You are on page 1of 26

PEMERIKSAAN KADAR ASAM URAT

Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh. Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada semua makanan dari sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacangkacangan) atau pun hewan (daging, jeroan, ikan sarden).

ginjal bekerja mengatur kestabilan kadar asam urat dalam tubuh dimana sebagian sisa asam urat dibuang melalui air seni. Apabila asam urat berlebihan dan ginjal tidak mampu lagi mengatur kestabilannya, maka asam urat ini akan menumpuk pada jaringan dan sendi, dan pada saat kadar asam urat tinggi maka akan timbul rasa nyeri yang hebat terutama pada daerah persendian.

mengapa pria lebih beresiko terkena asam urat dari pada wanita?
Pada umumnya para pria lebih banyak terserang asam urat, dan kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Sedangkan Pada wanita pada wanita presentasinya lebih kecil, dimana peningkatannya juga cenderung berjalan sejak dimulainya masa menopause. Ini karena wanita mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Sementara pada pria, asam uratnya cenderung lebih tinggi daripada wanita karena tidak memiliki hormon estrogen tersebut. Jadi selama seorang wanita mempunyai hormon estrogen, maka pembuangan asam uratnya ikut terkontrol. Ketika sudah tidak mempunyai estrogen, seperti saat menopause, barulah wanita tersebut dapat terkena asam urat (Nucleus Precise News Letter Edisi 1).

Perjalanan penyakit asam urat (gout) ada 3 tahapan.


. Perjalanan penyakit asam urat (gout) ada 3 tahapan. Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan. 1. Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan artritis yang khas dan serangan tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5 7 hari. Karena cepat menghilang, maka sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan. 2. Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten. Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan artritis yang khas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi yang terserang makin banyak.

3.

Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.

Klasifikasi
1. Penyakit gout primer Sebanyak 99 % penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.

2. Penyakit gout sekunder Penyakit ini disebabkan meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya a/ obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yg tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yg meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda.Ada yg hanya satu tahun, ada pula yg sampai 10 tahun, tetapi rata-rata berkisar 1 2 tahun.

Gejala Asam Urat


Kesemutan dan linu Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur Sendi yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi.

Solusi Mengatasi Asam Urat


Melakukan pengobatan hingga kadar asam urat kembali normal. Kadar normalnya adalah 2.4 hingga 6 untuk wanita dan 3.0 hingga 7 untuk pria. Kontrol makanan yang dikonsumsi. Banyak minum air putih. Dengan banyak minum air putih, kita dapat membantu membuang purin yang ada dalam tubuh.

Pengaturan diet
Selain jeroan, makanan kaya protein dan lemak merupakan sumber purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin, makanan tersebut sangat berguna bagi tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia pertumbuhan. Kolesterol penting bagi prekusor vitamin D, bahan pembentuk otak, jaringan saraf, hormon steroid, garam-garaman empedu dan membran sel. Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang banyak mengandung purin tinggi. Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin:

Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng. Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung. Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.

Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsmsi bahan makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak minum air putih. Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus berlanjut.

Faktor Resiko
1. Pola makan Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat. Purin yang tinggi terutama terdapat dalam jeroan, sea f ood: udang, cumi, kerang, kepiting, ikan teri. Menurut hasil pemeriksaan laboratorium kadar asam urat terlalu tinggi, kita perlu memperhatikan masalah makanan

2. Kegemukan Pada orang gemuk, asam urat biasanya naik sedangkan pengeluarannya sedikit. Maka untuk keamanan, orang biasanya dianjurkan menurunkan berat badan

STUDY KASUS

Lokasi penelitian adalah di kecamatan Ubud dengan studi potong lintang analitik untuk mengetahui hubungan konsumsi purin dengan hiperurisemia pada penduduk suku Bali di Kecamatan Ubud. Sample ditentukan dengan cara stratified random sampling. Pada hari yang ditentukan sample yang berumur 13 tahun ke atas dilakukan wawancara tentang pola konsumsi purin dengan semi quantitative food frequency questionaire kemudian keesokan harinya dilakukan pemeriksaan fisik dan anthropometri serta sampling darah vena dengan sebelumnya berpuasa selama 10 jam. Pada penelitian ini didapatkan 301 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi dengan rata-rata umur 40,85 14,30 tahun yang terdiri dari 161 orang (53,5%) laki-laki dan 139 (46,3%) perempuan. Dengan usia termuda 13 tahun dan tertua 85 tahun. Konsumsi purin rata-rata 153,37 77,83 mg/hari dan kadar asam urat rata-rata 5,14 1,44 mg/dl dengan IMT rata-rata 22,57 3,17 kg/m2.

Pada penelitian ini didapatkan rasio prevalensi masing-masing faktor risiko dengan hiperurisemia. Dari hasil analisa bivariat didapatkan bahwa yang merupakan faktor risiko hiperurisemia yang bermakna adalah konsumsi purin tinggi (RP : 22,82; IK 95% : 9,19 . 56,66; p < 0,001), umur (RP : 1,03; IK 95% : 1,01 . 1,06; p = 0,014), Obesitas (RP : 2,49; IK 95% : 1,21 . 5,14; p =0,013), Bekas peminum alkohol (RP : 5,61; IK 95% : 2,13 . 14,74; p<0,001), riwayat penyakit gout (RP : 3,56; IK95% : 1,04 . 12,21; p : 0,044) dan Penyakit ginjal kronik (PGK) stadium 3 dan 4 berturut-turut RP : 5,39; IK 95% : 1,48 . 19,71; p = 0,01; RP : 18,88; IK 95% : 3,29 . 108,29; p = 0,001. Selanjutnya dari 7 faktor risiko hiperurisemia yang bermakna dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik multipel untuk mencari faktor risiko independen bersama variabel lainnya dengan hiperurisemia Dari hasil analisis multivariat didapatkan besarnya risiko untuk mengalami hiperurisemia yang dinilai dengan besarnya RP dengan IK 95%. Dari hasil analisis ini didapatkan faktor risiko independen hiperurisemia adalah konsumsi purin tinggi (RP : 57,30; IK 95% : 16,56 . 198,24; p < 0,001), Obesitas (RP : 7,21; IK 95% : 2,30 . 22,60; p = 0,001), serta Penyakit ginjal kronik stadium 4 (RP : 74,73; IK 95% : 8,19 . 681,60; p < 0,001).

hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah secara normal. Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya.

Makanan tinggi purin dikatakan berkontribusi terhadap peningkatan asam urat darah. Membatasi konsumsi purin yang tinggi atau dengan melakukan dietrendah purin akan dapat mencegah atau menurunkan kadar asam urat dalam darah. Jumlah konsumsi purin rata-rata adalah sebesar 153,37 77,83 relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konsumsi purin penduduk di kota Denpasar sebesar 277,4 mg/hari (range 72,89 . 511,9 mg/hari) maupun penduduk di daerah pantai di Pulau Ceningan 245,65 76,52.

Dari data tersebut bisa dilihat bahwa masyarakat di kawasan ubud lebih banyak makan makanan yang rendah purin. Konsumsi purin pada masyarakat ubud tergolong rendah mungkin disebabkan Ubud merupakan daerah pedesan dengan variasi makanan penduduk yang relatif lebih sedikit dibandingkan penduduk di perkotaan. Jika dibandingkan dengan tempat lain seperti pulau Nusa Ceningan yang juga merupakan daerah rural, walaupun variasi jenis makanan relatif sedikit namun mengingat letak geografisnya di tepi pantai masyarakat pulau Ceningan banyak mengkonsumsi makanan laut yang juga mengandung purin tinggi. Salah satu efek pariwisata adalah adanya inkulturasi budaya (budaya barat) dengan menu makanan yang cenderung tinggi purin, tampaknya hal tersebut tidak merubah pola makan masyarakat setempat yang cenderung lebih banyak mengkonsumsi sayuran dibandingkan dengan daging.

Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam mempertahankan pola makan setempat adalah budaya setempat yang masih terjaga, budaya juga bisa menentukan pola makan dan asupan nutrisi. Suatu penelitian tentang westernisasi makanan di Mauritus melaporkan bahwa westernisasi makanan di negara non-western juga bisa diikuti dengan perubahan budaya untuk mengkonsumsi makanan sehat secara spontan.

Faktor lain yang mungkin berperan adalah ketersediaan makanan yang tinggi purin, kawasan ubud terletak jauh dari pantai dan masyarakat ubud yang sebagian besar bermatapencaharian di bidang pariwisata atau pendukungnya jarang yang berternak sehingga daging atau makanan laut relatif lebih sulit didapat atau lebih mahal dibandingkan di daerah seperti pantai Pulau Ceningan atau di Kota Denpasar. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara konsumsi purin tinggi dengan hiperurisemia dengan RP : 22,82; IK 95% : 9,19 . 56,66; p < 0,001 dan pada analisis multivariat didapatkan RP : 57,30; IK 95% : 16,56 . 198,24; p < 0,001. Hal ini sesuai dengna penelitian Indrawan tahun 2005 pada suku Bali di Denpasar yang mendapatkan hubungan signifikan antara makanan sumber purin tinggi dengan hiperurisemia (RP : 26,72; IK 95% : 11,69 . 61,04; p < 0,001).

Hubungan tersebut bisa menjelaskan salah satu faktor penyebab lebih rendahnya prevalensi hiperurisemia di Ubud (12%) dibandingkan di Pulau ceningan (17%) maupun di Kota Denpasar (18,2%),11 mengingat rata-rata konsumsi purin masyarakat ubud lebih rendah dibandingkan rata-rata konsumsi masyarakat Pulau Ceningan maupun di Kota Denpasar (153,37 mg/hari vs 245,65 mg/hari vs 277,4 mg/hari). tahun 2000 di Jakarta mendapatkan hubungan signifikan antara makan makanan sumber purin tinggi dengan hiperurisemia dan Kariadi tahun 2000 menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung purin 200 mg/hari akan meningkatkan risiko hiperurisemia tiga kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi purin. Pada penelitian oleh Dharmayuda, 1993 di Surabaya mendapatkan dengan pemberian diit rendah purin selama 7 hari pada 30 penderita artritis pirai dapat menurunkan kadar asam urat dari 10,41 2,43 mg/dl menjadi 10,32 2,35 mg yang secara statistik bermakna dengan p<0,001. Pada penelitian didapatkan angka OR yang lebih rendah dari penelitian ini kemungkinan karena adanya perbedaan pada alat ukur konsumsi purin yang dipakai, pola makan subyek, umur responden, kriteria inklusi dan eksklusi, pola makan subyek, umur responden serta juga faktor ras. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hiperurisemia.

Obesitas didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadi kelebihan lemak tubuh. Pada orang obesitas terjadi peningkatan asam urat terutama karena adanya peningkatan lemak tubuh, disamping itu juga berhubungan dengan luas permukaan tubuh sehingga pada orang gemuk akan lebih banyak memproduksi urat dari pada orang kurus. Hiperurisemia pada obesitas terjadi melalui resistensi insulin.16, 17 Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan hiperurisemia dengan RP : 2,49; IK 95% : 1,21 . 5,14; p = 0,013 dan nilai OR : 7,21; IK 95% : 2,30 . 22,60; p = 0,001. Menurut WHO obesitas meningkatkan risiko kejadian hiperuricemia dan gout sebesar 2 . 3 kali dibandingkan dengan orang nonobese. 18 Penelitian epidemiologi di Kin Hu, Kinmen, menyimpulkan obesitas sentral merupakan faktor prediktor independen hiperurisemia pada usia pertengahan (40 . 59 tahun) masingmasing OR : 2,58; IK 95% : 1,46 . 1,56; p<0,001 dan OR : 1,87; IK 95% : 1,29 . 2,69; p<0,001.19

Penurunan fungsi ginjal dapat menyebabkan hiperurisemia akibat gangguan dari eksresi asam urat di dalam ginjal oleh karena penurunan filtrasi glomerulus, penurunan ekskresi tubulus atau meningkatnya reabsorbsi tubulus.20 Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penyakit ginjal kronik stadium 4 dengan hiperurisemia dengan nilai RP : 18,88; IK 95% : 3,29 . 108,29; p = 0,001. Hal ini berarti penyakit ginjal kronik stadium 4 dapat menimbulkan terjadinya hiperurisemia tanpa perlu adanya konsumsi purin tinggi atau faktor prediktor lain, ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa makin berat penurunan GFR akan juga diikuti terganggunya ekskresi asam urat di tubulus. Pada penelitian ini riwayat penyakit gout bukan merupakan suatu prediktor terjadinya hiperurisemia, hal ini mungkin disebabkan karena dalam mengetahui riwayat penyakit gout hanya didasarkan dari wawancara terhadap responden sehingga kemungkinan bisa cukup besar mengingat juga penyakit rematik asam urat sering disalah-tafsirkan oleh masyarakat.

You might also like