You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kamu menjelaskan dulu apa itu lansia?

Usia tahap ini dimulai pada usia 60 tahun sampai akhir kehidupan (Hasan, 2006). Masa lansia dibagi dalam tiga kategori yaitu: orang tua muda (young old) (65-74 tahun) , orang tua tua (old-old) (75-84 tahun) dan orang tua yang sangat tua oldest old (85 tahun ke atas) (Papalia, 2005). Barbara Newman & Philip Newman membagi masa lansia ke dalam 2 periode , yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman & Newman , 2006). Lansia sendiri begitu erat dengan kematian. Asumsi tersebut terdengar wajar dalam paradigma masyarakat karena lansia sering dianggap tahap akhir dari rentang kehidupan. Hal ini akan berbanding terbalik, bila kematian itu terjadi pada anak-anak atau dewasa yang tentunya masih mempunyai kesempatan hidup jauh lebih lama. (Santrock, 1995) Penyebab kematian seorang lansia salah satunya adalah menderita penyakit kronis. Penyakit kronis sendiri muncul akibat penuruan kekuatan fisik pada lansia. Hal itu membuat batasan pada setiap aktivitas gerak orang berusia lanjut hingga mereka tak berdaya. (Atkinson, 2003). Selain itu, berdasarkan survey yang dilakukan oleh National Center for Health Statistic pada tahun 1987 menyebutkan bahwa rata-rata kematian orang Amerika berusia 65 tahun ke atas disebabkan oleh penyakit kronis, seperti penyakit jantung (2173 orang), kanker (1047 orang), stroke (464 orang), radang paru-paru-paru dan influenza (213 orang) (Christina Hari, 2005). Dalam kondisi mendekati kematian atau sekarat sendiri, biasanya individu penderita penyakit kronis melewati beberapa fase kematian. Sebuah studi penelitian dari Elizabeth KublerRoss (Santrock, 1985) kepada 500 terminally ill patients (pasien yang sakit parah) mengemukakan bahwa ada lima fase yang dialami oleh individu dalam menghadapi kematian yang dinampakkan dalam perilaku dan proses berpikirnya yaitu, fase pertama adalah penolakan dan isolasi yang merupakan fase dimana orang menolak bahwa kematian benar-benar ada. dalam fase ini ia akan terus melakukan penyangkalan dan. Lalu fase yang kedua adalah kemarahan,

dimana orang yang menjelang kematian menyadari bahwa penolakan tidak dapat lagi dipertahankan. Penolakan ini sering memunculkan rasa benci, marah dan iri. Ketiga, tawar menawar. Fase ini merupakan fase dimana seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat ditunda dan diundur-undur. Setelah melakukan pertimbangan, seseorang individu itu pada akhirnya menjadi depresi. Depresi merupakan fase keempat dimana seseorang akhirnya menerima kematian. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul, pendiam, menolak pengunjung, serta menghabiskan waktu untuk menangis. Pada akhirnya seseorang tersebut masuk ke dalam fase penerimaan, dimana fase itu menggambarkan bahwa seseorang mengembangkan rasa damai, menerima takdir dan dalam beberapa hal ingin ditinggal sendiri. Teori yang dikemukakan oleh Kubler Ross ternyata mendapatkan kritikan dan dimodifikasi beberapa tokoh lain. Kritik yang muncul adalah bahwa tidak setiap orang mengalami kelima tahap tersebut, tergantung juga dari usianya, jenis kelamin, ras, etnis, sosial setting dan kepribadiannya (Butler & Lewis dalam Papalia, 2002). Hal senada juga ditemukan oleh penulis saat melakukan observasi dan wawancara ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) di daerah Getasan, Salatiga, Jawa Tengah. Lewat sebuah perbincangan dengan Kepala Puskemas, Dr. Epsilon Derwanto mengatakan bahwa fasefase menjelang kematian yang dikemukakan Kubler Ross itu tidak ditemui pada lansia-lansia yang tinggal di daerahnya. Dari lima fase menjelang kematian yang kamu jelaskan menurut teori Kubler Ross, kebanyakan dari mereka lebih banyak pada fase menerima. Seperti contohnya, lansia yang dirawat yang ada di bawah. Ia baru saja divonis penyakit dan tidak bisa sembuh, tapi dia tidak menolak, marah, ataupun depresi, sebaliknya malah Nrimo. ia bilang ingin pulang saja. Kalau saatnya meninggal ya sudahlah, itu kehendak yang di atas (Tuhan) Dari pemaparan teori dan fakta di lapangan inilah yang membuat penulis ingin mengkaji ulang teori dari fase-fase menjelang kematian terhadap lansia yang menderita penyakit kronis. khususnya penelitian ini akan melihat fase menjelang kematian pada lansia yang menderita penyakit kronis.

B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana fase menjelang kematian pada lansia yang menderita penyakit kronis didaerah Getasan, Salatiga C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fase menjelang kematian pada lansia yang menderita penyakit kronis di daerah Getasan, Salatiga. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pengembangan psikologi perkembangan terutama berkaitan dengan orang-orang lanjut usia. 2. Manfaat Praktis Bagi para lansia yang menderita penyakit kronis dan telah divonis akan meninggal, mereka bisa lebih memahami kondisi psikologis mereka sendiri setelah didiagnosis oleh dokter. Dari situ, lansia mampu lebih menerima realita akan penyakit yang dideritanya. Bagi dokter yang merawat dan juga keluarga, dapat mengerti bagaimana fase kematian yang dihadapi lansia penderita penyakit kronis, dari sana bisa memberikan support pada lansia tersebut dalam menjalani sisa hidup.

BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi lansia Lansia merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai pada usia 60 tahun sampai akhir kehidupan (Hasan, 2006). Masa lansia dibagi dalam tiga kategori yaitu: orang tua muda (young old) (65-74 tahun) , orang tua tua (old-old) (75-84 tahun) dan orang tua yang sangat tua oldest old (85 tahun ke atas) (Papalia, 2005). Barbara Newman & Philip Newman membagi masa lansia ke dalam 2 periode , yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman & Newman , 2006). Secara legal atau menurut peraturan pemerintah Indonesia, permulaan usia lanjut telah ditetapkan, yaitu usia untuk pensiun (Suling & Pelenkahu, 1996) : a. Anggota Tentara Nasional Indonesia pensiun pada usia 55 tahun b. Pegawai Negeri Sipil pensiun pada usia 56-58 tahun c. Profesor di perguruan tinggi pensiun pada usia 65 tahun Penuaan terbagi atas penuaan primer (primary aging) dan penuaan sekunder (secondary aging). Pada penuaan primer tubuh melemah dan mengalami penurunan karena proses normal yang alamiah. Pada penurunan sekunder terjadi proses penuaan karena faktor-faktor ekstrinsik seperti lingkungan atau perilaku (Hasan, 2006). Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup manusia yaitu umur 60 tahun ke atas. Masa ini adalah saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang sudah ia capai di masa lalu. Pada saat ini keadaan fisiknya sudah jauh menurun (Irwanto dkk, 1994). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa akhir atau masa lanjut usia merupakan periode terakhir dalam rentang hidup manusia, dimulai pada usia 60 tahun dan akan berakhir dengan kematian. Individu pada usia ini diharapkan telah mencapai kematangan dan kebijaksanaan. Periode ini juga ditandai oleh penurunan fisik.

2. 2 Karakteristik Lansia Menurut Bustan (2007) ada beberapa karakterisktik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu: 1. Jenis Kelamin Lansia lebih banyak wanita dari pada pria. 2. Status Perkawinan Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi. 3. Living Arrangement Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak atau keluarga lainnya. 4. Kondisi Kesehatan Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. 5. Keadaan ekonomi Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia tadat terpenuhi. 2. 3 Kematian

2. 4 Fase Menjelang Kematian Elizabeth Kubler-Ross (Santrock, 1985) membagi perilaku dan proses berfikir individu yang menjelang kematian dalam 5 fase sebagai berikut : a. Penolakan dan isolasi Fase pertama dimana orang menolak bahwa kematian benar-benar ada. b. Kemarahan

Fase kedua dimana orang yang menjelang kematian menyadari bahwa penolakan tidak dapat lagi dipertahankan. Penolakan ini sering memunculkan rasa benci, marah dan iri. c. Tawar menawar Fase ketiga dimana seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat ditunda dan diundur-undur. d. Depresi Fase keempat diaman seseorang akhirnya menerima kematian. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul, pendiam, menolak pengunjung, serta menghabiskan waktu untuk menangis. e. Penerimaan Fase kelima dimana seseorang mengembangkan rasa damai, menerima takdir dan dalam beberapa hal ingin ditinggal sendiri. E Mansell Pattison menawarkan analisis karakter yang berbeda dan beberapa fase respon individu terhadap kematian. Semua individu melawati lintasan hidup (trajectory of life) sebagai antisipasi rentang kehidupan dan membuat rencana bagaimana cara ia hidup di luar kehidupan ini. Ketika keadaan individu berubah menjadi sakit-sakitan atau cidera, maka terjadi gangguan dalam lintasan hidup karena individu merasa bahwa kematiannya menjadi lebih dekat dari perkiraannya (Santrock, 1985). Menurut Pattison, ketika seseorang merasa bahwa kematiannya semakin mendekat dari yang telah diperkirakan, maka ia sedang berada dalam kondisi yang dinamakan living-dying interval, dimana dalam keadaan tersebut individu mengalami 3 fase proses menuju kematian yaitu fase akut, fase kronis dan fase terminal (Santrock, 1985). E Mansell Pattison (Papalia, 1977) menyatakan bahwa proses menuju kematian atau sekarat adalah proses individual, artinya masing-masing individu akan mengalami perbedaan, akan tetapi sacara umum individu akan mengalami tiga tahapan ketika menghadapi kematian, yaitu :

a. Acute Phase Tahapan ini dimulai ketika individu menerima kenyataan bahwa sebentar lagi ia akan mati. Perkataan yang bisanya di ucapkan individu dalam tahap ini adalah ini tidak terjadi padaku,aku hanya melihat. Penerimaan terhadap kenyataan ini menghasilkan dampak psikologis yaitu kecemasan yang akan diringi dengan proses emosi yang lain. Berikutnya akan muncul perasaan tidak mampu, penyangkalan, marah, tawar menawar, takut, menyesal dan sedih. Tahap satu sampai tahap tiga teori Kubler Ross tentang kematian sering terjadi dalam tahap acute phase ini. b. Chronic living-dying inteervaal Tahapan ini individu mulai bisa menghadapi ketakutan mereka dan redanya kecemasan, namun masih diikuti dengan perubahan emosi yang bermacam-macam dan terkadang sudah tidak dapat lagi mengatakan apa yang dirasakan. Berikut perubahan emosinya : 1. Kesakitan yang tidak dapat didefinisikan. Sebuah indikasi bahwa kematian sudah dekat. Ia takut akan apa yang terjadi, banyak ketakutan dan pertanyaan yang rasanya tidak dapat diungkapkan dan tidak ada yang bisa memberi jawaban. 2. Kesendirian. Ia tidak ingin sendiri, takut sendiri dan terisolasi. Ia ingin keluarga atau teman-teman berada didekatnya. Ia ingin orang-orang disekitarnyaa dapat merasakan ketakutannya. 3. Perasaan duka cita mulai merasuki individu, karena tidak tahan membayangkan kehilangan pekerjaan, rencana-rencananya, keluarga dan teman-teman. Ia ingin menangis, ingin memberikan sesuatu, ingin menyebutkan atau mengatakan sesuatu kepada orang-orang yang dicintai, akan tetapi waktunya terasa sangat sedikit, sehingga perilaku yang muncul, ia tidak melakukan apapun kecuali meratap dan menangis tanpa mengatakan sepatah katapun. 4. Kehilangan body, individu mulai merasakan bahwa psikologisnya terpisah dari badannya. Ia mulai merasakan sebagian dari badannya tidak dapat difungsikan meskipun ia berupaya memfungsikan dan menyatukan dengan dirinya.

5. Kehilangan self control. Individu mulai tidak mampu menyadari akan apa yang terjadi pada dirinya baik terkait dengan body atau fisiologisnya maupun dengan jiwanya atau psikologinya. 6. Sakit dan menderita, sebagian besar orang yang akan mati mengalami fase sakit dan menderita yang tidak terkontrol dan tidak diketahui. Rasa sakit dan menderita ini biasanya bercampur dengan hukuman, rasa bersalah dan rasa penyesalan. 7. Kehilangan identitas, individu mulai tidak bisa mengadakan kontak dengan orangorang disekitarnya, keluarga, teman-teman atau siapapun yang hadir didekatnya. c. Terminal Phase Tahapan terakhir dari proses kematian yaitu individu lepas dari orang-orang dan lingkungannya, ia menarik diri berharap mendapatkan perubahan yang lebih baik dan bisa menyadari, mengakui bahwa harapan yang mereka inginkan tidak dapat terjadi. Fase ini adalah fase dimana indiviu menerima kenyataan bahwa mereka sudah dekat dengan kematian, sebuah proses dying trajectory atau waktu menuju kematian telah tiba. 2. 5 Pengertian Penyakit Kronis Penyakit kronis merupakan sebuah fenomena biopsikososial. Penyakit kronis biasanya terjadi pada usia lanjut dan kondisi ini bertahan untuk waktu yang cukup lama ( Lueckenotte, 2000). Penyakit kronis adalah penyakit yang diderita lebih dari 3 bulan. Penyakit kronis didefenisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejalagejala atau kecacatan yang membutuhkan jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2001). Penyakit kronis adalah penyakit atau kondisi yang gejalanya berlangsung lebih dari tiga bulan, dan pada beberapa kasus selama kehidupan seseorang pemulihannya lambat dan terkadang tidak total (Mckenzie, dkk, 2007). Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya tidak pasti, memiliki faktor resiko yang multipel, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan. Penyakit kronis ini tidak disebabkan oleh infeksi atau patogen melainkan oleh gaya hidup, perilaku beresiko, pajanan yang berkaitan dengan proses penuaan.

Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama fungsi muskulo skeletal dan organ-organ penginderaan. Penyakit kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat diminimalkan tingkat keparahannya dengan mengubah perilaku, gaya hidup dan pajanan terhadap faktor-faktor tertentu di dalam kehidupan. Lebih dari 90 juta penduduk amerika hidup dengan penyakit kronis (Centers for Disease Control and Prevention CDC, 1998 dalam Lueckenotte, 2000). Enam belas persen dari biaya perawatan medis merupakan biaya untuk penyakit kronis. Penyakit kronis juga merupakan penyebab signifikan terjadinya kematian yaitu 70% dari jumlah kematian yang ada di amerika (Lueckenotte, 2000). 2. 6 Kategori Penyakit Kronis Menurut Conrad (1987, dikutip dari Christianson dkk, 1998) ada beberapa kategori penyakit kronis yaitu, 1. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, asthritis dan epilepsi. 2. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kerdiovaskuler. 3. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada kategori ini tidak menekankan pada penyakitnya tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif didefinisikan sebagai pendalam sikap, perilaku dan pengalaman melalui beberapa metode seperti wawancara atau pertemuan kelompok tertentu (focus group). Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan penelitian. Karena menganggap sikap, perilaku dan pengalaman penting, maka tidak banyak orang yang terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau relasi dengan orang tertentu dengan jangka waktu tertentu (Dawson, 2002). Menurut Strauss (2007), alasan penggunaan metode kualitatif adalah sifat masalah yang diteliti. Bogdan & Taylor (dalam Moleong, 2007) menyatakan lebih lanjut bahwa metode kualitatif menunjuk kepada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif, yaitu ungkapan atau catatan mengenai orang-orang atau tingkah laku mereka yang terobservasi. Adapun yang menjadi karakteristik dari penelitian kualitatif adalah: 1. Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratrium atau penelitian yang terkontrol 2. Penggalian data dilakukan secara lamiah, melakukan kunjungan pada situasi-situasi alamiah subjek 3. Untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-kategori jawaban, peneliti wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi ilmiah (Salim, 2006).

You might also like