You are on page 1of 82

DIAGRAM TERNER I.

TUJUAN PERCOBAAN Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu II. DASAR TEORI Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu. Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa air. Dalam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem. Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum Henry. Sistem Satu Komponen Aturan Fasa Gibbs Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat melukiskan keadaan sistem secara lengkap. Menurut Gibbs, .......................................... (3.1) dimana = derajat kebebasan c = jumlah komponen p = jumlah fasa = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T) Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua ( = 2). Bila suatu zat berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang diperlukan untuk menggambarkan sistem akan berkurang satu karena dapat dihitung dari konstanta kesetimbangan. Misalnya pada reaksi penguraian H2O. H2O(g) H2(g) + O2(g) ............................................. (3.2) Dengan menggunakan perbandingan pada persamaan 3.2, salah satu konsentrasi zat akan dapat ditentukan bila nilai konstanta kesetimbangan dan konsentrasi kedua zat lainnya diketahui. Kondisi fasa fasa dalam sistem satu komponen digambarkan dalam diagram fasa yang merupakan plot kurva tekanan terhadap suhu. Gambar 3.1. Diagram fasa air pada tekanan rendah Titik A pada kurva menunjukkan adanya kesetimbangan antara fasa fasa padat, cair dan gas. Titik ini disebut sebagai titik tripel. Untuk menyatakan keadaan titik tripel hanya dibutuhkan satu variabel saja yaitu suhu atau tekanan. Sehingga derajat kebebasan untuk titik tripel adalah nol. Sistem demikian disebut sebagai sistem invarian. Keberadaan Fasa Fasa dalam Sistem Satu Komponen

Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap suhu atau potensial kimia terhadap suhu. Gambar 3.2. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa fasa padat, cair dan gas terhadap suhu pada tekanan tetap Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 3.2. mengikuti persamaan ............................................ (3.3) Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang turun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Sg > Sl > Ss. Sistem Dua Komponen Kesetimbangan Uap Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing masing komponen adalah sama dalam fasa gas dan cairnya. ............................................. (3.4) Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka ..................................... (3.5) dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Untuk fasa cair, ......................................... (3.6) Persamaan 3.20 dapat ditulis menjadi .................................. (3.7) Dari persamaan 3.23 dapat disimpulkan bahwa ........................................... (3.8) .................................................. (3.9) Persamaan 3.25 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio). Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult, ................................................ (3.10) Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila komponen komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A B = A A = B B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal. Sistem Tiga Komponen Gambar 3.14. Diagram fasa sistem tiga komponen air asam asetat vinil asetat Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai : F=CP+2 dimana, F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa

Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai : F=3P Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan,

III. ALAT DAN BAHAN Alat alat 1. Labu bertutup 100 mL sebanyak 5 buah 2. Labu Erlenmeyer 250 mL sebanyak 5 buah 3. Buret 10 mL sebanyak 2 buah 4. Pipet volume 10 mL 5. Gelas ukur 10 mL 6. Gelas Beaker 100 mL sebanyak 3 buah 7. Termometer 10 1000C sebanyak 1 buah Bahan bahan 1. Aquadest 2. CCl4 3. Asam Asetat Glasial IV. CARA KERJA 1. Ke dalam labu Erlenmeyer yang bersih dan kering serta bertutup, dibuat 5 macam campuran cairan A dan C yang saling melarut dengan komposisi sebagai berikut: Labu 1 2 3 4 5 mL A 1 3 5 7 9 mL C 9 7 5 3 1 Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Untuk tiap labu, ditimbang lebih dahulu labu kosong dan tutupnya. Kemudian ditambahkan cairan A (CCl4) dan ditimbang lagi massanya, kemudian ditambahkan cairan C (Asam Asetat Glasial) dan ditimbang sekali lagi. Dengan demikian massa cairan A dan C diketahui untuk setiap labu. 2. Tiap campuran dititrasi dalam labu 1 sampai 5 dengan cairan B (Aquades) sampai tepat timbul kekeruhan dan dicatat jumlah volume cairan B yang digunakan. Titrasi dilakukan dengan perlahanlahan. Setelah titrasi untuk masing-masing labu selesai, sekali lagi ditimbang untuk menentukan massa cairan B dalam setiap labu. 3. Tahap 1 dan 2 diulangi lagi dengan penggunaan cairan B (aquades) dan cairan C (asam asetat glacial) dengan penambahan cairan A (CCl4) sebagai titran di buret ketika titrasi percobaan 2. Labu 1 2 3 4 5 mL B 1 3 5 7 9 mL C 9 7 5 3 1 4. Suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan harus dicatat.

V. DATA PENGAMATAN Percobaan I Dik: Cairan A = CCl4 Cairan B = Aquades Cairan C = Asam Asetat Glasial T0= 320C, T1=320C Perbandingan A:C Labu 1 = A:C = 1:9 Labu 2 = A:C = 3:7 Labu 3 = A:C = 5:5 Labu 4 = A:C = 7:3 Labu 5 = A:C = 9:1 No. Massa Labu+Tutup (g) Massa Labu+Zat A (g) Massa Labu + Zat A + Zat C (g) Vol.Titran (zat B) (ml) Massa setelah titrasi (g) 1. 161,30 163,34 172,62 1,95 174,55 2. 124,37 129,09 136,50 0,55 137,07 3. 131,71 139,45 144,55 0,25 144,76 4. 117,45 128,23 131,22 0,15 131,37 5. 125,40 139,34 140,16 0,05 140,18 Percobaan II Dik: Cairan A = CCl4 Cairan B = Aquades Cairan C = Asam Asetat Glasial T0= 300C, T1=300C Perbandingan B:C Labu 1 = B:C = 1:9 Labu 2 = B:C = 3:7 Labu 3 = B:C = 5:5 Labu 4 = B:C = 7:3 Labu 5 = B:C = 9:1 No. Massa Labu+Tutup (g) Massa Labu+Zat B (g) Massa Labu + Zat B + Zat C (g) Vol.Titran (zat A) (ml) Massa setelah titrasi (g) 1. 161,53 162,32 171,67 2,80 175,97 2. 124,52 127,32 134,58 0,90 135,98 3. 131,88 136,66 141,92 0,50 142,63 4. 118,43 125,23 128,34 0,35 128,77 5. 121,50 134,33 135,44 0,30 135,94

VI. PERHITUNGAN Diketahui : nA, MA, XA untuk CCl4 nB, MB, XB untuk Aquadest nC, MC, XC untuk Asam Asetat Percobaan 1 Untuk campuran A : C MA = ( massa Erlenmeyer + zat A ) ( massa Erlenmeyer kosong + tutup ) = 163,34 161,30 = 2,04 gram MC = ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) ( massa Erlenmeyer + zat A ) = 172,62 163,34 = 9,28 gram MB = ( massa setelah titrasi ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) = 174,55 172,62 = 1,93 gram Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut : Erlenmeyer Perbandingan A : C Massa A ( gr ) Massa B ( gr ) Massa C ( gr ) 1 1 : 9 2,04 1,93 9,28 2 3 : 7 4,72 0,57 7,41 3 5 : 5 7,74 0,21 5,10 4 7 : 3 10,78 0,15 2,99 5 9 : 1 13,94 0,02 0,82 Mol untuk masing masing cairan dalam campuran Erlenmeyer Untuk Erlenmeyer 1 ( A : C = 1 : 9 )

Dengan cara yang sama diperoleh : Erlenmeyer Perbandingan A : C nA (mol ) nB ( mol ) nC ( mol ) nA + nB + nC 1 1 : 9 0,013 0,107 0,155 0,275 2 3 : 7 0,031 0,032 0,124 0,187 3 5 : 5 0,050 0,012 0,090 0,152 4 7 : 3 0,070 0,008 0,050 0,128 5 9 :1 0,091 0,001 0,014 0,106

Fraksi mol d Erlenmeyer ( pelarut A : C = 1 : 9 ) Erlenmeyer 1

Dengan cara yang sama diperoleh : Erlenmeyer Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %) 1 1 : 9 4,73 38,91 56,36 2 3 : 7 16,58 17,11 66,31 3 5 : 5 32,90 7,89 59,21 4 7 : 3 54,69 6,25 39,06 5 9 : 1 85,85 0,94 13,21 Percobaan 2 Diketahui : nA, MA, XA untuk CCl4 nB, MB, XB untuk Aquadest nC, MC, XC untuk Asam Asetat Untuk campuran B : C MB = ( massa Erlenmeyer + zat B ) - ( massa Erlenmeyer kosong + tutup) = 162,32 161,53 = 0,79 gram MC = ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C ) ( massa Erlenmeyer + zat B ) = 171,67 161,53 = 10,14 gram MA = ( massa setelah titrasi) ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C ) = 175,97 171,67 = 4,3 gram Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut : Erlenmeyer Perbandingan B : C Massa B ( gr ) Massa C ( gr ) Massa A ( gr ) 1 1 : 9 0,79 9,35 4,3 2 3 : 7 2,8 7,26 1,4 3 5 : 5 4,78 5,26 0,71 4 7 : 3 6,8 3,11 0,43 5 9 : 1 12,83 1,11 0,5

Mol untuk masing masing cairan dalam campuran Erlenmeyer Untuk Erlenmeyer 1 ( B : C = 1 : 9 )

Dengan cara yang sama diperoleh : Erlenmeyer Perbandingan B : C nA (mol ) nB ( mol ) nC ( mol ) nA + nB + nC 1 1 : 9 0,028 0,044 0,156 0, 228 2 3 : 7 0,009 0,156 0,121 0,286 3 5 : 5 0,005 0,266 0,088 0,359 4 7 : 3 0,003 0,378 0,052 0,433 5 9 :1 0,003 0,713 0,019 0,735 Fraksi mol d Erlenmeyer ( pelarut B : C = 1 : 9 ) Erlenmeyer 1

Dengan cara yang sama diperoleh : Erlenmeyer Perbandingan B : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %) 1 1 : 9 12,28 19,30 68,42 2 3 : 7 3,15 54,55 42,30 3 5 : 5 1,39 74,09 24,52 4 7 : 3 0,69 87,30 12,01 5 9 : 1 0,41 97,01 2,58

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum Diagram Terner ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Dimana dalam hal ini cairan yang dipergunakan sebagai cairan A adalah CCl4, cairan B adalah Aquades, dan cairan C adalah asam asetat. Pada percobaan pertama, cairan A dan C dicampur dengan variasi perbandingan volume, yaitu: 1:9 ; 3:7 ; 5:5 ; 7:3 ; dan 9:1 ml. Setiap penambahan cairan, tiap Erlenmeyer beserta cairan yang ada didalamnya ditimbang agar diperoleh selisih massa ketika cairan ditambahkan. Dari percobaan, cairan A dan C mampu melarut dengan baik. Hasil tersebut diperoleh karena antara CCl4 dengan asam asetat dapat saling berikatan. Dimana, CCl4 dapat berikatan di sekitar gugus metil dari CH3COOH yang bersifat non-polar pada gugus CH3-nya. Ketika titrasi dengan aquades dilakukan, terjadi pemisahan diantara campuran CCl4 dengan asam asetat, hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hydrogen yang lebih kuat dengan molekul air pada bagian OH dari gugus COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam asetat yang awalnya berikatan dengan CCl4 akan terpisahkan dan berikatan dengan air. Hal ini disebabkan karena sifat CCl4 yang tidak melarut dengan air sehingga CCl4 yang mulanya berikatan dengan CH3COOH akan terlepas dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut dengan air dan juga CCL4, maka Asam Asetat Glasial (CH3COOH) dikenal sebagai pelarut yang bersifat semi-polar. Ketika campuran asam asetat dan CCl4 dititrasi dengan aquades, volume titran I= 2,55 ml ; volume titran II= 1,10 ml ; volume titran III= 0,60 ml ; volume titran IV= 0,50 ml ; dan volume titran V= 2,40 ml ditemukan keadaan campuran dalam keadaan keruh. Dari hasil perhitungan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka XA pada perbandingan campuran 1:9= 6,45 %. Untuk perbandingan campuran 3:7 = 13,64%. Untuk perbandingan 5:5 = 32,05%. Untuk perbandingan 7:3 = 50,34%. Dan untuk perbandingan 9:1 = 37,66%. Hal ini menunjukkan semakin besar komponen A di dalam campuran, XA-nya makin naik. Kecuali pada perbandingan 7:3 didapatkan hasil fraksi A cukup tinggi kenaikannya. Untuk XB pada campuran dengan perbandingan 1:9 diperoleh 41,90%, untuk perbandingan 3:7 diperoleh hasil 27,30%, untuk campuran A-C 5:5 diperoleh fraksi B sebesar 14,10%. Pada campuran A-C dengan perbandingan 7:3 didapatkan XB = 12,75%, dan untuk perbandingan campuran A-C 9:1 didapatkan XB = 54,39% Sedangkan untuk XC pada perbandingan campuran 1:9 sebesar 51,65%, untuk perbandingan 3:7 didapatkan 59,06%, untuk perbandingan 5:5 diperoleh hasil 53,85%, untuk perbandingan 7:3 diperoleh hasil 36,91%, dan untuk perbandingan campuran 9:1 didapatkan hasil 7,95%. Percobaan kedua dilakukan dengan menyampurkan cairan B (aquades) dan cairan C (asam asetat glacial) dengan variasi campuran 1:9 ; 3:7 ; 5:5 ; 7:3 ; dan 9:1. Dari percobaan yang telah dilakukan dan dari hasil perhitungan yang didapatkan, XA (fraksi mol CCl4) untuk perbandingan campuran 1: 9 adalah 8,06%, untuk perbandingan campuran 3:7 diperoleh sebesar 2,81%, untuk perbandingan 5:5 didapatkan hasil XAnya 0,89%, untuk prbandingan campuran 7:3 hasilnya 0,97%, dan untuk campuran dengan perbandingan 9:1 diperoleh hasil 0,42%. Dari hasil perhitungan yang didapatkan, XB (fraksi mol Aquades) untuk perbandingan campuran 1: 9 adalah 41,29%, untuk perbandingan campuran 3:7 diperoleh sebesar 59,60%, untuk perbandingan 5:5 didapatkan hasil XAnya 79,71%, untuk perbandingan campuran 7:3 hasilnya 88,95%, dan untuk campuran dengan perbandingan 9:1 diperoleh hasil 96,48%. Sedangkan dari hasil perhitungan, XC (fraksi mol CCl4) untuk perbandingan campuran 1: 9 adalah 50,65%, untuk perbandingan campuran 3:7 diperoleh sebesar 37,59%, untuk perbandingan 5:5 didapatkan hasil XAnya 19,40%, untuk perbandingan campuran 7:3 hasilnya adalah 3,10%.

Dari hasil kedua percobaan tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi cairan C (Asam Asetat) ternyata justru sebanding dengan naik-turunnya konsentrasi cairan yang dipakai sebagai titran pada titrasi campuran. Pada percobaan pertama, besarnya fraksi mol asam asetat sebanding dengan penurunan fraksi mol aquades. Sedangkan pada percobaan kedua, fraksi mol asam asetat sebanding dengan penurunan fraksi mol dari CCl4 (titran). Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh keunikan asam asetat yang memiliki sifat semi-polar, dimana dapat melarutkan CCl4 dengan baik, begitu juga halnya dalam melarut dengan air (aquades). Untuk cairan-cairan yang saling melarutkan, konsentrasinya akan saling berkebalikan karena larutan tersebut akan membentuk daerah berfase tunggal. Sedangkan cairan yang tidak melarut (larut sebagian) akan membentuk daerah berfase 2. Untuk membuktikannya lebih lanjut, maka akan digambarkan diagram terner-nya agar tampak lebih jelas titik kritisnya ketika titrasi dilarutkan sehingga terlihat batas kelarutan dari masingmasing komponen campuran tersebut. Ketika cairan yang melarut berubah menjadi tidak larut (kurang melarut), maka akan membentuk dua fase (daerah yang berarsir), sedangkan komponen-komponen yang saling melarut akan berada pada luar daerah yang berarsir. VIII. KESIMPULAN XI. DAFTAR PUSTAKA http://devry.wordpress.com/2008/08/26/diagram-fasa-logam/ http://staff.ui.ac.id/internal/131611668/material/PanduanKimiaFisika.pdf http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_larutan/kesetimbangan fasadan-diagram-fasa/

Praktikum Kelarutan Zat (Diagram Terner)


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TERAPAN KELARUTAN ZAT (DIAGRAM TERNER) Pembimbing Kelompok Penyusun : Iwan : VIII : Tyas Hastya C M W Via Siti Masluhah Yuniar Widiyanti Yusuf Zaelana TEKNIK KIMIA (101411029) (101411030) (101411031) (101411032)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2011 I. TUJUAN 1. Menentukan kelarutab suatu zat dalam suatu pelarut 2. Menggambarkan fase diagram tiga komponen 3. Menggambarkan tie line pada diagram tiga komponen II. DASAR TEORI Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam system tidak bereaksi sehingga kita dapat menghitung banyaknya.Fasa merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa tunggal ; Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem duafasa (P=2), jika logam-logam itu tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa(P=1), jika logam-logamnya dapat dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai: V=CP+2 Dimana, V = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakansebagai : V=3P Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi

komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu system tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner, diagram tersebut menggambarkan suatu komponen murni. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu : Aa, Bb,Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadigaris Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C.Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antara zatcair tersebut dan suhu percobaan. Apabila pada suhu dan tekanan yang tetap digunakan kurva bimodal untuk menentukan kelarutan C dalam berbagai komposisi A dan B. Pada daerah didalam kurva merupakan daerah dua fasa, sedangkan yang di luarnya adalah daerah satu fasa.Untuk menentukan kurva bimodal yaitu dengan menambahkan zat B ke dalam campuran A dan C Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.

Gambar 1 Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BCdan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.

Gambar 2 Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis

yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner. III. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan Erlenmeyer 100ml Erlenmeyer 50ml Buret 25ml Corong pisah Statif dan Klemp I. Bahan yang dipaka Asam asetat glacial Kloroform Aquadest NaOH standard Phenolpthalein

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN Berat jenis Kloroform : 1.48 gr/ml Berat jenis As.aetat glacial : 1.05 gr/ml Berat jenis air : 1 gr/ml

1. Penentuan Kurva campuran kloroform, As. asetat, dan air

Kloroform Asam asetat Konsentrasi Volume (ml)Massa (gr) Volume Massa (gr) (mL) 10% 2 2,96 18 18,9 20% 4 5,92 16 16,8 30% 6 8,88 14 14,7 40% 8 11,84 12 12,6 50% 10 14,80 10 10,5 60% 12 17,76 8 8,4 70% 14 20,72 6 6,3 80% 16 23,68 4 4,2 Erlenmeyer 1 62,154 gr Erlenmeyer 2 59,08 Erlenmeyer 1 + isi 102,530 gr Erlenmeyer 2 +isi 83,337 gr

aquadest Volume Massa (gr) (mL) 20 20 9,6 9,6 6,2 6,2 4,0 4 2,1 2,1 0,9 0,9 0,4 0,4 0,1 0,1 Titrasi 1 2 ml Titrasi 2 6,9 ml

Pada konsentrasi 10% :

% berat kloroform =

= 7,07 % % berat As.asetat glacial = = = 45,15% % berat aquadest = = = 47,78% Pada konsentrasi 20% : % berat kloroform = = = 18,32% % berat As.asetat glacial = = = 51,98% % berat aquadest = = = 29,70% Pada konsentrasi 30 % : % berat kloroform = =

= 29,82 % % berat As.asetat glacial = = = 49,36 % % berat aquadest = = = 20,82 % Pada konsentrasi 40 % : % berat kloroform = = = 41,63 % % berat As.asetat glacial = = = 44,30% % berat aquadest = = = 14,06% Pada konsentrasi 50 % : % berat kloroform = = = 54,01% % berat As.asetat galasial =

= = 38,32% % berat aquadest = = = 7,66% Pada konsentrasi 60 % : % berat kloroform = = = 65,63% % berat As.asetat glacial = = = 31,04% % berat aquadest = = = 3,33% Pada konsentrasi 70 % : % berat kloroform = = = 75,56% % berat As.asetat glacial = = = 22,98 %

% berat aquadest

= = = 1,46%

Pada konsentrasi 80% : % berat kloroform = = = 84,63 % % berat As.asetat glacial = = = 15,01 % % berat aquadest = = = 0,36 % Diagram Tiga Komponen

Percobaan 2 (Penentuan Tie line) Titik awal pada garis No. Kloroform % b/b kesetimbangan 1 1 7.07 % 2 8 84.63 % Berat Komponen Setelah Campuran = = 2,047 Panjang ruas air.M = 2

Asam Asetat Glasial % b/b 45.15 % 15.01 %

Air % b/b 47.78 % 0.36 %

Mol asam asetat glacial Massa asam asetat glacial : 2 ml x 1.05 gr/ml = 2.1 gr Mol asam asetat glacial = =

= 0.035 mol Mol NaOH Mol NaOH pada lapisan atas : 6,9 ml x 10 M = 0,069 mol Mol NaOH pada lapisan bawah : 2 ml x 10 M = 0,02 mol Mol total NaOH : 0,069 + 0,02 = 0,089 mol

II.

PEMBAHASAN Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga

komponen dengan metode titrasi. Percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Dimana dalam hal ini cairan yang dipergunakan sebagai cairan A adalah CHCl3, cairan B adalah Aquadest, dan cairan C adalah asam asetat. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (aquadest), kloroform (CHCl3), dan asam asetat. Metode titrasi ini digunakan CHCl3 dan asam asetat yang saling melarut yang kemudian dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu air aquadest. Pada percobaan pertama, cairan A dan C dicampur dengan variasi perbandingan volume, yaitu: 2:18 ; 4:16 ; 6:14 ; 8:12 ; 10:10 ; 12:8 ; 14:6 ; dan 16:4 ml. Dari percobaan, cairan A dan C mampu melarut dengan baik. Hasil tersebut diperoleh karena antara CHCl3 dengan asam asetat dapat saling berikatan. Dimana, CHCl3 dapat berikatan di sekitar gugus metil dari CH3COOH yang bersifat non-polar pada gugus CH3-nya. Ketika titrasi dengan aquades dilakukan, terjadi pemisahan diantara campuran CHCl3 dengan asam asetat, hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat dengan molekul air pada bagian OH dari gugus COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam asetat yang awalnya berikatan dengan CHCl3 akan terpisahkan dan berikatan dengan air. Hal ini disebabkan karena sifat CHCl3 yang tidak melarut dengan air sehingga CHCl3 yang mulanya berikatan dengan CH3COOH akan terlepas dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut

dengan air dan juga CHCl3, maka Asam Asetat Glasial (CH3COOH) dikenal sebagai pelarut yang bersifat semi-polar. Ketika campuran asam asetat dan CHCl3 dititrasi dengan aquades, volume titran I= 20 ml ; volume titran II= 9,6 ml ; volume titran III= 6,2 ml ; volume titran IV= 4,0 ml ; volume titran V= 2,1 ml ; volume titran VI = 0,9 ml ; volume titran VII = 0,4 ml dan volume titran VIII = 0,1 ml ditemukan keadaan campuran dalam keadaan keruh. Dari hasil perhitungan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka XA (% kloroform) pada perbandingan campuran 2:18 = 7,07 %. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 18,32%. Untuk perbandingan 6:14 = 29,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 41,63%. Untuk perbandingan 10:10 = 54,01%. Untuk perbandingan 12:8 = 65,63%. Untuk perbandingan 14:6 = 75,56%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 84,63%. Hal ini menunjukkan semakin besar komponen A di dalam campuran, XA-nya makin naik. Untuk XC (% asam asetat glacial) pada campuran dengan perbandingan 2:18 = 45,15%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 51,98%. Untuk perbandingan 6:14 = 49,36%. Untuk perbandingan 8:12 = 44,30%. Untuk perbandingan 10:10 = 38,32%. Untuk perbandingan 12:8 = 31,04%. Untuk perbandingan 14:6 = 22,98%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 15,01%. Sedangkan untuk XB (% aquadest) pada campuran dengan perbandingan 2:18 = 47,78%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 29,70%. Untuk perbandingan 6:14 = 20,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 14,06%. Untuk perbandingan 10:10 = 7,66%. Untuk perbandingan 12:8 = 3,33%. Untuk perbandingan 14:6 = 1,46%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 0,36%. Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi cairan C (Asam Asetat) ternyata justru sebanding dengan naik-turunnya konsentrasi cairan yang dipakai sebagai titran pada titrasi campuran. Pada percobaan pertama, besarnya fraksi mol asam asetat sebanding dengan penurunan fraksi mol aquades. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh keunikan asam asetat yang memiliki sifat semi-polar, dimana dapat melarutkan CHCl3 dengan baik, begitu juga halnya dalam melarut dengan air (aquades). Untuk cairan-cairan yang saling melarutkan, konsentrasinya akan saling berkebalikan karena larutan tersebut akan membentuk daerah berfase tunggal. Sedangkan cairan yang tidak melarut (larut sebagian) akan membentuk daerah berfase 2. Untuk membuktikannya lebih lanjut, maka akan digambarkan diagram terner-nya agar tampak lebih jelas titik kritisnya ketika titrasi dilarutkan sehingga terlihat batas kelarutan dari masing-masing komponen campuran tersebut. Ketika cairan yang melarut berubah menjadi tidak larut (kurang

melarut), maka akan membentuk dua fase (daerah yang berarsir), sedangkan komponen-komponen yang saling melarut akan berada pada luar daerah yang berarsir. Garis yang menghubungkan titik-titik yang menggambarkan kadar dari setiap zat yang terlibat adalah titik dimana terjadi pencampuran sempurna antara ketiga zat yang terlibat dalam pencampuran ini.

Kemudian masing-masing kedua lapisan tersebut dipisahkan untuk menguji ada atau tidaknya asam asetat glasial. Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 10 M. Untuk mencapai titik akhir titrasi, NaOH yang dibutuhkan pada lapisan atas (aquades + asam asetat glasial) adalah 2 ml dan lapisan bawah (kloroform) 6,9 ml. Perubahan warna menjadi merah muda pada titrasi lapisan atas menandakan bahwa campuran telah netral atau pH = 7 sebagai hasil campuran dari asam atau basa. Sedangkan perubahan warna pada titrasi lapisan bawah menunjukkan tidak adanya asam asetat glasial dalam larutan tersebut. Setelah dilakukan perhitungan diketahui total mol NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 0.020 mol dan mol asam asetat glasial sampel adalah 0.035 mol. Percobaan pemeriksaan data dikatakan benar bila mol NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sama dengan mol asam asetat glasial sampel. Sedangkan pada percobaan yang kami lakukan ada selisih sebesar 0,015 mol, hal itu terjadi dimungkinkan karena kesalahan pengamatan kekeruhan pada saat titrasi campuran asam asetat glasial + kloroform oleh aquades.

III.

KESIMPULAN

1. Semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform dalam air 2. Pencampuran zat akan homogen atau saling melarutkan apabila komposisinya sesuai perbandingan (dapat dilihat pada diagram terner), dan apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan terjadi pencampuran heterogen 3. Pencampuran homogen yaitu pada as.asetat glacial-kloroform, sedangkan pencampuran heterogen yaitu pada kloroform-air. 4. Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat kita naikan atau diturunkan dengan cara melihat perbandingannya dari diagram terner. 5. Total mol NaOH yang dibutuhkan untuk mendapatkan titrasi yang maksimum adalah 0,089 mol dan mol asam asetat glasial adalah 0,035 mol 6. Tie line yang didapatkan mempunyai % b/b masing-masing yaitu % b/b kloroform % b/b asam asetat glasial % b/b air DAFTAR PUSTAKA A.W. Francis, Liquid-Liquid Equilibriums, Interscience Publisher, New York, 1963 Daniel et al., Experimental Physical Chemistry, ed VII, 1970, hal. 128-131 G.W. Caastellan, Physical Chemistry, Ed. I, 1971, hal. 247-350 = 84.63 % = 15.01 % = 0.36 %

Arsip Tag: Diagram Terner

Apr 9 2012

Diagram T. Separasi-Distilasi dan Ekstraksi Sistem Keseimbangan Asam asetat (C=solute) Air (A=Diluen) Isopropil Eter (B=Solvent) T = 20 C dan P = 1 atm
Kurva Binoidal : Merah muda = Kurva Ekstrak Hijau Sumbu x Sumbu y = Kurva Rafinat = % berat C (Asam Asetat)

= % berat B (Isopropil Eter) Sumbu x = % berat C (rafinat); Sumbu y = % berat C (ekstrak)

Kurva Distribusi :

Sistem Keseimbangan Ethanol (C=solute) Air (A=Diluen) Benzene (B=Solvent) T = 25 C dan P = 1 atm
Kurva Binoidal : Biru = Kurva Ekstrak = Kurva Rafinat

Merah muda

Sumbu x Sumbu y

= fraksi berat C (Ethanol)

= fraksi berat B (Benzene) Sumbu x = fraksi berat C (rafinat); Sumbu y = fraksi berat C (ekstrak)

Kurva Distribusi :

Sistem Keseimbangan Ethanol (C=solute) Air (B)

P = 1 atm
Kurva Binoidal : Merah muda Merah Sumbu x Sumbu y = Kurva uap jenuh

= Kurva cair jenuh = Fraksi berat C cair

= Enthalpi (Btu/lb) Sumbu x = fraksi berat C cair ; Sumbu y = fraksi berat C uap

Kurva Distribusi :

Sistem Keseimbangan Aseton (C=solute) Air (A=Diluen) Monochlor benzene(B=Solvent) T = 25 C dan P = 1 atm
Kurva Binoidal : Jingga Ungu Sumbu x Sumbu y = Kurva Ekstrak = Kurva Rafinat = fraksi berat C (Aseton)

= fraksi berat B (Monochlor benzene) Sumbu x =fraksi berat C (rafinat); Sumbu y = fraksi berat C (ekstrak)

Kurva Distribusi :

duniaku
Kamis, 14 Juli 2011

diagram terner
Sistem tiga komponen atau phase menghasilkan V= s-p. bila terdapat suatu phase maka V=4, oleh karenanya penggambaran secara geometric yang lengkap memerlukan ruang berdimensi empat. Bila tekanan tetap, ruang tiga dimensi dapat digunakan. Bila baik suhu maupun tekanan maka V= s-p dan system dapat digambarkan dalam ruang dua dimensi :p=1, V=2 (bervarian) p=2, V=1 (univarian), p=3, V=0 (invariant). Suatu sistem tiga komponen mempunyai perubahan komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3, jadi komposisi suatu system tiga komponen dapat di alurkan dalam koordinat carles dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang di batasi oleh garis X2+X3=1. Karena X itu tidak simetris terdapat 3 komponen, biasanya di alurkan pada suatu segi tiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutunya menggambarkan suatu komponen murni. Bagi suatu segi tiga sama sisi jumlah jarak dari seberang titik didalam segi tiga

ketiga sisinya sama dengan tinggi segi tiga tersebut. Jarak antara tiap sudut ketengah-tengah sisi yang berhadapan di bagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segi tiga. Zat cair yang hanya sebagian larut dalam zat air lainya dapat dinaikan kelarutanya dengan menambahkan zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair yang lebih dahulu di campurkan. Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam salah satu zat cair yang terdahulu maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan menjadi lebih kecil. Tetapi bila zat cair yang ketiga itu larut kedua zat cair yang terdahului akan menjadi lebih besar. Gejela ini dapat terlihat pada system kloroform-asetat glacial-air. Bila asam asetat di tambahkan kedalam suatu campuran heterogen dari kloroform dan air pada suhu tertentu kelarutan kloroform dalam air itu akan bertambah sehingga pada suatu ketika akan menjadi homogen. Jumlah asam asetat yang harus di tambahkan untuk mencapai titik homogen tergantung dari komposisi campuran klorofirm dan air. Gajala serupa akan terjadi bila air di tambahkan kedalam campuran kloroform dan asam asetat yang homogeny, karena saling melarut.pda penambahan jumlah air tertentu campuran yang tadinya homogen akan menjadi heterogen tergantung dari komposisi kloroform-asam asetat. Diagram tiga sudut diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudurnya di tempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan 100% zat yang berada pada tiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen, di lakukan sebagai berikut; pada salah satu sisinya di tentukan dua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini di tarik garis yang sejajar dengan sisi yang di hadapinya. Titik dimana kedua garis itu menyalin, menggambarkan jumlah kadar masingmasing. http://mahardika-duniaku.blogspot.com/2011/07/diagram-terner.html

na's bLog acaKadul

Viskositas cairan

do tHe rigHt think anD do iT righT

Diagram Terner (sistem tiga komponen)


May 23, 2010

I. PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan - Membuat kurva kelarutan suatu zat cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. - Mengetahui jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen. 1.2 Latar Belakang Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat zat lain dalam suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga kita dapat menghitung banyaknya. Fasa merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa tunggal ; Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem dua fasa (P=2), jika logam logam itu tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P=1), jika logam-logamnya dapat dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai: V=CP+2 Dengan : V = jumlah derajat kebebasan

C = jumlah komponen P = jumlah fasa Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai : V=3P Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga tersebut menggambarkan suatu komponen murni. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar denga sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu : Aa, Bb, Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Apabila pada suhu dan tekanan yang tetap digunakan kurva bimodal untuk menentukan kelarutan C dalam berbagai komposisi A dan B. Pada daerah di dalam kurva merupakan daerah dua fasa, sedangkan yang di luarnya adalah daerah satu fasa. Untuk menentukan kurva bimodal yaitu dengan menambahkan zat B ke dalam campuran A dan C. II. ALAT DAN BAHAN 1.1 Alat alat:
1. 2. 3. 4. 5. 6. Labu bertutup 100 ml Labu erlemeyer 250 ml Buret Neraca Statif dan klem Corong plastic

1.2 Bahan bahan :

1. Asam asetat 100 ml 2. Aquadest 3. CCl4 100 m

III. CARA KERJA 1. Di dalam erlemeyer yang bersih dan kering serta bertutup, dibuat lima macam cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut: Labu ml A ml B 1 1 9 2 3 7 3 5 5 4 7 3 5 9 1

Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Tiap labu kosong ditimbang terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan cairan A dan ditimbanglagi, kemudian ditambahkan cairan C dan ditimbang sekali lagi. Dengan demikian massa cairan A dan C diketahui untuk setiap labu. 2. Setiap campuran dititrasi dalam labu 1-5 zat B sampai tepat timbul kekeruhan dan dicatat jumlah volume zat B yang digunakan. Titrasi dilakukan dengan perlahan-lahan. Setiap labu ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan B dalam labu. 3.Tahap 1 dan 2 diulang lagi dengan menggunakan cairan B dan C dengan penambahan cairan A. 4.Suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan dicatat. VI. DATA PENGAMATAN Percobaan 1 ( Aquades sebagai titran ) suhu 320C
Dat a keErlenmey er kosong + tutup ( gr ) 131,44 135,46 117,12 Erlenmey er + zat A ( gr ) Erlenmey er + zat A + zat C ( gr ) 134,42 140,35 125,20 Erlenmeyer + zat A + zat C + zat B Titra si 2,55 1,10 0,60 Massa ( mL ) 146,2 1 149,0 1 130,6 3

I II III

134,42 140,35 125,20

IV V

114,74 154,92

126,24 169,14

126,24 169,14

0,50 2,40

129,8 6 172,7 0

Percobaan 2 ( CCl4 sebagai titran ) suhu 300C


Dat a keErlenmey er kosong + tutup ( gr ) 131,44 135,46 117,12 114,74 154,92 Erlenmey er + zat B ( gr ) Erlenmey er + zat B + zat C ( gr ) 143,16 146,32 128,21 126,11 165,46 Erlenmeyer + zat B + zat C + zat A Titra si 2,70 1,20 0,25 0,55 1,50 Massa ( mL ) 147,0 1 147,7 4 128,8 8 126,8 8 165,8 1

I II III IV V

133,75 138,97 123,25 123,01 164,45

Ket : Zat A = CCl4 Zat B = Aquadest Zat C = Asam Asetat


1. V. PERHITUNGAN

Diketahui : nA, MA, XA untuk CCl4 nB, MB, XB untuk Aquadest

nC, MC, XC untuk Asam Asetat Percobaan 1 Untuk campuran A : C MA = ( massa Erlenmeyer + zat A ) ( massa Erlenmeyer kosong + tutup ) = 134,42 131,44 = 2,98 gram MC = ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) ( massa Erlenmeyer + zat C ) = 143,83 134,42 = 9,41 gram MB = ( massa setelah titrasi ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) = 146,21 143,83 = 2,38 gram Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :
Erlenmey er 1 2 3 4 5 Perbandinga nA:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:! Massa A ( gr ) 2,98 4,89 8,08 11,50 14,22 Massa C ( gr ) 9,41 7,56 5,04 3,28 1,14 Massa B ( gr ) 2,38 1,10 0,39 0,34 2,42

Mol untuk masing masing cairan dalam campuran Erlenmeyer

Untuk Erlenmeyer 1 ( A : C = 1 : 9 ) Erlenmey er Perbandinga nA:C nA (mol nB ( mol nC ( mo nA + nB + nC

) 1 2 3 4 5 1:9 3:7 5:5 7:3 9 :1 0,02 0,03 0,05 0,07 5 0,09

) 0,13 0,06 0,022 1,019 0,13

l) 0,16 0,13 0,08 4 0,05 5 0,01 9 0, 31 0,22 0,156 0,149 0,239

Fraksi mol d Erlenmeyer ( pelarut A : C = 1 : 9 )


Erlenmey er 1 2 3 4 5 Perbandinga nA:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 XA ( % ) 6,45 13,64 32,05 50,34 37,66 XB ( % ) 41,90 27,30 14,10 12,75 54,39 XC ( %) 51,65 59,06 53,85 36,91 7,95

Percobaan 2 Diketahui : nA, MA, XA untuk CCl4 nB, MB, XB untuk Aquadest nC, MC, XC untuk Asam Asetat Untuk campuran B : C MB = ( massa Erlenmeyer kosong + tutup + zat B ) - ( massa Erlenmeyer) = 133,75 131,44

= 2,31 gram MC = ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C ) ( massa Erlenmeyer + zat B ) = 143,83 133,75 = 9,41 gram MA = ( massa setelah titrasi) ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C ) = 147,01 143,16 = 3,85 gram Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :
Erlenmey er 1 2 3 4 5 Perbandinga nB:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:! Massa B ( gr ) 2,31 3,51 6,13 8,27 9,53 Massa C ( gr ) 9,41 7,35 4,96 3,10 1,01 Massa A ( gr ) 3,85 1,42 0,59 0,77 0,35

Mol untuk masing masing cairan dalam campuran Erlenmeyer


Erlenmey er 1 2 3 4 Perbanding an B : C 1:9 3:7 5:5 7:3 nA (mol ) 0,025 0 0,009 2 0,003 8 0,005 nB ( mol ) 0,12 8 0,19 5 0,34 1 0,45 nC ( mo l) 0,15 7 0,12 3 0,08 3 0,05 nA + nB + nC 0, 3100 0,3272 0,4278 0,5160

0 5 9 :1 0,002 3 XA ( % ) 8,06 2,81 0,89 0,97 0,42

9 0,52 9 XB ( % ) 41,29 59.60 79,71 88,95 96,48

2 0,01 7 0,5483

Erlenmey er 1 2 3 4 5

Perbandinga nA:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1

XC ( %) 50,65 37,59 19,40 10,08 3,10

V. PEMBAHASAN Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi. Percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (aquadest)- CCl4- asam asetat. Metode titrasi ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang terdiri dari dua cairan yang saling melarut sempurna yaitu air dan asam asetat dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu CCl4. Selain itu juga digunakan CCl4 dan asam asetat yang saling melarut yang kemudian dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu air aquadest. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dibuat diagram fasa sistem untuk masing masing percobaan yang digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antar zat cair tersebut. Berdasarkan percobaan pertama yang telah dilakukan terlihat bahwa semakin banyak asam asetat yang digunakan dan volume kloroform yang digunakan semakin banyak maka volume air yang digunakan semakin sedikit untuk memisahkan larutan tersebut. Sedangkan pada percobaan kedua bahwa semakin banyak asam asetat yang digunakan dan volume air yang diperlukan semakin banyak dan CCl4 yang digunakan semakin sedikit. Larutan yang mengandung dua komponen yang saling larut sempurna akan membentuk daerah berfase tunggal, sedangkan untuk komponen yang tidak saling larut sempurna akan membentuk daerah fase dua. Semakin kecil perbandingan volume asam asetat maka konsentrasinya makin kecil.

pu- dn XPaksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (aquadest)- CCl4- asam asetat. Metode titrasi ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang terdiri dari dua cairan yang saling melarut sempurna yaitu air dan asam asetat dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu CCl4. Selain itu juga digunakan CCl4 dan asam asetat yang saling melarut yang kemudian dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu air aquadesthttp://ginaangraeni10.wordpress.com/2010/05/23/diagram-terner-sistem-tiga-komponen/

Kelarutan Zat & Diagram Terner


Hukum kesetimbangan fase secara umum adalah F = C P + 2, dimana F adalah variasi derajat kebebasan dari sistem, C jenis komponen yang ada pada kedua fase dan P adalah jumlah fasa pada kesetimbangan. Sehingga untuk sistem tiga komponen aturan fase menghasilkan F =5-P. Bila terdapat satu fase, maka F=4, oleh karenanya penggambaran secara geometrik yang lengkap memerlukan ruang berdimensi empat. Bila tekanan tetap, ruang tiga dimensi dapat digunakan. Bila suhu maupun tekanan tetap, maka F=3-P dan sistem dapat digambarkan dalam ruang dua dimensi: P=1, F=2. Bivarian, P=2, F=1.Unvarian; P=3, F=0, invarian. Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis X2+X3=1. Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya digambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik di dalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggisegitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga. Diagram tiga sudut Diagram tiga sudut atau diagram segita berbentuk segitiga sama sisi dimana sudutsudutnya ditempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak

titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen. Pada slah satu sisinya ditentukan kedua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan sisi yang dihadapinya, titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan jumlah kadar masing-masing. Titik dimana terjadi kesetimbangan antara wujud satu fasa dengan dua fasa dari campuran ketiga komponen tersebut, apabila dihubungkan akan membentuk suatu diagram yang menunjukkan batas-batas antara daerah (region) satu fasa dengan daerah (region) dua fasa. Dua macam campuran pada titik kesetimbangan dapat dihubungkan dengan tie line apabila keduanya dicampurkan menghasilkan campuran akhir yang berada pada daerah dua fasa.

ddkeriwil
Blog mahasiswa Universitas Brawijaya

Home Sample Page

Home > Perlakuan Panas dan Permukaan > Diagram Fasa

Diagram Fasa
February 28th, 2012 preddyheryanto Leave a comment Go to comments

Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri atau keadaan murni, tetapi lebih banyak dalam keadaan dipadu atau logam paduan dengan kandungan unsur-unsur tertentu sehingga struktur yang terdapat dalam keadaan setimbang pada temperatur dan tekanan tertentu akan berlainan.Kombinasi dua unsur atau lebih yang membentuk paduan logam akan menghasilkan sifat yang berbeda dari logam asalnya. Tujuan pemaduan = untuk memperbaiki sifat logam. Sifat yang diperbaiki adalah kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi, ketahanan aus, ketahanan lelah. Fasa pada suatu material didasarkan atas daerah yang berbeda dalam struktur atau komposisi dari daerah lainnya. Fasa = bagian homogen dari suatu sistem yang memiliki sifat fisik dan kimia yang seragam. Untuk mempelajari paduan dibuatlah kurva yang menghubungkan antara fasa, komposisi dan temperatur. Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan representasi tentang fasa-fasa yang ada dalam suatu material pada variasi temperatur, tekanan dan komposisi. Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan kesetimbangan (kondisinya adalah pendinginan yang sangat lambat). Diagram ini dipakai untuk mengetahui dan memprediksi banyak aspek terhadap sifat material.

Untuk mendapatkan kesetimbangan fasa maka perlu adanya perlakuan panas. Perlakuan Panas adalah kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, dimaksudkan untuk memperoleh sifat tertentu. Perlakuan panas yang digunakan adalah normalizing dan hardening dengan variasi temperature yang berbeda. Macam-Macam Perlakuan Panas : 1. Pengerjaan anil (annealing)

Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan logam baja hingga di atas temperatur trasnformasi (723oC) bertujuan untuk mengubah ke fasa austenit kemudian didinginkan secara perlahan-lahan (pendinginan tungku). Tujuan utama pengerjaan ini adalah softening baja. 2. Pengerjaan Normalisasi (Normalizing) Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga menjadi fasa austenit penuh dan didinginkan di udara (pendinginan tungku) hingga mencapai suhu kamar. Fasa yang dihasilkan berstruktur ferrite dan pearlite tergantung komposisi unsure karbon. 3. Pengerjaan pengerasan (Quenching treatment) Perlakuan baja ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga fasa menjadi austenit dan didinginkan secara cepat (lihat diagram CCT baja karbon rendah). Media pendinginan cepat seperti air, oli, garam atau media pendingin lainnya. Tujuan utama perlakuan ini untuk meningkatkan kekerasan baja. 4. Pengerjaan temper (tempering treatment) Perlakuan pemanasan kembali logam baja yang telah dikeraskan (quenching) dengan pencelupan cepat. Suhu pemanasan adalah agak rendah dibawah suhu transformasi eutectoid (lihat diagram fasa biner Fe-C). Tujuan utama yaitu mengurangi nilai kekerasan logam sehingga keuletan (ductility) logam akan naik. Beberapa variabel penting dalam perlakuan temper adalah temperatur, waktu pemanasan dan lain-lain. 5. Perlakuan Pembebasan Tegangan ( Stress Relieving Treatment) Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di dalam logam baja akibat perlakuan logam seperti proses las, produk cor-coran, pengerjaan dingin, pencelupan cepat dan sebagainya. Proses ini dengan memanaskan hingga temperatur mendekati suhu temperatur, ditahan untuk beberapa saat kemudian didinginkan diudara. 6. Speroidisasi (Spherodizing) Perlakuan pemanasan untuk menghasilkan karbida yang berbentuk bulat (globular) di dalam logam baja.

100056 Asam asetat (glasial) 100% sesuai untuk digunakan sebagai eksipien EMPROVE exp Ph Eur,BP,JP,USP,E 260

Mengunduh Tambahkan pada bagian Favorit Nomor produk 100056250 0 100056500 0 100056902 5 Wadah plastik Kemasan Botol kaca Jumlah/ Pk 2.5 l Kuanti tas Harga Rp 2,344,000 permintaan harga Rp 4,901,000

5 kg 25 l

100056919 0

Barel plastik

190 l

Rp 25,657,000

Aksesoris-aksesoris 1015 95 Chemizorb H+ Penyerap dan penetralisir untuk asam yang tumpah, dengan indikator

Informasi produk Grade Rumus kimia Formulasi kimia Kode HS Nomor EC Massa molar Penyimpanan Nomor indeks EC Nomor CAS Ph Eur,BP,JP,USP,E 260 C2H4O2 CH3COOH 2915 21 00 200-580-7 60.05 g/mol Simpan pada +15C hingga +25C. 607-002-00-6 64-19-7 Data kimia dan fisika Temperatur penyalaan Kelarutan di dalam air Kosentrasi jenuh (udara) 485 C (20 C) larut 38 g/m3 (20 C) Udara

Titik leleh Massa molar Densitas Angka pH Titik didih Tekanan uap Batasan ledakan Titik nyala Indeks Refraktif Viskositas kinematis Angka evaporasi

17 C 60.05 g/mol 1.05 g/cm3 (20 C) 2.5 (50 g/l, H2O, 20 C) 116 - 118 C (1013 hPa) 15.4 hPa (20 C) 4 - 19.9 %(V) 44 C 1.37 (20 C) 1.17 mm2/s (20 C) 24 Informasi keselamatan berdasarkan GHS

Hazard Statement(s)

H226: Cairan dan uap yang mudah terbakar H314: Menyebabkan luka bakar pada kulit dan kerusakan mata yang serius. P280: Gunakan pakaian/ sarungtangan pelindung / pelindung mata/ muka. P301 + P330 + P331: JIKA TERTELAN: Berkumurlah. JANGAN memancing muntah. P305 + P351 + P338: JIKA TERKENA MATA: Bilas secara hati-hati dengan air selama beberapa menit. Lepas lensa kontak, jika digunakan dan mudah melakukannya. Lanjutkan membilas. Bahaya

Precautionary Statement(s)

Signal Word

Hazard Pictogram(s)

RTECS

AF1225000

Kelas penyimpanan WGK

3 Cairan mudah terbakar WGK 1 agak berbahaya untuk air Informasi keselamatan kerja

Frase R

R 10-35 Mudah-menyala.Mengakibatkan luka bakar yang parah. S 23-26-45 Jangan menghirup uap.Jika kena mata, segera bilas dengan banyak air dan dapatkan bantuan medis.Jika terjadi kecelakaan atau jika merasa tidak enak badan, segera dapatkan bantuan medis (tunjukkan label jika mungkin). dapat terbakar, korosif

Frase S

Jenis-jenis bahaya Hazard Symbol

Corrosive Informasi Transportasi

Pernyataan (jalur kereta api dan jalan raya) ADR, RRID Pernyataan (transportasi melalui laut) Kode-IMDG Pernyataan (transportasi melalui udara) IATA-DGR

UN 2789 Eisessig, 8 (3), II

UN 2789 ACETIC ACID, GLACIAL, 8 (3), II, Segregation Group: 1 (Acids)

UN 2789 ACETIC ACID, GLACIAL, 8 (3), II

Data toksikologis LD 50 tertelan LD 50 melalui kulit LD50 tikus 3310 mg/kg LD50 kelinci 1060 mg/kg

Mengatasi Komedo Secara Alami Asteroid 2010 SO16

Cuka (Asam Asetat)


Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Penamaan Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 C, sedikit di bawah suhu ruang. Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3C(=O). Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac). Sejarah Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula

timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi. Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama. Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat. Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Kristal asam asetat yang dibekukan

Sifat-sifat kimia

Keasaman Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Dimer siklis Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.066.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154157 J mol1 K1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya. Sebagai Pelarut Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia. Reaksi-reaksi kimia Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g) NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium. Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan air. Deteksi Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang tidak menyenangkan. Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif. Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi di Amerika Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang memproduksi sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar asam asetat mencapai 6.51 Mt/a.Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi. http://wong168.wordpress.com/2011/04/08/cuka-asam-asetat/

Asam asetat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari

Asam asetat

Informasi Nama sistematis Asam etanoat Asam asetat Asam metanakarboksilat Asetil hidroksida (AcOH) Hidrogen asetat (HAc) Asam cuka CH3COOH 60.05 g/mol 1.049 g cm3, cairan 1.266 g cm3, padatan 16.5 C (289.6 0.5 K) (61.6 F)[1] 118.1 C (391.2 0.6 K) (244.5 F)[1] Cairan tak berwarna atau kristal 4.76 pada 25 C

Nama alternatif

Rumus molekul Massa molar Densitas dan fase Titik lebur

Titik didih

Penampilan Keasaman (pKa)

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Daftar isi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penamaan Sejarah Sifat-sifat kimia Biokimia o 4.1 Biosintesis asam asetat Produksi o 5.1 Karbonilasi metanol o 5.2 Oksidasi asetaldehida Penggunaan Keamanan Lihat pula Referensi

10 Pranala luar

Penamaan
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 C, sedikit di bawah suhu ruang. Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3C(=O). Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi. Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama. Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.

Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia
Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.066.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154157 J mol1 K1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.
Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g) NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan air.
Deteksi

Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang tidak menyenangkan.

Biokimia
Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting bagi biokimia pada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat bebas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat bebas dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berbeda dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tidak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan yang memiliki gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan dalam kosmetika dan obat-obatan. Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan/makanan yang telah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat


Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif.[7] Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi di Amerika Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang memproduksi sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar asam asetat mencapai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Karbonilasi metanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HI CH3I + H2O (2) CH3I + CO CH3COI (3) CH3COI + H2O CH3COOH + HI

Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu 200 atm menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis[Rh(CO)2I2] yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari metode sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida
Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.
2 C4H10 + 5 O2 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak lagi. Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.
2 CH3CHO + O2 2 CH3COOH

Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi.

Penggunaan

Botol berisi 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan
Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa jam setelah kontak. Sarung tangan latex tidak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 C (102 F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif Konsentras i berdasar berat 10%25% 25%90% >90% Klasifik asi Iritan (Xi) Korosif (C) Korosif (C) FraseR

Molaritas

1.674.16 mol/L 4.1614.99 mol/L >14.99 mol/L

R36/38 R34 R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Aksesoris-aksesoris 963533 Safety carrier untuk botol gelas Merck 2.5 L

Informasi produk Grade ACS Rumus kimia CHCl3 Formulasi kimia CHCl3 Kode HS 2903 13 00 Nomor EC 200-663-8 Massa molar 119.38 g/mol Penyimpanan Simpan dibawah +30C. Nomor indeks EC 602-006-00-4 Nomor CAS 67-66-3 Data kimia dan fisika Temperatur penyalaan 982 C Kelarutan di dalam air 8 g/l (20 C) Titik leleh -63 C Massa molar 119.38 g/mol Densitas 1.48 g/cm3 (20 C) Angka pH (H2O) data tidak tersedia Titik didih 61 C Tekanan uap 211 hPa (20 C) Indeks Refraktif 1.45 Informasi keselamatan berdasarkan GHS H302: Berbahaya jika tertelan. H315: Menyebabkan gangguan pada kulit. Hazard Statement(s) H351: Diduga menyebabkan kangker. H373: Dapat menyebabkan kerusakan organ-organ melalui eksposur yang lama atau berulang-ulang. P281: Gunakan peralatan perlindungan pribadi sebagaimana dibutuhkan. Precautionary P302 + P352: JIKA TERKENA KULIT: Cuci dengan banyak sabun dan Statement(s) air. P308 + P313: JIKA terpapar atau dikhawatirkan: Cari pertolongan medis. Signal Word Peringatan

Hazard Pictogram(s)

RTECS Kelas penyimpanan

FS9100000 6.1 D Tidak mudah terbakar, toksisitas akut kat. 3 / beracun atau bahan dengan efek kronis

WGK

Disposal

Frase R Frase S Jenis-jenis bahaya Hazard Symbol

WGK 3 sangat berbahaya untuk air 2 Pelarut organik berhalogen dan larutan organik yang mengandung halogen: Untuk pelarut berhalogen bercampur atau sangat berkontaminasi dimasukkan ke dalam wadah B. Penting : Jangan gunakan wadah yang terbuat dari aluminium; dengan tambahan, jika terdapat air yang mengandung limbah klor jangan gunakan wadah dari besi tahan karat (stainless-steel) (bahaya kebocoran yang disebabkan oleh korosi). Informasi keselamatan kerja R 22-38-40-48/20/22 Berbahaya jika tertelan.Mengiristasi kulit.Bukti terbatas tentang efek karsinogenik.Berbahaya : bahaya gangguan serius terhadap kesehatan jika terdedah lama dengan menghirup dan dengan menelan. S 36/37 Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan yang sesuai. berbahaya, mengiritasi, karsinogenik Harmful Informasi Transportasi

Pernyataan (jalur kereta api dan jalan raya) UN 1888 Chloroform, 6.1, III ADR, RRID Pernyataan (transportasi UN 1888 CHLOROFORM, 6.1, III, Segregation Group: 10 (Liquid melalui laut) Kodehalogenated hydrocarbons) IMDG Pernyataan (transportasi melalui udara) IATA- UN 1888 CHLOROFORM, 6.1, III DGR Data toksikologis LD 50 tertelan LD50 tikus 695 mg/kg

Merck Chemicals Merck Chemicals ACS

Kategori-kategori Analisis Organik Solvents for Analysis EMPARTA ACS Pelarut Sintesis dan Analisis Klasik Pelarut untuk Analisis EMPARTA

Ubah Negara | Bantuan | Kontak | Imprint | Istilah Penggunaan | Pernyataan Pribadi | Kondisi Penjualan Merck KGaA, Darmstadt, Germany, 2012

Berkaitan dengan produk ini


MSDS/LDKB Penggunaan REACH Sertifikat Analisis

Brosur-brosur Kategori-kategori

Link Cepat

Solvents Literature

Praktikum Kelarutan Zat (Diagram Terner)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TERAPAN


KELARUTAN ZAT (DIAGRAM TERNER)

Pembimbing Kelompok Penyusun

: Iwan : VIII : Tyas Hastya C M W Yuniar Widiyanti Yusuf Zaelana


(101411029) (101411030) (101411031) (101411032)

Via Siti Masluhah

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG TEKNIK KIMIA

2011

I.

TUJUAN

1. Menentukan kelarutab suatu zat dalam suatu pelarut 2. Menggambarkan fase diagram tiga komponen 3. Menggambarkan tie line pada diagram tiga komponen II. DASAR TEORI

Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam system tidak bereaksi sehingga kita dapat menghitung banyaknya.Fasa merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam

komposisi kimianya tetapi juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa tunggal ; Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem duafasa (P=2), jika logam-logam itu tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa(P=1), jika logam-logamnya dapat dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai:

V=CP+2

Dimana, V = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakansebagai :

V=3P

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu system tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner, diagram tersebut menggambarkan suatu komponen murni. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu : Aa, Bb,Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadigaris Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C.Jumlah

fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antara zatcair tersebut dan suhu percobaan. Apabila pada suhu dan tekanan yang tetap digunakan kurva bimodal untuk menentukan kelarutan C dalam berbagai komposisi A dan B. Pada daerah didalam kurva merupakan daerah dua fasa, sedangkan yang di luarnya adalah daerah satu fasa.Untuk menentukan kurva bimodal yaitu dengan menambahkan zat B ke dalam campuran A dan C

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.

Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.

Gambar 1

Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BCdan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.

Gambar 2

Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titiktitik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garisgaris yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.

III.

ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan Erlenmeyer 100ml Erlenmeyer 50ml Buret 25ml Corong pisah Statif dan Klemp Bahan yang dipaka Asam asetat glacial Kloroform Aquadest NaOH standard Phenolpthalein

I.

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

1. Penentuan Kurva campuran kloroform, As. asetat, dan air

Berat jenis Kloroform : 1.48 gr/ml Berat jenis As.aetat glacial : 1.05 gr/ml Berat jenis air : 1 gr/ml aquadest Volume Massa (gr) (mL) 20 20 9,6 9,6 6,2 6,2 4,0 4 2,1 2,1 0,9 0,9 0,4 0,4 0,1 0,1 Titrasi 1 2 ml Titrasi 2 6,9 ml

kloroform Asam asetat Konsentrasi Volume (ml)Massa (gr) Volume Massa (gr) (mL) 10% 2 2,96 18 18,9 20% 4 5,92 16 16,8 30% 6 8,88 14 14,7 40% 8 11,84 12 12,6 50% 10 14,80 10 10,5 60% 12 17,76 8 8,4 70% 14 20,72 6 6,3 80% 16 23,68 4 4,2

Erlenmeyer 1 62,154 gr

Erlenmeyer 2 59,08

Erlenmeyer 1 + isi 102,530 gr

Erlenmeyer 2 +isi 83,337 gr

Pada konsentrasi 10% :

% berat kloroform =

= 7,07 % % berat As.asetat glacial = = 45,15% % berat aquadest = = 47,78% = =

Pada konsentrasi 20% : % berat kloroform = = 18,32% % berat As.asetat glacial = = = 51,98% % berat aquadest = = 29,70% Pada konsentrasi 30 % : % berat kloroform = = 29,82 % % berat As.asetat glacial = = 49,36 % % berat aquadest = = 20,82 % Pada konsentrasi 40 % : % berat kloroform = = = = = =

= = 41,63 % % berat As.asetat glacial = = 44,30% % berat aquadest = = 14,06% Pada konsentrasi 50 % : % berat kloroform = = 54,01% % berat As.asetat galasial = = 38,32% % berat aquadest = = 7,66% Pada konsentrasi 60 % : % berat kloroform = = = = = = =

= 65,63% % berat As.asetat glacial = = 31,04% % berat aquadest = = 3,33% Pada konsentrasi 70 % : % berat kloroform = = 75,56% % berat As.asetat glacial = = 22,98 % % berat aquadest = = 1,46% Pada konsentrasi 80% : % berat kloroform = = 84,63 % = = = = = =

% berat As.asetat glacial =

= 15,01 % % berat aquadest = = 0,36 % Diagram Tiga Komponen =

Percobaan 2 (Penentuan Tie line) Titik awal pada garis No. Kloroform % b/b kesetimbangan 1 1 7.07 % 2 8 84.63 % Berat Komponen Setelah Campuran =

Asam Asetat Glasial % b/b 45.15 % 15.01 %

Air % b/b 47.78 % 0.36 %

= 2,047 Panjang ruas air.M = 2

Mol asam asetat glacial Massa asam asetat glacial : 2 ml x 1.05 gr/ml = 2.1 gr Mol asam asetat glacial = = 0.035 mol Mol NaOH Mol NaOH pada lapisan atas : 6,9 ml x 10 M = 0,069 mol Mol NaOH pada lapisan bawah : 2 ml x 10 M = 0,02 mol Mol total NaOH : 0,069 + 0,02 = 0,089 mol =

II.

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi. Percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Dimana dalam hal ini cairan yang dipergunakan sebagai cairan A adalah CHCl3, cairan B adalah Aquadest, dan cairan C adalah asam asetat. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (aquadest), kloroform (CHCl3), dan asam asetat. Metode titrasi ini digunakan CHCl3 dan asam asetat yang saling melarut yang kemudian dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu air aquadest.

Pada percobaan pertama, cairan A dan C dicampur dengan variasi perbandingan volume, yaitu: 2:18 ; 4:16 ; 6:14 ; 8:12 ; 10:10 ; 12:8 ; 14:6 ; dan 16:4 ml. Dari percobaan, cairan A dan C mampu melarut dengan baik. Hasil tersebut diperoleh karena antara CHCl3 dengan asam asetat dapat saling berikatan. Dimana, CHCl3 dapat berikatan di sekitar gugus metil dari CH3COOH yang bersifat non-polar pada gugus CH3-nya.

Ketika titrasi dengan aquades dilakukan, terjadi pemisahan diantara campuran CHCl3 dengan asam asetat, hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat dengan molekul air pada bagian OH dari gugus COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam asetat yang awalnya berikatan dengan CHCl3 akan terpisahkan dan berikatan dengan air. Hal ini disebabkan karena sifat CHCl3 yang tidak melarut dengan air sehingga CHCl3 yang mulanya berikatan dengan CH3COOH akan terlepas dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut dengan air dan juga CHCl3, maka Asam Asetat Glasial (CH3COOH) dikenal sebagai pelarut yang bersifat semi-polar. Ketika campuran asam asetat dan CHCl3 dititrasi dengan aquades, volume titran I= 20 ml ; volume titran II= 9,6 ml ; volume titran III= 6,2 ml ; volume titran IV= 4,0 ml ; volume titran V= 2,1 ml ; volume titran VI = 0,9 ml ; volume titran VII = 0,4 ml dan volume titran VIII = 0,1 ml ditemukan keadaan campuran dalam keadaan keruh.

Dari hasil perhitungan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka XA (% kloroform) pada perbandingan campuran 2:18 = 7,07 %. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 18,32%. Untuk perbandingan 6:14 = 29,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 41,63%. Untuk perbandingan 10:10 = 54,01%. Untuk perbandingan 12:8 = 65,63%. Untuk perbandingan 14:6 = 75,56%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 84,63%. menunjukkan semakin besar komponen A di dalam campuran, XA-nya makin naik. Hal ini

Untuk XC (% asam asetat glacial) pada campuran dengan perbandingan 2:18 = 45,15%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 51,98%. Untuk perbandingan 6:14 = 49,36%. Untuk perbandingan 8:12 = 44,30%. Untuk perbandingan 10:10 = 38,32%. Untuk perbandingan 12:8 = 31,04%. Untuk perbandingan 14:6 = 22,98%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 15,01%.

Sedangkan untuk XB (% aquadest) pada campuran dengan perbandingan 2:18 = 47,78%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 29,70%. Untuk perbandingan 6:14 = 20,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 14,06%. Untuk perbandingan 10:10 = 7,66%. Untuk perbandingan 12:8 = 3,33%. Untuk perbandingan 14:6 = 1,46%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 0,36%.

Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi cairan C (Asam Asetat) ternyata justru sebanding dengan naik-turunnya konsentrasi cairan yang dipakai sebagai titran pada titrasi campuran. Pada percobaan pertama, besarnya fraksi mol asam asetat sebanding dengan penurunan fraksi mol aquades. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh keunikan asam asetat yang memiliki sifat semi-polar, dimana dapat melarutkan CHCl3 dengan baik, begitu juga halnya dalam melarut dengan air (aquades). Untuk cairan-cairan yang saling melarutkan, konsentrasinya akan saling berkebalikan karena larutan tersebut akan membentuk daerah berfase tunggal. Sedangkan cairan yang tidak melarut (larut sebagian) akan membentuk daerah berfase 2. Untuk membuktikannya lebih lanjut, maka akan digambarkan diagram terner-nya agar tampak lebih jelas titik kritisnya ketika titrasi dilarutkan sehingga terlihat batas kelarutan dari masing-masing komponen campuran tersebut. Ketika cairan yang melarut berubah menjadi tidak larut (kurang melarut), maka akan membentuk dua fase (daerah yang berarsir), sedangkan komponen-komponen yang saling melarut akan berada pada luar daerah yang berarsir.

Garis yang menghubungkan titik-titik yang menggambarkan kadar dari setiap zat yang terlibat adalah titik dimana terjadi pencampuran sempurna antara ketiga zat yang terlibat dalam pencampuran ini.

Kemudian masing-masing kedua lapisan tersebut dipisahkan untuk menguji ada atau tidaknya asam asetat glasial. Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 10 M. Untuk mencapai titik akhir titrasi, NaOH yang dibutuhkan pada lapisan atas (aquades + asam asetat glasial) adalah 2 ml dan lapisan bawah (kloroform) 6,9 ml. Perubahan warna menjadi merah muda pada titrasi lapisan atas menandakan bahwa campuran telah netral atau pH = 7

sebagai hasil campuran dari asam atau basa. Sedangkan perubahan warna pada titrasi lapisan bawah menunjukkan tidak adanya asam asetat glasial dalam larutan tersebut.

Setelah dilakukan perhitungan diketahui total mol NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 0.020 mol dan mol asam asetat glasial sampel adalah 0.035 mol. Percobaan pemeriksaan data dikatakan benar bila mol NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sama dengan mol asam asetat glasial sampel. Sedangkan pada percobaan yang kami lakukan ada selisih sebesar 0,015 mol, hal itu terjadi dimungkinkan karena kesalahan pengamatan kekeruhan pada saat titrasi campuran asam asetat glasial + kloroform oleh aquades.

III.

KESIMPULAN

1. Semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform dalam air

2. Pencampuran zat akan homogen atau saling melarutkan apabila komposisinya sesuai perbandingan (dapat dilihat pada diagram terner), dan apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan terjadi pencampuran heterogen

3. Pencampuran homogen yaitu pada as.asetat glacial-kloroform, sedangkan pencampuran heterogen yaitu pada kloroform-air. 4. Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat kita naikan atau diturunkan dengan cara melihat perbandingannya dari diagram terner. 5. Total mol NaOH yang dibutuhkan untuk mendapatkan titrasi yang maksimum adalah 0,089 mol dan mol asam asetat glasial adalah 0,035 mol 6. Tie line yang didapatkan mempunyai % b/b masing-masing yaitu % b/b kloroform % b/b asam asetat glasial % b/b air DAFTAR PUSTAKA A.W. Francis, Liquid-Liquid Equilibriums, Interscience Publisher, New York, 1963 = 84.63 % = 15.01 % = 0.36 %

Daniel et al., Experimental Physical Chemistry, ed VII, 1970, hal. 128-131 G.W. Caastellan, Physical Chemistry, Ed. I, 1971, hal. 247-350

laporan fisik Sistem Terner


I. JUDUL PERCOBAAN Sistem Tiga Komponen Diagram Fase Sistem Terner II. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menggambarkan diagram fase system terner. System terner yang dimaksud adalah system yang membentuk sepasang zat cair yang bercampur sebagian yaitu campuran klorofom-air dan asam asetat. 2. Memperhatikan menentukan letak pleit point atau titik jalin pada diagram fasenya. III. LANDASAN TEORI Untuk sitem tiga komponen, derajat kebebasan, F = 3 P + 2 = 5 P. Untuk P = 1, ada 4 derajat kebebsan. Tak mungkin menyatakan system seperti ini dalam bentuk grafik yang lengkap dalam tiga dimensi,apalagi dalam dua dimensi. Oleh karena itu biasanya system dinyatakan pada sugu dan tekanan yang tetap, dan derajat kebebasan menjadi F = 3 P, jadi derajat kebebasannya paling banyak adalah dua, dan dapat dinyatakan dalam suatu bidang. Pada suhu dan tekanan tetap, variable yang dapat digunakan unutk menyatakan keadaan system tinggal yaitu Xa, Xb dan Xc yang dihubungkan melalui Xa + Xb + Xc =1. Komposisi salah satu komponen sudah tertentu jika dua komponen lainnya diketahui(Mulyani.2001.404) Untuk fasa tunggal bagi system tiga komponen terdapat 4 derajat kebebasan. F=C-D+2 =3-1+2 = 4(tempeatur dan tekanan susunan 2 dan 3 komponen) System tiga komponen sebenarnya banyak kemungkinannya dan yang paling umum. System 3 komponen yang terdiri atas zat cair yang sebagian saling campur System tiga komponen yang terdiri atas dua komponene padat dan satu komponen cair (Sukardjo.1997.,274) Cara terbaik untuk menggambarkan system tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dapat dinyatakan dengan istilah % berat atau fraksi mol. Puncak-puncak dihubungkan dengan titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu Aa, Bb, Cc. titik nol dimulai dari a, b ,c dan titk tengah A, B, C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1. Jadi garis-garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi komponen A, B, dan C. Lebih lanjut segitiga adalah samasisi jumlah jarak-jarak garis tegak lurus dari sembarang titik dengan segitiga ke sisi-sisi adalah konstan dan sama dengan panjang garis tegak lurus antara sudut dan pusat dari sisi yang berlawanan, yaitu 100% atau satu(Dogra.2008.473). Pada ekstraksi dimana eluen maupun solven sedikit larut maka baik komponen dieluen maupun solven terdapat dikedua fase, yaitu fase ekstrak dan rafinat. Oleh karena itu data kesetimbangan harus menunjukkan hubungan ketiga komponen dikedua fase tersebut, atau dikenal dengan diagram terner(Anonim.2010). Dua fase dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama. Lebih dari itu harus bertekanan sama, asalkan tidak terpisah oleh dinding keras atau oleh suatu antar permukaan yang memiliki lengkung berarti. Akhirnya sembarang zat yang dapat lalu-lalang dengan bebas diantara kedua fase itu harus memiliki potensial kimia yang sama didalamnya.

Kriteria penting bagi kesetimbangan ini yang dinyatakan oleh sifat-sifat intensip T, p dan , langsung menuju kepada aturan fase wiiliard gibbs (Konnerth.1993.157) Diagram fase merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi suhu dan tekanan. Contoh khas diagram fase tiga komponen air, kloroform dan asam asetat. Dalam diagram fase bahwa zat tersebut diisolasi dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari system ini (Anonim.2010). Asam asetat lebih suka pada air dibandingkan kloroform oleh karenanya bertambahnya kelarutan kloroform dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform. Penambahan asam asetat berlebih lebih lanjut akan membawa system bergerak kedaerah atau satu fase (fase tunggal). Namun demikian saat komposisi mencapai titik a3, ternyata masih ada dua lapisan maupun sedikit. Setelah penambahan asam asetat diteruskan, pada saat akan menjadi satu fase yaitu pada titik P. titik P disebut pleit point atau titik jalin yaitu semacam titik kritis (Tim Dosen.2010.14-15). IV. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a. Buret 50 mL 2 buah b. Statif dan klem 2 buah c. Erlenmeyer 250 mL 5 buah d. Gelas ukur 5 mL e. Botol semprot f. Batang pengaduk g. Neraca analitik h. Bunsen. i. Piknometer 100 mL 2. Bahan a) Kloroform (CH3COOH) b) Asam asetat glacial (CH3COOH) c) Aquades d) Tissue V. PROSEDUR KERJA a. Pengukuran massa jenis 1. Membersihkan piknometer dan mengeringkannya dalam oven 2. Mengukur berat kosong piknometer. 3. Memasukkan air dalam piknometer sampai penuh dan kemudian menimbangnya. 4. Mengulangi kegiatan diatas dengan mengganti air dengan kloroform dan asam asetat glassial. b. System tiga komponen 1. Menyediakan buret yang bersih dan mongering (2 buah), mengisi masing-masing dengan aquades dan asam asetat glasial. 2. Menyediakan labu Erlenmeyer 5 buah, masing-masing diisi dengan 3 mL, 4 mL, 6 mL, dan 7 mL kloroform mengerjakan satu persatu mengingat kloroform menguap dan toksik. 3. Menambahkan masing-masing 5 mL aquades, mengocok sebentar, campuran akan membentuk dua lapisan. 4. Menitrasi dengan asam asetat glacial sampai ke-2 lapisan membentuk satu fasa. Mencatat volume asam asetat glasial yang ditambahkan Menitrasi sebanyak 3 kali . 5. Mengulangi untuk laba erlenmenyer kedua dan seterusnya.

6. Membuat diagram fasa terner . VI. HASIL PENGAMATAN Suhu kamar 30o C = 303 K Massa jenis air = 0,9991 g/mL Massa jenis kloroform = 1,4474 Massa jenis as-asetat = 1,0463 Zat Cair Volume (mL) I II III IV V Kloroform 3 4 5 6 7 Aquades 5 5 5 5 5 CH3COOH 9,0 10,0 11,0 12,0 13,0 VII. ANALISIS DATA Dik Bj air = 0,9991 g/mL Bj kloroform = 1,4474 g/mL Bj as-asetat = 1,0463 g/mL Mm air = 18 g/mol Mm kloroform = 119,5 g/mol Mm as-asetat = 60 g/mol n= Xn= n air = = 0,2775 mol 1. Titrasi 1 (V kloro=3 mL dan V asam asetat =9,0 mL) n kloro= = 0,0363 mol n asetat= = 0,1569 mol ntot= 0,2775 mol + 0,0363 mol + 0,1569 mol = 0,4707 mol X air = = 0,5895 X kloro = = 0,0770 X asetat = = 0,3335 2. Titrasi II (V kloro=4 mL dan V asam asetat =10,0 mL) n kloro= = 0,0484 mol n asetat= = 0,1744 mol ntot= 0,2775 mol + 0,0484 mol + 0,1744 mol = 0,5003 mol X air = = 0,5547 X kloro = = 0,0967 X asetat = = 0,3486 3. Titrasi III (V kloro=5 mL dan V asam asetat =11,0 mL) n kloro= = 0,0616 mol n asetat= = 0,1900 mol ntot= 0,2775 mol + 0,0616 mol + 0,1900 mol = 0,5291mol X air = = 0, 5245 X kloro = = 0, 1164 X asetat = = 0, 3591 4. Titrasi 1 (V kloro=6 mL dan V asam asetat =12,0 mL) n kloro= = 0,0727 mol

n asetat= = 0,2072 mol ntot= 0,2775 mol + 0,0727 mol + 0,2072 mol = 0,5574 mol X air = = 0,4974 X kloro = = 0,1304 X asetat = = 0,3717 5. Titrasi 1 (V kloro=7 mL dan V asam asetat =13,0 mL) n kloro= = 0,0847 mol n asetat= = 0,2267 mol ntot= 0,2775 mol + 0,0847 mol + 0,2267 mol = 0,5889 mol X air = = 0,4710 X kloro = = 0,1438 X asetat = = 0,3850 Table fraksi mol Titrasi X air X kloro X asetat 1 0,5895 0,0770 0,3374 2 0,5547 0,0967 0,3486 3 0,5245 0,1164 0,3501 4 0,4974 0,1304 0,3717 5 0.4710 0,1438 0,3850 VIII. PEMBAHASAN a. Penentuan massa jenis Alat yang digunakan untuk mengukur massa jenis dari larutan adalah piknometer. Piknometer ini dikeringkan untuk menghilangkan semua zat yang masih terdapat dalam piknometer. Apabila sudah benar-benar kering dan kosong, ditimbang berat kosongnya dan larutan yang akan diukur massa jenisnya dimasukkan dalam piknometer dan ditimbang massanya. Massa jenis dapat dihitung dari selisih massa setelah pengisian larutan dengan sebelum pengisisan larutan dibagi dengan volume piknometer. Dari hasil pengamatan diperoleh massa jenis air=0,991 g/mL, kloroform=1,4474 g/mL, asam asetat= 1,046 g/mL. dan suhu kamar pada saat itu 303 K. sedangakn menurut teori massa jenis air=0,0998 g/mL, kloroform= 1,4479, asam asetat= 1,047 pada suhu 298 K. perbedaan ini dapat disebabkan oleh suhu tempat mengukur dan kurang ketelitian dalam mengukur massa dari piknometer yang telah diisi larutan. b. System tiga komponen Dalam system tiga komponen digunakan tiga jenis larutan yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, air(polar), Kloroform (nonpolar), dan asam asetat yang bersifat semipolar.ketiga zat ini digunakan karena hanya akan bercampur sebagian (menurut teori) sehingga digunakan bahan ini untuk membuktikan teori tersebut. Kloroform diukur dengan menggunakan pipet volume karena apabila menggunakan buret maka sebagian dari kloroform akan menguap, karena sifat dari kloroform yang sangat mudah menguap. Penambahan air dilakukan dengan menggunakan buret agar dapat dilakukan dengan teliti. Setelah larutan dicampur terbentuk dua lapisan yaitu air yang sifatnya polar pada bagian atas karena memiliki massa jenis yang lebih rendah (0,9991 g/mL) sedangkan kloroform yang bersifat nonpolar berada pada bagian bawah karena massa jenisnya lebih besar dari air yaitu 1,4474 g/mL. Campuran ini kemudian dititrasi dengan asam asetat glassial agar larutan ini menjadi satu

fasa, karena asam asetat glassial bersifat semipolar sehingga dapat mencampurkan dua jenis larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Titrasi dihentikan saat larutan telah menjadi satu fase yang ditandai dengan dua lapisan tadi telah menjadfi satu/saling menyatu. Dari hasil analisis data diperoleh fraksi mol air,kloroform dan asam asetat dengan volume masing masing: Titrasi X air Volume X kloro volume X asetat volume 1 0,5895(5mL) 0,0770(3mL) 0,3374(9mL) 2 0,5547(5mL) 0,0967(4mL) 0,3486(10mL) 3 0,5245(5mL) 0,1164(5mL) 0,3501(11mL) 4 0,4974(5mL) 0,1304(6mL) 0,3717(12mL) 5 0.4710(5mL) 0,1438(7mL) 0,3850(13mL) Dari grafik terlihat bahwa fraksi mol aior menurun dengan meningkatnya volume kloroform yang digunakan dan berakibat pula pada penggunaan asam asetat yang semakin banyak. Hal ini menyebabkan fraksi mol Dario asam asetat dan kloroform yang semakin meningkat. Dari grafik terlihat bahwa titik plat point terdapat pada fraksi mol air 0,4710 kloroform 0,3850 dan air 0,1438 pada labu ke-5 (titrasi ke-5). IX. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan 1) Titik plat point terjadi pada labu ke-5 dengan fraksi mol air 0,4710 kloroform 0,3850 dan air 0,1438 2) Massa jenis air pada suhu 303 K=0,9991g/ml 3) Massa jenis kloroform pada suhu 303 K=1,4474g/ml 4) Massa jenis asam asetat pada suhu 303 K=1,0364g/ml 2. Saran Sebaiknya mahasiswa harus teliti dalam mengukur massa piknometer dan menitrasi dan menitrasi larutan asam asetat glassial. Daftar pustaka Anonin.2010.Kesetimbangan Fasa dan Diagram Fasa.http://chem-is-try.com Dogra.2008.Kimia Fisik Dan Soal-Soal.Erlangga.Bandung. Konneth.1993.Prinsip-Prisip Kesetimbangan Kimia Edisi Keempat.UI-press Jakarta. Mulyani,Sri.2004.Kimia Fisik I.UPI.Jakarta Sukardjo.1997.Kimia Fisika.Bineka Cipta.Jogyakarta Tim Dosen.2010.Penuntun praktikum Kimia Fisika I. FMIPA UNM.Makassar.

You might also like