhidrid - Natrium Cloridac - Natrium Carbonat - Magnesium sulfat anhidrid - Phenolptalein - Alat asetilasi - Gelas ukur - Corong pemisah - Alat pemanas elektrik - Kertas lakmus - Timbangan listrik - Neraca analitik - Erlemmeyer - Buret - Pipet - Tabung reaksi - Gelas piala - Kertas saring - Kondensor - Piknometer - Water bath - Refraktometer - Ketel penyulingan - Kompor gas - Plastik - Labu ukur 3. Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU Medan. 4. Metode Penelitian

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan non faktorial dengan perlakuan sebagai berikut : A = Lama penyulingan 2,5 jam B = Lama penyulingan 3,0 jam C = Lama penyulingan 3,5 jam D = Lama penyulingan 4,0 jam E = Lama penyulingan 4,5 jam F = Lama penyulingan 5,0 jam Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan banyak ulangan yang digunakan adalah sebagai berikut : t (n-1) 6(n-1) 6n n n > 15 > 15 > 21 = 3,5 =4

Data diolah secara statistik dengan model rancangan: Yij = + i + ij dimana : Yij i ij

= = = =

Hasil pengamatan pada perlakuan lama penyulingan pada taraf ke i Dan ulangan ke j Efek dari nilai tengah Efek perlakuan pada taraf ke i Galat pada setiap unit percobaan pada taraf ke ij

Bila terdapat perbedaan yang nyata (*) dimana Fh > F.05 atau berbeda sangat nyata (**) di Fh > F.01, maka pengujian dengan uji beda rata rata DMRT (Duncant's Multiple Range Test) dengan menggunakan tabel SSR.05 den SSR.01 yang disesuaikan dengan DB acak yang diperoleh, yang disebut juga uji beda rata-rata LSR (Least Significant Range). 5. Pelaksanaan Penelitian 5.1 Penyediaan bahan penelitian Tanaman sereh wangi yang telah berumur kurang lebih enam bulan dipanen. pemanenan dilakukan dengan memotong helai daun tiga sentimeter di etas pelepah daun, kemudian dikering anginkan atau dilayukan selama 3 hari 3 malam. 5.2 Penyulingan Daun sereh wangi yang telah dilaukan kemudian dirajang untuk mengurangi sifat kamba, daun sereh yang telah dirajang dimasukkan ke dalam alat penyuling sebanyak 300 gram, kemudian di isi air sebanyak 2.250 ml. Alat penyuling dihubungkan dengan kondensor yang dilengkapi dengan sirkulasi air, hidupkan air pet dan disuling sesuai perlakuan.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

6. Pengamatan dan Pengukuran Data Pengamatan dan pengukuran data didasarkan pada hasil analisa yang meliputi : 6.1 Rendemen (%) Destilat yang dihasilkan ditampung dengan erlenmeyer 500 ml, kemudian dipindahkan keburat untuk memisahkan minyak dengan air. Minyak yang diperoleh ditimbang beratnya dengan neraca analitik. berat minyak ----------------------------------------- X 100 % berst daun sebelum disuling 100%

Rendemen (%)

6.2 Total Geraniol (%) Dicampur kira-kira 10 ml minyak, 10 ml asetat anhidrid dan 2 gram Natrium asetat anhidrid di dalam labu alat asetilasi, kemudian ditambahkan potongan-potongan kecil batu apung atau porselin dan dipasang pendingin reflaksinya. Setelah itu dipanaskan diatas pemanas uap dan cairan direfluks selama 2 jam. Setelah 2 jam direfluks cairan dibiarkan menjadi dingin, tambahkan 50 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 40-50oC selama 15 menit sambil sering dikocok kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Setelah dingin pipa refluks dilepaskan dan cairan dipindahkan ke dalam corong pemisah, lalu dibilas dengan aquadest; sebanyak 2 kali masing-masing 10 ml, dan masukkan air pencucian ini kedalam corong pemisah, kemudian ditunggu sampai cairan memisah dengan sempurna, setelah itu lapisan airnya dibuang. Cuci lapisan minyak dengan dikocok menggunakan 50 ml larutan natrium elorida, dan ditunggu sampai minyak terpisah sempurna, dikocok lagi. hal ini diulangi sampai 3 kali pengocokan. Pencucian diulangi seperti hal diatas dengan larutan natrimum karbonat, natrium elorida lagi masing-masing dengan 50 ml. Dan terakhir dicuci dengan 20 ml aquades juga dengan 3 kali pengocokan. Dan pisahkan lapisan minyak. Setelah pencucian dicelupkan kertas lakmus sehingga larutan menjadi netral. Kemudian lapisan minyak dipindahkan kedalam tabung reaksi yang kering, tambahkan 3 gram Natrium sulfat anhidrid, kemudian minyak disaring dan ditambahkan lagi 3 gram Natrium sulfat anhidrid, dan disaring lagi. Minyak hasil saringan ditimbang sebanyak 2,5 mg dan ditambahkan 2 ml aquades, 25 ml KOH 0,5 N alkoholik didalam erlemmeyer dan dididihkan selama 1 jam, kemudian didinginkan Dengan cepat, ditambahkan 20 ml aquades dan beberapa tetes phenolptalein, kemudian dititrasi dengan 0,5 N HCL, dan buat blankonya. 28,05 (V1 V0) ---------------------------- X fk W

MA Total geraniol (%) = ----------------------------- X 561 - 0,42 A A V1 V0

fk

= bilangan ester setelah asetilasi = Volume dalam ml dari larutan 0,5 N HCl untuk titrasi blanko. = Volume dalam ml dari larutan 0,5 N HCl untuk titrasi contoh

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

10

W 561 M fk

= = = =

Berat minyak dalam gr setelah asetilasi Berat molekul KOH (56,1) x 10 (gr) Berat molekul geraniol faktor koreksi dari 0,5 N HCL (0,9982)

6.3 Total Citonellal (%) Dengan menggunakan buret dimasukkan ke dalam sebuah labu erlemmeyer, 20 ml larutan hidroksil amin klorida, 10 ml larutan KOH 0,5 Nalkoholik. Dituangkan campuran ini ke dalam erlemmeyer yang berisi 0,8 gr minyak. Kemudian erlemmeyer yang bekas larutan tadi disimpan dengan tanpa mencucinya, setelah itu erlemmeyer yang berisi campuran dan minyak di diamkan, kemudian ditambahkan brom fenol blue beberapa tetes, dan dititrasi dengan 0,5N HCl sesuai dengan perlakuan, sampai terjadi warna kuning kehijau-hijauan, kemudian dipindahkan separuh dari campuran ini ke dalam erlemmeyer yang, disimpan tadi, kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N HCl sampai terjadi warna kuning muda, di pindahkan lagi ke dalam labu yang satu lagi, dan dicampur, dikembalikan lagi separuh dari larutan ke dalam erlemmeyer yang satu lagi, di lanjutkan cara ini sampai suatu saat penambahan 0,5 N HCl ke dalam erlemmeyer itu tidak lagi menimbulkan perubahan warna bila dibandingkan dengan warna larutan yang terdapat didalam erlemmeyer ke dua, kemudian buat blankonya. M(V1 V0 ) Total Citronellal (%) = --------------------------- fk 20 m M m V0 V1 fk = = = = = Berat molekul citronellal Massa minyak Volume 0,5 N HCl untuk penentuan Volume 0,5 N HCl untuk blanko 0,8892

6.4 Bobot Jenis Piknometer dikosongkan hingga bebas dari air, kemudian didiamkan di neraca analitik selama 30 menit, kemudian ditimbang (berat piknometer kosong). Setelah itu piknometer diisi aquades secara pelan-pelan hingga tidak terjadi gelembung udara dan diletakkan di water bath yang mempunyai sirkulasi air pada suhu 25C selama 30 menit, kemudian diangkat, dilap sampai bersih kemudian diletakkan didalam neraca analitik selama 30 menit dan ditimbang beratnya (berat piknometer + minyak). Bobot contoh minyak -------------------------------Berat air

Bobot Jenis

Berat contoh minyak = Berat (piknometer + contoh) - berat piknometer Berat air = Volume minyak = volume air

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

11

6.5 Indeks Bias Ke dalam alat refraktometer abbe yang telah dialirkan air pada suhu 25C ditempatkan minyak sereh pada permukaan prisma santutup dengan memutar skrup. Dibiarkan alat beberapa menit kemudian baca.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Rendemen Minyak Sereh Wangi Dari hasil penelitian ternyata lama penyulingan memberi pengaruh yang sangat nyata ( P 0,01 ) terhadaparendemen minyak sereh wangi. Hal ini dapat dilihat pada lembaran-2. Perbedaan rendemen minyak dari setiap perlakuan lama penyulingan telah diuji dengan Significant Ranges (LSR), seperti terlihat Least pada tabel-5 berikut. Tabel-5. Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Lama. Penyulingan Terhadap Rendemen Minyak Sereh Wangi Rata Rata Notasi (%) . 05 . 01 . 05 . 01 A 0,97 e E 2 0,0187 0,0256 B 1,07 d D 3 0,0196 0,0219 C 1,11 c C 4 0,0202 0,0276 D 1,18 ab AB 5 0,0206 0,0281 E 1,20 a A 6 0,0209 0,0285 F 1,20 a A Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata san untuk huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata. Dari tabel -5 di atas dapat dilihat perbedaan rendemen minyak sereh wangi karena pengaruh lama penyulingan. Untuk memperjelas tingkat perbedaan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini. P LSR Perlakuan

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

12

Dari gambar-1 dapat dilihat dengan jelas perbedaan rendemen minyak sereh wangi akibat lama penyulingan yang berbeda. Dimana dari perlakuan grafik tersebut dapat dilihat rendemen minyak berkisar antara 0,97 - 1,2 %. Dari sini minyak sereh yang diperoleh berarti sesuai dengan literatur yaitu 0,5 - 1,2%.(Ketaren dan B. Djatmiko, 1978). Bila dilihat dari masing-masing perlakuan dapat disimpulkan, semakin lama waktu penyulingan maka rendemen yang diperoleh semakin tinggi sampai lama penyulingan tertentu rendemen ini tidak akan bertam Dalam hal ini lama penyulingan 4,5 jam menghasilkan rendemen yang tertinggi yaitu 1,2 %. Dan pada lama penyulingan 5 jam tidak menambah rendemen minyak, hal ini disebabkan pada lama penyulingan 5 jam tidak ada lagi sel-sel minyak yang dapat ditarik atau diuapkan, dengan perkataan lain minyak telah habis tersuling. Semakin disuling sampai batas 4,5 jam rendemen minyak akan semakin naik, hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya panas yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari bahan dan semakin banyak uap yang berhubungan dengan sel-sel minyak lama Jaringan bahan, sehingga minyak yang terekstraksi semakin banyak. Di samping itu semakin lama penyulingan maka semakin banyak panas yang diterima dan proses diffusi akan meningkat sehingga proses penyulingan semakin dipercepat. (Rusli, 1979). 2. Total Geaniol Minyak Sereh Wangi Dari hasil penelitian ternyata lama penyulingan memberi pengaruh yang sangat nyata (P 0,01) terhadap total geraniol minyak sereh wangi, hal ini dapat dilihat pada lampiran-4. Perbedaan total geraniol dari setiap perlakuan lama penyulingan telah diuji dengan Least Significant Ranges, seperti terlihat pada tabel-6 berikut.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

13

Tabel-6 Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Total Gefaniol Minyak Sereh Wangi. Rata Rata Notasi (%) . 05 . 01 . 05 . 01 A 47,34 f F 2 0,48 0,65 B 49,05 e E 3 0,50 0,68 C 51,39 d CD 4 0,51 0,70 D 52,34 ab AB 5 0,52 0,71 E 52,69 a A 6 0,53 0,72 F 52,09 bc ABC Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata san untuk huruf yang-berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Dari tabel 6 di atas dapat dilihat perbedaan total geraniol minyak sereh wangi karena pengaruh lama penyulingan. Untuk memperjelaskan tingkat perbedaan tersebut dapat dilihat sebagaimana terdapat pada grafik berikut. P LSR Perlakuan

Dari gambar-2 dapat dilihat dengan jelas perbedaan total geraniol minyak sereh wangi akibat perlakuan lama penyulingan yang berbeda. Total geraniol dari masingmasing perlakuan berkisar antara 47,34 - 52,69 %. Dari kisaran tersebut maka minyak sereh dalam penelitian ini mengandung total geraniol redah, sehingga minyak ini tidak memenuhi yang stender kwalitas ekspor. Dalam literatur telah disebutkan bahwa total geraniol untuk kwalitas ekspor minimum harus 85%. (Departemen perdagangan, 1974)

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

14

Rendahnya total geraniol tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perlakuan sebelum penyulingan, cara penyulingan dan umur tanaman. (Harris, 1987). Perlakuan sebelum penyulingan seperti jangan dan perajangandan pelayuan sangat mempengaruhi total graniol. Perajangan dapat menyebabkan terdifusinya molekul minyak ke permukaan bahan sehingga minyak terikut menguap bersama air. Demikian hanya dengan pelayanan. Cara penyulingan akan mempengaruhi total geraniol. Pada penyulingan ini menggunakan cara penyulingan dengan air mendidih, artinya bahan langsung kontak dengan air mendidih, pada suhu tinggi geraniol akan mudah terpolemirisasi sehingga akan mengurangi total geraniol, disamping itu pada suhu tinggi geraniol akan mudah terdekomposisi. (Guenther,1987) Umur tanaman atau jenis tanaman juga sangat mempengaruhi total geraniol. Mungkin dalam penelitian ini jenis sereh wangi yang ditanam di Dolok Melangir tersebut bukan jenis sereh daerah menghasilkan minyak dengan kwalitas yang yang tinggi serta memenuhi stender mutu ekspor Perdagangan. Bila dilihat dari masing-masing perlakuan, semakin lama penyulingan maka dari grafik kita lihat total geraniol semakin tinggi sampai batas lama penyulingan 4,5 jam disebabkan oleh semakin banyaknya panas yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari bahan sehingga total geraniol akan semakin tinggi. Pada lama penyulingan 5 jam total geraniol akan turun. Hal ini disebabkan oleh bahan yang terlalu lama dipanasi sehingga menyebabkan geraniolkan terdekomposisi menjadi senyawa-senyawa isopren. Disamping itu, karena geraniol merupakan komponen volatil oil maka pada pemanasan yang lama menyebabkan geraniol hilang. Atau karena pemanasan yang lama geraniol akan terpolimerisasi yang menghasilkan polimer-polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi. Minyak atsiri selama proses pengolahan (ekstraksi) yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi akan terpolimerisasi.(GUENTHER,1950) 3. Total Sitronellal Minyak Sereh Wangi Dari hasil penelitian ternyata lama penyulingan memberi pengaruh yang sangat nyata (P0,01 ) terhadap kadar sitronellal minyak sereh wangi, hal ini dapat dilihat pada Lampiran-6. Perbedaan kadar sitronellal dari setiap perlakuan lama penyulingan telah diuji dengan uji Least Significant Ranges (LSR). Seperti terlihat pada tabel-7. Tabel-7. Least Significant Ranges Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Total Sitronellal Minyak Sereh Wangi. P LSR Perlakuan Rata Rata Notasi (%) . 05 . 01 . 05 . 01 A 39,868 e E 2 1,420 1,945 B 40,555 e E 3 1,491 2,041 C 43,579 d BCD 4 1,534 2,094 D 45,579 a A 5 1,563 2,132 E 45,816 ab AB 6 1,587 2,165 F 45,154 abc ABC

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

15

Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dan untuk huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata. Dari tabel -7 diatas dapat dilihat perbedaan kadar sitronellal minyak sereh wangi karena pengaruh lama penyulingan. Untuk memperjelas tingkat perbedaan tersebut dapat dilihat sebagaimana terdapat pada grafik berikut.

Dari gambar-3 dapat dilihat dengan jelas perbedaan total sitronellal minyak sereh wangi akibat perlakuan penyulingan yang berbeda. Dari grafik dapat dilihat total sitronellal masing masing perlakuan berkisar antara,39,868-45,841%. Minyak sereh wang untuk kwalitas ekspor harus mengandung total sitronellal 35%.(Guenther, 1983). Minyak sereh wangi dalam penelitian ini memang mengandung sitronellal yang tinggi ()35%) tetapi tidak memenuhi untuk kwalitas ekspor, karena mengandung total geraniol yang rendah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dari gambar 3 juga dapat dilihat, semakin lama penyulingan, total sitronellal semakin naik sampai batas lama penyulingan 4 jam.Lama penyulingan lebih dari 4 jam (4,5 dan 5 jam) total sitronellalnya menjadi turun. Kenaikan kadar sitronellal sampai batas lama penyulingan 4 jam, seperti halnya juga total geraniol, yaitu disebabkan oleh semakin banyaknya panas yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari, bahan sehingga total sitronellal akan semakin tinggi.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

16

Pada lama penyulingan lebih dari 4,5 jam kadar sitronellal menjadi turun, hal ini disebabken oleh bahan yang terlalu lama dipanasi, sehingga menyebabkan sitronellal akah terdekomposisi menjadi senyawa isopren. Disamping itu, seperti halnya geraniol, sitronellal juga merupakan senyawa volatil oil sehingga dengan pemanasan yang terlalu lama akan semakin banyak yang hilang. Juga karena pemanasan yang terlalu lama minyak akan terpolimerisasi yang menghasilkan polimer-polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi. (Ketaren dan B. Djatmiko, 1978). Jika kita bandingkan dengan total geraniol total sitronellal pada lama penyulingan 4,5 jam sudah menunjukkan penurunan, sedangkan total geraniol menunjukkan penurunan pada lama penyulingan 5 jam. Hal ini disebabkan sitronellal mempunyai titik didih yang 1ebih rendah (225oC) dibandingkan dengan titik didih geraniol (230oC), sehingga sitronellal lebih mudah hilangnya. (Ketaren, 1985). 4. Bobot Jenis Minyak Sereh Wangi Dari hasil penelitian ternyata lama penyulingan memberi pengaruh yang nyata (P 0,05) terhadap bobot jenis minyak sereh wangi, hal ini dapat dilihat pada lampiran-8. Perbedaan bobot jenis dari setiap perlakuan lama penyulingan telah diuji dengan uji Least Signifi cant Ranges seperti terlihat pada tabel-8 . Tabel-8. Least Significant Ranges Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Bobot Jenis Minyak Sereh Wangi. P LSR Perlakuan Rata Rata Notasi (%) . 05 . 01 . 05 . 01 A 0,8915 a A 2 0,0036 0,0049 B 0,8893 ab AB 3 0,0037 0,0051 C 0,8878 abc AB 4 0,0038 0,0052 D 0,8858 bc B 5 0,0039 0,0053 E 0,8848 c B 6 0,0040 0,0054 F 0,8855 bc B Keterangan : Notasi huruf yang game menunjukkan tidak berbeda nyata dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata. Dari tabel-8 dapat dilihat perbedaan bobot jenis sereh wangi karena pengaruh lama penyulingan. Untuk memperjelas tingkat perbedaan tersebut dapat dilihat sebagaimana terdapat pada gambar-4. Dari grafik dapat dilihat dengan jelas semakin lama penyulingan bobot jenisnya semakin keuil sampai batas lama penyulingan 4,5 jam, dan akan naik pada lama penyulingan 5 jam. Semakin turunnya bobot jenis sampai batas lama penyulingan 4,5 jam disebabkan oleh semakin naiknya kadar geraniol dan sitronellal sampai lama penyulingan 4,5 jam. Geraniol dan sitromellal merupakan petunjuk kemurnian minyak sereh wangi. Jadi semakin banyaknya geraniol dan sitronellal minyak tersebut semakin murni. (ANONIMUS,1978).

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

17

Pada grafik juga kita lihat, pada lama penyulingan 5 jam bobot jenis menjadi makin naik, hal ini disebabkan pada lama penyulingan 5 jam geranibl dan' si tronellal akan terpolimerisasi sehingga kemurnian minyak akan turun akibat terbentuknya polimer-polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi. 5. Indeks Bias Minyak Sereh Wangi Dari hasil penelitian ternyata lama penyulingan memberi pengaruh yang nyata (P 0,05) terhadap indeks bias minyak sereh wangi,hal ini terlihat pada lampiran-10. Perbedaan indeks bias dari setiap perlakuan lama penyulingan telah diuji dengan uji Least Significant Ranges seperti terlihat pada tabel-9 berikut.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

18

Tabel-9. Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Indeks Bias Minyak Sereh Wangi. Rata Rata Notasi (%) . 05 . 01 . 05 . 01 A 1,4722 a A 2 0,0033 0,0045 B 1,4707 ab AB 3 0,0034 0,0047 C 1,4690 abc AB 4 0,0035 0,0048 D 1,4667 bc B 5 0,0036 0,0049 E 1,4467 c B 6 0,0037 0,0050 F 1,4665 bc B Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda,nyata. Dari tabel-9 dapat dilihat perbedaan indeks bias minyak sereh wangi karena pengaruh lama penyulingan. Untuk memperjelas tingkat. perbedaan tersebut dapat dilihat sebagaimana terdapat pada gambar-5. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas semakin lama penyulingan indeks bias akan semakin kecil.Jika sinar datang dari media yang kurang rapat ke media yang lebih rapat maka sinar tersebut akan dibiaskan mendekati garis normal dan jika sinar datang dari media yang lebih rapat kemedia yang kurang rapat maka sinar akan dibiaskan menjadi garis normal. (MANGUNWIYOTO, 1973) Seperti kita ketahui bahwa rumus indeks bias adalah sebagai berikut : N Sin i = --------i Sin r n I R = indek Bias = sinar datang = sinar bias P LSR Perlakuan

Dari keterangan diatas, maka semakin lama disuling indeks akan semakin kecil, karena semakin lama disuling minyak akan semakin rendah kerapatannya, maka sinar bias akan semakin mendekati garis normal, maka sudut bias akan semakin besar akibatnya indeks bias akan semakin kecil.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

19

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1.1 Lama penyulingan memberi pengaruh yang sangat nyata (P 0,01) terhadap rendemen, total geraniol, total sitronellal dan memberi pengaruh yang sangat nyata (P 6,05) terhadap bobot jenis dan indeks bias. 1.2 Lama penyulingan yang terlalu lama (diatas 4,5 jam) akan menurunkan mutu rendemen yang dikehendaki. 1.3 Minyak sereh wangi dalam penelitian ini tidak memenuhi stander mutu ekspors karena mengandung total geraniol yang rendah. 2. Saran 2.1 Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai tekanan dan temperatur yang digunakan pada penyulingan minyak sereh wangi. 2.2 Untuk menghasilkan mutu dan rendemen yang dikehendaki, lama penyulingan yang optimum adalah 4, 5 jam.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

20

DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1970. Spesification standards essential oil association of USA Inc. __________,1974. Direktorat Standardisasi, Normalisasasi Dan Pengendalian Mutu, Departemen Perdaganaan Dan Koperasi. __________,1978. Analisa Total Geraniel Pads Minyak Sereh Wangi, Departemen Perdagangan __________,1983. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. __________,1988. Sereh Wangi Menunggu Investor. Majalah Trubus No. 219, Tahun XIX, Februari1988 __________,1988. Harga Minyak Atsiri Menggembirakan. Majalah Trubus No. 221, Tahun XIX, 1 April 1988. Ames G.R [dan] W.S. A Matthews, 1968. The Destilation Of Essential Oil, Trop. Sci. Bangun , M.K., 1981. Rancangan Percobaan Bagian I, Bagian Biometri, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Guenther, E, 1950. The Essential Oil, Volume I, Van Nostrand Company Inc. New York. Guenther, E, 1950. The Essential Oil, Volume IV Van Nostrand Company Inc, New York. Guenther, E, 1987. Minyak Atsiri. Jilid I, Universitas Indonesia Press, Jakarta Rarris, R, 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. . Kapoor, L. D [and] Ram Krishan, 1977. Advances In Essesntial Oil Industry, Held At Kanpur. Ketaren, S [dan] B. Djatmiko, 1878. Minyak Atsir Bersumber Dari Daun, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB Bogor. Ketaren, S dan B. Djatmiko, 1978. Minyak Atsiri Bersumber Dari Bunga Dan Buah, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB, Bogor. Ketaren, S, 1981. Minyak Atsiri. Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ketaren, S, 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka Jakarta.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

21

Mangumwiyoto, W, 1973. Ilmu Alam Jilid I, Erlangga Jakarta. Richards, W. F, 1944, Perfumer's Hand Book And Catalog Fritzsche Brother Inc. New York. Rusli, S, 1977. Konstruksi Unit Penyulingan Sereh Wangi, Sereh Dapur Dan Cengkeh, Lembaga Penelitian Tanaman Industri. Satyadiwiria, Y, 1979. Pembuatan Minyak Atsiri. Dinas Pertanian, Medan. Winarno, F.G, D. Fardiaz,R. Ansori Dan S. Ketaren, 1973. Kimia Organik I. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB, Bogor.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

22

You might also like