You are on page 1of 9

1.

Definisi Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne Smeltzer: 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan.

Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.

Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu merupakan signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu. Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.

Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine, 2005).

Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000 mm3. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan tuberkulosis. 1

Ada beberapa mekanisme yang diduga berperan pada pembentukan dariapada efusi pleura, yaitu : a. Perubahan permeabilitas membran pleura (inflamasi, keganasan, emboli paru) b. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (hipoalbuminea, sirosis) c. Peningkatan permeabilitas kapiler atu kerusakan vaskular (trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark paru, hipersensitivitas obat, urenia, pankreatitis) d. Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler pada sirkulasi sistemik dan/atau paru (gagal jantung kongestif, sindrom vena cava superior) e. Terhambatnya pengembangan paru yang sempurna akibat berkurangnya tekanan pada rongga pleura (atelektasis ekstensif, mesothelioma) f. Penurunan aliran cairan limfe atau terhambat sempurna, termasuk ruptur ataupun obstruksi saluran thorak (keganasan, trauma) g. Meningkatnya cairan peritoneal disertai adanya perpindahan melewati melalui diafragma saluran limfatik atau defek struktural (sirosis, dialisis peritoneal) h. Perpindahan cairan edema paru melewati pleura viseral i. Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura yang persisten dari efusi pleura yang ada menyebabkan penumpukan cairan lebih lanjut

2. Anamnesis Anamnesis pada efusi pleura dapat kita temukan beberapa gejala disebabkan oleh penyakit yang mendasari. Pada pneuomia akan menyebabkan demam, mengigil, dan nyeri dada pleuritik. Efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala:

- Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di atas area yang berisi cairan, bunyi napas minimal. - Efusi ringan sampai sedang : dispnea biasa.

Selain itu gejalanya dapat berupa : a. Sesak nafas b. Rasa berat pada dada c. Berat badan menurun pada neoplasma 2

d. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis e. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema f. Ascites pada sirosis hepatis Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis pada paru, sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak napas (tanpa bunyi tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan cairan, sesak akan makin terasa. Pada bebrapa penderita akan timbul batuk-batuk kering, yang disebabkan oleh rangsangan pada pleura.

3. Fisik Diagnostik Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang teliti. Sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi, dan analisis cairan pleura. Pada pemeriksaan fisik, makin banyak cairan, maka akan makin tampak paru sisi yang sakit tertinggal saat pernapasan/ekspansi dada. Fremitus akan melemah (semakin banyak cairan, semakin lemah fremitus), bahkan pada efusi pleura yang berat fremitus dapat sama sekali tidak terasa. Bila banyak sekali cairan dalam rongga pleura, maka akan tampak sela-sela iga menonjol atau konveks. Pada perkusi di daerah yang ada cairan akan dapat terdengar suara redup sampai pekak, makin banyak cairan bunyi perkusi makin pekak. Suara napas akan melemah sampai menghilang sama sekali (cairan banyak), yaitu karena paru sama sekali tidak dapat ekspansi lagi. Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada, sebab parenkim parunya tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping adanya cairan, paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis. Beberapa jenis efusi pleura dalam waktu cepat akan berubah menjadi fibrin (Schwarte/fibrotoraks). Tepat sebelum Schwarte mencapai puncaknya, yaitu sewaktu pleura viseralis dan parietalis masih dapat bergerak bebas walaupun sudah mulai ada perlekatan di berbagai tempat, dapat terdengar pleural friction rub pada setiap inspirasi maupun ekspirasi, terutama yang dalam.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan: a. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah kontralateral. b. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun. 3

c. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux d. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang. Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas dapat ditemukan juga beberapa temuan fisik yang dapat memebrikan gambaran penyebab efusi pleura, seperti : a. Edema perifer, Distensi vena jugularis, dan S3 (gallop) dapat menandakan adanya gagal jantung kongestif. Edema juga dapat diakibatkan oleh sindroma nefrotik, penyakit perikardial atau sindroma kuku kuning apabila ditemukan kuku berwarna kuning b. Perubahan kutaneus dengan adanya asites diduga akbat penyakit hati. c. Limfadenopati atau terabanya massa diduga akibat keganasan.

4. Pemeriksaan Penunjang Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.

Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

Gambar 1. Hasil Roentgen dada pada penderita Efusi Pleura

USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

CT scan dada Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya. Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Analisa cairan pleura Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura. Pertimbangan dalam diagnosis efusi pleura adalah membedakan apakah cairan yang terkumpul ialah transudat atau eksudat. The initial diagnostic consideration is distinguishing transudates from exudates. Banyak tes kimia yang dilakukan untuk membedakan antara transudat dan eksudat, namun tes yang dilakukan oleh Light telah menjadi sebuah kriteria standard. Cairan tersebut dapt dinyatakan sebagai eksudat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih besar daripada 0,5 b. Rasio cairan pleura dengan LDH serum lebih besar daripada 0,6 c. LDH cairan pleura dua pertiga kali lebih besar daripada batas atas nilai normal serum Kriteria ini melibatkan pengukuran cairan pleura, serum protein dan LDH secara simultan. These criteria require simultaneous measurement of pleural fluid and serum protein and LDH. Bagaimanapun, sebuah meta-analisis dari 1448 pasien mengahasilkan sebuah metode pengukuran kombinasi cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifitas yang dapat dibandingkan dengan kriteria Light untuk membedakan transudat dengan eksudat, yaitu : a. Nilai LDH cairan pleura lebih besar dari 0,45 terhadap batas atas nilai normal serum b. Tingkat kolesterol cairan pleura lebih besar daripada 45 mg/dL c. Tingkat protein cairan pleura lebih besar daripada 2,9 g/dL Keputusan secara klinis dibutuhkan ketika hasil tes cairan pleura mendekati nilai batas. Kriteria dari Light ataupun kriteria lainnya mengidentifikasi eksudat hampir secara keseluruhan secara tepat. Namun kriteria tersebut juga salah mengidentifikasi 20-25% transudat sebagai eksudat, umumnya terjadi pada pasien gagal jantung kongestif dengan 6

terapi diuretik jangka panjang (dikarenakan konsentrasi protein dan LDH didalam ruang pleura akibat diuresis). Penggunaan kriteria hasil pengurangan konsentrasi protein serum dengan konsentrasi protein pleura kurang dari 3,1 g/dL lebih tepat mengidentifikasi eksudat pada pasien tersebut daripada perbandingan antara serum dengan cairan pleura lebih besar daripada 0,5. Walaupun kadar albumin cairan pleura tidak diukur secara seksama, perbedaan antara albumin serum dengan albumin cairan pleura kurang dari 1,2 g/dL juga mengisyartkan cairan eksudat pada pasien ini. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat N-terminal pro-brain natriuretic peptide (NT-proBNP) cairan pleura meningkat pada efusi akibat gagal jantung kongestif. Terlebih lagi peningkatan NT-proBNP pleural ini menggantikan BNP cairan pleura sebagai penanda efusi yang berhubungan dengan gagal jantung. Sehingga, pada institusi tempat tersediany tes ini, tingginya tingkat NT-proBNP pleura (didokumentasikan dalam beberapa studi >1300-4000 ng/L) dapat membantu dalam mengkonfirmasi gagal jantung sebagai penyebab daripada mengidentifikasinya sebagai efusi kronik idiopatik. 5. Diagnosis Banding Pada efusi pleura ada beberapa kondisi yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding efusi pleura seperti : sindroma Sjgren, transplantasi hati atau paru, trauma genitourinarius bagian atas dan trauma abdomen, namun harus diingat bahwa kondisi ini jarang dijumpai. Namun yang umum harus diperhatikan ialah keadaan-keadaan yang dapat didiagnosis banding sebagai efusi pleura transudat maupun eksudat. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding efusi pleura transudatif, yaitu : a. Gagal jantung kongestif (paling umum) b. Sirosis dengan hidrothoraks hepatik c. Sindroma Nefrotik d. Dialisis Peritoneal/Dialisis peritoneal dengan alat bantu berkelanjutan e. Hipoproteinemia f. Glomerulonefritis g. Obstruksi Vena Cava Superior h. Fontan procedure 7

i. Urinothoraks j. Kebocoran CSF ke rongga pleura Sementara itu hal-hal dibawah ini dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding terhadap efusi pleura eksudatif, yaitu : a. Malignansi b. Pneumonia c. Tuberkulosis d. Emboli Paru e. Infeksi Jamur f. Pseudokista Pankereatik g. Abses Intraabdominal h. Pasca bedah graft bypass arteri koroner i. Sindroma pasca cedera jantung j. Penyakit Perikardial k. Sindroma Meigs l. Sindroma Hiperstimulasi Ovarium m. Pleuritis Rheumatoid n. Lupus erythematosus o. Penyakit pleura akibat induksi obat p. Efusi Pleura Asbestos q. Sindroma Kuku Kuning r. Uremia s. Trapped lung t. Chylothoraks u. Pseudochylothoraks v. Acute respiratory distress syndrome w. Penebalan Pleura Kronis x. Mesothelioma malignan Selain hal tersebut diatas berikut juga sering disebutkan sebagai diagnosis banding terhadap efusi pleura

CBRNE Q Fever 8

Gagal Jantung Kongestif dan Edema Paru Cedera Diafragma Robek dan Ruptur Esofageal Hipotiroidisme dan Koma Mixedema Neoplasma Paru Pankreatitis Arthritis Rheumatoid

You might also like