You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan

kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis disebabkan bakteri patogen berbentuk spiral genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhankeluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas. Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian. Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi

1.2

Tujuan Mengetahui lebih dalam tentang Leptospirosis Mengetahui cara pencegahan Leptospirosis

BAB II PENDAHULUAN

2.1

Tipe Pencemaran Biologis Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan tercipta kondisi sehat pada

seseorang/masyarakat. Perubahan pada satu Environment komponen akan mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan 1. menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit.

Faktor Agen (Agent Factor) Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut Leptospira.

Leptospira terdiri dari kelompok leptospira patogen yaitu L. intterogans dan leptospira non-patogen yaitu L. biflexa (kelompok saprofit). 2. Faktor Pejamu (Host Factor) Dengan adanya binatang yang terinfeksi bakteri leptospira di mana-mana, leptospirosis pada manusia dapat terjadi pada semua kelompok umur dan pada kedua jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Namun demikian, leptospirosis ini merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak belasan tahun dan dewasa muda (sekitar 50% kasus umumnya berumur antara 10-39 tahun), dan terutama terjadi pada laki-laki (80%). 3. Faktor Lingkungan (Environmental Factor) Perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan masyarakat pada kejadian leptospirosis ini meliputi: lingkungan fisik seperti keberadaan sungai yang membanjiri lingkungan sekitar rumah, keberadaan parit/selokan yang airnya tergenang, keberadaan genangan air, keberadaan sampah, keberadaan tempat pengumpulan sampah, jarak rumah dengan sungai, jarak rumah dengan parit/selokan, jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah, sumber air yang digunakan untuk mandi/mencuci, lingkungan biologik seperti keberadaan tikus ataupun wirok di dalam dan sekitar rumah, keberadaan hewan piaraan sebagai hospes perantara (kucing, anjing, kambing, sapi, kerbau, babi), lingkungan sosial seperti lama pendidikan, jenis pekerjaan, kondisi tempat bekerja, ketersediaan pelayanan untuk pengumpulan limbah padat, ketersediaan sistem distribusi air bersih dengan saluran perpipaan, ketersediaan sistem pembuangan air limbah dengan saluran tertutup.

2.2

Pola Penyebaran Leptospirosis Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin (air

kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan. Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir. Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.

Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis, karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain

seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus.

2.3

Rute Pajanan Bakteri Leptospirosis Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita ke penderita dan tidak langsung

melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan). Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi. Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-barang yang telah tercemar urin penderita, misalnya alas kandang hewan, tanah, makanan, minuman dan jaringan tubuh. Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan karena selokan banyak tercemar bakteriLeptospira. Umumnya penularan lewat mulut dan tenggorokan sedikit ditemukan karena bakteri tidak tahan terhadap lingkungan asam.

2.4

Distribusi, Pertumbuhan dan Mekanisme Pertahanan Diri Bakteri/Kuman Leptospirosis Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau

mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit. Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang

mengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin. Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.

2.5

Dampak Kesehatan yang Ditimbulkan oleh Bakteri Leptospirosis Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis, kerusakan endotel, dan infiltrasi

inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma, histosit dan netrifil. Gambaran histologi leptospirosis yang mencolok yaitu kerusakan hati, ginjal, jantung dan paru. Kerusakan hati akibat nekrosis sentrilobular yang disertai proliferasi sel kupffer. Sering ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel-sel parenkim mengecil dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal. Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati, yaitu edema, dan pendarahan di medula. Adanya gambaran nefritis interstisial yang berlanjut menjadi nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein, pigmen darah, eritrosit dan sisa sel tubulus dapat ditemukan di medula tubulus. Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan, vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit, netrofil dan sel plasma leptospira, misalnya pada otot gastroknemius. Kerusakan pada jantung ditandai dengan petekie di endokardium dan epikardium, serabut otot sembah, disertai vakuolisasi, degenerasi dan infiltrasi sel radang. Pada beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis akut. Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi intetstisial setempat disertai eksravasasi hingga infiltrasi bronkopneumonik luas.

2.6

Metode Investigasi Bakteri Leptospirosis Pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari

pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira ( MAT, ELISA, tes penyaring). Golden standar pemeriksaan serologi adalah MAT, suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi, dan dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow. Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu : 1. 2. Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan tes laboratorium. Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif. 3. Definitif , bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positip, atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil tes MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih. 2.7 Contoh Penderita Leptospirosis

Gambar.1 Contoh penderita akibat Leptospirosis

2.8

Eliminasi/Pencegahan Leptospirosis Pencegahan penularan leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur imtervensi yang meliputi intervensi

sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan inmtervensi pada pejamu manusia. Berbagai kegiatan yang dapat mencegah leptospirosis : Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di

sawah/kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya. Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan. Menjaga kebersihan lingkungan Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang. Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung. Menghindari pencemaran oleh tikus. Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus

2.9

Gejala Klinis Leptospirosis Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis,

demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. , oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis bandingnya, terutama di daerah endemik. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis. Mayoritas kasus leptopirosis adalah anikterik yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. Manifestasi klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non spesifik. Leptospirosis ringan atau anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di Cina. Tes pembendungan terkadang positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi

dengue. Pada leptospirosis ikterik, pasien terus menerus dalam keadaan demam disertai sklera ikterik, pada keadaan berat terjadi gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat. Gejala klinik leptospirosis ikterik lebih berat, yaitu gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan (penyakit Weil ). Selain itu dapat terjadi Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS), koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik sebagai penyebab kematian pasien leptospirosis ikterik. Stadium Pertama : Demam menggigil Sakit kepala Malaise Muntah Konjungtivitis Rasa nyeri otot betis dan punggung Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari

Gejala yang Khas : Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata) Rasa nyeri pada otot-otot Stadium Kedua Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis. Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.

2.10

Gejala Klinis Kronis Leptospirosis Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6 Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak. Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva). Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati

2.11

Penatalaksanaan Kasus Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen. Zoonosis ini merupakan

salah salah satu dari the emerging infectious diseases. dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis. Pejamu reservoar kuman leptospira adalah roden dan hewan peliharaan, dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penularan terjadi secara langsung dari cairan tubuh hewan infeksius atau tidak langsung dari lingkungan terkontaminasi kuman leptospira. Penularan dari manusia ke manusia jarang namun dapat terjadi melalui hubungan seksual, air susu ibu dan sawar plasenta. Menurut keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya, dibagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik. Mayoritas kasus leptopirosis adalah anikterik yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat. Manifestasi klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non spesifik. Gejala klinik leptospirosis ikterik lebih berat, yaitu gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan (penyakit Weil ). Selain itu dapat terjadi Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS), koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik sebagai penyebab kematian pasien leptospirosis ikterik. Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis >12.900/ mm3, kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrat pada foto pecitraan paru.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari uraian makalah tersebut dapat disimpulkan : Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia. Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir) adalah hewan pengerat dan tikus Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama di musim penghujan. Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat jarang. Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun fase lanjut (fase imunitas). Selain pengobatan antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka kematian. Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut.

3.2

Saran Dengan adanya makalah ini, penulis menyarankan : Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawa-rawa dianjurkan untuk menggunakan profilaksis dengan doxycycline. Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin ada baiknya diberi doxycycline untuk pencegahan. Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini terutama di daerah-daerah yang sering mengalami banjir. Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat segera menghubungi sarana kesehatan DAFTAR PUSTAKA http://www.ilunifk83.com/t239-demam-yang-perlu-diwaspadai http://belajarsukes.blogspot.com/2011/03/makalah-leptospirosis.html http://charizzogarvet.wordpress.com/2011/06/20/mengenal-leptospirosis/ http://hidupsehatgembira.blogspot.com/2012/02/leptospirosis.html http://klinikblogger.blogspot.com/2010/10/leptospirosis.html http://kahar-spombob.blogspot.com/2011/06/leptospirosis.html http://ezzahhidayati.blogspot.com/2011/04/penyakit-leptospira.html

You might also like