You are on page 1of 12

ANALISA KARAKTER LIMBAH CAIR KOSMETIK PT. UNZA VITALIS CHARACTER ANALYSIS OF COSMETIC WASTEWATER PT.

UNZA VITALIS
Reza Permana Putra (652009012) Tirza Thea Lewita S (652009015) Progam Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga Abstrak Pada praktikum pengolahan limbah cair ini, telah dianalisa karakter dari limbah cair kosmetik PT. Unza Vitalis. Sampel limbah yang dianalisa dibedakan berdasarkan treatmentnya yaitu sampel limbah setelah pH sama dan sampel limbah sebelum sedimentasi. Karakterisasi limbah berdasarkan sifat fisikawi meliputi suhu, warna, kekeruhan, Daya Hantar Listrik (DHL), TSS, TDS, TS, dan SV30. Karakterisasi limbah berdasarkan sifat kimiawinya meliputi pH, kesadahan, NH3, NH4, NO2, NO3, PO4, SO4, N total, BOD dan COD. Dari hasil analisa limbah kosmetik dengan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) ini didapatkan perbedaan nyata kandungan kimiawi antara keduanya. PAC secara efektif (cepat dan hemat bahan kimia) menjernihkan air. Kata kunci : Parameter Fisikawi, Parameter Kimiawi, Limbah Cair, Poly Alumunium Chloride (PAC) Abstract On the practical wastewater treatment, has been analyzed the character of cosmetics wastewater of PT. Unza Vitalis. Waste samples analyzed is distinguished base on the treatment namely wastewater after the same pH and wastewater before sedimentation. Wastewater characterization based on the physical parameters include temperature, color, turbidity, Electrical Conductivity (EC), TSS, TDS, TS, and SV30. Waste characterization by chemical parameters include pH, hardness, NH3, NH4, NO2, NO3, PO4, SO4, total N, BOD and COD. From the analysis of cosmetics wastewater with coagulant Poly Aluminium Chloride (PAC) obtainted a real chemical content between the two. PAC is effective (fast and chemically efficient) to purify the water. Key words : Physical Parameters, Chemical Parameters, Wastewater, Poly Aluminum Chloride (PAC)

I.

PENDAHULUAN Limbah merupakan hasil buangan dari produksi suatu industri ataupun rumah tangga dimana keberadaannya tidak mempunyai nilai ekonomi yang masih berguna bagi lingkungan. Peranan industri banyak sekali menghasilkan emisi atau sisa buangan limbah yang kehadirannya dapat merusak keseimbangan ekosistem dalam lingkungan (Mohammed, 2009). Sebagian besar industri banyak sekali menghasilkan limbah dalam bentuk limbah cair dan yang biasanya bisa kita temui adalah limbah industri kosmetik dimana limbah jenis ini memang memiliki tingkat karakterisasi yang berbeda dari

limbah industri lain. Menurut Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, industri kosmetik jelas menyumbang limbah dimana di dalam limbah banyak sekali bahan organik, hidrokarbon terhalogenasi, logam berat (Zn), fluoride, dan residu asam. Bahan yang terkandung dalam limbah kosmetik ini dikhawatirkan akan merusak ekosistem lingkungan terutama pada lingkungan perairan jika limbah tersebut dibuang ke sungai. Selain itu juga adanya faktor-faktor penting dalam menentukan kualitas suatu limbah cair yaitu dengan melihat volume air limbah, frekuensi pembuangan limbah, dan bahan pencemar yang ada dalam limbah yang memungkinkan adanya pencemaran lingkungan (Fachturrizki, 2009). Maka dari itu perlu ditentukan metode analisa secara fisika dan kimiawi beserta parameter pengukuran untuk menentukan kualitas dari air limbah hasil dari proses produksi. Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakter limbah cair hasil produksi PT. Unza Vitalis dan pengaruh Poly Aluminium Chloride (PAC) sebagai koagulan terhadap kedua sampel limbah yang dianalisa. II. METODA 2.1 Bahan dan Piranti 2.1.1 Bahan Limbah cair berasal dari PT. Unza Vitalis pada kolam setelah pH sama dan sebelum sedimentasi, Akuades, K2Cr2O7 0,250 N, Ag2SO4, H2SO4, Ferro Amonium Sulfat (FAS), indikator Feroin, HgSO4, Asam Sulfamat, FeCl3, Indikator Bromcressol Green Metyl Red, Buffer Hardness 1, Manver Indikator, KOH 8 N, MnSO4, larutan Alkali-iodide, indikator amilum, NaOHNa2S2O3, HCl 0,02 N, Mineral Stabilizer, Polyvinyl Alcohol, reagen Nessler, Nitriver 3, Nitraver 5, Phosver 3, Sulvaver 4. 2.1.2 Piranti Piranti yang digunakan adalah spektrofotometer HACH, pH meter Hanna, termometer, Neraca Mettler, desikator, corong

Buchner dan vakum, furnace, oven, tabung Imhoff, botol Wrinkler, cawan porselen, buret, kertas saring Whatmann.

2.2 Metode
2.2.1 Penentuan Total Solids (TS) Sebanyak 10 ml sampel limbah sebelum sedimentasi dan setelah pH sama masing-masing dituang dalam cawan petri, dioven selama 30 menit kemudian didesikator dan ditimbang. Pengukuran dilakukan duplo dan Total Solids (TS) dikonversi sebagai mg/liter. 2.2.2 Penentuan Total Suspended Solis (TSS) Sebanyak 10 ml masing-masing sampel disaring dengan kertas saring Whatmann dan corong Buchner. Residu dan kertas saring ditempatkan pada cawan porselen, dioven selama 30 menit, kemudian didesikator dan ditimbang. Pengukuran dilakukan duplo dan TSS dikonversi sebagai mg/liter. 2.2.3 dioven 2.2.4 Penentuan Total Dissolved Solids (TDS) Sisa penyaringan (filtrat) dari TSS dituang dalam cawan porselen, hingga kering kemudian didesikator dan ditimbang. Pengukuran dilakukan duplo dan TDS dikonversi sebagai mg/liter. Penentuan Volatile Suspended Solids (VSS) Hasil dari TSS difurnace pada suhu 550C selama 20 menit kemudian didesikator dan ditimbang. Pengukuran dilakukan duplo dan VSS dikonversi sebagai mg/liter. 2.2.5 Penentuan SV30 Masing-masing limbah dituangkan sebanyak 1000 ml kedalam tabung Imhoff, diperiksa volume endapan setelah 30 menit. Ditentukan SVi dengan rumus : Sampel dimasukkan dalam SVi botol = SV30/TSS Kedalamnya 2.2.6 Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD) Wrinkler. ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml KI. Botol dikocok perlahan dan dibiarkan mengendap. Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan dikocok hingga semua endapan larut. Sebanyak 203 ml sampel diambil, kemudian ditambahkan 1 ml indikator amilum, dititrasi dengan

Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru tepat hilang. (Konversi 1 ml Na2S2O3 0,025 N setara dengan 1 mg O2/L). 2.2.7 Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan dalam labu refluks,

ditambahkan 0,1 g HgSO4, 3 ml K2Cr2O7 0,25 N, dan 3 ml Ag-H2SO4. Ditambahkan batu didih dan direfluks selama 30 menit. Setelah dingin, ditambahkan 2 tetes indikator Feroin dan dititrasi dengan Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0,1 N hingga warna coklat merah. Blanko terdiri dari akuades yang mengandung semua reagensia yang ditambahkan pada sampel dan direfluks dengan cara yang sama. 2.2.8 Pengukuran kandungan Nitrat (NO3-) dan Nitrit (NO2-) Spektrofotometer HACH diatur pada program 355 (500 nm) untuk nitrat dan 371 (507 nm) untuk nitrit. Reagen untuk nitrat adalah nitraver 5 (shift timer 5 menit) sedangkan untuk nitrit adalah nitriver 3 (shift timer 15 menit), blanko (sampel tanpa reagen) di nolkan dan 25 ml sampel (dengan penambahan reagen) diukur. 2.2.9 (NH4) 25 ml akuades sebagai blanko dan 25 ml sampel disiapkan. Program diatur pada 380 (425 nm), ditambahkan 3 tetes mineral stabilizer, 3 tetes polyvinyl alcohol dan 1 ml reagen Nessler. Nolkan spektro dengan blanko (shift timer 1 dengan faktor konversi (1,22). 2.2.10 Pengukuran kandungan Phosphat (PO43-) Spektrofotometer HACH diatur pada program 490 (890 nm). Pada 25 ml sampel ditambahkan phosver 3 dan dihomogenkan. Nolkan spektro dengan blanko (shift timer 2 menit), sampel diukur. 2.2.11 Pengukuran kandungan Sulfat (SO42-) Spektrofotometer diatur pada program 680 (450 nm). Kedalam 25 ml sampel ditambahkan reagen sulvaver 4 kemudian dikocok. Spektro di nol kan dengan blanko, sampel diukur. menit), sampel diukur. Konsentrasi NH4 didapatkan dengan mengalikan konsentrasi NH3 Pengukuran kandungan Amonia (NH3) dan Amonium

III. HASIL dan PEMBAHASAN


Pada analisa karakter limbah cair kosmetik PT. Unza vitalis diambil dua sampel, yang pertama adalah sampel limbah treatment setelah pH sama, dan yang kedua adalah sampel treatment sebelum sedimentasi. Pengukuran yang pertama dilakukan adalah pengukuran suhu, sementara untuk pengukuran pH, Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solids (TDS) dilakukan dengan pH meter Hanna. Jenis perlakuan 1 . 2 . Setelah pH sama Sebelum sedimentasi Suhu mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen (suhu naik maka oksigen terlarut turun) sehingga kehidupan biologis akan terganggu. Pengukuran suhu dilakukan tepat saat sampel diambil dan tidak ada perbedaan suhu antara sampel limbah setelah pH sama dan sebelum sedimentasi. Suhu terukur 23oC adalah suhu yang cukup rendah yang disebabkan oleh adanya campuran alkohol pada limbah kosmetik ini, selain daripada itu pengambilan sampel dilakukan setelah hujan sehingga berpengaruh pada suhu limbah. Karena nilai pH yang didapat hampir sama sehingga nilai suhu juga akan tetap (jika pH turun maka suhu turun), tetapi suhu ini masih memenuhi standar keputusan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup tahun 1991 yaitu suhunya < 35oC. Derajat keasaman (pH) terukur adalah 5,7 untuk sampel setelah pH sama dan turun menjadi 5,3 untuk sampel sebelum sedimentasi. Hal ini dapat terjadi karena penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC) Aln(OH)mCl3n-m sebagai koagulan sehingga menyebabkan terbentuknya asam. Dengan menggunakan PAC penurunan pH yang terjadi tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan. pH dapat mempengaruhi kehidupan biologis dalam air Suhu (oC) 23 23 pH 5,7 5,3 DHL (s/cm) TDS (ppm) 1110 200 550 100

(jika terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme). pH normal untuk kehidupan air adalah 68. Pada pengukuran DHL didapatkan hasil DHL turun drastis dari 1110 (s/cm) menjadi 200 (s/cm), hasil ini disebabkan berkurangnya ion-ion negatif yang berasal dari pengotor akibat penambahan koagulan. Demikian juga halnya dengan total padatan terlarut (TDS) yang turun karena padatan terlarut bereaksi dengan ion positif koagulan (PAC) sehingga mengendap.

2. Total Solids (TS)


Jenis perlakuan sampel limbah Setelah pH 1 2 sama Sebelum 1 2 sedimentas i Total padatan (TS) terukur pada sampel setelah pH sama lebih sedikit daripada sampel sebelum sedimentasi. Hal ini disebabkan karena sebelum sedimentasi sampel ditreatment dengan PAC. PAC lebih efektif membentuk flok daripada koagulan biasa. Hal ini disebabkan oleh gugus aktif aluminat bekerja efektif dalam mengikat koloid dan ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat. Massa cawan (gram) 49,0533 42,7733 43,7742 43,6692 Massa cawan + sampel limbah (gram) 49,0792 42,7970 43,8164 43,7128 Massa sampel kering (gram) 0,0259 0,0237 0,0422 0,0436 2590 2370 4220 4360 TS (mg/L)

3. Sludge Volume (SV30)


Jenis perlakuan Setelah pH sama Sebelum sedimentasi Volume limbah (ml) 1000 1000 Volume endapan (ml) 1000 (tidak memisah) 830 SV30 (L) 1 0,83 SVi 109,9 33,54

Pada pengukuran SV30, didapatkan volume sludge setelah pH sama tetap 1 liter sementara pada sampel sebelum sedimentasi menunjukkan adanya pemisahan antara filtrat dengan residu dan didapatkan volume

sludgenya sebesar 0,83. Melalui hasil ini, membuktikan pengaruh PAC yang nyata untuk mengendapkan zat-zat pengotor pada limbah. Nilai SVi menunjukkan kemampuan tinggal dari lumpur di proses akhir yang berguna untuk menunjukkan perubahan karakteristik dan kualitas dari lumpur yang menetap. Nilai SVi yang rendah menunjukkan bahwa mikroorganisme yang sesuai dengan lumpur aktif mengakibatkan tidak terjadi proses pengendapan. Kisaran yang baik untuk SVi adalah 50-150 ml/g (Hammer, 1986). Sementara apabila SVi lebih besar daripada 200 ml/g menunjukkan terjadinya bulking pada sistem (Hawkes, 1983a).

4. Total Suspended Solids (TSS)


Jenis perlakuan sampel limbah Setelah pH sama Sebelum sediment asi 1 2 1 2

Massa cawan (gram) 35,3443 28,0959 30,6477 31,7442

+ endapa n (gram) 35,3556 28,1028 30,6733 31,7681

Massa endapan (gram) 0,0113 0,0069 0,0256 0,0239

TSS (mg/L)

+kertas saring

1130 690 2560 2390

5. Total Disperse Solids (TDS)


Jenis perlakuan sampel limbah Setelah pH 1 2 sama Sebelum 1 sedimenta 2 si Massa cawan +kertas saring (gram) 27,3056 31,8521 33,3497 30,4433 + filtrat (gram) Massa filtrat (gram) TDS (mg/L)

27,3227 31,8707 33,3713 30,4649

0,0171 0,0186 0,0216 0,0216

1710 1860 2160 2160

6. Volatile Suspended Solids (VSS)


Jenis perlakuan Setelah pH sama Sebelum sedimentasi Sebelum furnace (gram) 35,3556 28,1028 30,6733 31,7681 Setelah furnace (gram) 35,2644 28,0122 30,5720 31,6649 VSS (mg/L) 9120 9060 10130 10320

Dari ketiga parameter yang dianalisa didapatkan hasil yang sama yaitu baik zat TSS, TDS dan VSS dari sampel limbah sebelum sedimentasi lebih besar kuantitasnya daripada sampel limbah setelah pH sama. Hal ini diakibatkan oleh penambahan PAC. PAC membentuk flok yang bekerja efektif dalam mengikat koloid (ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat). 7. Parameter Warna (unit PtCo) Turbiditas (FTU) Kesadahan (mg/L CaCO3) NO2 (ppm) NO3 (ppm) PO4 (ppm) SO4 (ppm) NH3 (ppm) NH4 (ppm) N dengan biuret(ppm) N Total (ppm) Setelah pH sama 3460 610 110 1 0 1,1 0 1,05 1,28 2,48 5,81 Sebelum sedimentasi 243 45 10 0,004 0 0 44 5,3 6,44 0 11,74

Pemeriksaan warna ditentukan dengan membandingkan warna dari sampel dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Kekeruhan zat tersuspensi dapat menganggu pemeriksaan warna. Gangguan tersebut dapat dihilangkan dengan penyaringan. Namun untuk kedua sampel limbah tidak dilakukan penyaringan. Kekeruhan merupakan sifat optis, yaitu hamburan dan absorbsi cahaya yang melaluinya. Kekeruhan bergantung pada ukuran dan butir. Pada pengukuran warna dan turbiditas didapatkan penurunan drastis sebesar 93% (untuk keduanya) antara sampel setelah pH sama dan sampel sebelum sedimentasi. Hal ini membuktikan bahwa dengan treatment yang dilakukan seperti pemberian PAC oleh UPL PT. Unza Vitalis telah mengurangi secara nyata kadar zat pengotor yang memberi pengaruh pada warna dan kekeruhan limbah. Parameter lain yang biasanya diukur adalah kesadahan. Dalam treatment terhadap limbah diupayakan pelunakan kesadahan, kesadahan dalam air disebabkan oleh ion-ion Ca2+, Mg2+, dan semua kation bermuatan 2. Proses pengendapan (pemisahan lumpur CaCO3 dari air) dipercepat dengan penambahan PAC. Pada pengukuran kesadahan (mg/L CaCO3)

didapatkan kesadahan menurun 99%. Kesadahan menurun pada sampel sebelum sedimentasi disebabkan karena ion-ion berikatan dengan asam yang terbentuk akibat penambahan PAC. Didalam air limbah kebanyakan dari nitrogen terdapat dalam bentuk organik atau nitrogen protein dan amoniak. Setingkat demi setingkat nitrogen organik itu diubah menjadi nitrogen amoniak, dan dalam kondisikondisi aerobik, oksidasi dari amoniak menjadi nitrit dan nitrat terjadi. Penilaian terhadap nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang hanya sebagian saja mengalami oksidasi. Oleh karena itu pada pengukuran nitrit ditemukan dalam jumlah kecil sekali. Nitrit bersifat tidak tetap dan dapat merosot menjadi amoniak atau dioksidasi menjadi nitrat (Soemarwoto, 1984). Pada pengukuran ini kadar nitrat tidak teridentifikasi atau dalam jumlah yang sangat kecil sekali. Pada pengukuran NH3, NH4, SO4, didapatkan kenaikan kadar pada sampel sebelum sedimentasi sementara untuk pengukuran NO2, NO3, PO4, didapatkan penurunan kadar. Secara keseluruhan kadar N total sampel sebelum sedimentasi mengalami kenaikan dibanding dengan sampel setelah pH sama. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya oksidasi.

8. Biological Oxigen Demand (BOD)


Titrasi DO ke 0 faktor pengenceran 25 kali Setelah pH sama Sebelum sedimentasi Vol sebelum (ml) 20 13 Vol sesudah (ml) 26,2 19,9 Vol ditambahkan 6,2 6,9 (ml) Titrasi DO ke 5 faktor pengenceran 25 kali Setelah pH sama Sebelum sedimentasi Vol sebelum (ml) 16,6 12,8 Vol sesudah (ml) 17,1 16,6 Vol ditambahkan 0,5 3,8 (ml) Perhitungan : BOD = (DO(0)-DO(5))x faktor pengenceran BOD setelah pH sama = (6,2-0,5) x 25 = 142,5 mg O2/l BOD sebelum sedimentasi = (6,9-3,8) x 25 = 77,5 mg O2/l

Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. BOD yang diukur adalah BOD5 yang diasumsikan bahwa dengan waktu tersebut sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan metode titrasi Wrinkler. Hasil yang didapatkan adalah penurunan kadar BOD sampel sebelum sedimentasi sebesar 54,4% dari sampel setelah pH sama. Hal ini menunjukkan treatment yang dilakukan sudah cukup baik dengan kadar BOD tidak berbeda jauh dari standar baku mutu air limbah menurut PERDA Jawa Tengah No.10 tahun 2004 yaitu 75 mg/l.

9. Chemical Oxigen Demand (COD)


Vol sebelum (ml) Vol sesudah (ml) Vol ditambahkan (ml) Setelah pH sama(50x) 34,0 39,1 5,1 Sebelum sedimentasi (20x) 29,3 33,9 5,4

COD setelah pH sama= ((9,1-5,1)x 0,1 X 8000)/10 ml x 50= 16000 mg O2/l COD sebelum sedimentasi= ((9,1-5,4)x 0,1 X 8000)/10 ml x 20= 5920 mg O2/l Angka COD merupakan ukuran bagipencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air. Prinsip analisa : Bahan organik + Cr2O72- +H+ Ag 24 CO2 + H2O + Cr3+ SO Ag2SO4 digunakan sebagai katalisator. Untuk memastikan bahwa hampir semua bahan organik habis teroksidasi, maka K2Cr2O7 harus tersisa sesudah refluks. Sisa ditentukan melalui titrasi dengan FAS dengan reaksi : 6 Fe2+ +Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ +2 Cr3+ + 7H2O Kadar COD limbah lebih besar daripada kadar BOD dikarenakan beberapa komponen dapat dioksidasi secara kimiawi daripada biologi. Namun, pada pengukuran ini, hasil analisa kadar COD jauh melebihi standar mutu air limbah. Hal ini mungkin disebabkan ketidaktepatan saat pengukuran dilakukan.

IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa karakter limbah cair kosmetik PT Unza Vitalis dapat disimpulkan :

1. Adanya perbedaan nyata karakter kuantitas padatan (TS, TSS, TDS, VSS,
dan SV30) antara dua sampel limbah setelah pH sama dan sebelum sedimentasi yang diakibatkan pemberian perlakuan berupa PAC (Poly Aluminium Chloride).

2. Kadar BOD sampel limbah setelah treatment (sebelum sedimentasi)


sebesar 77,5 mg/l , sementara untuk sebelum treatment (setelah pH sama) sebesar 142,5 mg/l.

3. Kadar COD kedua sampel limbah sangat besar yaitu untuk setelah pH
sama 16000 mg O2/l dan sebelum sedimentasi 5920 mg O2/l. V. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan Santika S.S., 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional Anonim, 2008. Bahan Kimia Penjernih Air (Koagulan). http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/05/bahan-kimia-penjernih-airkoagulan/ Diakses tanggal 10 Maret 2012 Fachturrizki. 2009. Karakteristik Kimia Limbah Cair. Diakses pada k15tiumb.blogspot.com/2009/12/karakteristik-kimia-limbah-cair.html tanggal 10 Maret Hidayat, Wahyu. 2008. Teknologi Pengolahan Limbah B3. Diakses pada majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-limbah-b3/ tanggal 9 Maret 2012. Mohammed, Nurfikri. 2009. Penyebab Terjadinya Masalah Lingkungan. Diakses pada nurfikrimahammed.wordpress.com/2009/12/25/penyebabterjadinya-masalah-lingkungan tanggal 9 Maret 2012 Nyoman S.A., 1996. Kinerja sistem lumpur Aktif Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21963339.pdf diakses tanggal 12 Maret 2012 Otto, Soemarwoto., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta : C.V. Rajawali

Rahayu, Suparni Setyowati. 2009. Karakteristik Fisika Limbah Cair. Diakses pada www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_industri/limbah-industri tanggal 9 Maret 2012 Riata, Rita. 2010. Pengolahan Limbah Cair Pada Industri Kosmetik. Diakses pada ritariata.blogspot.com/2010/01/pengolahan-limbah-cair-padaindustri.html tanggal 10 Maret 2012

You might also like