You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Logam dapat ditemukan di alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisikokimia, biologis, atau akibat aktivitas manusia.. Umumnya logam bermanfaat bagi manusia karena penggunaannya di bidang industri, pertanian, atau kedokteran. Di lain pihak, logam dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila terdapat dalam makanan, air, atau udara dan dapat berbahaya bagi pekerja tambang, pekerja peleburan logam dan berbagai jenis industri Beberapa logam berat tergolong dalam bahan B3 yaitu bahan yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Zat kimia B3 yang berasal dari logam dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik. Berikut ini urutan tingkat atau daya racun logam berat terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3 yaitu a) b) c) Bersifat toksik tinggi, yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn Bersifat toksik sedang, yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, Co Bersifat toksik rendah, yang terdiri dari unsur Mn dan Fe. 1

Era industrialisasi meningkatkan kontaminasi merkuri dalam lingkungan hidup manusia, akibat pembakaran bahan bakar minyak, penggunaan merkuri sebagai fungisida dalam industri kimia, dan lain-lain. Dimana logam berat diabsorpsi dan diakumulasi dalam jaringan hidup. Kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino sesuai urutan berikut Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd. Dan telah banyak terjadi keracunan massal akibat kontaminasi logam berat tersebut. Keracunan yang akan dibahas disini adalah keracunan terhadap logam merkuri (Hg) khususnya merkuri organik. Merkuri adalah logam berbahaya yang dapat mengikat gugus thiol pada protein. Adanya merkuri yang terikat pada gugus thiol menyebabkan fungsi dari sistein tidak berjalan dengan semestinya, karena gugus thiol sangat berperan dalam metabolisme. Untuk mengatasi keracunan merkuri ini dapat digunakan senyawa organik tertentu yang dapat mengikat merkuri dan mengeluarkannya dari dalam tubuh. Senyawa tersebut memiliki gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut digunakan dalam pembentukan ikatan dengan merkuri. Salah satu senyawa organik tersebut adalah 2,3-dimercaptosuccinic acid ( DMSA). Dari penjelasan yang telah di sampaikan penulis tertarik untuk mengangkat judul 2,3-DIMERCAPTOSUCCINIC ACID ( DMSA) SEBAGI ANTI RACUN DARI MERKURI.

1.2 Batasan masalah Membahas mekanisme 2,3-dimercaptosuccinic acid ( DMSA) sebagaianti racun dari merkuri pada protein yang mengandung gugus thiol. 1.3 Rumusan masalah 1.3.1 1.3.2 Bagaimana mekanisme dimetil merkuri merusak protein? Bagaimana mengatasi keracunan merkuri dengan menggunakan 2,3dimercaptosuccinic acid ( DMSA)? 1.4 Tujuan penulisan 1.4.1 1.4.2 Untuk mengetahui mekanisme merkuri dalam merusak protein dalam tubuh. Untuk mengetahui mekanisme 2,3-dimercaptosuccinic acid ( DMSA) dalam mengatasi keracunan terhadap merkuri 1.5 Manfaat penulisan 1.5.1 1.5.2 Memberikan informasi tentang bahaya merkuri bagi tubuh. Memberikan informasi tentang cara mengatasi keracunan merkuri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merkuri Merkuri atau raksa (Hg) adalah unsur kimia yang berbentuk logam yang sangat penting dalam teknologi saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor atom 80 serta mempunyai massa molekul relatif 200,59. Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam berbentuk cair dalam suhu kamar. (DeRoos : 1997) 2.1.1. Keberadaaan Merkuri di Alam Merkuri sangat jarang ditemui dalam bentuk unsur yang berdiri sendiri. Merkuri paling banyak dijumpai dalam bentuk mineral, seperti cinnabar (HgS), corderoite (Hg3S2Cl2), livingstonite (HgSb4S8) dan sebagainya. Merkuri juga terdapat diangkasa yaitu sekitar 0.001 ppm dan matahari yaitu sekitar 0.02 ppm. Merkuri dialam umumnya terdapat sebagai metil merkuri (CH3-Hg), yaitu bentuk senyawa organik dengan daya racun tinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya (Hamidah 1980 )

2.1.2 Pengolongan Senyawa Merkuri Merkuri (Hg) muncul di lingkungan secara alamiah dan berada dalam

beberapa bentuk yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk utama yaitu : A. Merkuri metal (Hg) Merkuri metal merupakan logam berwama putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap dan membentuk uap merkuri yang tidak berwama dan tidak berbau. Makin tinggi suhu, makin banyak yang menguap. Banyak orang yang telah menghirup merkuri mengatakan bahwa terasa logam dimulutnya. Merkuri metal banyak digunakan untuk produksi gas klhorin dan kaustik soda dan untuk pemurnian emas. Juga digunakan untuk pembuatan baterai, dan saklar listrik. Untuk bahan penambal gigi biasanya

mengandung mekuri metal 50%. Estimasi yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam. Dental amalgam ini merupakan campuran dari merkuri yang dicampur dengan perak, dan tin dengan komposisi 45- 50% merkuri, 25-35% perak, 2-30% tembaga dan 1530% tin. Estimasi yang dilakukan terhadap dokter gigi di Amerika menyatakan bahwa penggunaan Hg rata-rata berkisar 0,9 1,4 kg amalgam /tahun. Pajanan yang ditimbulkannya adalah Hg uap.

B. Merkuri anorganik Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin, sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida (HgS) yang biasa disebut Chinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. Garam-garam merkuri anorganik termasuk amoniak merkuri klorida dan merkuri iodide digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl2) adalah sebagai antiseptik atau disinfektan. Merkuri klorida juga digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk sintesa senyawa organomerkuri, sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan sebagai reagen dalam kimia analisa. Senyawa-senyawanya banyak digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil.

C. Merkuri Organik Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau organo merkuri. Banyak jenis organo merkuri, tetapi yang paling populer adalah metal merkuri CH3 Hg. Organo merkuri lainnya adalah dimetil merkuri (CH3 Hg CH3) yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia. Di lingkungan

ditemukan dalam jumlah kecil namun sangat membahayakan bagi manusia dan hewan.. Metil merkuri dihasilkan dari proses mikroorganisme (bakteria dan fungi) di lingkungan. Sampai tahun 1970 an metil merkuri dan etil merkuri digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Ketika diketahui adanya efek negatif terhadap kesehatan dari bahan berbahaya metil merkuri dan etil merkuri, maka penggunaan selanjutnya sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sampai tahun 1991 an penggunaan fenil merkuri sebagai antifungi pada cat dalam maupun cat luar bangunan masih diperbolehkan, tetapi penggunaan ini selanjutnya juga dilarang karena akan terjadi penguapan Hg dari cat-cat tersebut. Sabun dan krem yang mengandung merkuri telah digunakan dalam waktu yang lama oleh masyarakat kulit hitam di beberapa wilayah untuk pemutih kulit. (Patrick: 2002)

2.1.3

Sifat Merkuri Secara umum merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dengan titik beku paling rendah -39oC. 2. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh. 3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logamlagam yang lain.

4. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik. 5. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga dengan amalgram. 6. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) maupun dalam bentuk persenyawaan. 2.1.4 Bahaya Merkuri Merkuri sangat beracun bagi manusia hanya sekitar 0,01 mg dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kematian. Kontaminasi dapat melalui proses menelan atau penyerapan melalui kulit. Merkuri yang masuk kedalam tubuh dapat membentuk ikatan gugus thiol pada sistein. Adanya merkuri yang terikat pada gugus thiol pada residu sistein ini menyebabkan fungsi dari sistein tidak berjalan dengan semestinya. Sebab gugus thiol sangat berperan dalam metabolisme tubuh, diantaranya adalah sebagai pusat aktif dari enzim. Adanya atom merkuri menyebabkan enzim tidak berfungsi sebab enzim bekerja secara spesifik.

Efek jangka pendek dari uap merkuri adalah lemah, panas dingin, mual, muntah, diare, dan gejala lain dalam waktu beberapa jam. Jangka panjang terkena uap raksa menghasilkan getaran, lekas marah, insomnia, kebingungan, keluar air liur berlebihan, ritasi paru-paru, iritasi mata, reaksi alergi, dari kulit rashes, nyeri dan sakit kepala dan lainnya. Merkuri memiliki sejumlah efek yang sangat merugikan pada manusia, di antaranya sebagai berikut: 8

1. Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. 2. Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim. 3. Merkuri (Hg) organik dari jenis metil-merkuri dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak. Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan merkuri dapat membawa epidermic seperti: tidak berfungsinya otak (gangguan syaraf seperti parestesia, ataxia,dysarthria), kanker, kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovasculer, gangguan psikologik berupa rasa cemas dan kadang timbul sifat agresi, kegagalan ginjal akut, kerusakan liver pada kelahiran (cacat lahir), dan kematian.(Charles;2005) 2.2 2,3-dimercapto-succinic acid (DMSA)

2,3-dimercapto-succinic acid (DMSA) merupakan senyawa organik yang larut dalam air, yang mengandung dua gugus tiol (-SH). Senyawa ini telah digunakan dalam penanganan keracunan merkuri sejak tahun 1950-an di Jepang, Rusia dan Republik Rakyat China, dan sejak tahun 1970-an digunakan di Eropa dan Amerika Serikat.

Gambar 1. DMSA Senyawa organik yang dikenal juga dengan nama dagang chemet ini merupakan khelator yang efektif dalam penanganan keracunan logam berat seperti timbal, arsen dan merkuri. Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa DMSA mampu mengeluarkan 65 % merkuri dari dalam tubuh manusia dalam selang waktu tiga jam (Patrick : 2002) DMSA relatif aman digunakan sebagai khelator. Pada manusia normal, manusia, yang tidak terkontaminasi merkuri, 90 % DMSA yang diabsorbsi tubuh, diekskresikan melalui urin dalam bentuk disulfida dengan gugus thiol sistein. Sedangkan sisanya berada dalam bentuk bebas atau tanpa ikatan dengan gugus lain. Dalam upaya mempercepat proses pengeluaran merkuri dalam tubuh manusia, DMSA dapat digunakan bersamaan dengan khelator lain seperti ALA (Alpha Lipoic Acid). DMSA juga dapat digunakan bersamaan dengan anti oksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, dalam upaya mengurangi gangguan kesehatan sebagai akibat pembentukan radikal bebas oleh merkuri. Dalam tubuh, DMSA akan mengikat merkuri yang terikat pada gugus thiol pada sistein dan kemudian nantinya akan dikeluarkan bersama urine.( Khalil : 2011) 10

BAB III
PEMBAHASAN

Merkuri yang masuk ke dalam tubuh dan membentuk ikatan dengan gugus thiol, ikatan yang terbentuk sangat kuat dan stabil hal ini disebabkan oleh tingginya kosntanta kestabilan merkuri-thiol . Dalam pembentukan kompleks merkuri dengan gugus thiol merkuri akan berikatan dengan gugus thiol bebas yang tersedia.

Gambar 2. Pengaruh metil merkuri terhadap gugus thiol pada residu sistein Adanya merkuri yang terikat pada gugus thiol pada residu sistein ini menyebabkan fungsi dari sistein tidak berjalan dengan semestinya. Sebab gugus thiol sangat berperan dalam metabolisme tubuh, diantaranya adalah sebagai pusat aktif dari enzim. Adanya atom merkuri menyebabkan enzim tidak berfungsi sebab enzim bekerja secara spesifik.

11

Mekanisme DMSA megikat merkuri dapat terjadi melalui beberapa proses. Pada penggunaan oral, DMSA diabsorbsi dalam usus halus dan diedarkan keseluruh tubuh. Satu gugus thiol pada DMSA akan berikatan dengan gugus thiol pada residu sistein, membentuk suatu ikatan disulfida. Gugus thiol DMSA yang lain berada dalam bentuk bebas. Gugus thiol bebas ini akan berperan dalam mengikat merkuri.

Gambar 3. Pembentukan ikatan disulfida antara residu sistein dengan DMSA Proses selanjutnya adalah pengikatan merkuri oleh DMSA yang terikat pada residu sistein. Gugus thiol bebas pada DMSA akan mengikat merkuri yang terikat pada residu sistein. Karena merkuri yang terikat pada residu sistein merupakan metil merkuri (CH3Hg), maka yang pertama terjadi adalah pemutusan ikatan CH3-Hg, setelah ikatan ini putus akan terbentuk kompleks (sistein)-S-Hg-S-(DMSA)-S-S(sistein). Meskipun ikatan thiol-Hg sangat kuat, namun ikatan ini dapat putus dengan kehadiran gugus thiol atau gugus disulfida yang lain. Pada kompleks (sistein)-S-Hg-

12

S-(DMSA)-S-S-(sistein),

gugus

disulfida

pada

(DMSA)-S-S-(sistein)

saling

mempengaruhi ikatan thiol-merkuri pada (sistein)-S-Hg-. Adanya pengaruh ini menyebabkan pembentukan ikatan thiol pada DMSA dengan merkuri pada residu sistein. Pembentukan ikatan yang baru menyebabkan ikatan disulfida (DMSA)-S-S(sistein) dan ikatan thiol-merkuri (sistein)-S-Hg putus. Putusnya ikatan tersebut menghasilkan residu-residu sistein yang bebas merkuri dan bebas DMSA, serta menghasilkan khelat DMSA-merkuri.

Gambar 4. Mekanisme khelasi merkuri oleh DMSA

13

Komplek Hg-DMSA dengan bentuk ini yang stabil lebih larut dalam air. Dengan demikian kompleks akan lebih mudah diekskresikan dari tubuh melalui urine. Akhirnya merkuri dapat dikeluarkan dari dalam tubuh.

14

BAB IV
Punutup

4.1 Kesimpulan 1. Merkuri adalah logam berat yang berbahaya yang dapat menyebabkan keracunan pada manusia. 2. Merkuri yang masuk kedalam tubuh akan mengikat gugus thiol pada sistein. 3. Ikatan merkuri dengan gugus thiol menyebabkan fungsi dari sistein tidak berjalan dengan semestinya dan menyebabkan enzim tidak berfungsi sebab enzim bekerja secara spesifik. 4. Keracunan merkuri ini dapat diatasi dengan menggunakan DMSA 5. DMSA yang memiliki dua gugus thiol salah satunya berikatan dengan residu sistein bebas lainnya dan yang lainnya berikatan dengan merkuri. 6. Merkuri yang telah terikat pada gugus thiol, dibuang melalui urine 4.2 Saran Untuk lebih memahami semua tentang bahaya merkuri, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini dapat lebih berhati-hati dengan hal yang berkaitan dengan merkuri.

15

DAFTAR PUSTAKA

DeRoos Fj. (1997). Smelters And Metal Reciaments Inoccupational Industrial And Environment Altoxicology. New York : Mosby-Year book Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oseanol: Jakarta Irwan, S. 2009. Proses Pembentukan Kompleks Merkuri Dengan DMSA. Diakses dari www.chem-is-try.org. situs kimia indonesia, pada tanggal 16 maret 2012 Khalil, Magdy. M. 2011. Basic Sciences of Nuclear Medicine. Berlin: Spring Lubis, Halinda Sari. 2002. Toksisitas Merkuri Dan Penanganannya. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3717/1/k3-halinda4.pdf pada tanggal 28 maret 2012 Miller, Alan L. 1998, Dimercaptosuccinic Acid (DMSA), A Non-toxic, Water-Soluble Treatment 207. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineke Cipta: Jakarta Patrick, Lyn. 2002, Mercury Toxicity and Anti Oksidant: part I: Role Of Gluthatione And Alpha-Lipoic Acid in The Treatment of Mercury Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 7 (6) 456-471. for Heavy Metal Toxicity. Alternative Medicine Review vol 3 (3) 199-

16

Patrick, Lyn. 2003, Toxic metal and antioksidants: part II. The Role of Antioxidants in arsenic and cadmium Toxicity. Alternative Medicine Review Vol 8 (2) 106.

17

You might also like