You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN POST OPERASI SEKSIO SESAREA I.

PENGERTIAN Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. (Wiknjosostro, 1999 : 365) Seksio sesarea adalah Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511). Indikasi seksio sesaria adalah tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya. Sedangkan persalinan pervaginam tidak mungkin dilakukan denganaman. cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu : 1. Indikasi ibu a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin. b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin. c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.

d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan. e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan. f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang lama(lebih dari delapan tahun). 2. Indikasi janin a) Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit melahirkannya. b) Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik. c) Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan d) Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan serta terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir. 3. Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan sebelumnya Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik, miomektomi (Mochtar, 1998 :289) misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat kontraksi uterus pada peresalinan spontan. II.ETIOLOGI

Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. (Wiknjosostro, 1999 : 367) III.PATOFISIOLOGI Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 10 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta menipis, umumnya terjadi pada trismester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. (Mansjoer, 1999 : 276) IV.TANDA DAN GELAJA Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidu r atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar. Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak

mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai. ( Wiknjosostro, 1999 : 368) V.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemantauan janin terhadap kesehatan bayi 2. Pemantauan EKG 3. JDL dengan deferensial 4. Elektrolit 5. Hb/Ht 6. Golongan dan pencocokan golongan darah 7. Urinalisis 8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi 9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi 10. Ultrasound sesuai pesanan (Tucker, 1998) VI.TERAPI MEDIS 11. Cairan IV sesuai indikasi 12. Anestesia: regional atau general 13. tes laboratorium sesuai indikasi 14. Pemberian oksitisik sesuai indikasi 15. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan 16. Persiapan kulit pembedahan abdomen 17. Pemasangan kateter Foley (Tucker, 1998) VII.BASIC PROMOTING PHYSIOLOGI OF HEALTH A. Masalah utama yang timbul pada seksio sesarea 1. Hygiene dan nyeri adalah pengalaman

emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara actual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Nanda, 2005-2006). 2. Aktivitas dan latihan adalah adalah pergerakan bagian tubuh (mobilitas), melakukan pekerjaan atau melakukan tindakan yang sering (tidak selalu) melawan resistensi (Nanda, 2005-2006). B. Nilai-nilai normal 1. Nyeri: 0 = Tidak ada nyeri 1.2 = Nyeri rendah 3.4 = Nyeri sedang 5.6 = Nyeri Tinggi 7.8 = Nyeri Berat 9.10 = Nyeri yang tidak tertahankan lagi. 2. Aktivitas dan latihan: dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri dan atau tanpa bantuan orang lain. C. Pengkajian 1. Nyeri: P= Provokes(pemicu): apa yang mmicu nyeri? posisi tubuh apa yang dapat mengurangu nyeri? Bagaimana nyeri dimulai? Q=Quality(kualitas): apakah nyeri tersebut mempunyai sifat menyesakkkan, meremukan, merobek, menekan atau seperti kram? R= Radiation (radiasi): di mana nyeri mulai terasa? apakah nyeri 5

menjalar ketempat lain? S=Severty (beratnya gejala): minta kepada pasien untuk menentukan tingkat intensitas nyeri dengan menggunakan salah satu skala nyeri, seperti skala 1-10 atau skala faces. apakah telah terjadi perubahan pada intensitas nyeri? T=Timing and Treatment (waktu timbulnya nyeri dan penangannya): apakah nyeri hilang timbul ataukah terjadi terus menerus? kapan nyeri di mulai? 2. Aktivitas dan latihan: -Kemampuan melakukan ROM -Kemampuan ambulasi D. Pemenuhan Kebutuhan Dasar 1. Nyeri: tirah baring 2. Aktivitas dan Latihan: ROM E. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri: a. Atasi kebutuhan terhadap obat nyeri dan metode tambahan tambahan penghilang nyeri b. Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektivitasnya c. Berikan tindakan kenyamanan lain yang dapat membantu, seperti perubahan posisi atau menyokong dengan bantal. 2. Aktivitas dan latihan a. Pertahankan tingan pertahankan tirah baring dalam posisi tubuh yang benar dengan menggunakan bebat atau bantal. b. Bantu aktifitas jika di toleransi : pegang ekstremitas

yang sakit perlahan dan tinggikan jika di pesankan. c. Pertahankan periode istirahat yang direncanakan. d. Tingkatkan aktifitas perawatan diri. e. Ajarkan latihan ROM VIII.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Nyeri berhubungan dengan kondisi pascaoperasi 2. Kerusakan perfusi jaringan kardiopulmoner dan perifer berhubungan dengan interupsi aliran sekunder terhadap imobilitas pascaoperasi. 3. Potensial terhadap perubahan pola eliminasi perkemihan dan atau konstipasi yang berhubungan dengan manipulasi dan atau trauma sekunder terhadap seksio sesarea. 4. Potensial terhadap infeksi atau cidera yang berhubungan dengan prosedur pembedahan. 5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan pascasesar (Tucker, 1998). 6. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan nyeri pasca operasi. IX.RENCANA KEPERAWATAN 1. Diagnosa No.1 . Atasi kebutuhan terhadap obat nyeri dan metode tambahan tambahan penghilang nyeri . Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektivitasnya . Berikan tindakan kenyamanan lain yang dapat membantu, seperti perubahan posisi atau menyokong dengan bantal.

2. Diagnosa No.2 . Kaji status pernapasan dengan tanda vital . Dokumentasikan dan laporkan peningkatan frekuensi pernapasan, batuk non produktif, ronki terdengar, rales, atau kongesti jalan napas atas . Anjurkan pasien untuk batuk, membelik, dan napas dalam setiap 2 jam selama hari pascaoperasi pertama . Perhatikan gejala-gejala: emboli pulmoner,gelisah, nyeri dada, diaforesis, dispnea, takikardia, perubahan tekanan darah, bunyi napas abnormal . Demonstrasikan pembebatan untuk menyokong insisi . Perhatikan gejala: pembentukan trombosis vena dalam, nyeri tekan lokal, nyeri betis, kemerahan, bengkak, peningkatan suhu 3. Diagnosa No.3 . Anjurkan bekemih setiap 4 jam sampai 6 jam bila mungkin . Berikan tehnik untuk mendorong berkemih sesuai kebutuhan . Jelaskan prosedur perawatan perineal per kebijakan rumah sakit . Anjurkan ibu untuk ambulansi sesuai toleransi, peningkatan masukan cairan (2000-3000 ml/hari), peningkatan diit buah dan makanan asam. . Berikan pelunak feses atau laksatif sesuai pesanan . Berikan antiflatulen sesuai pesanan. . Pantau masukan dan haluaran sampai mengeluarkan secara adekuat. 4. Diagnosa No.4 8

. Pantau terhadap peningkatan suhu atau takikardia sebagai tanda infeksi . Observasi insisi terhadap tanda insisi: kemeraha, nyeri tekan, bengkak pada sisi insisi, keluhan nyeri, rabas tidak biasanya, peningkatan suhu . Kaji fundus, lokhia, dan kandung kemih dengan tanda vital sesuai pesanan . Evaluasi tanda vital terhadap gelaja infeksi atau hemoragi setiap 4 jam . Masase fundus bila mengembung atau tidak tetap keras . Beri tahu dokter tentang penyimpangan dari parameter normal: mengembung, perubahan posisi uterus, nyeri tekan uterus pada palpasi, rabas menetap dari lokhia merah, perdarahan banyak, lokhia bau busuk. 5. Diagnosa No.5 . Diskusikan dengan orang terdekat perlunya: Menghindari koitus selama 4 sampai 6 minggu atau sesuai indikasi dokter Perawatan payudara dan ekspresi manual bila menyusui Menghindari duduk dalam periode lama dengan lutut tertekuk Perawatan insisi Pentingnya diit nutrisi Untuk menghindari mengangkat apapun lebih berat daripada bayi selama 4 sampai 6 minggu Pentingnya rawat jalan evaluasi termasuk pemeriksaan pascapartum. 6. Diagnosa No. 6

. Pertahankan tingan pertahankan tirah baring dalam posisi tubuh yang benar dengan menggunakan bebat atau bantal. . Bantu aktifitas jika di toleransi : pegang ekstremitas yang sakit perlahan dan tinggikan jika di pesankan. . Pertahankan periode istirahat yang direncanakan. . Tingkatkan aktifitas perawatan diri. . Ajarkan latihan ROM X.DAFTAR PUSTAKA Cunningham, Garry. 2005. Obstetri William. Jakarta: EGC Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi ed.2. Jakarta. EGC Tucker,Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 4. Jakarta. EGC Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

You might also like