You are on page 1of 5

HUBUNGAN ASPEK SOSIAL TERHADAP PEMBANGUNAN KESEHATAN KEBIDANAN dan MASYARAKAT A.

Pengertian Kesehatan Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinka n setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehata n adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan p emeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pen didikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendi ri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetah uan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Defi nisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya ya ng menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang d irancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bag i kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakya t Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah me reka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, mas alah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tida k saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pel ayanan kesehatan itu sendiri. UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejah tera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kes atuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamny a kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan. B. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ad a faktor faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu han ya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep seha t dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit m erupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia bera daptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatan nya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk ang in, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka i a di anggap tidak sakit. Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berb agai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, soc ial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat keseh atan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , me rupakan resultante dari 4 faktor yaitu: 1. Environment atau lingkungan. 2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan eco logical balance. 3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya. 4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promoti f, kuratif, dan rehabilitatif. Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yan g paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh fak tor -faktor seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman

kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-va riabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien. Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesion al yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitann ya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, s ehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dia nggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biob udaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari ti ngkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanja ng sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosi al bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mem punyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti saki t adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di bad annya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkemb ang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu ge nerasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini m asih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok pendud uk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak j auh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang mela nggar ketentuannya. Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lai n-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggig il, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada pe nguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita ak an sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan se derhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagai nya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati de ngan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jam pi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria . C. Budaya Masyarakat Daerah Pada Masa Kehamilan 1. Upacara Mengandung Empat Bulan Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bu lan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah d isebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pem beritahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul ham il. Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamila n menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat dit iupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Meng andung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do a selamat, biasany a doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat. 2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu meng andung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu y

ang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari se suatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasa nya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seo rang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipaka i bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyur an ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimak sudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut ). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh way ang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikan dung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-ak hirat. Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak it u kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membel inya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar se perti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralat an mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu haru s dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habi s terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban. 3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan Upacara sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cep at lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bu bur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya. 4. Upacara Reuneuh Mundingeun Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga , perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerb au yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu s egera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tida k diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indu ng beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hami l itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun da n diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang k erbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke d alam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan. D. Peranan Seorang Bidan Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik ma upun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Di Indonesia ini jumlah bidan memang tidak sedikit, tetapi untuk di pelosok daerah masih banyak masyara kat yang belum paham akan arti dari bidan. Bidan yang siap mengabdi di kawasan p edesaan, artinya ia juga harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mu dah mengubah pola pikir ataupun kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses pe rsalinan. Kehadiran tenaga medis dengan spesialisasi melayani persalinan kaum pe rempuan, bagi warga Mercu dan Muktitama, termasuk hal baru. Selama ini, apabila ada yang akan melahirkan mereka pada umumnya mengandalkan dukun. Bahkan, terdapat tradisi tujuh bulanan. Ibu hamil dengan usia kandungan tujuh bu lan, telah diharuskan menentukan siapa dukun yang akan membantu persalinan. Ini t

antangan cukup berat. Kita takut nantinya, terjadi risiko yang tidak diinginkan pasca melahirkan. Misalnya infeksi atau penularan penyakit selama persalinan ber langsung. Seperti pemotongan tali pusat, ada yang masih pakai gunting biasa. Pad ahal, gunting itu sebelumnya harus disterilkan, terang wanita yang menempati rumah dinas di Puskesmas Pembantu (Pustu) itu. Ujung-ujungnya, ketika persalinan bermasalah dan dukun sudah angkat tangan, baru di bawa ke bidan. Pernah suatu kali, kata Yanti, seorang ibu sehari semalam men gejan kesakitan. Sudah ditolong oleh dukun, tapi sang bayi tak kunjung keluar. A khirnya dijemputlah bidan. Waktu saya datang, bayinya lahir dengan selamat. Saya pikir masyarakat mulai perc aya bidan, tapi ternyata rupanya ndak juga, katanya lalu tersenyum. Sejak bertugas di kampung yang berpenduduk lebih dari 1.200 jiwa itu, hingga sek arang, Yanti mengaku baru dua kali menangani proses persalinan. Selebihnya, memb antu pasien rujukan dari dukun. Walau begitu, ia maklum dengan cara berfikir war ga di sana. Secara perlahan, mungkin nantinya mereka akan mengerti juga, betapa p entingnya tenaga kesehatan dalam hal persalinan, tuturnya tegar. Informasi yang berhasil dirangkum Padang Ekspres, sedikitnya terdapat tiga dukun beranak yang masih aktif. Yanti memprediksikan, antara bidan dan dukun, kisaran nya 8:2. Dari sepuluh orang, delapan orang lebih memilih ke dukun dan hanya dua orang yang lebih percaya pada bidan. Di tanya apakah kecendrungan ini ada hubungannya dengan tarif persalinan yang di banderol oleh bidan? Sontak, Yanti menggeleng. Bahkan, katanya biaya yang ditawa rkan dukun ada yang sedikit lebih tinggi dari bidan. Di samping itu, di tempat b idan berlaku Jamkesmas atau Jamkesda. Tapi, hal ini bukanlah jaminan yang bisa m enggaet hati para ibu-ibu. Kendala yang dihadapi bides itu, tak hanya seputar masalah pendekatan kepada ibu -ibu hamil. Sebagai daerah pedalaman, istri Irmansyah Putra itu, harus akrab den gan segala keterbatasan infrastruktur. Antara lain, tentang jaringan listrik yan g belum masuk di kampung itu. Begitupula masalah air bersih. Krisis air paling t erasa bila hujan tak kunjung turun. E. Upaya Pemerintah Dalam Pembangunan Kesehatan Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian I bu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (A KB) menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih b esar dan kerja keras karena kondisi saat ini, AKI 307 per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH. Hal itu sambutan Menkes yang dibacakan Sekretaris Jenderal Kemente rian Kesehatan dr. Ratna Rosita Hendardji, MPH dalam acara Kampanye Program Pere ncanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Penggunaan Buku KIA, beke rja sama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), di Jakarta (3/2/2010). Surga ada di bawah telapak kaki ibu , pepatah ini menunjukkan betapa pentingnya pos isi ibu di masyarakat, namun kenyataannya perhatian terhadap keselamatan ibu saa t melahirkan masih perlu ditingkatkan, demikian pula bayi yang dilahirkan harus sehat dan tumbuh kembang dengan baik, ujar Menkes. Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan penurunan AKI dan AKB antara lain mulai tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasion al Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang difokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program Kesehatan Ibu dan Anak. Untuk tahun ini, sebanyak 300 Puskesmas di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan, Sumat era, Sulawesi, Maluku dan Papua memperoleh dana operasional sebesar Rp 10 juta p er bulan. Mulai tahun 2011, seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan mendapat kan BOK. Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (e klampsia), infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyeba b langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan ok sigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adala h karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Kondi

si geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat per masalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlamba t mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendap atkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlal u banyak, terlalu rapat jarak kelahiran), tambah Menkes. Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya di tingkat keluarga, ujar Menkes. Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan i ndikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematia n Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegah an Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan per an aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persali nan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pad a saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca pe rsalinan. Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, b ersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan teramp il termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kau m ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemb erian ASI eksklusif selama 6 bulan. P4K berperan dalam pencapaian salah satu target program 100 hari Kementerian Kese hatan yaitu terdatanya ibu hamil di 60.000 desa di seluruh Indonesia. Saat sudah terdata 3.122.000 ibu hamil di 67.712 desa, papar Menkes. Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami dan keluarga memiliki pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas; asuhan peraw atan ibu dan bayi; pemberian ASI; jadwal imunisasi; serta informasi lainnya. Sem ua informasi tersebut ada di dalam Buku KIA yang diberikan kepada ibu hamil sete lah didata melalui P4K. Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan perkemba ngan kesehatan ibu hamil serta pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5 tahun. Buku ini dapat diperoleh di Puskesmas, jelas Menkes. Pada kesempatan tersebut Menkes mengajak semua ibu hamil, suami dan keluarga mel aksanakan P4K. Kepada organisasi profesi dan rumah sakit menyediakan dan menggun akan Buku KIA di sarana kesehatan lebih ditingkatkan. Menurut Menkes, upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan akan lebih opti mal apabila semua khususnya Pemerintah Daerah berperan aktif, mendukung dan mela ksanakan semua program percepatan penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga perlu d ukungan pihak swasta baik dalam pembiayaan program kesehatan melalui CSR-nya mau pun partisipasi dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta. Menkes berharap kampanye ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dapat diikuti oleh pihak-pihak lain sehingga Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga menjadi slogan bersama. Menkes juga menyambut gembira atas keterlibatan SIKIB dalam kampanye P4K sebagai upaya memajukan kesehatan ibu dan anak. Menkes juga menyampaikan apresiasi atas peran PKK yang telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaa n program kesehatan terutama KIA di lapangan.

You might also like