Professional Documents
Culture Documents
2011
Peningkatan Kualitas
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Kementerian Keuangan April 2011 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
KEMENTERIAN KEuANgAN REPuBlIK INDoNEsIA gedung Radius Prawiro lantai 9 Website: www.djpk.depkeu.go.id Email: info@djpk.depkeu.go.id
ii
DIREKToRAT JENDERAl PERIMBANgAN KEuANgAN Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Tlp. 021.350.9442, Faks. 021.350.9443
KATA PENGANTAR
Indonesia
desentralisasi fiskal selama satu dekade. Implikasi dari kebijakan ini adalah adanya pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang disertai dengan pemberian sumber-sumber keuangan untuk mendanai urusan yang untuk mendorong daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik masyarakat. sementara itu, kebijakan desentralisasi fiskal dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah hubungan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan dapat lebih dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
telah
melaksanakan
MENTERI KEuANgAN
otonomi
daerah
dan
telah diserahkan kepada daerah. Kebijakan otonomi daerah ditujukan dan efisien, dan peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan kepada daerah tersebut sebagai konsekuensi logis atas kebijakan aktivitas perekonomian daerah, yang pada gilirannya diharapkan
iii
perekonomian daerah secara bersama-sama akan menggerakkan roda perekonomian nasional. Hubungan keuangan proses yang dinamis dan dilaksanakan melalui berbagai bentuk penyempurnaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspirasi dari berbagai stakeholders . meningkatkan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka mendukung tujuan pembangunan nasional. Berbagai upaya untuk itu, Pemerintah terus berupaya pusat dan daerah merupakan sebuah
penyempurnaan telah dilakukan, yaitu melalui penguatan local taxing power, percepatan penyaluran transfer ke daerah, upaya peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan peningkatan kinerja pemerintah daerah. efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah, serta pengaturan mekanisme reward dan punishment untuk mendorong peningkatan Penguatan local taxing power kepada daerah melalui Pajak Daerah dan hal pokok yaitu: 1) pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam hal pajak daerah dan retribusi daerah, 2) peningkatan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan jenis-jenis pungutan daerah.
Retribusi Daerah (PDRD) terutama dilakukan melalui undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. undang-undang ini memuat tiga
pemerintahan, dan 3) pemberian kepastian bagi dunia usaha mengenai sementara itu, kemajuan perkembangan kebijakan dan implementasi transfer ke daerah diwujudkan melalui formulasi kebijakan transfer ke daerah yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketimpangan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kinerja pemerintah daerah.
iv
ke daerah terutama dilakukan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditujukan untuk pembangunan fisik berbagai sarana dan prasarana daerah baik dari sisi pengelolaan keuangan maupun kinerja ekonomi reward untuk daerah-daerah yang berprestasi. dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan
layanan publik di daerah. selain itu, untuk mengapresiasi kinerja daerah, maka Pemerintah memberikan dana insentif daerah sebagai selain itu, efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah kebutuhan daerah terutama untuk memberikan kesempatan bagi daerah agar dapat melakukan pinjaman daerah untuk membiayai anggarannya perkembangan
termasuk melakukan kegiatan investasi. saat ini Pemerintah sedang melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Beberapa perubahan pokok yang dimuat prosedur pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah. dalam revisi PP tersebut terutama terkait dengan peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah serta pengaturan mengenai Disadari sepenuhnya bahwa kebijakan penguatan sumber pendapatan daerah yang berkualitas. Fakta dilapangan menunjukkan masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD, meskipun telah kegiatan pembangunan di daerah. Dalam hal ini kebijakan percepatan
daerah tentunya harus diikuti oleh kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan yang baik dan belanja maka pengaturan mekanisme punishment juga diberlakukan untuk terdapat kecenderungan perbaikan dari tahun ke tahun. untuk itulah tenggat waktu penyampaian APBD sebagaimana dituangkan dalam
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang sistem Informasi Keuangan Daerah diharapkan dapat mendorong disiplin pemerintah daerah terutama dalam hal penyelesaian penyampaian APBD. Namun demikian, upaya peningkatan kualitas kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah harus terus didorong, sehingga mampu APBD yaitu rata-rata sebesar 41 persen dan mengalami tren kenaikan tahun 2007 menjadi 21 persen di tahun 2009. Padahal belanja modal meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan inilah maka Pemerintah selalu berupaya untuk melakukan berbagai penyempurnaan agar kualitas hubungan keuangan pusat dan semata, namun yang lebih penting adalah bagaimana dampaknya terhadap pembangunan ekonomi di daerah. ini sangat diharapkan meningkat, terutama dalam rangka mendorong daerah tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan besaran pendanaan
meningkatkan kualitas belanja di daerah. selama tahun 2007-2010 komponen belanja pegawai masih mendominasi belanja daerah dalam setiap tahunnya. sementara itu, porsi belanja modal justru mengalami penurunan sejak tahun 2007 hingga 2009 yaitu sebesar 29 persen di
kebijakan dilakukan setiap tahun sehingga diharapkan tidak hanya kualitas layanan publik dan perekonomian daerah. uraian singkat dalam pengantar ini merupakan materi yang akan bertemakan Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan
vi
mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan terutama kepada daerah-daerah tertinggal, namun juga diharapkan dapat mendorong dikupas dalam Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2011 ini yang
upaya reformulasi
buku ini diharapkan para pembaca dapat memahami secara lebih baik hubungan keuangan pusat dan daerah, kebijakan pendanaan di daerah, dan dampak dari peningkatan kualitas belanja di daerah semoga buku ini dapat bermanfaat bagi upaya meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat. menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pengelolaan anggaran belanja pusat dan daerah, sehingga setiap rupiah
terhadap pertumbuhan ekonomi. untuk itu, pada kesempatan ini saya pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini.
Menteri Keuangan,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
vii
DAFTAR ISI
KATA PENgANTAR ......................................................................................................... iii DAFTAR gAMBAR .......................................................................................................... xv DAFTAR TABEl .............................................................................................................xvii BAB I PENDAHuluAN ............................................................................................. I-1 BAB II HuBuNgAN KEuANgAN ANTARA PusAT DAN DAERAH...........II-9 BAB III sIsTEM PENDANAAN DI DAERAH ...................................................III-19 3.1. Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah ................................................III-21 3.1.1. Pendahuluan ..............................................................................................III-21 3.1.2. Jenis Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah .....................................III-25 3.1.2.1. Pajak Daerah ..............................................................................III-25 3.1.2.2. Retribusi Daerah ......................................................................III-26 3.1.3. Kriteria .........................................................................................................III-29 3.1.3.1. Kriteria Pajak Daerah .............................................................III-29 3.1.3.2. Kriteria Retribusi Daerah .....................................................III-33 3.1.4. Prosedur Penetapan ...............................................................................III-36 3.1.5. Pengawasan Dan Pembatalan.............................................................III-38 3.1.6. sanksi ............................................................................................................III-41 3.1.7. Kesalahan Materi Perda ........................................................................III-42 3.1.8. Pelaksanaan undang-undang.............................................................III-42 3.1.9. BPHTB dan PBB P-2 ................................................................................III-45 3.2. Transfer ke Daerah ..................................................................................III-51 3.2.1. Pendahuluan ..............................................................................................III-51 3.2.2. Dana Bagi Hasil .........................................................................................III-54 3.2.2.1. Dana Bagi Hasil Pajak ............................................................III-54 1. Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak orang Pribadi Dalam Negeri (WPoPDN) dan PPh Pasal 21.......................................................................III-56 Alokasi Dana Bagi Hasil PPh .......................................III-56 2. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ..................III-57 A. Alokasi Dana Bagi Hasil PBB ..............................III-57 B. Perhitungan Dana Bagi Hasil PBB ...................III-58 3. DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ...............III-59 3.2.2.2. dana bagi hasil sumber daya alam ...................................III-65
viii
3.2.3.
3.2.4.
1. Penetapan Alokasi DBH sDA.......................................III-69 2. DBH sDA Pertambangan Minyak dan gas Bumi (DBH sDA MIgAs) ......................................III-71 A. Pola Pembagian DBH sDA Migas ......................III-71 B. Penyusunan Perkiraan DBH sDA Migas .........III-74 i. Mekanisme Penyusunan ...............................III-74 ii. Penetapan ...........................................................III-76 C. Penyusunan Realisasi DBH sDA Migas ...........III-77 i. Mekanisme Penghitungan ...........................III-77 ii. Penyaluran..........................................................III-81 D. Mekanisme Counter Balance dan Penyaluran DBH Migas ..........................................III-85 i. Prinsip DBH .......................................................III-85 ii. Waktu Perhitungan realisasi PNBP/DBH Migas. ...........................................III-85 iii. Kebijakan Pengalihan sisa Anggaran ke Rekening Cadangan ..................................III-86 iv. Kebijakan Mekanisme Counter Balance .................................................................III-87 E. Pemantauan dan Evaluasi ...................................III-88 3. DBH sDA Pertambangan umum ..............................III-89 4. DBH sDA Kehutanan .....................................................III-91 5. DBH sDA Perikanan .......................................................III-95 Perhitungan DBH sDA Perikanan ....................................III-95 Dana Alokasi umum ...............................................................................III-97 3.2.3.1. Penyusunan Formula dan Perhitungan DAu ...............III-97 1. Variabel DAu ......................................................................III-98 2. Formula DAu dalam Kerangka undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ..............III-98 3. Bentuk umum Formula DAu ......................................III-99 4. Data Perhitungan DAu................................................III-100 3.2.3.2. DAu Daerah Pemekaran.....................................................III-105 Dana Alokasi Khusus ...........................................................................III-106 3.2.4.1. Penetapan Program dan Kegiatan .................................III-107 3.2.4.2. Perhitungan Alokasi DAK ..................................................III-108 1. Kriteria umum ...............................................................III-109 2. Kriteria Khusus..............................................................III-110 3. Kriteria Teknis ...............................................................III-111
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi ix
A. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Pendidikan...............................................................III-111 B. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kesehatan.................................................................III-112 C. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Bidang Infrastruktur ...........................................III-114 D. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kelautan dan Perikanan.....................................III-116 E. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Pertanian .................................................................III-117 F. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK lingkungan Hidup ................................................III-118 g. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Prasarana Pemerintahan ...................................III-119 H. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Keluarga Berencana ............................................III-120 I. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kehutanan................................................................III-120 J. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Perdagangan ...........................................................III-121 K. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Perumahan dan Permukiman .........................III-122 l. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK listrik Perdesaan: ...............................................III-122 M. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan ...............................................................III-123 N. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Transportasi Perdesaan ....................................III-123 o. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Keselamatan Transportasi Darat ...................III-124 P. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal ..III-124 3.2.4.3. Administrasi Pengelolaan DAK .......................................III-128 1. Dana Pendamping ........................................................III-128 2. Penganggaran .................................................................III-128 3. Pemantauan dan Pengawasan ................................III-129 3.2.4.4. Pelaporan .................................................................................III-130
x
3.2.5.
PenyaluranAnggaran Transfer keDaerah ...................................III-131 3.2.5.1. penyaluran dbh Pajak..........................................................III-132 1. Penyaluran Dana Bagi Hasil PPh ............................III-132 2. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB ...........................III-133 3. Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (CHT) ...........................................................III-133 3.2.5.2. Penyaluran DBH sumber Daya Alam ............................III-134 3.2.5.3. Penyaluran DAu.....................................................................III-137 3.2.5.4. Penyaluran DAK.....................................................................III-138 Pinjaman Dan Hibah Daerah ............................................................III-139 Pendahuluan ...........................................................................................III-139 Pinjaman Daerah ..................................................................................III-140 3.3.2.1. Pinjaman Daerah sebagai Alternatif sumber Pembiayaan APBD ................................................................III-141 1. sumber Pinjaman Daerah ........................................III-143 2. Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah ...........III-143 3. Persyaratan umum Pinjaman Daerah ................III-144 3.3.2.2. Kebijakan Fiskal di Bidang Pinjaman Daerah...........III-147 1. Prinsip umum Pinjaman Daerah ...........................III-147 2. Revisi Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Daerah ..........................................................III-148 3. Pengendalian Batas Maksimal Defisit dan Pinjaman Daerah .........................................................III-149 3.3.2.3. Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari Pemerintah .............................................................................III-151 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Penerusan Pinjaman luar Negeri .................................................III-151 A. Prosedur Pengadaan Pinjaman / Hibah luar Negeri oleh Pemerintah Pusat .............III-152 B. Prosedur Penerusan Pinjaman luar Negeri Pemerintah kepada Pemerintah Daerah .......................................................................III-156 2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ..........................................................III-161 3.3.2.4. Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari Pemerintah Daerah lain, lembaga Keuangan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xi
3.3.3.
3.4.
3.4.1. 3.4.2.
Bank, dan lembaga Keuangan Bukan Bank ............III-164 1. Prosedur Pinjaman Jangka Pendek:......................III-164 2. Prosedur Pinjaman Jangka Menengah dan Pinjaman Jangka Panjang:.........................................III-165 3.3.2.5. obligasi Daerah .....................................................................III-166 1. Prinsip umum ................................................................III-169 2. Prosedur Penerbitan ...................................................III-170 3. Pengelolaan obligasi Daerah ...................................III-175 3.3.2.6. Pembayaran Kembali Pinjaman .....................................III-178 3.3.2.7 Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi, Pelaporan, Dan Publikasi .................................................III-179 1. Penatausahaan ...............................................................III-179 2. Pemantauan dan Evaluasi .........................................III-179 3. Pelaporan .........................................................................III-180 4. Publikasi ...........................................................................III-181 3.3.2.8. sanksi Administratif Pinjaman Daerah .......................III-182 Hibah Daerah ..........................................................................................III-184 3.3.3.1. sumber Hibah .........................................................................III-185 3.3.3.2. Prinsip Dasar Pemberian Hibah Kepada Daerah ....III-186 3.3.3.3. Kriteria Pemberian Hibah .................................................III-187 3.3.3.4. Penyaluran Hibah ..............................................................III-188 1. Penyaluran Hibah Berupa uang .............................III-188 2. Penyaluran Hibah Berupa Barang dan/atau Jasa .................................................................III-189 3. Mekanisme Penerusan Hibah kepada Pemerintah Daerah .....................................................III-190 4. Pemanfaatan Hibah di Daerah ................................III-195 3.3.3.5. Pengelolaan Hibah oleh Daerah .....................................III-197 3.3.3.6. Pencatatan ..............................................................................III-198 3.3.3.7. Pelaporan ................................................................................III-199 3.3.3.8. Pemantauan ............................................................................III-200 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah ......................III-201 Pendahuluan ...........................................................................................III-201 Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ...............................................................................III-205 3.4.2.1. Pengertian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan...............................................................III-205
xii
3.4.2.2. Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ............................................................................III-205 3.4.2.3. Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ............................................................................III-208 1. Keseimbangan Pendanaan di Daerah dalam Rangka Perencanaan lokasi dan Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.......................................................III-209 2. Proses Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan..............................................III-214 3.4.2.4. Penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan...............................................................III-215 3.4.2.5. Pertanggungjawaban dan Pelaporan .........................III-215 1. Dana Dekonsentrasi ....................................................III-216 2. Dana Tugas Pembantuan ...........................................III-217 3.4.2.6. Pengelolaan Barang Milik Negara..................................III-219 1. status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi ................................................................III-219 2. status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan.......................................................III-220 Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan .............................III-221 3.4.3.1. Pembinaan dan Pengawasan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ..............................III-221 3.4.3.2. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan ...................................................III-222 sanksi .........................................................................................................III-223 Peran Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .......................................III-225 Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah .....................III-226 3.4.6.1. Pengertian Pendanaan urusan Bersama Pusat Dan Daerah ..............................................................................III-232 3.4.6.2. Prinsip-Prinsip Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah ..................................................................III-233 3.4.6.3. Perencanaan Dan Penganggaran Dana urusan Bersama Pusat dan Daerah ..............................................III-234 3.4.6.4. Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah Dalam Rangka Perencanaan Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xiii
Penanggulangan Kemiskinan ..........................................III-238 1. Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ..............................................................................III-238 2. Formulasi Penghitungan Persentase Besaran Penyediaan DDuB Per Kelompok dan Per Daerah ..............................................................III-240 3.4.6.5. Pencairan dan Penyaluran ................................................III-241 3.4.6.6. Pelaporan dan Pertanggungjawaban ...........................III-242 3.4.6.7. Pembinaan ..............................................................................III-243 3.4.6.8. Pengawasan.............................................................................III-244 BAB IV PENINgKATAN KuAlITAs BElANJA DAERAH DAN PERTuMBuHAN EKoNoMI DAERAH ................................ IV-245 4.1. gambaran umum Belanja Pemerintah Daerah Dan Kondisi Ekonomi/kesejahteraan Daerah .......................... IV-248 4.1.1. Belanja Pemerintah Daerah ............................................................ IV-248 4.1.2. Belanja Daerah dalam Kaitannya dengan Kondisi Ekonomi/ Kesejahteraan Daerah ................................................... IV-255 4.2. upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Kualitas Belanja Daerah Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi serta Kesejahteraan Masyarakat Di Daerah .......................................... IV-261 4.2.1. Kebijakan di Bidang Perpajakan dan Retribusi Daerah ....... IV-261 4.2.2. Kebijakan Transfer ke Daerah ......................................................... IV-264 4.2.3. Kebijakan Hibah ke Daerah .............................................................. IV-246 4.2.4. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Daerah .................................................................................. IV-266 4.2.5. Kebijakan Melalui Pendanaan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan urusan Bersama .................................. IV-271 BAB V PENuTuP....................................................................................................V-273 DAFTAR PusTAKA ..................................................................................................V-279 INDEX ................................................................................................................V-285 uCAPAN TERIMA KAsIH ......................................................................................V-289
xiv
DAFTAR GAMBAR
gambar 2.1 Kerangka Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah ........................................................................ II-16 gambar 2.2 skema Peraturan Perundangan yang mengatur Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ............................. II-17 gambar 3.1 Persentase Pembagian Dana Bagi Hasil Pajak ................III-55 gambar 3.2 skema Bagi Hasil sDA................................................................III-67 gambar 3.3 Mekanisme Penetapan Alokasi DBH sDA .........................III-70 gambar 3.4 Porsi Pembagian DBH sDA Minyak Bumi .........................III-72 gambar 3.5 Porsi Pembagian DBH sDA gas Bumi .................................III-73 gambar3.6 Mekanisme Penetapan Perkiraan Alokasi DBH sDA Migas ............................................................................III-77 gambar 3.6 Mekanisme Perhitungan DBH sDA Migas .........................III-81 gambar 3.8 Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas................III-84 gambar 3.9 Penyaluran DBH sDA Migas ....................................................III-84 gambar 3.10 Counter Balance dalam Management Cashflow DBH MIgas ......................................................................................III-87 gambar 3.11 Perhitungan DBH sDA Pertambangan umum ................III-91 gambar 3.12 Perhitungan DBH sDA Kehutanan .......................................III-93 gambar 3.13 Mekanisme Penetapan Alokasi DBH sDA .........................III-97 gambar 3.14 Formula umum Dana Alokasi umum Menurut undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.....III-104 gambar 3.15 Pembagian DAu bagi Daerah Pemekaran ......................III-105 gambar 3.16 Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan ...........III-108 gambar 3.17 Proses Penentuan Besaran Alokasi DAK per Daerah III-126 gambar 3.18 Format Penyaluran DBH sDA Migas.................................III-135 gambar 3.19 Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas.............III-136 gambar 3.20 Mekanisme Penyaluran (2008) ..........................................III-137 gambar 3.21 Proses Perencanaan Pinjaman Daerah ...........................III-142 gambar 3.22 Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah luar Negeri III-155 gambar 3.23 Proses Pelaksanaan Penerusan PlN Kepada Pemda (on-lending) ..............................................................III-161 gambar 3.24 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber selain dari Pemerintah ..........................................................III-166
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xv
gambar 3.25 Proses Penerbitan obligasi Daerah ..................................III-171 gambar 3.26 Persiapan Penerbitan obligasi Daerah di Daerah ......III-172 gambar 2.27 Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan Penerbitan obligasi Daerah oleh Menteri Keuangan ........................III-174 gambar 3.28 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa uang ................III-189 gambar 3.29 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa.........................................................................................III-190 gambar 3.30 Penganggaran Hibah dan Penyusunan NPPH ..............III-192 gambar 3.31 Proses Penyusunan DIPA Hibah kepada Pemerintah Daerah .................................................................III-194 gambar 3.32 Proses Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah ...........................................................................................III-197 gambar 3.33 Pola Hubungan Antar Instansi Terkait dalam Penyelengaraan dan Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .........................................................III-204 gambar 3.34 Pola Hubungan Kementerian Keuangan dengan Kementerian dalam Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .........................................................III-211 gambar 3.35 sumber Pendanaan urusan bersama ..............................III-233 gambar 3.36 Proses Perencanaan dan Penganggaran urusan Bersama .......................................................................................III-237 gambar 3.37 Alur Pikir Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ...........................................................................................III-241 gambar 4.1 Trend Belanja APBD secara Nasional .............................. IV-249 gambar 4.2 sebaran Alokasi Dana Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2008-2011 ............................................... IV-254 gambar 4.3 sebaran Alokasi Dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2008-2011 ............................................... IV-254 gambar 4.4 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Jumlah Pengangguran dan Jumlah Penduduk Miskin ..................................................................... IV-256 gambar 4.5 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan ....... IV-257 gambar 4.6 Belanja APBD Per Kapita Tahun 2008-2010 ................ IV-258
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Jenis Pajak Daerah ...........................................................................III-25 Jenis Retribusi Daerah ...................................................................III-27 Kesiapan Daerah Memungut BPHTB (Posisi tanggal 21 Februari 2011) ............................................III-48 Porsi Pembagian DBH sDA Pertambangan umum ............III-91 Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)...................III-96 Tarif Pungutan Hasil Perikanan (PHP) ...................................III-96 Pencatatan dan Pelaporan Hibah ...........................................III-199 Potret Belanja Pegawai APBD 2007-2010 ......................... IV-250 Indikator Ekonomi Per Daerah 2008 2010 .................... IV-259
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
xvii
xviii
BAB I PENDAHULUAN
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
I-1
I-2
Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia bergulir pada dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Tuntutan akan adanya otonomi reformasi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menstabilkan saat itu antara lain disebabkan karena sistem sentralisasi yang terlalu kuat, daerah dalam mengelola perekonomian daerahnya.
awal tahun 2000 saat ditetapkannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 daerah dan desentralisasi merupakan salah satu bagian dari rangkaian kembali roda perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk sejak tahun sehingga belum memberikan peran dan kewenangan yang cukup kepada meningkatkan kemandirian dan kreativitas daerah dalam mengatur dan menangani urusan daerah melalui tiga strategi utama yaitu (i) pertanggungjawaban lebih bersifat horizontal melalui peningkatan peran akuntabilitas. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat masyarakat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
1997-2000. Muara dari permasalahan yang terjadi pada saat krisis keuangan untuk itu, kebijakan dan pelaksanaan otonomi daerah ditujukan guna DPRD, (ii) pengaturan yang jelas mengenai alokasi dana dari pusat ke daerah, daerah dengan mengedepankan pada asas partisipasi, transparansi, dan baik secara makro maupun mikro bagi perekonomian daerah dengan
dan (iii) kewenangan pengelolaan keuangan diberikan secara utuh kepada menumbuhkembangkan sektor riil, mendorong upaya pemberdayaan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
I-3
keuangan daerah, serta memperbaiki kualitas pelayanan publik dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yang dapat dilaksanakan secara nyata oleh daerah. Dalam kerangka kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
saat ini dilaksanakan berdasarkan undang-undang Nomor 32 Tahun proses yang dinamis dan keberlanjutan agar hakekat kebijakan tersebut desentralisasi fiskal, telah diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan tersebut mencakup pengaturan atas pendanaan fungsi-fungsi yang menjadi kewenangan/fungsi pemerintahan kepada pemerintah daerah. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus Pengaturan hubungan keuangan
kewenangan pemerintah daerah sebagai konsekuensi atas pembagian dilakukan secara adil, proporsional, dan akuntabel sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat didanai secara Tujuan utama dari pengaturan pendanaan desentralisasi adalah untuk dan daerah, serta untuk mengurangi kesenjangan kemampuan fiskal antardaerah. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang peningkatan kualitas tersebut diwujudkan dalam bentuk penguatan taxing hibah ke daerah.
I-4
efisien dan efektif dari sumber-sumber penerimaan dana desentralisasi. mengurangi ketimpangan fiskal yang terjadi antara pemerintah pusat dicita-citakan di atas, berbagai penyempurnaan telah dilakukan melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, serta mekanisme pinjaman dan
Pendahuluan
upaya peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah. upaya power ke daerah, peningkatan besaran dan formulasi dana desentralisasi,
Dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengaturannya dilakukan berdasarkan perpajakan daerah serta memberikan kepastian kepada masyarakat dan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dalam rangka pemberian kewenangan yang luas kepada daerah di bidang dunia usaha. Pengaturan tersebut dilakukan melalui penerapan sistem closedDaerah. Penerbitan uu tersebut merupakan langkah yang sangat strategis
list, perluasan basis PDRD yang sudah ada, penambahan jenis PDRD baru, peningkatan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, serta pemberian diskresi atas penetapan tarif pajak daerah. selain itu, untuk mengoptimalkan provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih ideal dan kebijakan earmarking pelayanan kepada masyarakat daerah dan meningkatkan investasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah. untuk jenis pajak tertentu. upaya penyempurnaan tersebut dilakukan agar Dilihat dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan melalui jumlah transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah, terjadi kenaikan yang siginifikan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 2011, total dana yang didaerahkan melalui dana perimbangan pada Anggaran Pendapatan dan triliun. Peningkatan yang cukup signifikan pada besaran dana perimbangan tersebut telah menyebabkan pengelolaan fiskal yang menjadi tanggung jawab daerah meningkat cukup tajam. Belanja Negara (APBN) tahun 2001 adalah sebesar Rp.82,4 triliun, sedangkan dalam APBN tahun 2011 besarnya alokasi dana perimbangan adalah Rp.334,3 selain transfer dana dalam bentuk dana perimbangan, kepada daerah juga penerimaan PAD maka dikembangkan pula kebijakan dana bagi hasil pemungutan PDRD yang dilakukan pemerintah daerah dapat meningkatkan
diberikan pendanaan lain dalam komponen dana otonomi khusus dan dana
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi I-5
penyesuaian. Terkait dengan dana penyesuaian, terdapat tren kenaikan yang dana penyesuaian pada dasarnya untuk menampung program-program yang berganti-ganti. Dana ini ditujukan untuk menampung alokasi anggaran untuk mendorong atau menguatkan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah. keuangan pusat dan daerah juga dalam bentuk mekanisme pinjaman daerah
cukup signifikan atas alokasi tersebut dari tahun ke tahun. Pengalokasian tertentu untuk jangka waktu tertentu (bersifat ad hoc) dengan nomenklatur dalam rangka pendanaan kebijakan tertentu pemerintah, antara lain Penguatan sumber-sumber penerimaan daerah dalam kerangka hubungan
dan hibah daerah. Kontribusi pinjaman daerah terhadap defisit APBD masih Anggaran (SILPA) sebagai sumber untuk menutup defisit APBD. Sementara ditujukan bagi proyek pembangunan yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
sangat kecil dan berfluktuasi berkisar antara 4-7 persen antara tahun 2007itu, upaya pemerintah dalam memberikan hibah kepada daerah terutama (RPJM). salah satu proyek prioritas yang akan didanai dari mekanisme Penerusan Hibah dan Penerusan Pinjaman ke daerah adalah kegiatan Mass penting yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi di RPJMN yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rapid Transit (MRT) di Provinsi DKI Jakarta. Proyek MRT merupakan agenda Jakarta. Proyek ini selaras dengan prioritas nasional dan masuk di dalam Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk membiayai program dan kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah melalui Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, dan dana untuk melaksanakan
I-6 Pendahuluan
program dan kegiatan instansi vertikal di daerah. Dana-dana tersebut tidak meningkat.
masuk dalam pos APBD, namun secara nyata dana tersebut dibelanjakan di daerah. Dengan demikian, sejalan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi Melalui penguatan sumber-sumber pendapatan daerah dan pemberian
daerah, proporsi pengeluaran APBN yang dibelanjakan di daerah terus diskresi belanja daerah maka diharapkan terdapat efisiensi dan efektivitas ini dikarenakan semakin dekatnya Pemerintah dengan masyarakat yang prioritas daerah mereka. Dalam masa mendatang peningkatan kualitas meningkatkan kesejahteraan masyarakat. dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Hal
dilayaninya sehingga pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan dan penyelenggaraan pemerintahan tersebut diharapkan akan mendorong Keberhasilan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah mulai terlihat di beberapa daerah. Pada tahun 2008, terdapat 14 provinsi yang tingkat pertumbuhan ekonominya di atas pertumbuhan nasional yang seperti Papua dan Papua Barat, juga termasuk ke dalam daerah provinsi yang pertumbuhan ekonominya di atas pertumbuhan ekonomi nasional. saat itu mencapai 6,1 persen. Pada tahun 2009, terdapat 22 provinsi yang
pertumbuhan ekonominya berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang saat itu mencapai 4,55 persen. Daerah di wilayah timur Indonesia, dengan meningkatkan investasi. upaya yang dilakukan untuk meningkatkan yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, (2) menciptakan kepastian
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah investasi diantaranya adalah (1) meningkatkan ketersediaan infrastruktur hukum, (3) menciptakan jaminan keamanan, (4) menciptakan kondisi
I-7
persaingan usaha yang sehat, dan (5) menciptakan transparansi kebijakan pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan kepastian memberikan kepastian kepada masyarakat dan pelaku usaha atas pungutan oleh pemerintah dalam bentuk transfer ke daerah, diharapkan mampu dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
PDRD, yang telah dituangkan dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. sistem pengelolaan PDRD berdasarkan closed-list diharapkan dapat PDRD yang diperkenankan agar tidak menghambat masuknya investasi ke daerah. selain itu, peningkatan dana untuk infrastruktur yang disalurkan untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendalam atas peningkatan tema Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam
memberikan stimulus untuk lebih mendorong investasi di daerah, terutama kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah, Pelengkap Buku Pegangan konsep dan ruang lingkup hubungan keuangan antara pusat dan daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011 disajikan dengan
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Buku ini akan membahas mengenai sistem pendanaan di daerah, serta upaya peningkatan kualitas belanja daerah dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Buku ini pengelola kebijakan baik pemerintah pusat dan daerah, pelaku ekonomi dan masyarakat, khususnya dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi transparan dan akuntabel, serta peningkatan pelayanan publik yang sesuai segera terwujud. diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan, fiskal di Indonesia. Dengan demikian pengelolaan keuangan di daerah yang
I-8
Pendahuluan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
II-9
II-10
HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah
undang-undang Dasar 1945. Dalam pasal 18A ayat (1) undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa hubungan wewenang antara Pemerintah kekhususan dan keragaman daerah. Pasal inilah yang melandasi lahirnya dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. selanjutnya undang-undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. undang. Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang
pembentukan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bertujuan untuk mendukung diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follow function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah mencakup pembagian
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi II-11
keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dimensi lain dari hubungan keuangan bukan hanya terkait pola pembagian keuangan dalam rangka mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. selain itu Pemerintah juga memberikan bimbingan kepada daerah untuk meningkatkan efektifitas pinjaman daerah dan hibah ke daerah. Berbagai filosofi perimbangan
dengan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance), namun juga mencakup dukungan Pemerintah dalam mendorong pengelolaan keuangan daerah sebagai subsistem pengelolaan keuangan keuangan tersebut juga selaras dengan amanat dari tiga paket undangtentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 2004. Kerangka hubungan keuangan antara pusat dan daerah memberikan
undang di bidang keuangan negara, yakni undang-undang Nomor 17 Tahun yang merupakan acuan dasar pelaksanaan undang-undang Nomor 33 Tahun landasan bagi pola pendanaan kepada daerah yang mengacu 3 (tiga) prinsip utama yaitu: (1) perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai (2) pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam
2003 tentang Keuangan Negara, undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
konsekuensi penyerahan urusan Pemerintah kepada pemerintah daerah; rangka pelaksanaan desentralisasi harus memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal; dan (3) perimbangan keuangan antara Pemerintah
II-12 HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah
dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam tugas pembantuan. Implementasi ketiga prinsip hubungan keuangan tersebut,
rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan dilaksanakan secara optimal dapat mendukung sinkronisasi perencanaan mengedepankan pembangunan berdimensi kewilayahan yang menempatkan daerah sebagai pusat pertumbuhan. Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam menjaga keserasian pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan
apabila
dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan (Growth with Equity). Disamping itu, dalam menjaga keselarasan dengan prioritas nasional, pemerintah daerah harus tetap memperhatikan pembangunan daerah yang Environment). Dengan demikian, setiap daerah dapat memberikan kontribusi terbaik dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional dengan keuangan daerah. tetap mengutamakan kemandirian daerah dalam mengelola sumber-sumber dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya
Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Adapun penyelenggaraan pemerintahan yang gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan. menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
II-13
APBD terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, lain-lain Pendapatan Yang sah, dan Pinjaman Daerah. Pendapatan Asli Daerah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan desentralisasi. daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan yang utuh. dari Transfer ke Daerah dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat antar-daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan bagian
yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi umum (DAu), dan
selain Dana Perimbangan, Transfer ke Daerah juga mencakup Hibah dan Dana Darurat. Hibah dapat berasal dari pemerintah negara asing, badan/ lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang dapat ditanggulangi dengan dana APBD. tidak perlu dibayar kembali. Dana Darurat dapat diberikan kepada daerah dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak
II-14
HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah
Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi persyaratan, mekanisme, dan sanksi pinjaman daerah. a. c. urusan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman keuangan daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. oleh karena itu, pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, Pada gambar 2.1 terlihat pola Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai konsekuensi dari hubungan wewenang atau fungsi antara Pemerintah dan pemerintahan daerah dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: b. dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN; desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD; urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, dan yang merupakan tugas Pemerintah di daerah dalam rangka
dibiayai oleh Pemerintah atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan; Pemerintah memberikan sejumlah bantuan. sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi,
d.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
II-15
sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka daerah dituntut untuk dapat secara mandiri melaksanakan pembangunan, mulai dari sisi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
desentralisasi yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, maka pertanggungjawabannya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah. sebagaimana disebutkan di atas, untuk mendanai penyelenggaraan urusan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pada dasarnya bentuk penyerahan kewenangan harus diikuti dengan penyerahan pendanaan dilakukan dengan prinsip money follow function. Hal ini berarti bahwa setiap selaras dengan esensi otonomi daerah, maka besarnya sumber pendanaan untuk daerah tersebut juga diikuti dengan diskresi dalam hal pembelanjaan
II-16 HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah
maupun
stimulus fiskal bagi perekonomian di daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. oleh karena itu, keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada pemerintah lapangan kerja, dan mengurangi jumlah penduduk miskin. selanjutnya, keuangan pemerintah harus dikelola secara tertib, taat pada akuntabel. untuk menjabarkan konsep Hubungan Keuangan antara Pusat dan peraturan perundangan yang mengatur hal tersebut. daerah dalam mengalokasikan belanjanya pada program dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat (public service), menciptakan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan Daerah tersebut telah ditetapkan berbagai peraturan perundangan sebagai gambar 2.2 skema Peraturan Perundangan yang mengatur Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
II-17
II-18
HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-19
III-20
SistemPendanaandiDaerah
PENDAHULUAN
ideal, kebijakan perpajakan dan retribusi daerah diarahkan untuk lebih Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2010 merupakan pengganti dari undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah dapat dipungut oleh daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
memberikan kepastian hukum, penguatan local taxing power, peningkatan efektivitas pengawasan, dan perbaikan pengelolaan pendapatan pajak
daerah dan retribusi daerah. Kebijakan ini tertuang dalam undang-undang Daerah sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Berdasarkan undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi
III-21
sesuai dengan kewenangan masing-masing dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda). 1. Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain:
Beberapa kebijakan mendasar yang diatur dalam undang-undang Nomor 28 menjadi closed-list system. salah satu pertimbangan penerapan closedlist system adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis pungutan daerah yang wajib dibayar serta jenis pajak dan retribusi daerah yang tercantum dalam undang-undang. meningkatkan efisiensi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/ umum, 11 jenis retribusi jasa usaha, dan 5 jenis retribusi perizinan tertentu. yaitu: 1. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya dapat memungut Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah diubah dari open-list system
Berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 terdapat 16 jenis kota. selain pajak daerah, juga terdapat 30 jenis retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah, yang terdiri dari 14 jenis retribusi jasa 2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada,
perpajakan dan retribusi daerah (penguatan local taxing power). Penguatan local taxing power dilakukan melalui beberapa kebijakan, seperti perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Retribusi Izin gangguan;
III-22
SistemPendanaandiDaerah
2.
Rokok, Pajak sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah Telekomunikasi, dan Retribusi Izin usaha Perikanan; dan Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan; dan Pajak Rokok.
dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti
dan Perkotaan (PBB-P2), Retribusi Pelayanan Tera/Tera ulang, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada provinsi kecuali
3. 4.
Perda) sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan daerah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat mengkompensasi hilangnya berbagai jenis pungutan daerah sebagai akibat perubahan retribusi daerah yang memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak menciptakan jenis pungutan baru yang potensinya relatif kecil dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. open-list system menjadi closed-list system. Dalam kaitan ini, daerah
didorong untuk mengoptimalkan pemungutan jenis pajak daerah dan 3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih pasti dan kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-23
tertentu. setiap jenis pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/ kota sesuai komposisi yang ditetapkan dalam undang-undang. Kebijakan bagi hasil pajak ini mencerminkan bentuk tanggungjawab pemerintah provinsi untuk ikut serta menanggung beban biaya yang diperlukan oleh kabupaten/kota dalam pelaksanaan fungsinya memberikan pelayanan membiayai kegiatan yang dapat dirasakan secara langsung oleh
kepada masyarakat. sementara itu, dengan adanya kebijakan earmarking, sebagian hasil pendapatan pajak daerah tertentu dialokasikan untuk pembayar pajak tersebut. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan kebijakan earmarking adalah sebagian pendapatan pajak penerangan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan 4. masyarakat dan penegakan hukum. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah pelayanan yang lebih baik kepada pembayar pajak. sebagai contoh jalan harus dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan umum, 10 pajak rokok harus dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor harus dialokasikan modal dan sarana transportasi umum, dan 50 persen dari pendapatan dengan
mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif (berdasarkan korektif. setiap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak dahulu oleh Pemerintah. Perda yang sudah ditetapkan dapat dibatalkan oleh Pemerintah apabila bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan/atau kepentingan umum. Kewenangan pembatalan daerah sebelum ditetapkan menjadi Perda harus dievaluasi terlebih
Perda yang semula berada pada Menteri Dalam Negeri dialihkan kepada Presiden dalam rangka memperkuat dasar hukum pembatalan Perda.
III-24 SistemPendanaandiDaerah
selain itu, terhadap daerah yang melakukan pelanggaran terhadap daerah dapat dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi
3.1.2.
sesuai dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah yang dipungut oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota adalah sebanyak 11 jenis retribusi jasa usaha, dan 5 jenis retribusi perizinan tertentu. 3.1.2.1. Pajak daerah pada Tabel 3.1. jenis. sedangkan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah provinsi dan
dapat dipungut oleh daerah adalah 16 jenis, meliputi 5 jenis dan yang dapat
kabupaten/kota adalah 30 jenis, meliputi 14 jenis retribusi jasa umum, 11 Jenis-jenis Pajak Daerah berdasarkan uu No. 28 Tahun 2009 dapat dilihat Tabel 3.1. Jenis Pajak Daerah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
1. Pajak Kendaraan Bermotor; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; rmotor; motor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan 5. Pajak Rokok.
Provinsi
Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Parkir; Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan; Pajak Air Tanah; Pajak sarang Burung Walet; PBB Perdesaan & Perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Kabupaten/Kota
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-25
Jenis pajak daerah bersifat limitatif (closed-list) yang berarti bahwa pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak dapat pertimbangan, antara lain, mobilitas objek pajak. 3.1.2.2. retribusi daerah memungut pajak selain yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak tersebut sebagai pajak daerah provinsi dan pajak kabupaten/kota didasarkan pada Retribusi daerah dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. badan. 1. 2. kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau meliputi:
1. Retribusi Jasa Umum adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan 2. Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum dapat
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan atas pelayanan perizinan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, menjaga kelestarian lingkungan.
III-26 SistemPendanaandiDaerah
tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan
Jenis Retribusi Daerah berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Jenis Retribusi Daerah
1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Jasa Usaha 2. Retribusi Pasar grosir/Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir 7. Retribusi Rumah Potong Hewan 4. Retribusi Terminal 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Perizinan Tertentu 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin gangguan 4. Retribusi Izin Trayek 5. Retribusi Izin usaha Perikanan
2. Retribusi Persampahan/ Kebersihan 3. Retribusi KTP dan Akte Capil 4. Retribusi Pemakaman/ Pengabuan Mayat 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 5. Retribusi Parkir di Tepi Jalan umum
6. Retribusi Pelayanan Pasar 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 11. Retribusi Penyedotan Kakus 12. Retribusi Pengolahan limbah Cair 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-27
sama halnya dengan pajak daerah, jenis retribusi daerah juga bersifat limitatif
retribusi selain 30 jenis retribusi tersebut di atas. Meskipun demikian, untuk untuk dilakukannya penambahan jenis retribusi daerah yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Penentuan jenis retribusi jasa yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota sesuai peraturan kabupaten/kota berdasarkan prinsip efisiensi.
mengantisipasi perkembangan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dan menyesuaikan dengan ketentuan sektoral, dimungkinkan umum dan retribusi perizinan tertentu yang dapat dipungut oleh daerah
provinsi dan kabupaten/kota didasarkan pada urusan pemerintahan perundang-undangan. sedangkan penentuan retribusi jasa usaha didasarkan pada jasa pelayanan yang dapat diselenggarakan/diberikan oleh provinsi dan objek masing-masing jenis retribusi telah diatur dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Pemerintah daerah dapat mengatur pengecualian perluasan terhadap objek retribusi daerah. sementara itu, penetapan besaran untuk masing-masing jenis retribusi daerah, yaitu: 1. penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek biaya modal; tarif retribusi harus mengacu kepada prinsip dan sasaran penetapan tarif keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Biaya keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak adalah keuntungan yang
SistemPendanaandiDaerah
pengenaan retribusi atas objek tertentu namun tidak boleh melakukan Tarif Retribusi Jasa umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya
2.
dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan Tarif Retribusi Jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
III-28
3.
diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar;
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Pemanfaatan hasil penerimaan masing-masing jenis retribusi daerah bersangkutan yang pengalokasiannya ditetapkan dengan Perda.
3.1.3.
suatu jenis pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan sebagai pungutan daerah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria untuk pajak sebagai pajak daerah digunakan kriteria sebagai berikut: 3.1.3.1. kriteria Pajak daerah a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi. badan kepada daerah: dan Pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam undangtanpa imbalan langsung yang seimbang; dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku; daerah dibedakan dengan kriteria retribusi daerah. Dalam menetapkan pajak
KRITERIA
undang yaitu kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-29
yang menggunakan/memanfaatkan suatu pelayanan/perizinan yang b. objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota bersangkutan, dengan penjelasan sebagai berikut:. immobile Batuan bersifat retribusi.
disediakan oleh daerah maka iuran tersebut bukan pajak melainkan yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang 1) Yang dimaksud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak relative 2) Yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya hanya ditanggung oleh masyarakat lokal. Contoh: Pajak Penerangan Jalan. Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, contohnya antara lain: Pajak atas reklame dalam surat kabar dan media elektronik. pelabuhan atau bandara atau di tempat lain;
Jika suatu kontribusi hanya dibayar oleh orang pribadi atau badan
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Mineral Bukan logam dan
Pajak atas barang yang diekspor atau diimpor (lalu lintas barang) di
III-30
SistemPendanaandiDaerah
c.
umum.
dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan Potensi pajak memadai.
Contoh: Pajak atas seluruh komoditi akan menimbulkan ketidakstabilan Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan. objek Pajak bukan merupakan objek pajak pusat.
pajak ganda (double tax), yaitu pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah. Contoh : Pajak atas produksi minuman keras. dilokalisir. objek pajak tersebut merupakan objek cukai yang lebih layak dipungut Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain adalah
f.
oleh Pemerintah Pusat, karena dampak dari pungutan ini tidak dapat arus sumber daya ekonomi antardaerah maupun kegiatan ekspor-impor. Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini adalah: Pajak tidak mengganggu alokasi sumber ekonomi dan tidak merintangi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-31
g.
pajak yang dipungut atas kegiatan ekonomi tertentu tanpa alasan pajak atas hasil perkebunan; dispensasi jalan umum. pemungutannya; hewan, seperti: pajak angkutan barang di jalan raya; dan pajak
pajak atas lalu lintas barang atau atas transportasi barang atau
ekonomis atau sosial yang kuat, seperti: pajak atas produksi garam;
Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Aspek keadilan, antara lain:
objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak; tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak.
pengenaan pajak tidak membedakan (klasifikasi) orang pribadi atau badan tanpa alasan yang kuat. Contoh: Pajak Hotel, pengecualian anggota DPRD sebagai subjek atau wajib pajak. Aspek kemampuan masyarakat: Pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memikul Menjaga kelestarian lingkungan.
Hal lain mengenai aspek keadilan adalah objek atau subjek atau dasar
tambahan beban pajak, sehingga sebagian besar dari beban pajak tersebut h. Hiburan terhadap hiburan rakyat, seperti kesenian tradisional. atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. Contoh: Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan.
SistemPendanaandiDaerah III-32
tidak dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu. Contoh: Pajak pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada daerah atau pusat Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa
3.1.3.2. kriteria retribusi daerah a. Kriteria Retribusi Jasa umum i. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa usaha atau
pelayanan yang secara langsung dapat dinikmati oleh pengguna jasa tetapi jasa tersebut bukan menyangkut kegiatan pembinaan, layanan yang konkrit. ini karena pengenaannya bersifat pajak dan tidak tersirat adanya rangka pelaksanaan desentralisasi. Pengenaan retribusi hanya dapat dilakukan terhadap jasa yang
pengaturan, pengawasan, dan pengendalian. Pengenaan retribusi ii. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam
yang dihitung dengan nilai per komoditi tidak sesuai dengan kriteria
iii. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. manfaat bagi kepentingan masyarakat pada umumnya. Misalnya Pengguna jasa dapat diidentifikasi dan layanan tersebut memberikan
secara eksplisit telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan sebagai fungsi dan menjadi kewenangan daerah.
retribusi pelayanan persampahan, disamping manfaat bagi individu masyarakat pada umumnya terhindar dari penyebaran bakteri penyakit. yang berasal dari sampah yang menjadi sumber penyebaran wabah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-33
iv. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi daerah. v. pada umumnya. kebijakan
oleh publik dan besarnya retribusi dapat dipikul oleh masyarakat mengenai penyelenggaraannya. sarana publik yang berdasarkan pendidikan dasar dan jalan umum tidak sesuai dengan kriteria ini. merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial. tingkat seharusnya lebih rendah dari hasil penerimaan retribusi. baik. kepuasan pengguna jasa sebanding dengan nasional wajib disediakan oleh pemerintah
Jasa yang akan dikenakan retribusi secara politis harus bisa diterima Retribusi daerah tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
vi. Retribusi daerah dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta pembayaran retribusi. Dari segi efisiensi, biaya pemungutan tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih seharusnya digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain dalam bentuk proses pelayanan yang tanpa menaikkan tarif retribusi daerah. Dengan tarif retribusi daerah yang wajar, pengguna jasa memperoleh Efektifitas dari pungutan retribusi seharusnya tercermin dalam jumlah
dan
vii. Pemungutan retribusi daerah memungkinkan penyediaan jasa kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Penerimaan retribusi
III-34
SistemPendanaandiDaerah
b.
Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa umum atau
ii.
untuk melayani kepentingan umum dan bukan menyangkut kegiatan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.
seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum Jasa yang dikenakan retribusi daerah adalah jasa yang belum sepenuhnya dapat disediakan oleh swasta dimana layanan tersebut
bersifat komersial sehingga pemerintah daerah dimungkinkan untuk c. i. Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu: mengenakan tarif jasa yang di dalamnya sudah termasuk margin keuntungan. diserahkan kepada daerah dalam rangka azas desentralisasi. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
yang selama ini sudah menjadi kewenangan daerah serta perizinanii. perizinan baru yang pengelolaannya telah diserahkan kepada daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. kepentingan umum.
menjaga ketertiban umum dan melalui kegiatan pengawasan dan izin tersebut.
iii. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari retribusi perizinan. tersebut. menimbulkan dampak negatif karena memerlukan biaya yang cukup
pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari besar untuk menanggulangi dampak negatif atas pemberian izin
3.1.4.
Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus diatur dengan Perda. suatu rancangan Perda tentang PDRD, sebelum ditetapkan menjadi Perda terlebih dahulu harus dievaluasi oleh pemerintah, dengan ketentuan: a. b. Negeri untuk dievaluasi; dan untuk dievaluasi. Rancangan Perda provinsi tentang PDRD yang telah disetujui antara Rancangan Perda kabupaten/kota yang telah disetujui antara bupati/ gubernur dan DPRD provinsi harus disampaikan kepada Menteri Dalam walikota dan DPRD kabupaten/kota harus disampaikan kepada gubernur
PRoSEDUR PENETAPAN
Dalam proses evaluasi tersebut, gubernur dan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan agar terdapat sinkronisasi kebijakan fiskal antara pusat dan daerah.
III-36
SistemPendanaandiDaerah
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Perda PDRD adalah sebagai berikut: a. mengenai: setiap Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya harus mengatur 1) Nama, objek, dan subjek pajak; 3) Wilayah pemungutan; 4) Masa pajak; 5) Penetapan; 7) Kadaluwarsa; 1. 2. 3. b. 2) Dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; 6) Tata cara pembayaran dan penagihan; Disamping itu, Perda pajak daerah dapat pula mengatur mengenai: tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; asing sesuai dengan kelaziman internasional. mengenai: 1) Nama, objek, dan subjek retribusi; 2) golongan retribusi; 8) sanksi administratif; dan 9) Tanggal mulai berlakunya.
Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal Tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa; dan/atau Asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan, dan
Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya harus mengatur 3) Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-37
4) Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif 5) struktur dan besarnya tarif retribusi; 6) Wilayah pemungutan; 7) Penentuan 8) sanksi administratif; 9) Penagihan; penundaan pembayaran; pembayaran, tempat retribusi; pembayaran, angsuran, dan
Disamping itu, Perda retribusi daerah dapat juga mengatur mengenai: 1) Masa retribusi; 3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa.
10) Penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa; dan 11) Tanggal mulai berlakunya.
2) Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam halhal tertentu atas pokok retribusi dan/atau sanksinya; dan/atau
3.1.5.
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Perda tentang PDRD yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Pengawasan dimaksud dilakukan secara preventif dan korektif. Pengawasan secara preventif dilakukan dengan
daerah dengan DPRD sebelum ditetapkan menjadi Perda. Raperda provinsi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Raperda Kabupaten/Kota disampaikan kepada gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah evaluasinya berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Hasil evaluasi yang
III-38 SistemPendanaandiDaerah
telah dikoordinasikan kepada Menteri Keuangan tersebut dapat berupa persetujuan atau penolakan. ditetapkan oleh kepala daerah disampaikan kepada Menteri Keuangan paling dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
sementara itu, pengawasan represif dilakukan terhadap Perda tentang PDRD yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Perda PDRD yang telah lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. Dalam hal Perda bertentangan lebih tinggi maka Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Perda Negeri dilakukan paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal diterimanya dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Penyampaian Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 hari kerja sejak diterimanya provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Agung. Jika keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Perda. Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Perda dimaksud kepada Presiden. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan pembatalan, kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda, Perda dimaksud dinyatakan Perda sebagaimana dimaksud. Paling lama 7 hari kerja setelah keputusan dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-
Bagi Hasil atau restitusi. semenjak digulirkannya otonomi daerah tahun 2001
sampai dengan Februari 2011, Menteri Keuangan telah menerima 13.623 Perda PDRD. Dari jumlah Perda yang diterima tersebut seluruh Perda telah dievaluasi dan sebanyak 4.885 Perda diantaranya atau sekitar 36 persen direkomendasikan pembatalannya oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. sejak tahun 2005 sampai dengan Februari 2011, Menteri Keuangan telah menerima dan mengevaluasi Raperda atau sekitar 27 persen yang dapat secara langsung disetujui dan 63 persen lainnya harus direvisi terlebih dahulu sebelum dapat ditetapkan pembinaan secara terus menerus. Berdasarkan ikhtisar hasil evaluasi Perda dan Raperda PDRD yang dilakukan oleh Pemerintah, jenis pungutan daerah yang banyak bermasalah terutama pengembangan potensi fiskal daerah dan pembangunan ekonomi daerah. mineral, serta kebudayaan dan pariwisata. Pungutan daerah untuk sektor-
Dalam rangka pelaksanaan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Raperda PDRD harus dievaluasi terlebih dahulu oleh 3.312 Raperda dari Pemerintah Daerah. Dari jumlah tersebut, hanya 895 menjadi Perda. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa pemahaman daerah dalam penyusunan Perda PDRD masih perlu ditingkatkan dan memerlukan dari sektor perhubungan, industri dan perdagangan, energi dan sumber daya sektor ini perlu mendapat perhatian agar tidak kontra produktif dalam upaya
III-40
SistemPendanaandiDaerah
3.1.6.
Pelanggaran terhadap ketentuan di bidang perpajakan daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi. Ketentuan sanksi tersebut diatur lebih lanjut Cara Pengenaan sanksi terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. a. dapat dibagi dua bagian, yaitu: Tidak Pelanggaran terhadap prosedur penetapan Perda, yang dapat berupa: Penetapan Perda tanpa melalui proses evaluasi, Pemerintah. menyampaikan Perda yang telah Penetapan Perda tanpa mengikuti hasil evaluasi, atau ditetapkan
SANKSI
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata secara umum, pelanggaran di bidang pajak daerah dan Retribusi daerah
b.
Pelanggaran terhadap substansi pungutan yaitu pemungutan PDRD dipungut berdasarkan Perda yang telah dibatalkan atau sebesar 5 persen dari jumlah Dana Alokasi umum dan/atau DBH Pajak Penghasilan yang disalurkan setiap periode penyaluran.
Alokasi umum atau DBH pajak penghasilan sebesar 10 persen untuk setiap periode penyaluran. berdasarkan Perda yang telah dibatalkan. Atas pelanggaran substansi
kepada
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-41
3.1.7.
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh daerah terkait dengan penetapan Perda tentang PDRD dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Kesepahaman, atau dokumen selain Perda;
pada Perda, misalnya dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah, Nota sebagaimana diatur dalam undang-undang;
Masih terdapat pungutan yang dilakukan oleh daerah tanpa didasarkan Materi pengaturan dalam Perda tidak memenuhi standar ketentuan
perluasan objek pungutan, tarif tidak ditetapkan secara definitif, tarif melampaui tarif maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang; dan struktur dan besaran tarif Retribusi ditetapkan oleh kepala daerah.
3.1.8.
Dengan berlakunya undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaanya lagi. Pemberlakuan beberapa jenis pajak daerah yang baru dimunculkan langsung diimplementasikan oleh pemerintah daerah. BPHTB baru dapat memberikan peluang kepada pemerintah daerah yang sudah siap untuk sebelum 1 Januari 2014. dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak secara otomatis dapat dan Pajak Rokok pada 1 Januari 2014. Meskipun demikian, pemerintah (seperti Peraturan Pemerintah Nomor 65 dan 66 Tahun 2001) tidak berlaku diberlakukan pada 1 Januari 2011 serta PBB Perdesaan dan Perkotaan mengambil alih pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Rokok
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
III-42
SistemPendanaandiDaerah
Terkait dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, beberapa hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh pemerintah daerah, yaitu: a. Memilih b. c. jenis pungutan yang ada); jenis pungutan yang akan mempertimbangkan potensi daerah (tidak harus memberlakukan semua undang Nomor 28 Tahun 2009; diberlakukan dengan
Tidak mengadakan jenis pungutan selain yang ada dalam undangterdapat dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 harus disesuaikan dengan undang-undang dimaksud paling lambat 31 Desember 2012; kedua jenis pajak dimaksud; dan Pajak Rokok sebelum 1 Januari 2014 atau sebelum pengambilalihan objeknya agar potensi penerimaan dapat dioptimalkan; kurangnya harus diatur dalam Perda tentang PDRD; Tahun 2009; Mendahulukan perubahan atau penyesuaian Perda yang diperluas Perda yang berlaku saat ini yang mengatur jenis pajak dan Retribusi yang
d. e. f. g. h.
penyusunan Perda sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 28 pemerintah daerah perlu melakukan konsultasi/koordinasi/sosialisasi dengan intansi terkait (kanwil pajak, badan pertanahan, bea dan cukai, notaris/pejabat pembuat akta tanah, dan lain-lain); dan Terkait dengan PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB dan Pajak Rokok,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-43
i.
Beberapa peraturan pelaksanaan terkait dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang telah ditetapkan oleh Pemerintah adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Retribusi Daerah; Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Assessment) atau Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Self Assessment); Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah (Official atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai subjek BPHTB; Perdesaan dan Perkotaan;
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 tentang Badan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.07/2010 tentang Badan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai subjek PBB Cara Pengenaan sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; BPHTB menjadi Pajak Daerah;
186/PMK.07/2010 dan 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Pengalihan Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah.
SistemPendanaandiDaerah
III-44
Disamping peraturan diatas, terdapat 2 (dua) peraturan pelaksanaan terkait Pemerintah, yaitu: 1. 2. penerbitannya disesuaikan dengan kebutuhan; Penyetoran Pajak Rokok.
dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang sedang disiapkan oleh Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Daerah Tambahan yang Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemungutan dan
3.1.9.
sebagaimana halnya dengan jenis pajak daerah lainnya, pemungutan BPHTB pertama yang harus dilakukan oleh daerah adalah menetapkan Perda tentang pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, dan ketentuan lain yang diperlukan
hanya dapat dilakukan dengan menerbitkan Perda. oleh karena itu, langkah BPHTB. Perda ini merupakan landasan hukum yang mengatur kebijakan BPHTB di suatu daerah, baik menyangkut cakupan objek, subjek dan wajib BPHTB dalam undang-undang ini relatif telah cukup rinci. Namun demikian, karakteristik daerah sepanjang tidak melanggar ketentuan pokok yang ditetapkan dalam undang-undang. ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, membangun sarana dan
untuk pemungutan BPHTB. Penyusunan Perda tersebut dilakukan dengan daerah dapat menyesuaikan Perda BPHTB dengan kondisi masyarakat dan langkah kedua yang perlu dipersiapkan daerah adalah teknis pemungutan prasarana pemungutan pajak (termasuk menyediakan komputer dengan spesifikasi untuk mengunduh data NJOP guna validasi pembayaran BPHTB),
BPHTB, mulai dari penyusunan Standard Operating Procedures (soP) yang menyiapkan sumber daya manusia (sDM) untuk memungut BPHTB (melalui
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-45
pelatihan, magang, dan lain-lain), serta membuka rekening pada bank yang sehat. langkah ketiga yang perlu dipersiapkan adalah upaya pendukung kelancaran melakukan kerjasama dengan pihak terkait. 1. 2. pemungutan BPHTB. Daerah harus melakukan sosialisasi tentang kebijakan BPHTB kepada seluruh pemangku kepentingan di daerah tersebut (Notaris, PPAT, Kantor Pertanahan, Kantor lelang, Perbankan, Masyarakat) dan Pemerintah telah melakukan berbagai langkah, antara lain: ini dilakukan sejak oktober 2009 sampai sekarang. Melakukan sosialisasi kepada seluruh Pemda dan pemangku kepentingan untuk mempersiapkan pengalihan BPHTB menjadi pajak kabupaten/kota, lainnya untuk menyampaikan kebijakan baru di bidang PDRD. Kegiatan untuk membantu daerah dalam rangka pemungutan BPHTB. Kegiatan
pelatihan, bimbingan teknis, konsultasi, dan penyediaan e-learning, hanya instansi Pemerintah di pusat tetapi juga Kantor Wilayah Ditjen Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama, dan Balai Pelatihan Keuangan yang ada di daerah. Membentuk Tim dari pusat ke daerah. Disamping mempersiapkan peraturan pelaksanaan Persiapan Pengalihan BPHTB yang bertugas
3.
mempersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan pengalihan BPHTB tentang Pengecualian lembaga internasional dari pengenaan BPHTB
BPHTB (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 serta Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Persiapan Pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah), Tim ini juga
III-46
SistemPendanaandiDaerah
4.
berfungsi sebagai Help-Desk untuk membantu daerah mengatasi berbagai masalah dalam proses pengalihan BPHTB.
dengan menyediakan template Perda BPHTB, template soP BPHTB, dan menginformasikan spesifikasi komputer yang diperlukan untuk membaca yang dapat digunakan oleh Pemda untuk menyusun soTK. tentang struktur organisasi pemungutan BPHTB. a. sejumlah langkah lainnya dilakukan untuk Menyusun dan menyerahkan aplikasi pembaca NJoP kepada Pemda. mendorong NJoP dalam rangka validasi pembayaran BPHTB, serta organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pajak yang selama ini mengelola BPHTB
5. 6. 7.
Menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 Melakukan launching BPHTB dan PBB-P2 di surabaya pada tanggal pusat mengalihkan pemungutan BPHTB kepada daerah sejak 1 dan mengingatkan implikasinya apabila pada tanggal 1 Januari 2011 Perda BPHTB belum diterbitkan. daerah
b.
pemungutan BPHTB mulai 1 Januari 2011. Namun terdapat sejumlah Pemda lainnya yang belum menerbitkan Perda BPHTB karena berbagai kendala dan prolegda 2010. pertimbangan, antara lain: potensi BPHTB di daerahnya relatif kecil, belum
sedang dievaluasi oleh gubernur dan rancangan Perda BPHTB belum masuk
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-47
Belum atau tidak ditetapkannya Perda BPHTB tersebut, menimbulkan beberapa implikasi sebagai berikut: 1. 2. 3. ditetapkan. dapat memungut BPHTB sejak 1 Januari 2011 sampai Perda BPHTB bayar BPHTB dalam proses administrasi pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi gugur. sudah sepenuhnya menjadi Pendapatan Asli Daerah. Karena di daerah tersebut tidak ada Perda BPHTB, maka kewajiban lunas Daerah yang belum atau tidak menetapkan Perda tentang BPHTB tidak
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, perkembangan kesiapan daerah dalam pemungutan BPHTB sampai tanggal 11 April 2011 adalah sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut. Tabel 3.3 Kesiapan Daerah Memungut BPHTB (Posisi tanggal 11 April 2011)
Jumlah Daerah 75,8 (%) 17,3 100 6,9 Potensi Penerimaan * 96,2 (%) 3,0 0,8
juga tidak lagi memperoleh dana bagi hasil BPHTB karena jenis pajak ini
No. 1. 2. 3.
Kesiapan Perda Perda yang telah siap Belum ada informasi Total
sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan *) Potensi penerimaan BPHTB dihitung berdasarkan data realisasi penerimaan BPHTB tahun 2010
492
8.018.416.399.926
100
III-48
SistemPendanaandiDaerah
pengalihan BPHTB menjadi pajak kabupaten/kota hasilnya cukup memadai. penerimaan BPHTB.
Hal ini terlihat dari data di atas dimana sekitar 444 daerah kabupaten/ kota atau 90,2 persen dari jumlah daerah, telah selesai dan sedang yang belum diketahui secara pasti kesiapan Perda BPHTBnya, namun daerah pemungutan BPHTB sesegera mungkin. 1. 2. Melakukan sosialisasi kepada
mempersiapkan Perda BPHTB. Daerah ini mewakili 98,2 persen dari total ini hanya memiliki sekitar 2,5 persen dari potensi penerimaan BPHTB. Meskipun demikian, Pemerintah akan secara terus menerus memberikan bantuan dan fasilitasi agar daerah ini dapat menyelesaikan persiapan selanjutnya, dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 28/2009, Pemerintah telah melakukan beberapa hal-hal sebagai berikut: kewenangan pemungutan PBB-P2 dialihkan menjadi pajak daerah. P2 menjadi pajak daerah: a. seluruh Pemerintah Daerah
menjadi pajak daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 180 angka 5 uu No. stakeholder terkait sejak bulan oktober 2009 sampai saat ini, untuk menyampaikan kebijakan baru bahwa paling lambat 31 Desember 2013 Mempersiapkan dan menyusun peraturan pelaksanaan pengalihan PBBTahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah, sesuai amanat Pasal 182 angka 1 uu 28/2009; dan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-49
b. 3.
Peratuan Menteri Keuangan Nomor: 148/PMK.07/2011 tentang PBB-P2, sebagai amanat Pasal 77 ayat (3) huruf f uu 28/2009. awareness dan memotivasi daerah agar
pada tanggal 2 Desember 2010 di surabaya yang bertujuan untuk menumbuhkan sebagai public announcement sekaligus pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat terkait kebijakan perpajakan. dengan saat ini dengan melibatkan perangkat pusat di daerah, baik Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maupun Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Memberikan pelatihan/bimbingan teknis untuk membantu daerah dalam
menyiapkan infrastruktur yang diperlukan. Di sisi lain, kegiatan ini pemungutan PBB-P2 yang dilakukan mulai bulan oktober 2009 sampai
4.
sebagai pelaksanaan dari Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri organisasi Perangkat Daerah. Peraturan tersebut merupakan dasar/pedoman pemungutan PBB-P2. Dalam rangka kewenangan pemungutan PBB-P2, sebagaimana diatur dalam Peraturan mempercepat dan memperlancar proses
Dalam Negeri Nomor: 213/PMK.07/2010 dan Nomor: 58 Tahun 2010, Menteri Dalam Negeri telah menetapkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2010 tentang perubahan Permendagri 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, Pemerintah telah Procedure (soP), organisasi dan tata kerja pemungutan PBB-P2 yang selama
III-50 SistemPendanaandiDaerah
mengkompilasi dan mengirimkan peraturan pelaksanaan, System Operating ini dilakukan oleh Ditjen Pajak yang dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah
pengalihan
Daerah. selain itu, Pemerintah juga telah mengkompilasi: data piutang PBByang berlaku dalam kurun waktu 10 tahun sebelum tahun pengalihan; salinan dan hasil penggandaan sistem Aplikasi PBB-P2 beserta source code. peta desa/kelurahan, peta blok, dan peta zona nilai tanah dalam bentuk
P2 beserta berkas pendukungnya; sK Menteri Keuangan mengenai NJoPTKP softcopy; hasil penggandaan basis data PBB-P2 sebelum Tahun pengalihan; perangkat hukum (Perda dan Peraturan Kepala Daerah), persiapan teknis pemungutan (sistem, data, sumber daya manusia, sarana dan prasarana), kewenangan pemungutan PBB-P2 dapat berjalan dengan baik.
mendorong dan membantu Pemerintah Daerah dalam mempersiapkan maupun persiapan lainnya (sosialisasi dan kerjasama) sehingga pengalihan
PENDAHULUAN
desentralisasi fiskal di Indonesia selama 11 tahun (2001-2011) telah memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi peningkatan sumber pendanaan di daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Keberhasilan kebijakan Transfer ke Daerah dalam mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan fiskal antar daerah melalui DAu dan DAK, masih menghadapi tantangan yang terus berupaya untuk melakukan reformulasi kebijakan Dana Perimbangan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
daerah melalui alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dan meminimalkan kesenjangan cukup berat dengan adanya alokasi dana penyesuaian tertentu yang belum
III-51
setiap tahun sehingga diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan terutama kepada daerah-daerah marjinal. kebijakan Transfer ke Daerah tetap diarahkan untuk : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. fiskal antara pusat & daerah dan antar daerah; pembagian urusan pemerintahan; kesenjangan pelayanan publik antar daerah; daerah; mendukung kesinambungan fiskal nasional;
untuk mendukung reformulasi kebijakan yang berkelanjutan, maka arah meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sesuai dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi
meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional
Kebijakan alokasi Dana Transfer ke Daerah yang terdiri dari Dana sebesar Rp225.532,8 miliar dan DAK sebesar Rp25.232,8 miliar. Dana Perimbangan merupakan komponen terbesar
Perimbangan, Dana otonomi Khusus dan Penyesuaian pada Tahun 2011 sebesar Rp334.324,0 miliar, terdiri dari DBH sebesar Rp83.558,4 miliar, DAu Transfer ke Daerah, sehingga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. dapat dilihat dari telah direvisinya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
SistemPendanaandiDaerah
sebesar Rp392.980,3 miliar. Dana Perimbangan tahun 2011 dialokasikan dalam alokasi
Pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan (continuous improvement) terhadap mekanisme penyaluran Transfer ke Daerah. Perbaikan tersebut
III-52
Transfer ke Daerah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/ 126/PMK.07/2010. Perbaikan mekanisme penyaluran anggaran Transfer ke Daerah tersebut terutama dimaksudkan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi penyaluran, yaitu: (a) mempercepat penyaluran PBB Bagian Daerah yang sebelumnya dilaksanakan secara bulanan menjadi mingguan melalui Bank operasional III; (b) mempertegas penyaluran DBH Cukai Hasil empat tahap menjadi tiga tahap. Tembakau secara triwulanan; (c) mempercepat proses penyaluran DAK dari Implementasi perbaikan mekanisme penyaluran tersebut telah memberikan dampak positif terhadap pengelolaan keuangan daerah, yakni: (1) treasury single account dengan disalurkannya semua dana transfer melalui cepat tersedianya dana; (5) mengurangi sisa anggaran pada akhir tahun sistem Informasi Keuangan Daerah (sIKD). satu rekening bank yang ditunjuk daerah; (3) memberikan kepastian terhadap dan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
mempercepat penyelesaian Perda APBD; (2) mendorong pelaksanaan sistem penerimaan kas daerah sehingga daerah dapat mengatur pola belanja; (4) mempercepat pelaksanaan kegiatan/pembangunan daerah dengan semakin Realisasi Anggaran (lRA) Transfer ke Daerah; dan (8) meningkatkan akurasi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-53
3.2.2.
3.2.2.1.
Penerimaan pajak yang diperoleh Pemerintah dalam APBN dibagihasilkan 2005 yang ditujukan dalam rangka memperkecil kesenjangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendanai penyelenggaraan Kebijakan adanya DBH Pajak ini dilatarbelakangi oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. daerah itu sendiri; secara mandiri; daerah; Kebutuhan pendanaan daerah dalam
kepada daerah dengan proporsi yang telah ditetapkan berdasarkan undangpemerintahan di daerah. Penyempurnaan mekanisme perhitungan dan penyediaan data DBH Pajak perlu didukung oleh instansi teknis terkait di tingkat pusat maupun daerah agar penerimaan pajak dan DBH lebih optimal. rangka menyelenggarakan
pemerintahan di daerah tidak seimbang dengan besarnya pendapatan Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah dalam pengumpulan dana Adanya jenis penerimaan pajak dan atau bukan pajak yang berdasarkan Memperkecil kesenjangan ekonomi antar daerah;
pertimbangan tertentu pemungutannya harus dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, namun obyek dan atau subyek pajaknya berada di Pemerintah Pusat; Memberikan insentif kepada daerah dalam melaksanakan program
III-54
SistemPendanaandiDaerah
Proporsi DBH Pajak yang diterima oleh daerah ditentukan berdasarkan formula persentase tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku. DBH Pajak bersumber dari: a) PPh Pasal 21 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/Pasal 29 Wajib Pajak b) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); mulai tahun 2011. c) Cukai Hasil Tembakau (dialokasikan sejak tahun 2009). orang Pribadi Dalam Negeri;
sesuai dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB sudah dialihkan menjadi pajak daerah terhitung gambar 3.1 Persentase Pembagian Dana Bagi Hasil Pajak
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-55
1. Pajak Penghasilan (PPh) wajib Pajak orang Pribadi Dalam Negeri (wPoPDN) dan PPh Pasal 21 Alokasi DBH PPh didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun Alokasi Dana Bagi Hasil PPh 2005 tentang Dana Perimbangan. a. Pajak Negara dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25 dan 29 orang Pribadi b. Bagian Pemerintah sebesar 80 persen . komposisi sebagai berikut: dialokasikan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk DBH. Bagian daerah provinsi sebesar 8 persen . kembali dengan rincian : dan
c. Bagian pemerintah daerah sebesar 20 persen , yang dibagi kembali dengan Bagian daerah kabupaten atau kota sebesar 12%, akan dibagi
d. e.
2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, dimana ditetapkan masing-masing sebesar 20 persen. telah dicairkan selama triwulan I, II, dan III.
sebagai dasar penyaluran triwulan I, II, dan III tahun anggaran berjalan pada bulan pertama triwulan IV tahun anggaran berjalan, sebagai dasar penyaluran triwulan IV dengan memperhitungkan jumlah dana yang Alokasi definitif, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat
III-56
SistemPendanaandiDaerah
2. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Alokasi Dana Bagi Hasil PBB daerah dalam DBH. 1) Penerimaan Negara dari PBB dialokasikan kepada pemerintah 2) Bagian Pemerintah 10 persen. sebagai berikut: 3) Bagian pemerintah daerah 90 persen.
4) Bagian pemerintah pusat dibagi kembali ke daerah dengan imbangan kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada TA sebelumnya mencapai/ melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan. 16,2 persen untuk daerah provinsi. 6,5 persen dibagi secara merata kepada seluruh kabupaten/kota. 3,5 persen dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten/
5) Bagian daerah dari PBB sebesar 90% tersebut diperinci dengan imbangan: 64,8 persen untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 9 persen untuk biaya pemungutan PBB.
6) Penyaluran DBH PBB didasarkan atas perkiraan alokasi, yang dasar penyaluran tahun anggaran berjalan. 25 persen dan 50 persen.
ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, sebagai penyaluran tahap I dan II dimana ditetapkan masing-masing sebesar
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-57
8) untuk DBH PBB bagian Pusat, prognosa realisasi penerimaan oleh Ditjen Pajak ditetapkan sebagai dasar alokasi definitif, sebagai dasar penyaluran tahap III dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan selama tahap I dan II. Dalam tahap III ini dialokasikan mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan. pula insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya B. Perhitungan Dana Bagi Hasil PBB 1) Besaran PBB yang dibebankan ke wajib pajak tergantung hasil perolehan baru, atau NJoP Pengganti. penilaian yang diklasifikasikan dan digolongkan berdasarkan nilai perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai
Nilai Jual obyek Pajak (NJoP) per m2. NJoP ditentukan melalui Jual Kena Pajak (NJKP), sedangkan untuk NJKP Assessment Ratio perhutanan, dan 20 persen untuk obyek pajak lainnya. sebagai berikut: = tarif X NJKP = (20% X NJoP)
2) Tarif untuk pengenaan PBB ditetapkan sebesar 0,5 persen dari Nilai yang berlaku saat ini adalah 40 persen untuk obyek pajak perumahan dengan NJoP Rp. 1 milyar atau lebih, bidang usaha perkebunan, serta
3) Dengan dasar perhitungan di atas maka perhitungan PBB adalah = 0,5 % X(40 % X NJoP)
III-58
5) Pengenaan PBB diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan berisikan antara lain nama serta alamat wajib pajak, besarnya pajak terutang, serta data-data mengenai obyek pajak.
Pajak Tidak Kena Pajak) per Wajib Pajak sebesar Rp.8.000.000,(delapan juta rupiah).
DBH CHT merupakan amanat Pasal 66A undang-undang Nomor 39 Tahun 3. DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) 2007 yang bersumber dari penerimaan cukai hasil tembakau yang diproduksi sebesar 2 persen. Dalam pengelolaan dan penggunaannya, gubernur dalam negeri yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau menetapkan pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/ penerimaan cukai hasil tembakaunya. Pembagian DBH CHT dilakukan dengan untuk kabupaten/kota lainnya. Dalam pelaksanaannya, gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30 persen
persetujuan Menteri Keuangan, dengan komposisi 30 persen untuk provinsi menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kedalam 5 (lima) kelompok kegiatan utama, yaitu (1) peningkatan bahan baku industri hasil tembakau, (2) pembinaan industri hasil tembakau, (3) kegiatan utama menjadi rincian kegiatan, Menteri Keuangan menetapkan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
prioritas dan karakteristik daerah masing-masing daerah. undang-undang pembinaan lingkungan sosial, (4) sosialisasi ketentuan di bidang cukai,
Nomor 39 Tahun 2007 tersebut mengamanatkan penggunaan DBH CHT dan (5) pemberantasan barang kena cukai ilegal. untuk menjabarkan lima
III-59
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 sebagai berikut: a) standardisasi kualitas bahan baku; pengujian; 1) Peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau, yang meliputi: b) Pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah; d) Penanganan panen dan pascapanen bahan baku; dan/atau 2) Pembinaan industri hasil tembakau, yang meliputi: a) Pendataan (i) (ii) setiap pabrik atau tempat lainnya; tembakau; dan mesin/peralatan mesin hasil tembakau. produksi hasil
c) Pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode e) Penguatan kelembagaan kelompok petani bahan baku untuk industri (registrasi mesin/ peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus; (merek, tipe, kapasitas, asal negara pembuat); hasil tembakau.
tembakau
(iii) (iv)
b) Penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI); c) Pembentukan kawasan industri hasil tembakau; meliputi: (i)
d) Pemetaan industri hasil tembakau berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu daerah, (NPPBKC), dan nomor izin usaha industri;
III-60
SistemPendanaandiDaerah
(ii)
lokasi/alamat pabrik (jalan/desa, kota/kabupaten, dan Jumlah tenaga kerja linting/ giling, tenaga kerja pengemasan, Wilayah pemasaran; Jumlah alat linting; dan tenaga kerja lainnya; Realisasi pembayaran cukai; provinsi); Realisasi produksi;
e) Asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkih); f) pengadaan bahan baku;
(vii)
(viii)
Jumlah, merek, tipe, dan kapasitas mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau;
g) Penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau; dan/atau 3) Pembinaan lingkungan sosial, meliputi : rendah melalui penerapan Good Manufacturing Practices (gMP). bahan baku industri hasil tembakau;
h) Pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin a) Pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan/atau daerah penghasil kepada Analisis Dampak lingkungan (AMDAl); untuk merokok di tempat umum; dan/atau rokok.
b) Penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu c) Penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus d) Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-61
e) Penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga f) kerja industri hasil tembakau, dan/atau
tembakau dalam rangka pengentasan kemiskinan, mengurangi dilaksanakan antara lain melalui bantuan permodalan dan sarana produksi.
4) sosialisasi ketentuan di bidang cukai merupakan kegiatan menyampaikan ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan agar insidentil. masyarakat mengetahui, memahami, dan mematuhi ketentuan di bidang cukai yang dilaksanakan dalam periode tertentu dan/atau secara a) Pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu b) Pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran; dan palsu, hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai di peredaran atau informasi secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. di peredaran atau tempat penjualan eceran; c) Apabila dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan informasi tempat penjualan eceran, gubernur/ bupati/walikota menyampaikan
sesuai surat Edaran Menteri Keuangan Nomor sE-151/MK.07/2010 tanggal 27 April 2010 tentang Prioritas Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai tembakau yang diperkirakan berdampak pada terbatasnya kesempatan
III-62 SistemPendanaandiDaerah
Hasil Tembakau TA 2010, akibat dari adanya kenaikan tarif cukai hasil
kerja di industri rokok kecil (golongan III) dan beredarnya rokok ilegal maka dihimbau kepada gubernur/Bupati dan Walikota agar menetapkan prioritas penggunaan DBHCHT untuk kegiatan sebagai berikut: 1. Pembinaan kemampuan dan keterampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan/atau daerah penghasil bahan pembinaan kemampuan dan keterampilan kerja dalam rangka alih profesi tenaga kerja; sarana dan prasarana balai latihan kerja dalam mendukung alih profesi; melalui bantuan permodalan dan sarana produksi; pemberantasan rokok/pita cukai ilegal. Penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga Penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau Pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu
baku industri hasil tembakau. Kegiatan ini lebih diarahkan untuk kerja industri tembakau. Kegiatan ini lebih diarahkan untuk penguatan dalam rangka pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dilaksanakan antara lain dan tidak dilekati pita cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran, agar berkoordinasi dengan kantor Bea dan cukai setempat dalam rangka
2. 3. 4.
Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan bupati/walikota menjabarkan lebih lanjut kegiatan-kegiatan penggunaan seyogyanya dituangkan dalam peraturan gubernur/bupati/walikota yang
Nomor 20/PMK.07/2009 adalah tergantung dari bagaimana para gubernur/ DBH CHT sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Penjabaran tersebut masing-masing kegiatan dilengkapi dengan kerangka acuan (Term of
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-63
Reference/ToR) yang komprehensif. ToR tersebut sebaiknya meliputi substansi 7W & 2H sebagai berikut: 1. 2. 3. 20/PMK.07/2009; What kegiatan apa : nama kegiatan yang akan didanai dari DBH CHT; Which kegiatan yang mana : penjelasan kaitannya dengan salah satu kegiatan yang mana dari PMK Nomor 84/PMK.07/2008 dan PMK Nomor Why mengapa perlu kegiatan tersebut : Penjelasan alasan perlunya, maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut bagaimana cara tersebut; melaksanakannya, dilengkapi dengan data dan gambaran kasus-kasus
4. 5. 6. 7. 8.
yang telah terjadi sehingga mendorong perlunya solusi melalui kegiatan dibawah sKPD yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. akan menerima manfaat dari keluaran;
Who siapa yang melaksanakan : penjelasan mengenai pelaksanan Whom siapa penerima manfaat : penjelasan mengenai masyarakat yang dilaksanakan dan dimana keluaran (output) kegiatan akan berada; pelaksanaan kegiatan rinci dan jelas;
kegiatan antara lain satuan Kerja Pemerintah Daerah (sKPD), unit Where lokasi kegiatan : penjelasan mengenai dimana kegiatan When waktu kegiatan : penjelasan mengenai waktu mulai dan waktu selesai pelaksanaan kegiatan (lamanya), dengan tabel penjadualan How bagaimana cara melaksanakannya : penjelasan mengenai caracara mencapai keluaran, misalnya melaui proses pengadaan, melalui
III-64
SistemPendanaandiDaerah
9.
How much berapa harga kegiatan : penjelasan mengenai sumber dana dan besaran dana yang diperlukan, pengembangan dari butir how much ini adalah Rincian Anggaran Biaya (RAB). dana bagi hasil sumber daya alam
3.2.2.2.
Dana Bagi Hasil sumber Daya Alam (DBH sDA) memegang peranan cukup dominan dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terutama kepada daerah-daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). sDA diharapkan dapat pula mendukung daerah-daerah penghasil tersebut kebutuhan daerah dalam menyediakan layanan publik yang lebih memadai. penerimaan Anggaran
penghasil yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk memperkecil kesenjangan vertikal antara Pusat dan Daerah, DBH untuk mendanai penyelenggaraan pembangunan infrastruktur, menjaga
sebagai tools
kelestarian lingkungan saat pra dan pasca eksploitasi sDA, mengurangi Renewable Resources atau tidak dapat diperbaharui, hal ini telah menjadi bahan diskusi para akademisi di berbagai negara mengenai batasan dan Beberapa sektor sDA yang menurut antara lain sumber daya mineral yang berasal dari minyak bumi, gas bumi, kriteria penerimaan sDA mana yang dapat dibagihasilkan kepada daerah. keterbatasan input dan tidak terbarukan. Namun demikian, terdapat sektor sDA lainnya seperti kehutanan dan perikanan dapat pula dibagihasilkan (replenishable) karena hal ini dimungkinkan dengan asumsi masa pemulihan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
sebagaimana diketahui, sumber penerimaan sDA adalah bersifat Non best practices dapat dibagihasilkan
pertambangan umum, dan geothermal karena diasumsikan memiliki walaupun secara teoritis termasuk sumber daya yang terbarukan
III-65
yang relatif lama, tingkat eksploitasi dan konsumsi lebih tinggi daripada upaya untuk memperbaharuinya, dan memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan terhadap penerimaan negara. Nomor 55 Tahun 2005, Penerimaan DBH sDA sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. a. c. f. b. e. DBH sDA berasal dari penerimaan: Pertambangan Minyak Bumi; Pertambangan gas Bumi; Pertambangan umum; Kehutanan; dan Perikanan. Pertambangan Panas Bumi; dibagihasilkan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan bersumber dari PNBP dalam APBN yang
d.
III-66
SistemPendanaandiDaerah
Beberapa hal baru yang diatur dan ditegaskan dalam hal DBH sDA oleh undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: DAK-DR). Mulai tahun 2006 dilakukan 1) Adanya penambahan obyek dana bagi hasil sumber daya alam, yaitu: menjadi DBH Dana Reboisasi (DBH-DR). pengalihan Dana Reboisasi (sebelumnya Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi/ penerimaan yang berasal dari kehutanan yakni semula DAK-DR sumber
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-67
2) Adanya penegasan mekanisme, yakni: Jadwal penetapan. dan dasar perhitungan. persentase
Penetapan alokasi DBH sDA dilakukan berdasarkan daerah penghasil, Penyaluran DBH sDA dilakukan secara triwulanan. sebesar 0,5 persen
3) Penambahan
pertambangan minyak bumi kepada daerah yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Pemerintah dari minyak bumi menjadi sebesar 84,5 persen. Bagian daerah dari minyak bumi menjadi sebesar 15,5 persen.
dari
penerimaan
4) Penambahan persentase sebesar 0,5 persen dari penerimaan gas bumi kepada daerah yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan peraturan perundang-undangan. Bagian Pemerintah dari minyak bumi menjadi sebesar 69,5 persen. Bagian daerah dari minyak bumi menjadi sebesar 30,5 persen. setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan
5) Tambahan DBH dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi untuk daerah sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dan dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009. perincian: III-68
Adapun pembagian porsi tambahan tersebut dibagikan dengan untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 0,1 persen;
SistemPendanaandiDaerah
6) Realisasi penyaluran DBH dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak penyalurannya dilakukan melalui mekanisme formula DAu.
melebihi 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan dan gas
persen.
bumi dalam APBN tahun berjalan; dan apabila melebihi 130 persen,
Penetapan Alokasi DBH sDA diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 1. Penetapan Alokasi DBH SDA tahun 2005 pasal 27 sebagai berikut: a. b. DBH sDA paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.
Menteri Teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau pertimbangan dari menteri teknis. berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-69
c.
d. e. f.
penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri teknis. disampaikan kepada Menteri Keuangan. menteri teknis.
Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud menjadi dasar Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH sDA untuk masing-
masing-masing daerah ditetapkan paling lambat 30 hari setelah ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.
Perkiraan alokasi DBH sDA Minyak Bumi dan/atau gas Bumi untuk
III-70
SistemPendanaandiDaerah
2. DBH SDA Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (DBH SDA MIGAS) Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan dimaksud diperlukan A. Pola Pembagian DBH SDA Migas realisasi di bidang DBH sDA Migas dari hasil kegiatan Kontraktor Kontrak kabupaten/kota, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selanjutnya dasar penyaluran DBH sDA Migas per provinsi/ kabupaten/kota. 2005 adalah sebagai berikut: kegiatan-kegiatan yang meliputi penyusunan rencana (perkiraan) dan
Kerjasama (KKKs). Terkait dengan perhitungan DBH sDA Migas per provinsi/ menghitung perkiraan alokasi maupun realisasi DBH sDA Migas sebagai 2004 yang ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut: 3,1 persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; provinsi yang bersangkutan. 6,2 persen dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan Porsi pembagian DBH sDA Migas menurut undang-undang Nomor 33 Tahun 1) DBH sDA Minyak Bumi sebesar 15,5 persen berasal dari penerimaan negara sDA pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota
2) DBH sDA Minyak Bumi sebesar 15,5 persen berasal dari penerimaan negara sDA pertambangan minyak bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut : 5,17 persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-71
10,33 persen dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. gambar 3.4 Porsi Pembagian DBH sDA Minyak Bumi
3) DBH sDA gas Bumi sebesar 30,5 persen berasal dari penerimaan negara sDA pertambangan gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut : 6,1 persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; provinsi yang bersangkutan. 12,2 persen dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
4) DBH sDA gas Bumi sebesar 30,5 persen berasal dari penerimaan negara sDA pertambangan gas Bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut :
SistemPendanaandiDaerah
III-72
10,17 persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan provinsi yang bersangkutan. gambar 3.5 Porsi Pembagian DBH sDA gas Bumi
5) Pengecualian untuk Daerah otonomi Khusus yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua Barat, selain mendapatkan DBH Migas, daerah otonomi khusus tersebut mendapatkan tambahan DBH dengan ketentuan sebagai berikut : bagian dari pertambangan Minyak Bumi sebesar 55 persen; dan bagian dari pertambangan gas Bumi sebesar 40 persen. Migas yang merupakan bagian dari penerimaan pemerintah provinsi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-73
B. Penyusunan Perkiraan DBH SDA Migas Perkiraan DBH sDA Migas per provinsi/kabupaten/kota yang dihitung i. Mekanisme Penyusunan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan selanjutnya akan dituangkan ke dalam mekanisme perhitungannya sebagai berikut : 1) Data Peraturan Menteri Keuangan mengenai Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil sDA Migas. Data yang digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan dan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral tentang Penetapan Daerah Penghasil Migas dan Dasar Perhitungan DBH sDA Migas; kecuali PT PERTAMINA EP). PNBP Migas per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi,
a) Prognosa lifting per daerah penghasil berdasarkan surat Keputusan b) surat Dirjen Anggaran-Kementerian Keuangan tentang Perkiraan
2) Mekanisme
a) Ditjen Perimbangan Keuangan melakukan grouping per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) berdasarkan data Prognosa lifting dalam surat Keputusan Perhitungan DBH sDA Migas yang disampaikan oleh Ditjen Migas jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) Menteri EsDM tentang penetapan daerah penghasil Migas dan Dasar dengan data perkiraan PNBP per KKKs yang disampaikan Ditjen Anggaran. Lifting yang tersusun perdaerah penghasil per KKKs pada data Ditjen migas dikonsolidasi dengan data lifting per KKKs (per dari Ditjen Anggaran sehingga didapatkan data lifting per KKKs (per
III-74
SistemPendanaandiDaerah
b) Data hasil grouping tersebut di persentasekan dengan total lifting per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT
jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil;
PERTAMINA EP) sehingga didapat rasio lifting per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per lifting yang dihasilkan KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) pada daerah penghasil tertentu; daerah penghasil. Rasio lifting dimaksud untuk mengetahui porsi
c) Rasio tersebut dikalikan dengan PNBP per KKKs (sebagaimana yang tercantum dalam surat Dirjen Anggaran tentang Perkiraan PNBP Migas) untuk mengetahui PNBP per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil;
d) PNBP per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, e) PNBP per daerah penghasil dihitung porsi DBH-nya untuk bagian f) undang-undang dan peraturan pemerintah; Menteri Keuangan. per daerah penghasil;
kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil yang berada pada daerah penghasil yang sama dijumlahkan sehingga didapatkan PNBP Pemerintah, daerah penghasil, dan daerah pemerataan berdasarkan sehingga didapat perkiraan alokasi DBH sDA Migas per provinsi/ kabupaten/kota untuk selanjutnya ditetapkan dalam peraturan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-75
ii. Penetapan
1) Penetapan besaran asumsi dasar berupa prognosa lifting, kurs 2) Berdasarkan asumsi tersebut Menteri EsDM menetapkan daerah penghasil dan dasar perhitungan DBH sDA Migas. Ketetapan tersebut paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan setelah pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari Menteri EsDM. berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. selanjutnya ketetapan migas tersebut berada pada wilayah yang berbatasan atau berada tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan. Dalam hal lapangan Rupiah terhadap Dollar, dan harga minyak Indonesia (ICP) melalui penetapan asumsi makro APBN antara Pemerintah dengan DPR;
daerah penghasil berdasarkan pertimbangan menteri teknis paling dasar perhitungan lifting per daerah penghasil sDA Migas oleh Hulu Minyak dan gas Bumi (BP Migas) melakukan perhitungan perkiraan Cost Recovery, Gross Revenue, First Trance Petroleoum (FTP), dan Bagian Pemerintah per KKKs;
menteri teknis. Ketetapan Menteri Dalam Negeri tersebut menjadi 3) Bersamaan dengan proses tersebut, Badan Pelaksana Kegiatan usaha 4) Berdasarkan ketetapan Menteri EsDM tersebut, Dirjen Anggaran melakukan perhitungan perkiraan faktor-faktor pengurang (Domestic Market Obligation/DMo, fee usaha Hulu Migas, PPN, PBB sektor KKKs tersebut disampaikan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan;
III-76 SistemPendanaandiDaerah
5) Berdasarkan Ketetapan Menteri EsDM dan perhitungan Dirjen Anggaran tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan diajukan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Migas paling lambat 30 hari setelah diterimanya ketetapan Menteri EsDM dan perhitungan Dirjen Anggaran. gambar3.6 Mekanisme Penetapan Perkiraan Alokasi DBH sDA Migas perhitungan Perkiraan Alokasi DBH sDA Migas yang kemudian Peraturan Menteri Keuangan tentang Perkiraan Alokasi DBH sDA Diagram proses pelaksanaannya sebagai berikut:
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-77
1) Penghitungan realisasi DBH sDA Migas dilakukan setiap triwulan; pungutan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan;
2) Dana yang dibagihasilkan adalah penerimaan negara dari wilayah 3) Mekanisme perhitungan realisasi DBH sDA Migas hampir sama dengan penghitungan perkiraan alokasi DBH sDA Migas, yang membedakannya adalah data yang dirasiokan yakni data Realisasi Gross Revenue, sedangkan pada mekanisme penghitungan perkiraan Hal ini dikarenakan Realisasi Gross Revenue sudah berbentuk satuan 4) Data yang disajikan baik oleh Ditjen Migas maupun Ditjen Anggaran realisasi s.d. triwulan IV. mendekati dibanding jika menggunakan realisasi lifting; alokasi DBH sDA Migas yang digunakan adalah data prognosa lifting. mata uang, sehingga perhitungan yang dihasilkan dianggap lebih merupakan kumulatif triwulanan, sehingga dikenal data realisasi triwulan I, realisasi s.d. triwulan II, realisasi s.d. triwulan III, dan daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
penghitungan realisasi DBH sDA Migas adalah sebagai berikut : 1) Data lifting yang disampaikan oleh Ditjen Migas; oleh Ditjen Anggaran.
Data yang digunakan sebagai dasar penghitungan dan mekanisme a) Realisasi lifting per daerah penghasil per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi)berdasarkan berita acara rekonsiliasi untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) yang disampaikan
III-78
SistemPendanaandiDaerah
2) Mekanisme
per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) berdasarkan data Realisasi Gross Revenue realisasi PNBP per KKKs yang disampaikan Direktorat Jenderal data gross Revenue per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil; minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil Revenue per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) dari Ditjen Anggaran yang disampaikan oleh Ditjen Migas dengan data perkiraan Anggaran. Gross Revenue yang tersusun per daerah penghasil per KKKs pada data Direktorat Jenderal Migas dielaborasi dengan sehingga didapatkan data Gross Revenue per KKKs (per jenis
b) Data Gross Revenue per KKKs (per jenis minyak khusus untuk
hasil grouping tersebut di persentasekan dengan total Gross kecuali PT PERTAMINA EP) sehingga didapat rasio Gross Revenue dimaksud untuk mengetahui porsi Gross Revenue yang dihasilkan KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) pada daerah penghasil tertentu; per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil. Rasio Gross Revenue
c) Dalam hal dimana suatu KKKs (per jenis minyak khusus untuk lifting untuk periode berjalan, sementara terdapat realisasi rasio periode lifting tahun sebelumnya.
minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) tidak terdapat realisasi penerimaan sDA migas (dari DMo, over/under lifting, dll) untuk periode dimaksud, maka perhitungan rasionya menggunakan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-79
d) Rasio tersebut dikalikan dengan PNBP per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil; EP) sebagaimana yang tercantum dalam surat Dirjen Anggaran tentang Realisasi PNBP sDA Migas untuk mengetahui PNBP per kecuali PT PERTAMINA EP) per daerah penghasil yang berada didapatkan PNBP per daerah penghasil;
e) PNBP per KKKs (per jenis minyak khusus untuk minyak bumi, f) Dihitung porsi DBH-nya dari PNBP per daerah penghasil untuk
pada daerah penghasil yang sama dijumlahkan sehingga bagian Pemerintah, daerah penghasil, dan daerah pemerataan berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah; daerah; kabupaten/kota untuk selanjutnya disalurkan ke tiap-tiap
g) Porsi DBH dari masing-masing daerah penghasil tersebut h) sebelum disalurkan, realisasi DBH sDA Migas dikurangi terlebih Diagram proses pelaksanaan perhitungannya sebagai berikut: dahulu dengan kelebihan salur tahun sebelumnya dan total DBH sDA Migas yang telah disalurkan pada triwulan sebelumnya pada tahun anggaran berjalan. dijumlah sehingga didapat realisasi DBH sDA Migas per provinsi/
III-80
SistemPendanaandiDaerah
setelah diketahui hasil perhitungan DBH sDA Migas yang akan disalurkan ke
ii. Penyaluran
masing-masing provinsi/kabupaten/kota, maka dilakukan proses rekonsiliasi data antara Pemerintah (yang diwakili oleh BP Migas, Kemendagri, Ditjen Migas, Ditjen Anggaran, Ditjen Pajak dan Ditjen Perimbangan Keuangan) realisasi DBH sDA dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara Pemerintah dan daerah penghasil. kabupaten/kota penerima DBH sDA Migas. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi yang kemudian Proses penyaluran DBH sDA Migas dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa perhitungan
dengan daerah penghasil. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 28 Peraturan
menjadi dasar penyaluran DBH sDA Migas ke rekening umum kas provinsi/
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-81
1) Di awal tahun:
a) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan perkiraan Alokasi DBH sDA Migas, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengajukan surat Permintaan Penerbitan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Migas ke Dirjen Perbendaharaan; menerbitkan DIPA Migas untuk satu tahun anggaran. b) Berdasarkan surat permintaan tersebut, Dirjen Perbendaharaan a) Berdasarkan DIPA dan Berita Acara Rekonsiliasi, Direktur Dana b) Berdasarkan sPM Migas tersebut, Direktur Pengelolaan Kas Negara c) Berdasarkan sP2D tersebut, Bank Indonesia (BI) mentransfer dana (PKN) Ditjen Perbendaharaan menerbitkan surat Perintah Pencairan Dana (sP2D); dari Rekening Kas Negara ke Rekening Kas pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Perimbangan Ditjen Perimbangan Keuangan mengajukan surat Perintah Membayar (sPM) Migas ke Ditjen Perbendaharaan;
Format penyaluran DBH sDA Migas sudah mengalami beberapa perubahan sejalan dengan kebijakan Dirjen Perimbangan Keuangan. Penyaluran DBH Migas mulai dari tahun 2008 dilakukan secara triwulan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penyaluran DBH Migas triwulan I dan triwulan II masing-masing disalurkan pada bulan Maret dan triwulan II pada bulan Juni; dilaksanakan sebesar 20 persen dari pagu perkiraan alokasi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. DBH sDA Migas triwulan I
III-82
SistemPendanaandiDaerah
b. c. d.
sDA Migas bulan Desember s.d. Mei dikurangi penyaluran triwulan I dan triwulan II. DBH sDA Migas triwulan III disalurkan pada bulan september; triwulan III. DBH sDA Migas triwulan IV disalurkan pada bulan Desember;
Penyaluran DBH Migas triwulan III memperhitungkan realisasi DBH Penyaluran DBH Migas triwulan IV memperhitungkan realisasi DBH sDA Penyaluran DBH Migas rampung (bersumber dari dana cadangan)
Migas bulan Desember s.d. Agustus dikurangi penyaluran triwulan I s.d. memperhitungkan realisasi DBH sDA Migas bulan Desember s.d. November sDA Migas tersebut disalurkan pada bulan Februari tahun anggaran berikutnya; kurang bayar, maka penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN dan/ atau APBN-P tahun berikutnya; maka penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan.
(satu tahun anggaran) dikurangi penyaluran triwulan I s.d. triwulan IV dengan batas maksimal sebesar pagu perkiraan alokasi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. sisa rampung DBH
e. f.
Apabila penyaluran DBH sDA Migas terdapat kekurangan yakni Pemerintah Realisasi penyaluran DBH sDA Migas tidak boleh melebihi 130 persen dari
asumsi dasar harga Minyak dan gas Bumi dalam APBN. Apabila melebihi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-83
III-84
SistemPendanaandiDaerah
D. Mekanisme Counter balancedan Penyaluran DBH Migas Prinsip DBH secara umum meliputi : (1) harus ada PNBP-nya, (2) besarannya
i. Prinsip DBH
adalah persentase tertentu dari PNBP (migas 84,5 persen pusat, 15,5 persen daerah); (3) alokasinya dalam APBN berdasarkan perkiraan PNBP dalam satu tahun dalam hal migas perkiraan tersebut sangat tergantung dari asumsi jumlah lifting, harga Indonesian Crude Price (ICP), serta kurs Rp thd us$ dalam APBN; (4) penyalurannya kepada daerah berdasarkan realisasi PNBP dalam satu tahun dalam hal DBH Migas, waktu satu tahun tersebut dimulai bulan). dari Desember suatu tahun sampai November tahun berikutnya (tetap 12
ii. waktu Perhitungan realisasi PNBP/DBH Migas.
Penetapan segmen waktu tersebut semula dimaksudkan agar alokasi DBH sDA seluruhnya dapat tersalur ke daerah pada akhir tahun anggaran. Realisasi agar hasil perhitungan PNBP tersebut dapat disalurkan DBH-nya pada bulan yang berarti sudah melewati tahun anggaran. Hal ini menimbulkan masalah penyaluran DBH Migas pada setiap tahunnya.
PNBP dihitung mulai dari Awal Desember sampai dengan Akhir November pada pertengahan Februari data realisasi PNBP satu tahun dapat disediakan
Desember. Namun kenyataannya sampai dengan bulan Desember pihak tersendiri dalam penyaluran DBH Migas sehingga perlu diambil kebijakan
penyedia data PNBP Migas belum siap menyediakan data, baru kemudian
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-85
Pada bulan Desember data realisasi penerimaan migas yang tersedia hanya
iii. Kebijakan Pengalihan Sisa Anggaran ke Rekening Cadangan
sampai pada bulan Agustus, idealnya (yang menjadi harapan semula) sudah
sampai pada bulan November. Dengan demikian pagu anggaran DBH Migas baru akan dibebani untuk membayar realisasi migas dari bulan Desember mengalihkan sisa anggaran tersebut ke Rekening Cadangan Menteri Keuangan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Pengelola Rekening Kas Negara).
sampai dengan bulan Agustus atau 9 bulan, yang berarti masih tersisa apabila tidak direalisasikan. oleh karena itu, perlu diambil kebijakan untuk (atau biasa disebut dengan Escrow Account) pada Bank yang ditunjuk oleh cadangan sudah sebagai belanja dari rekening Kas Negara. Penyalurannya
pagu anggaran 3 bulan. sisa pagu ini akan hangus setelah akhir Desember Menteri Keuangan (dalam hal ini kewenangannya dilimpahkan kepada
Dengan kebijakan tersebut, status sisa anggaran yang ditampung di rekening KKKs) diterima unit penyalur (DJPK) dan dihitung DBH-nya (per daerah). Dengan demikian realisasi PNBP Migas yang dibagikan ke daerah tetap disalurkan pada pertengahan Februari 2010). triwulan. Kebijakan ini akan dilakukan setiap tahun sepanjang unit penyedia data
ke rekening kas daerah dilaksanakan setelah data realisasi PNBP Migas (per meliputi waktu 12 bulan (misalnya Desember 2008 s/d Agustus 2009 yang disalurkan pada Desember 2009, dan september s/d November 2009 yang realisasi belum bisa menyediakan data selama 12 bulan pada akhir November, yang berarti terjadi selisih waktu antara realisasi dan penyaluran selama satu
III-86
SistemPendanaandiDaerah
Dari aspek pergeseran waktu penyaluran yang seharusnya selesai pada bulan
iv. Kebijakan Mekanisme Counter balance
Desember menjadi bulan Februari memang jelas menunjukkan keterlambatan. yang berarti hak daerah atas DBH satu tahun tidak berkurang. Pengalihan penyaluran dari Desember menjadi Februari namun tetap berdasarkan data skema Counter Balance).
Namun dari aspek jumlah bulan realisasi tetap meliputi waktu 12 bulan, Balance. sisa anggaran tersebut tetap membebani anggaran tahun lalu namun daerah mencatat pendapatan sebagai penerimaan tahun berikutnya (lihat gambar 3.10 Counter Balance dalam Management Cashflow DBH MIgas
Dengan pola yang rutin dan tetap tersebut, maka kebijakan counter balance dalam managemen penyaluran DBH Migas dapat dipersepsikan tidak ada keterlambatan penyaluran DBH Migas, dengan penjelasan : (1) hak yang dibagikan meliputi waktu 12 bulan; (2) besaran dana yang disalurkan sesuai
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-87
realisasi; (3) pelaksanaan penyaluran dengan pola yang konsisten. Pola ini dapat diacu oleh daerah dalam membukukan penerimaan yang bersumber dari DBH Migas, yaitu penerimaan yang masuk ke kas daerah dalam satu tahun, dibelanjakan pada tahun yang sama (dalam satu tahun anggaran, bulan penyaluran DBH Migas. Januari s/d Desember) terdapat 5 kali penerimaan DBH Migas yang masuk ke kas daerah pada bulan Februari, Maret, Juni, september dan Desember. Dari pola ini dapat dipersepsikan bahwa tidak ada keterlambatan dalam E. Pemantauan dan Evaluasi Pada dasarnya DBH sDA Migas sebagaimana DBH sDA lainnya bersifat Block pemda penerima, kecuali untuk dana Tambahan Anggaran Pendidikan lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan dana tambahan anggaran apakah penggunaannya sesuai dengan peruntukannya. Dasar sebesar 0,5 persen dari porsi DBH sDA Migas harus digunakan untuk sektor pendidikan dasar yang tata cara penggunaannya akan diatur lebih pendidikan dasar tersebut. Pemantauan atas dana tambahan ini menyangkut pelaksanaannya, maka Menteri Keuangan meminta aparat pengawasan untuk tahun anggaran berikutnya, yaitu daerah tersebut dapat dikenai sanksi berikutnya. Apabila hasil
III-88
SistemPendanaandiDaerah
Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor pertambangan umum terdiri 3. DBH SDA Pertambangan Umum 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen EsDM. Dalam peraturan tersebut, tarif iuran tetap (hektar). Besarnya tarif dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak) untuk Kuasa Pertambangan, tarif iuran tetap yang dikenakan pada Kuasa Pertambangan merupakan tarif satuan atas nilai setiap semester.
dari iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) dan iuran tetap (landrent). Kedua iuran tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor merupakan tarif satuan atas nilai us$ per luas area eksploitasi/eksplorasi rupiah per satuan luas eksploitasi/eksplorasi (hektar) dan besarnya tarif juga dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak). Pemungutan iuran tetap, yang dikenakan di sektor pertambangan dilakukan Negara dalam hal Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil eksploitasi satu atau lebih bahan galian. Royalty adalah pembayaran kepada penambangan. Royalti harus dibayar dalam satuan rupiah atau satuan lainnya harga jual yang telah dikalikan dengan jumlah produksi. berikut: Pemerintah berkenaan dengan produksi mineral yang berasal dari area Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi yang diterima berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan yang disetujui bersama. Tarif royalti untuk pertambangan mineral dan
batubara ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003, tarif royalti bersifat advalorem (dalam persentasi) dan dikenakan terhadap Tatacara penghitungan Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (royalty) sebagai
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-89
Besarnya tarif berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian. pengenaan royalti untuk batubara sudah termasuk dalam bagian Pemerintah dari Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) yang diatur dalam Keputusan mendapat 13,5 persen dari produksi batubara (dana hasil produksi batubara/ DHPB.
Jumlah Produksi yang Terjual x Persentase Tarif (%) x Harga Jual (US$)
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 ini juga memasukkan peraturan mengenai besarnya tarif royalti untuk bahan tambang batubara. sebelumnya Presiden Nomor 75 Tahun 1996. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah DHPB). Bagian Pemerintah sebesar 13,5 persen tersebut sudah mencakup pembayaran royalti yang diestimasikan sebesar 3,3 persen dari 13,5 persen diterima Negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu Wilayah Kuasa Pertambangan (dalam hal ini termasuk Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Tatacara penghitungan Iuran Tetap (landrent/deadrent) sebagai berikut: Luas Wilayah KP/KK/PKP2B (Ha) x Tarif (Rp/US $)
selanjutnya untuk perhitungan DBH sDA Pertambangan umum sebagaimana provinsi yang bersangkutan dan 64 persen untuk kabupaten/kota penghasil kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
III-90 SistemPendanaandiDaerah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, bagian daerah (lihat gambar 3.11). untuk bagian daerah dari royalti adalah sebesar 80 persen dengan rincian 16 persen untuk provinsi yang bersangkutan, 32 persen untuk kabupaten/kota penghasil dan 32 persen untuk kabupaten/
JENIS DBH
PERTAMBANGAN UMUM A. LAND RENT PENgHAsIl KAB/KoTA B. LAND RENT PENgHAsIl PRoVINsI C. RoYAlTI PENgHAsIl KAB/KoTA D. RoYAlTI PENgHAsIl PRoVINsI
32% 54%
Dana Bagi Hasil sDA Kehutanan berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak 4. DBH SDA Kehutanan dari sektor kehutanan terdiri: a. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) hasil yang dipungut dari Hutan Negara, dan Adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-91
Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan c. rehabilitasi hutan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) dikenakan kepada Pemegang Izin usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu tarif yang dikenakan adalah tarif satuan Rupiah per satuan luas Hak tahun).
Adalah dana yang dipungut dari pemegang Izin usaha Pemanfaatan Hasil Adalah pungutan yang bersifat license fee (terkait dengan perizinan) yang
kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan. Tarif IIuPH terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah kategori wilayah dan (2) status HPH (baru/ perpanjangan/ HPHTI). IHPH dikenakan satu kali untuk jangka waktu berlakunya HPH (atau sekitar 20 Pengusahaan Hutan (HPH) (hektar). Besarnya tarif tergantung dari (1) Tarif PsDH tertuang dalam surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 859/Kpts-II/1999. Dalam peraturan tersebut, tarif yang Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) dan pemegang Izin Pemanfaatan
dikenakan adalah tarif satuan Rupiah per m3, yang besarnya tergantung Kayu (IPK) (lihat undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 juga Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999). Pada HPH, untuk penyaluran produksi penerima. untuk produksi yang disalurkan ke industri yang tidak terkait saat pengangkutan. Pembayaran dilakukan setiap bulan atas dasar produksi
III-92 SistemPendanaandiDaerah
dari (1) kategori wilayah dan (2) kelompok jenis kayu/bukan kayu. Provisi sumber Daya Hutan (PsDH) dikenakan terhadap pemegang HPH, pemegang ke industri terkait dengan HPH, pembayaran dilakukan oleh pihak industri dengan pemegang HPH, pembayaran dilakukan oleh pemegang HPH pada
Perhitungan jumlah kayu yang dikenai kewajiban untuk membayar PsDH dan Dana Reboisasi didasarkan dari laporan Hasil Penebangan (lHP). sistem pelaporan produksi hasil hutan tersebut bersifat self assessment yaitu perusahaan pemegang HPH mengisi volume produksi dan jenis tanaman. area produksi oleh petugas kehutanan untuk menguji kebenaran pengisian namun tidak berlaku untuk kesalahan pengisian jenis tanaman. gambar 3.12 Perhitungan DBH sDA Kehutanan setelah itu diterbitkan dokumen surat Keterangan sahnya Hasil Hutan (sKsHH) yang sebelumnya disebut surat Angkutan Kayu olahan (sAKo). Pengesahan lHP dilakukan setelah diadakan pengukuran sampling 10% dari
dokumen lHP. Jika terjadi penyimpangan volume <5%, lHP tetap disahkan,
dari kehutanan yakni semula Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAKDR) menjadi DBH Dana Reboisasi (DBH-DR) serta Penetapan DBH PPh Wajib
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-93
Pajak orang Pribadi Dalam Negeri (WPoPDN) dan PPh Psl 21 masing-masing kabupaten/kota yang sebelumnya ditetapkan oleh gubernur mulai tahun 2006 ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam perkembangannya, realisasi dibagihasilkan. DBH senantiasa menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya realisasi penerimaan dalam negeri yang Tarif Dana Reboisasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun Tahun 1998 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
1999 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 59 kategori wilayah dan (2) kelompok jenis kayu/bukan kayu. Menurut undangini dikenakan terhadap pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan. Perhitungan bagian daerah akan ditetapkan berdasarkan rencana produksi hasil hutan dan rencana penerbitan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau usaha Pemanfaatan Hutan (uPH) dengan perhitungan sebagai berikut: dikalikan tarif IHPH yang berlaku; Perkiraan penerimaan IHPH/IIuPH, baik hutan alam maupun tanaman
Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan. Tarif Dana Reboisasi undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pungutan Dana Reboisasi
merupakan tarif satuan us$ per m3, dimana besarnya tergantung dari (1)
yang dihitung dari luas areal yang akan diterbitkan izin HPH/uPH hutan kayu dan bukan dan dikali tarif PsDH yang berlaku; Perkiraan penerimaan PsDH yang dihitung dari target produksi hasil Perkiraan Penerimaan PsDH dan yang bersumber dari tunggakan PsDH.
III-94
SistemPendanaandiDaerah
Dana Bagi Hasil sumber Daya Alam Perikanan berasal dari Pungutan 5. DBH SDA Perikanan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Izin usaha Perikanan (IuP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia. Pungutan Hasil Perikanan, yaitu pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada Pungutan Pengusahaan Perikanan, yaitu pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh (APIPM), dan surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (sIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan
sesuai dengan surat Penangkapan Ikan (sPI) yang diperoleh. Pungutan fee, dikenakan satu kali pada saat pengajuan permohonan surat Ijin Kapal
untuk sektor perikanan ini diatur dalam sK Menteri Pertanian Nomor 424/ Kpts/7/1977. Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) bersifat license Perikanan. Tarif PPP merupakan tarif nominal (us $) dan didasarkan atas ukuran kapal penangkapan ikan (Dead weight Ton -DWT). Dalam hal ini tarif dikenakan atas dasar berat kosong kapal. Adapun Pungutan Hasil Perikanan dibedakan menurut kelompok jenis ikan. a.
(PHP) dikenakan pada hasil produksi sektor perikanan yang diekspor. Tarif yang dikenakan bersifat ad valorem (persentasi), dimana besar tarif Perhitungan DBH SDA Perikanan Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) objek yang penting dalam penghitungan PPP adalah: Kapal Penangkapan Ikan. Rumus yang dipakai untuk menghitung PPP adalah:
Data yang dibutuhkan untuk dapat menghitung PPP adalah: PPP = Tarif (US $) x Ukuran Kapal (DWT)
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-95
1. 2.
Data Jumlah surat Izin Kapal Perikanan yang dikeluarkan. Daftar Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)
No. 2 1 Ukuran Kapal 50-100 DWT <50 DWT Tarif
b.
sumber: sK Mentan No.424/Kpts/7/1977 Catatan: untuk setiap kelebihan di atas 100 DWT dengan pembulatan perhitungan sampai dengan 50 DWT dikenakan tambahan us $ 250.
us $ 1000
us $ 500
Perikanan yang diekspor, dengan rumus sebagai berikut: Data Hasil Ekspor Produksi sektor Perikanan. Daftar Tarif PHP untuk setiap jenis ikan.
adalah jumlah kapal dan volume hasil produksi perikanan yang akan diekspor.
No. 2 3 1
Dalam penghitungan ini hal yang paling penting untuk diperhatikan Tabel 3.6 Tarif Pungutan Pungutan Hasil Perikanan (PHP)
udang
Golongan Jenis
III-96
SistemPendanaandiDaerah
3.2.3.
3.2.3.1.
Dalam undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 porsi Dana Alokasi umum (DAu) ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari Penerimaan Dalam untuk Provinsi dan bagian 90 persen untuk Kabupaten/Kota. gambar 3.13 Mekanisme Penetapan Alokasi DBH sDA
Negeri Netto. sementara itu, proporsi pembagian DAu adalah bagian 10%
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-97
a.
1. Variabel DAU
b. c.
Variabel Alokasi Dasar adalah belanja pegawai yang dicerminkan oleh Variabel kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah darat dan perairan, Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Kemahalan (sesuai undang-undang Nomor 33 Tahun 2004). sDA. Konstruksi, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan DBH Pajak dan DBH 33 Tahun 2004 Variabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah jumlah gaji Pegawai Negeri sipil Daerah (PNsD).
2. Formula DAU dalam Kerangka Undang-undang Nomor sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, kebijakan dalam pengalokasian DAu tahun 2011 adalah sebagai berikut : a. ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden. besaran DAu secara Nasional. DAu ditetapkan 26 persen dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Neto yang ditetapkan dalam APBN. Besaran alokasi DAu per daerah sesuai Provinsi dan sebesar 90 persen untuk Daerah Kabupaten/Kota dari formula DAu, yaitu dihitung berdasarkan formula atas dasar Celah Fiskal dihitung berdasarkan Jumlah gaji PNsD.
III-98 SistemPendanaandiDaerah
b. c.
Proporsi pembagian DAu adalah sebesar 10 persen untuk Daerah Pengalokasian DAu kepada masing-masing daerah menggunakan
(CF) dan alokasi Dasar (AD). CF suatu daerah merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal (KbF) dengan Kapasitas Fiskal (KpF), sedangkan AD
Bentuk umum formula alokasi DAu kepada masing-masing daerah secara 3. Bentuk Umum Formula DAU formula dapat ditunjukkan pada persamaan berikut ini: Dimana: AD CF CF Dimana
DAU = AD + CF
DAu = Dana Alokasi umum = Alokasi Dasar = Celah Fiskal = KbF KpF (celah fiskal merupakan selisih dari kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal).
dengan Kapasitas Fiskal (KpF), atau dirumuskan: CF = KbF KpF Kebutuhan Fiskal (KbF):
KbF = TBR (1IP + 2IW + 3IPM + 4IKK + 5IPDRB/kap) TBR = Total Belanja Rata-rata APBD IP IW = Indeks luas Wilayah = Indeks Jumlah Penduduk
berikut:
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-99
IPDRB/kap = Indek Produk Domestik Regional Bruto per kapita Kapasitas (KpF): Keterangan : PAD PPh DBH PBB BPHTB : CHT a. sDA : : : : : : 1, 2, 3, 4, 5 = Bobot dari masing-masing indeks variabel 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 100%
KpF = PAD + DBH Pajak + DBH SDA Dana Bagi Hasil; PPh WPoPDN;
DBH Pajak = PBB + BPHTB + PPh + CHT Pendapatan Asli Daerah; Pajak Bumi dan Bangunan; Cukai Hasil Tembakau;
4. Data Perhitungan DAU Alokasi Dasar dalam penghitungan DAu tahun 2011 dihitung berdasarkan Belanja Pegawai PNs Daerah dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan perbaikan penghasilan PNs antara lain kenaikan tahun 2010 (termasuk sekretaris Desa). untuk lebih mengoptimalkan peranan formula celah fiskal (CF) dalam perhitungan DAu maka panja menyepakati untuk membatasi Porsi AD terhadap DAu secara Kabupaten/Kota. Komponen Alokasi Dasar dalam DAu yaitu belanja
III-100 SistemPendanaandiDaerah
gaji pokok, gaji bulan ke-13 dan mempertimbangkan formasi CPNsD nasional sebesar 48 persen untuk provinsi dan 45 persen untuk
gaji PNsD tidak dihitung 100 persen, karena tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh kebutuhan belanja gaji PNsD, terlebih untuk daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi (Penjabaran dari pasal b. Adapun data dasar yang digunakan adalah data gaji Induk bulan Juni gaji PNsD terdiri dari komponen gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan, Tunjangan PPh, Tunjangan Beras. bersumber dari Badan Pusat statistik. tahun 2009, IKK tahun 2010, dan PDRB per Kapita tahun 2009, yang terlalu tinggi dibandingkan dengan yang lainnya diputuskan tidak merusak komposisi data PDRB per kapita secara keseluruhan. 2010 yang bersumber dari daerah. Daerah Kabupaten/Kota dihitung sebesar 68,56 persen. 32, undang-undang Nomor33 Tahun 2004). untuk Daerah Provinsi belanja gaji PNsD dihitung sebesar 83,1 persen, sedangkan untuk
Data Jumlah Penduduk berdasarkan sensus Penduduk 2010, IPM Diberlakukan kebijakan khusus terhadap PDRB per kapita suatu daerah yang dinilai outlier atau pencilan. Pada data PDRB per kapita untuk ditarik ke tingkat PDRB per kapita setingkat lebih rendah agar
(administratif) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah, dan surat-surat Menteri Dalam Negeri ditambah dengan 30 persen dari wilayah perairan sejauh 12 mil dari yang berkaitan dengan hasil klarifikasi dan verifikasi luas wilayah,
garis pantai bagi provinsi dan 35 persen dari wilayah perairan sejauh
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-101
Total Belanja Rata-rata (TBR) terdiri dari 507 daerah berdasarkan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan), bersumber dari daerah dan Kementerian Keuangan. provinsi: Indeks Jumlah Penduduk (IP) Indeks luas Wilayah (IW) luas perairan Indeks PDRB per Kapita
4 mil bagi kabupaten/kota berdasarkan data Badan Koordinasi survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
APBD realisasi tahun 2009 dan 17 daerah berdasarkan APBD Tahun 2010 (karena belum mengirimkan laporan APBD realisasi 2009
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) : 30.00% Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 10.00% Indeks Jumlah Penduduk (IP) Indeks luas Wilayah (IW) luas perairan Indeks PDRB per Kapita : 15.00%
: 30.00%
Bobot masing-masing variabel adalah sebagai berikut, untuk kabupaten/kota : : 30.00% : 13.50%
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) : 30.00% Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 10.00% : 16.50%
: 35.00%
III-102
SistemPendanaandiDaerah
c.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan laporan APBD realisasi ditentukan), bersumber dari daerah dan Kementerian Keuangan.
tahun 2009 sebanyak 507 daerah dan 17 daerah menggunakan data PAD berdasarkan APBD tahun 2010 (karena belum mengirimkan laporan APBD realisasi 2009 sampai dengan batas waktu yang telah kabupaten/kota sebesar 93 persen; untuk provinsi dihitung sebesar 50 persen, sedangkan untuk
DBH Pajak dengan data dasar 2009, bersumber dari Kementerian untuk kabupaten/kota sebesar 100 persen; untuk kabupaten/kota sebesar 63 persen.
Keuangan. untuk provinsi dihitung sebesar 80 persen, sedangkan Keuangan. untuk Provinsi dihitung sebesar 95 persen, sedangkan
secara sistematika Penyusunan Formula DAu dapat digambarkan dalam gambar 3.14 berikut ini :
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-103
gambar 3. 14 Formula umum Dana Alokasi umum Menurut undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
sementara itu, terkait dengan daerah pemekaran baru, perhitungan alokasi DAu untuk daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.15
III-104
SistemPendanaandiDaerah
3.2.3.2.
Sejak dimulainya implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah memberikan warna baru dengan adanya pemekaran daerah baik di tingkat provinsi serta terutama di tingkat kabupaten/kota. Pemekaran
daerah memberi dampak terhadap jumlah DAu yang diterima oleh daerah pemekaran. Pembagian DAu pada daerah yang mengalami pemekaran dialokasikan pada daerah induk sebelum pemekaran, dan dibagi secara proporsional dengan menggunakan 3 variabel, yaitu luas wilayah, jumlah daerah pemekaran baru beserta induknya dihitung secara mandiri. penduduk, dan jumlah PNsD. untuk perhitungan DAu Tahun 2011 untuk 14
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-105
3.2.4.
sesuai dengan Pasal 39 undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada pemerintah daerah. sementara itu, Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Arah Kebijakan DAK Tahun 2011, yaitu: 1. 2. 3. berbasis kinerja; mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan 2005 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk
sesuai kerangka pengeluaran jangka menengah dan penganggaran rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai standar Pelayanan Minimal (sPM) dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan Meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif
DAK Tahun 2011 digunakan untuk mendanai kegiatan di 19 bidang, yaitu: (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur sanitasi; (7) Prasarana (16) Perumahan dan Permukiman; (17) Keselamatan Transportasi Darat;
III-106 SistemPendanaandiDaerah
(18) Transportasi Perdesaan; serta (19) sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan. Formulasi Dana Alokasi Khusus TA 2011 administrasi pengelolaan DAK. 3.2.4.1. Formulasi yang berkaitan dengan alokasi DAK secara garis besar dapat (2) penghitungan alokasi DAK, (3) arah dan penggunaan DAK, dan (4) sebagaimana diketahui bahwa kegiatan khusus yang di danai dari DAK 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional PenetaPan Program dan kegiatan dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu (1) penetapan program dan kegiatan,
merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan dimaksud dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam
menjadi urusan daerah. Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun RKP tersebut, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus dan ditetapkan teknis menyampaikan kegiatan khusus yang telah ditetapkan tersebut kepada Menteri Keuangan.
setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. selanjutnya, menteri
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-107
3.2.4.2. 1. 2.
Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu: Penentuan daerah tertentu yang mendapat alokasi DAK harus memenuhi indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
III-108 SistemPendanaandiDaerah
Penentuan daerah tertentu yang menerima alokasi DAK Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.
kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. sementara itu, penentuan
sesuai dengan pasal 40 undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan 1. Kriteria Umum bahwa alokasi DAK mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan daerah yang persamaan di bawah ini: bentuk rumus, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai. Dalam
Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD Belanja Pegawai Daerah Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD Dimana: PAD APBD DBH PNsD DAu = Pendapatan Asli Daerah = Dana Alokasi umum = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah = Pegawai Negeri sipil Daerah
Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Dalam tahun 2011, arah kebijakan umum DAK adalah untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah. Hal ini diterjemahkan bahwa DAK dialokasikan untuk daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya berada di bawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu). Dalam dengan menggunakan rumus di bawah ini.
DBHDR
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-109
selanjutnya, perhitungan IFN dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK. Rumus IFN dapat dilihat di bawah ini.
Indeks Fiskal Netto Daerah Z =
Jika IFN < 1, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka
Ditetapkan
2. Kriteria Khusus
dan karakteristik daerah. untuk daerah provinsi, kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat serta seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK Karakteristik daerah yang meliputi : a. untuk Provinsi : 1) Daerah tertinggal
dengan
memperhatikan
peraturan
perundang-undangan,
2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan 4) Daerah rawan bencana 6) Daerah pariwisata 1) Daerah tertinggal 5) Daerah ketahanan pangan
b.
III-110
2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan 4) Daerah rawan bencana 3. Kriteria Teknis 6) Daerah pariwisata 5) Daerah ketahanan pangan
Kriteria teknis dirumuskan oleh kementerian negara/departemen teknis yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi sarana-prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK. A. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Pendidikan Lingkup Kegiatan
Diprioritaskan untuk menuntaskan rehabilitasi ruang kelas sD/sDlB dan sMP/ sMPlB yang rusak sedang dan berat, pembangunan ruang kelas baru (RKB) termasuk perpustakaan dan mutu bangunan ditingkatkan menjadi peningkatan mutu. 1) sD Indikator Teknis kelas B yang semula kelas C, dan memperhatikan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) masing-masing daerah, serta memenuhi kebutuhan sarana Jumlah sD/sDlB
2) sMP
Jumlah Ruang Kelas Rusak sedang/Berat Angka Pastisipasi Murni (APM) Jumlah sekolah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-111
Kebutuhan Bangunan Fisik Ruang Keterampilan/Ruang Kesenian Kebutuhan Bangunan Fisik Rehab sedang Kebutuhan Bangunan Fisik Rehab Berat Kebutuhan Alat lab. IPA Kebutuhan Alat lab. IPs Kebutuhan Bangunan Fisik Ruang Kelas Baru (RKB) Kebutuhan Bangunan Fisik Ruang Perpustakaan Kebutuhan Alat Matematika Kebutuhan Alat olah Raga Kebutuhan Alat Kesenian
B. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Kesehatan Lingkup Kegiatan (1) Pembangunan, peningkatan dan perbaikan Puskesmas dan jaringannya; (2) Pembangunan Pos Kesehatan Desa; (3) Pengadaan peralatan kesehatan
untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya; (4) Pengadaan peralatan promosi kesehatan; (5) Peningkatan fasilitas tempat pengadaan peralatan IgDRs; (8) Pembangunan dan pengadaan Peralatan tidur kelas III Rs; (6) Pembangunan, perbaikan Bank Darah Rumah sakit
(BDRs) dan peralatan unit Transfusi Darah (uTD); (7) Pembangunan dan obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PoNEK) Rs; (9) Pemenuhan peralatan di lab.kesehatan daerah dan Rs Provinsi/Kab/Kota; (10) Instalasi Kab/Kota; (13) Pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi di Provinsi/ Kab/Kota.
III-112 SistemPendanaandiDaerah
Pengolahan Air limbah (IPAl); (11) Penyediaan obat generik dan perbekalan kesehatan; (12) Pembangunan dan perbaikan instalasi farmasi di Provinsi/
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indeks luas Wilayah Indeks Jumlah Penduduk Indeks Rasio Puskesmas/Kecamatan Indeks Rasio Poskesdes/Desa Indeks Puskesmas PoNED Indeks Ponek Rs Indeks IgDRs Indeks uTD dan BDRs Indeks TT Kelas III Indeks IPAl Rs Indeks Peningkatan Puskesmas (TT)
3) obat generik
4) Pelayanan Rujukan Provinsi Indeks Ponek Rs Indeks IgDRs Indeks uTD dan BDRs Indeks TT Kelas III Indeks IPAl Rs
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-113
C. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Infrastruktur Lingkup Kegiatan 1) Bidang Infrastruktur Jalan / kabupaten/kota.
kabupaten/kota dan peningkatan prasana jalan dan jembatan provinsi/ kabupaten/kota, penyelesaian pembangunan jalan dan jembatan provinsi jaringan reklamasi rawa berikut bangunan pelengkapnya yang menjadi daerah penerima DAK bidang Irigasi Rehabilitasi dan peningkatan sistem jaringan irigasi termasuk sistem
wewenang provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung program ketahanan pangan, sedangkan dana untuk operasional dan Pemeliharaan 3) Bidang Infrastruktur Air Minum
(oP) jaringan irigasi dialokasikan dari APBD masing-masing pemerintah (pemanfaatan sisa kapasitas terpasang) dan/atau pembangunan baru desa rawan air minum dan kekeringan. untuk mengoptimalkan sistem Penyediaan Air Minum Terbangun
sistem Penyediaan Air Minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah 4) Bidang Infrastruktur sanitasi pada ibukota kecamatan dan pada kawasan kumuh perkotaan serta desa(1) Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; (2)
Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle); dan (3) Pengembangan prasarana dan sarana
Indeks Panjang Jalan (Ipj) Indeks Kondisi Jalan (Ikj) Indeks luas wilayah (Ilw) Indeks Kepedulian (Ikp) Indeks Pelaporan (Ipl)
3) Bidang Infrastruktur Air Minum Indeks Cakupan Air Minum Indeks Kepedulian Indeks Pelaporan Indikator Teknis
Indeks Masyarakat Berpenghasilan Rendah Indeks luas Kawasan Kumuh Indeks Cakupan Pelayanan sanitasi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-115
D. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Kelautan dan Perikanan Lingkup Kegiatan (1) penyediaan sarana dan rehabilitasi prasarana produksi perikanan tangkap; (2) penyediaan sarana dan rehabilitasi prasarana produksi perikanan budidaya; (3) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil bahari dan pengembangan perikanan; (5) penyediaan dan rehabilitasi Bahan Bakar Nelayan (sPBN); (6) penyediaan sarana dan prasarana untuk provinsi berupa pengadaan kapal penangkapan ikan. Produksi Tangkap Panjang Pantai Jumlah Nelayan Produksi Benih Kawasan Minapolitan Produksi Perikanan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi perairan, yang terkait dengan wisata pengawasan; (7) penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; (4) penyediaan dan rehabilitasi infrastruktur dasar dan prasarana Solar Packed Dealer Nelayan (sPDN)/stasiun Pengisian perikanan; dan (8) penyediaan sarana dan prasarana pengembangan 1) Provinsi statistik perikanan. (9)Penyediaan sarana produksi perikanan tangkap
Indikator Teknis
2) Kab/Kota
III-116
SistemPendanaandiDaerah
luas lahan Potensi Budidaya luas Perairan umum Daratan Kapal Perikanan Tenaga Kerja Perikanan unit Pengolahan Ikan unit Pemasaran Ikan Pokmaswas sDKP Kasus Pelanggaran Pulau Kecil dikelola Pos Pengawasan sDKP
Kawasan Konservasi Perairan Tenaga Penyuluh Perikanan Tenaga statistisi Perikanan Retribusi Perikanan dihapus
E. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Pertanian Lingkup Kegiatan 1) perluasan areal pertanian, meliputi: pencetakan sawah, pembukaan lahan 2) penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan air, antara lain: dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit dan embung;
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
irigasi tersier desa, tata air mikro, irigasi air permukaan, irigasi tanah
III-117
3) pengelolaan lahan melalui pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani 4) pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Kecamatan; (uPPo);
7) pembangunan/rehabilitasi pusat/pos pelayanan kesehatan hewan dan 1) luas Penggunaan lahan Indikator Teknis 3) Jumlah Penyuluh 4) Pengguna lahan F. Lingkup Kegiatan 2) Balai Penyuluhan Pertanian Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Lingkungan Hidup
1) Pemantauan kualitas air melalui kegiatan: i) pembangunan gedung dan iii) pembangunan laboratorium lingkungan bergerak; sederhana untuk pengurangan limbah (seperti biogas, 3R, Ruang (uKM); dan
III-118
2) Pengendalian pencemaran air melalui kegiatan: penerapan teknologi Terbuka Hijau (RTH), Particulate Matter (PM10), taman kahati, Instalasi
Pengolahan Air limbah (IPAl) medik dan usaha Kecil dan Menengah
SistemPendanaandiDaerah
3) Pengendalian polusi udara melalui kegiatan: i) pengadaan alat pemantau mengurangi polusi udara (alat pembuatan asap cair, briket arang, dan lain-lain).
1) Kepadatan penduduk Indikator Teknis 3) luas tutupan lahan 6) Volume sampah Lingkup Kegiatan 4) Bentuk kelembagaan 5) Ruang terbuka hijau
G. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Prasarana Pemerintahan Pembangunan/perluasan/rehabilitasi kantor Bupati dan/atau Walikota,
kantor DPRD, gedung kantor sKPD di daerah otonom baru/pemekaran dan yang mengalami dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009, serta pada lagi, khususnya pada daerah-daerah yang belum mendapat alokasi DAK Prasarana Pemerintahan pada tahun sebelumnya. Indikator Teknis 2) Jumlah sKPD yang kondisinya rusak 3) Daerah yang pindah ibukota 1) Jumlah sKPD yang belum memiliki kantor sendiri 4) luas Praspem yang masih dibutuhkan daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya seperti kantor gubernur, Bupati, Walikota, DPRD dan kantor sKPD-nya sudah tidak layak
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-119
H. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Keluarga Berencana Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan meliputi (1) penyediaan kendaraan bermotor roda lapangan Keluarga Berencana (PlKB)/Pengawas Petugas
dua dan sarana kerja bagi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Penyuluh implant kit; (3) pembangunan/renovasi balai penyuluhan KB kecamatan; (4)
Keluarga Berencana (PPlKB; (2) penyediaan sarana pelayanan KB di klinik Laparascopy; (6) penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) kit; dan (7) mobil unit pelayanan (MuYAN) KB keliling. Indikator Teknis 3) Indeks Jumlah Desa / Kelurahan 4) Indeks Jumlah Kecamatan 5) Indeks Klinik KB I. Lingkup Kegiatan
KB (statis) berupa Intra uterine Device (IuD) kit/sterilisator, obgyn bed, dan pembangunan gudang penyimpanan alokon di kab/kota; (5) penyediaan serta pengadaan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kit, (8) Penyediaan 1) Indeks Penyuluh KB / Petugas lapangan KB 2) Indeks Pengendali Petugas lapangan KB penyediaan Mobil unit Penerangan (MuPEN) KB, pengadaan public address,
lapangan
Ruang lingkup kegiatan meliputi (1) kegiatan RHl yang terdiri dari kegiatan vegetatif dan konservasi tanah dan air; (2) pengembangan sarana prasarana keamanan hutan; (3) pengembangan sarana prasarana penyuluhan kehutanan.
III-120
SistemPendanaandiDaerah
1) Kab/ Kota -
Indikator Teknis luas Wilayah luas Hutan Mangrove luas lahan Kritis luas Hutan lindung luas lahan gambut luas Tahura
luas lahan Kritis di luar Kawasan luas Kawasan Konservasi Daerah Penghasil/Jumlah DBH yang Diperoleh luas Kawasan Konservasi
2) Provinsi J.
Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan a) pembangunan dan pengembangan pasar tradisional; b) pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal; dan c) Resi gudang. 1) Pembangunan sarana Distribusi Perdagangan (Pasar Tradisional) Indikator Teknis jarak < 3 km Jumlah Pasar Tanpa Bangunan Prosentase jumlah pasar rusak
pembangunan gudang komoditas pertanian dalam rangka penerapan sistem Jumlah desa yang tdk memiliki pasar permanen/semi permanen pd
2) Metrologi :
3) Pembangunan gudang, sarana Penunjang, & Peralatan gudang Jumlah Produksi Beras Teknis dan K. Kriteria Jumlah Produksi Jagung Ruang Lingkup DAK Perumahan dan
Pemukiman Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan pembangunan Prasarana, sarana dan utilitas (Psu) kawasan perumahan dan permukiman yaitu: 1) 2) Septic tank komunal; Indikator Teknis 3) Jaringan distribusi listrik; dan 4) Penerangan jalan umum. 2) Indeks Backlog 1) Indeks Kepadatan Penduduk 3) Indeks Penetapan Alokasi 4) Indeks Kesiapan RRTR 5) Indeks Tata Ruang L. Penyediaan jaringan pipa air minum;
pembangunan pembangkit energi baru terbarukan untuk penyediaan energi listrik dengan memanfaatkan potensi energi lokal yang berasal dari Energi surya (solar cell), mikro hidro, atau pembangkit EBT lainnya.
III-122 SistemPendanaandiDaerah
Baru Terbarukan (EBT) yaitu konstruksi pembangkit skala kecil EBT berbasis
Indikator Teknis
1) Rasio elektrifikasi kabupaten kota 3) Harga BPP listrik per propinsi Perbatasan Lingkup Kegiatan kabupaten/kota;
2) Desa Berlistrik untuk kabupaten kota M. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Sarana Kawasan
(1) pembangunan/rehabilitasi jaringan jalan di luar jalan provinsi dan tambatan perahu di kecamatan perbatasan atau kawasan pulau kecil mendukung mobilisasi angkutan orang dan barang. Indikator Teknis 1) Panjang garis Batas Kecamatan Perbatasan 2) Jumlah Desa Wilayah Perbatasan 3) luas Wilayah Perbatasan 4) (2) pembangunan/rehabilitasi dermaga kecil atau
N. Kriteria Teknis dan Ruang Lingkup DAK Transportasi Pedesaan Lingkup Kegiatan a) pembangunan jalan poros desa; dan
b) penyediaan angkutan perdesaan (pemberian bantuan sarana transportasi angkutan barang yang sesuai dengan karakteristik daerah).
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-123
Indikator Teknis
1) Indeks Kebutuhan Prasarana Angkutan yaitu Rasio jumlah desa bukan aspal/ jumlah desa moda transport darat dari desa ke kecamatan dibagi total jumlah desa
2) Indeks Kebutuhan sarana Angkutan yaitu rata-rata waktu tempuh pe km 4) Kawasan strategis Cepat Tumbuh Darat Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan jalan, antara lain: Lingkup Kegiatan 1) 2) 3) rambu jalan; marka jalan; dan pagar pengaman jalan.
1) Indeks Aksesibilitas (Panjang jalan / luas wilayah) Indikator Teknis P. Daerah Tertinggal Lingkup Kegiatan
a) penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan; b) penyediaan dermaga kecil atau tambatan perahu, khususnya dermaga kecil atau
SistemPendanaandiDaerah
III-124
tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; dan e) penyediaan/pembangunan pembangkit energi 1) Indeks Infrastruktur Indikator Teknis pikohidro.
listrik perdesaan yang memanfaatkan sumber energi mikrohidro dan 2) Indeks Infrastruktur energi
3) Indeks Rumah Tangga tidak pelanggan listrik 4) Indeks Desa tidak berlistrik 7) Indeks Jalan 8) Indeks Moda Transportasi 5) Indeks Infrastruktur Transportasi 6) Indeks Akses Kendaraan Roda 4 9) Indeks Administrasi Pelaporan pada gambar 3.17 di bawah ini.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-125
Dari gambar 3.17 di atas, terdapat serangkaian proses yang harus dilalui, baik dalam menentukan daerah tertentu yang menerima DAK maupun dalam menentukan besaran alokasi masing-masing daerah. 1. 2. DAK; Tahap 1 : Menentukan Daerah Tertentu Penerima DAK Jika suatu daerah memenuhi kriteria umum yang ditunjukkan dengan
IFN < 1, maka daerah tersebut pada proses ini layak mendapat alokasi kriteria khusus yang pertama yaitu apakah daerah tersebut termasuk
SistemPendanaandiDaerah
Jika pada proses no. 1 di atas daerah tidak memenuhi, maka dilihat
III-126
3.
dalam pengaturan otonomi khusus atau termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal. Jika ya, maka daerah tersebut layak memperoleh alokasi DAK;
di atas, maka lihat kembali kriteria khusus yang kedua yaitu karakteristik hal ini apabila IFW > 1, maka daerah tersebut layak memperoleh DAK; Jika daerah tersebut ternyata masih belum layak untuk mendapatkan
4.
proses ini, IFN dan IKW digabungkan sehingga menghasilkan IFW. Dalam DAK pada proses nomor 3 di atas, maka dilihat kriteria teknisnya untuk menghasilkan IFWT. Jika IFWT > 1, maka daerah tersebut layak mendapat alokasi DAK pada bidang tersebut.
Jika daerah tersebut tidak termasuk dalam kriteria khusus pada butir 2
indeks teknis (IT). Pada proses ini, IT digabungkan dengan IFW sehingga setelah proses penentuan daerah tertentu dilalui, maka harus dihitung
besaran alokasi untuk masing-masing bidang dan masing-masing daerahnya (ADB, alokasi daerah dan bidang); masing daerah; Konstruksi (IKK) dan menghasilkan Bobot Daerah (BD) untuk masingmasing-masing bidang.
IFWT masing-masing daerah dikalikan dengan Indeks Kemahalan selanjutnya, BD tersebut dikalikan dengan pagu alokasi DAK masing-
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-127
3.2.4.3.
untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab daerah dalam pelaksanaan 1. Dana Pendamping
program yang didanai DAK, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10 persen dari nilai DAK yang diterimanya Dana Pendamping, pencairan DAK tidak dapat dilakukan. Dana Pendamping dokumen pelaksana anggaran sejenis lainnya. dalam APBD tahun anggaran berjalan. Jika daerah tidak menganggarkan
untuk mendanai kegiatan fisik. Dana Pendamping tersebut wajib dianggarkan juga dicantumkan dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA-sKPD) atau untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, yaitu selisih antara negatif maka tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping. 2. Penganggaran untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK, penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawainya sama dengan 0 (nol) atau Menteri Teknis menetapkan Petunjuk Teknis pelaksanaan kegiatan DAK untuk masing-masing bidang. selanjutnya, pelaksanaan kegiatan yang didanai DAK harus selesai paling lambat 31 Desember tahun anggaran berjalan dan hasil dari kegiatan yang didanai DAK harus sudah dapat dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran tesebut.
sesuai dengan PMK Nomor 216/PMK.07/2010 diatur bahwa daerah wajib menyampaikan rencana penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan pendamping. Keuangan, yang memuat pilihan kegiatan, volume dan besaran, serta dana
III-128
SistemPendanaandiDaerah
sementara itu, berdasarkan PMK No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah Pasal 28, daerah penerima DAK dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan berjalan apabila akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang sarna dan sesuai dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun
dari pagu bidang DAK tersebut. optimalisasi penggunaan DAK tersebut pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan tahun anggaran berikutnya sesuai dengan petunjuka teknis tahun anggaran dana pendamping DAK. 3. Pemantauan dan Pengawasan sebelumnya dan/atau tahun berjalan. sisa DAK tidak dapat digunakan untuk Pemantauan dan pengawasan dari kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus ini melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, kegiatan yang didanai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing-masing. sisa DAK tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama
dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Dalam hal terdapat sisa DAK
pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai oleh DAK tersebut. Menteri Teknis melakukan keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan Pengawasan fungsional/pemeriksaan pelaksanaan kegiatan dan administrasi tersebut terdapat penyimpangan dan/atau penyalahgunaan, BPK dan/atau aparat pengawas intern pemerintah daerah menindaklanjutinya sesuai aparat pengawasan intern pemerintah daerah. Apabila dalam pemeriksaan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Daerah sendiri
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-129
melalui tim koordinasi melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait setempat. sementara itu, untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan DAK di daerah dalam kaitannya dengan penyempurnaan kebijakan DAK, telah diterbitkan Pemantauan Teknis Pelaksanaan Dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi pemerintahan. 3.2.4.4. surat Edaran Bersama (sEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor 0239/ M.PPN/11/2008, sE 1722/MK.07/2008, 900/3556/sJ Petunjuk Pelaksanaan Khusus (DAK). sEB dimaksud lebih banyak mengatur tata hubungan dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi DAK yang dilaksanakan antar tingkat Daerah menyampaikan laporan triwulanan yang memuat laporan pelaksanaan serta jumlah realisasi dana Dalam Negeri. PelaPoran
kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan terkait dengan tembusan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, meliputi gambaran, rencana kegiatan, sasaran, hasil yang telah dicapai, hambatan, DAK pada akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Terkait dengan sisa DAK TA 2003 2009 yang belum digunakan sampai dengan ditetapkannya PMK No. 126/PMK.07/2010, dapat digunakan untuk digunakan, wajib melaporkannya kepada paling lambat 60 hari setelah PMK kegiatan DAK pada bidang yang sama sesuai juknis TA berjalan. Jika sudah
III-130
SistemPendanaandiDaerah
No. 126/PMK.07/2010 ditetapkan. sisa DAK tersebut tidak dapat digunakan untuk dana pendamping.
3.2.5.
Pasal 6 undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. sejalan menyempurnakan dengan amanat bagan akun undang-undang standar daerah yang dipisahkan. Hal ini berarti, pemerintah daerah melakukan Menteri tersebut, Keuangan dalam upaya daerah dan mewakili pemerintahan daerah dalam kepemilikan kekayaan sendiri pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, penganggaran,
mengelompokkan bagan akun yang terkait dengan pengalokasian Dana Perimbangan dan Dana otonomi Khusus dan Penyesuaian ke dalam menggantikan Kelompok Belanja ke Daerah. Hal ini diatur dalam Peraturan selanjutnya pada tahun 2008, perubahan ini diimplementasikan ke dalam perubahan nomenklatur APBN dari sebelumnya Belanja ke Daerah menjadi pelaksanaan penyalurannya dari kas negara ke kas daerah. Pelaksanaan
telah
Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun standar. Transfer ke Daerah dan diikuti pula dengan perubahan mendasar dalam
126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Penyaluran angggaran Transfer ke Daerah dilakukan dengan cara (BuD) atau Kuasa BuD membuka rekening pada bank sentral atau bank umum untuk menampung penyaluran semua anggaran Transfer ke Daerah Daerah. 3.2.5.1. Penyaluran dbh Pajak Penyaluran DBH PPh mengacu pada Pasal 19 PMK Nomor 126/PMK.07/2010 1. Penyaluran Dana Bagi Hasil PPh tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. a. b. 21 tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH PPh WPoPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan Penyaluran DBH PPh WPoPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, dengan rincian sebagai berikut : sebesar 20 persen dari alokasi sementara; sampai dengan triwulan III. Penyaluran triwulan I sampai dengan triwulan III masing-masing Penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pembagian Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPoPDN dan PPh Pasal pemindahbukuan dari rekening Kas umum Negara ke Rekening Kas umum Daerah. Dalam rangka penyaluran tersebut, Bendaharawan umum Daerah (DBH Pajak, DBH sDA, DAu, dan DAK) dengan nama Rekening Kas umum
definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan I I sampai dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara
SistemPendanaandiDaerah
III-132
lebih besar daripada alokasi definitif, maka kelebihan dimaksud Penyaluran DBH PBB mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB Transfer ke Daerah. a. c. b. d. PBB tahun anggaran berjalan. diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Penyaluran DBH PBB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Penyaluran DBH PBB bagian daerah dilaksanakan secara mingguan. kepada seluruh kabupaten dan kota dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan secara merata
bulan april, bulan agustus, dan bulan november tahun anggaran berjalan.
kepada kabupaten dan kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/ bulan November tahun anggaran berjalan. bulanan. (CHT) Penyaluran Biaya Pemungutan PBB bagian daerah dilaksanakan secara
e.
3. Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Penyaluran DBH CHT didasarkan pada Pasal 20, Peraturan Menteri Keuangan Anggaran Transfer ke Daerah yaitu: a. b. Triwulan I sebesar 20 persen dari alokasi sementara; Triwulan II sebesar 30 persen dari alokasi sementara;
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-133
c.
d.
yang telah disalurkan pada triwulan I, II, dan III, dilaksanakan setelah DBH CHT semester I. Penyaluran dbh sumber daya alam
3.2.5.2. yaitu: 1. 2. 3.
secara umum, pola penyaluran DBH sDA dilaksanakan secara triwulanan, Keuangannya; Keuangannya;
Triwulan I sebesar 20 persen dari pagu di Peraturan Menteri Triwulan III berdasarkan: triwulan II. sebelumnya).
Triwulan II sebesar 20 persen dari pagu di Peraturan Menteri perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan
4. 5.
negara sampai dengan triwulan III) (penyaluran s.d. triwulan III) triwulan IV) (penyaluran s.d. triwulan IV).
Proses Penyaluran
Penyaluran DBH sDA Migas dari rekening kas negara ke rekening kas sebagai berikut:
III-134
SistemPendanaandiDaerah
1. 2. 3.
Penerbitan DIPA Migas ke Dirjen Perbendaharan. menerbitkan DIPA Migas untuk Dirjen PK. Berdasarkan surat permintaan tersebut,
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengajukan surat Permintaan Berdasarkan DIPA tersebut, Direktur Dana Perimbangan sebagai KPA gambar 3.18 Format Penyaluran DBH sDA Migas Dirjen Perbendaharaan
4.
selanjutnya, alur perhitungan dan penyaluran DBH Migas dapat dilihat pada gambar 3.19.
sP2D. Berdasarkan sP2D tersebut, BI mentransfer dana dari rekening kas negara ke rekening kas pemda provinsi/kabupaten/kota
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-135
sementara itu, sejak tahun 2008 diberlakukan sedikit perubahan dalam proses penyaluran ini. Bila sebelumnya semua dokumen dilaksanakan untuk untuk setiap tahunnya. Prosesnya sebagai berikut: setiap triwulan, maka mulai tahun 2008 proses permintaan dan penerbitan gambar 3.19 Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas DIPA dilaksanakan hanya satu kali di awal tahun. Jadi hanya ada satu DIPA
1.
a.
Di awal tahun:
Berdasarkan PMK Perkiraan Alokasi DBH sDA Migas, Dirjen PK Berdasarkan surat permintaan tersebut, Dirjen Perbendaharan menerbitkan DIPA Migas untuk satu tahun anggaran. mengajukan surat Permintaan Penerbitan DIPA Migas ke Dirjen Perbendaharan.
2.
b.
setiap Penyaluran:
III-136
SistemPendanaandiDaerah
a. b. c.
Berdasarkan DIPA dan Berita Acara Rekonsiliasi, Direktur Dana Berdasarkan sPM Migas tersebut, Direktur PKN DJPBN menerbitkan sP2D. negara ke rekening kas pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota Perimbangan sebagai KPA mengajukan sPM Migas ke Direktur PKN DJPBN.
Dengan demikian proses penyaluran dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, dan penerbitan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. gambar 3.20 Mekanisme Penyaluran (2008)
3.2.5.3.
sampai dengan tahun 2007 penyaluran DAu dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan selaku KPA dari Bendaharawan umum Negara (BuN) membuat DIPA
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
setempat.
Kepala
daerah
bertindak
III-137
dan menyampaikannya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk untuk penyaluran DAu setiap bulan. Pertanggungjawaban Perbendaharaan Anggaran
mendapatkan pengesahan. selanjutnya, kepala daerah atau pejabat yang Transfer ke Daerah, mulai
ditunjuk menerbitkan sPM dan menyampaikannya kepada KPPN setempat sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan 2008 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan bertindak selaku KPA alokasi masing-masing daerah. Dalam rangka penyaluran tersebut, Dirjen bulan dan menyampaikannya kepada Kuasa BuN (KPPN Jakarta II - DJPB). 3.2.5.4. Penyaluran dak Mulai tahun 2008 penyaluran DAK dilaksanakan langsung melalui Kuasa untuk mendapatkan pengesahan. Penyaluran yang menyusun DIPA dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal tahun
Perimbangan Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan sPM setiap BuN (KPPN Jakarta II - DJPB) dengan cara memindahbukukan dari Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban sebagai KPA yang menyusun DIPA dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. Dalam rangka menyalurkan DAK, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan sPM yang terbagi dalam 3 tahap yaitu; diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan,
SistemPendanaandiDaerah
DAu
rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Berdasarkan Anggaran Transfer ke Daerah, Dirjen Perimbangan Keuangan ditunjuk
Tahap I sebesar 30 persen dari alokasi, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD, laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping
III-138
Tahap II sebesar 45 persen dari alokasi, dilaksanakan selambat-lambatnya Tahap III sebesar 25 persen dari alokasi, dilaksanakan selambatlambatnya 15 hari kerja setelah laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan, dan
tidak dapat dilakukan sekaligus dan tidak boleh melampaui tahun anggaran
PENDAHULUAN
III-139
lainnya. Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selain mengalokasikan Dana pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut pelaksanaan kebijakan pinjaman dan hibah daerah merupakan bagian kepada pemerintah daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan secara tegas
APBD. Hal ini sejalan dengan undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Perimbangan kepada pemerintah daerah, Pemerintah dapat memberikan menjelaskan
yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan dan pengawasan keuangannya.
merupakan suatu sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan
3.3.2.
seperti
Perimbangan kepada pemerintah daerah, Pemerintah dapat memberikan Daerah tidak semata-mata bertumpu kepada Dana Perimbangan, namun juga
pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
telah
PINJAMAN DAERAH
disinggung
sebelumnya,
selain
mengalokasikan
Dana
III-140
SistemPendanaandiDaerah
termasuk pinjaman dan hibah daerah sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan daerah. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD untuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana pinjaman dapat ditujukan untuk mendanai kegiatan investasi berupa pengadaan prasarana dan/atau sarana daerah yang memberikan manfaat ekonomi dapat ditujukan untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan pengelolaan pinjaman daerah. 3.3.2.1. mendanai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah dan sosial bagi masyarakat. Kegiatan investasi tersebut memberikan atau penerimaan daerah pada khususnya. selain itu, dana pinjaman juga pembiayaan kembali, maka diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam Pinjaman daerah sebagai alternatiF sumber Pembiayaan aPbd dengan arus kas daerah. selanjutnya, mengingat pinjaman memiliki berbagai
sumbangan bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya dan/ risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, dan risiko
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, defisit APBD dapat ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan sebagai berikut: a. pendapatan daerah; sebelumnya, mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target
sisa lebih Perhitungan Anggaran (silPA) daerah tahun anggaran Pencairan dana cadangan;
b.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-141
c.
d. e.
penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah; direalisasikan pada tahun anggaran yang bersangkutan; dan/atau Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Dalam hal pemerintah daerah akan menutup defisit APBD dengan melakukan pinjaman daerah, maka selanjutnya pemerintah daerah harus memperhatikan persyaratan pinjaman daerah, menentukan jenis pinjaman, dan sumber sesuai bagan alur (flow chart) dalam gambar 3.21 berikut ini: gambar 3.21 Proses Perencanaan Pinjaman Daerah pinjaman. secara umum proses perencanaan pembiayaan daerah dilakukan
III-142
SistemPendanaandiDaerah
Alternatif sumber-sumber pinjaman yang dapat dipilih oleh pemerintah 1. Sumber Pinjaman Daerah daerah, adalah sebagai berikut: 2) Pemerintah daerah lain; Negeri; 1) Pemerintah, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, 3) lembaga Keuangan Bank yang berbadan Hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia; mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia; dan penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.
4) lembaga Keuangan Bukan Bank yang berbadan hukum Indonesia dan 5) Masyarakat, yaitu berupa obligasi Daerah yang diterbitkan melalui 2. Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 1) Pinjaman Jangka Pendek
Berdasarkan waktunya, pinjaman daerah dapat dikategorikan dalam waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka
dan biaya lain (termasuk biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan, misalnya pelunasan kewajiban atas pengadaan/pembelian barang dan/atau jasa tidak
dan denda) seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang dilakukan pada saat barang dan/atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-143
jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka
kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan.
denda) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman jangka menengah 3) Pinjaman Jangka Panjang Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka
kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain
(seperti: biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) harus dilunasi pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan persyaratan penerimaan. perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jangka panjang Persyaratan pinjaman secara garis besar dapat dibagi berdasarkan jenis 3. Persyaratan Umum Pinjaman Daerah ini: pinjaman daerah. Penjelasan persyaratan tersebut dapat dijelaskan berikut 1) Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan
III-144
SistemPendanaandiDaerah
Persyaratan yang dipenuhi bagi pemerintah daerah dalam melakukan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda; pinjaman. dianggarkan dalam APBD tahun bersangkutan;
Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman jangka pendek telah Persyaratan lainnya yang dipersyaratkan oleh calon pemberi
Persyaratan bagi pemerintah daerah untuk dapat melakukan pinjaman APBD tahun sebelumnya, dengan rumus sebagai berikut: Keterangan:
belum dibayar;
Jumlah sisa pinjaman daerah adalah jumlah pinjaman lama yang Jumlah pinjaman yang akan ditarik adalah rencana pencairan dana Penerimaan APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan
APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-145
b.
Rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan koma lima), dengan rumus sebagai berikut: DSCR = : : : : : DsCR PAD BW P B DBH DAu (PAD + (DBH-DBHDR) + DAU) BW P + B + BL
pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DsCR) paling sedikit 2,5 (dua 2,5
Keterangan: DBHDR : :
c.
Bl
: :
Bunga pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran Biaya lainnya (biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) yang jatuh tempo pada anggaran bersangkutan bersangkutan;
d.
tahun
III-146
SistemPendanaandiDaerah
3.3.2.2.
Pada prinsipnya pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah. 1. Prinsip Umum Pinjaman Daerah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima
Namun demikian, pinjaman daerah harus dilakukan dalam batas-batas yang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah pada prinsip-prinsip umum sebagai berikut: atau untuk menutup kekurangan kas. undangan.
aman dan terkendali sehingga tidak berdampak negatif terhadap APBD dan tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan daerah dalam rangka pelaksanaan 1) Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD dan/ 2) Pinjaman daerah digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan
perekonomian daerah serta perekonomian nasional. Pinjaman daerah adalah sejumlah uang
3) Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, kecuali dalam hal pinjaman langsung kepada pihak Pasar Modal Domestik. pinjaman pihak lain.
inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundangluar negeri yang terjadi karena kegiatan transaksi obligasi Daerah di
4) Pemerintah daerah tidak dapat melakukan penjaminan terhadap 5) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-147
6) Proyek yang dibiayai dari obligasi Daerah beserta barang milik daerah 2. Revisi Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Daerah Daerah.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dalam rangka revisi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 antara lain adalah: a. Peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah, pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah, saat ini sedang dilakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Beberapa perubahan pokok dalam pengaturan bahwa pinjaman jangka panjang digunakan untuk mendanai tidak langsung, dan/atau memberikan manfaat ekonomi dan sosial. i. pinjaman Pemerintah kepada pemerintahan daerah; daerah; dan kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan melalui
b.
Negara (BuN) yang mempunyai kewenangan untuk memberikan kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan usaha Milik Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintahan Daerah dan Badan usaha Milik Daerah.
SistemPendanaandiDaerah
Penegasan peran Menteri Keuangan selaku Bendaharawan umum Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan dalam
III-148
c. d.
pemerintah daerah, baik yang bersumber dari Penerusan Pinjaman luar Negeri, Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, serta Dana Investasi Pemerintah. pembayaran langsung, rekening khusus, pemindahbukuan ke Rekening Kas umum Daerah, letter of credit (l/C), dan pembiayaan pendahuluan. Daerah Pengaturan mekanisme penarikan dana pinjaman daerah yang mencakup
Pengaturan
prosedur
pemberian
pinjaman
Pemerintah
kepada
Dalam rangka pengendalian batas maksimal defisit dan pinjaman pemerintah pinjaman daerah. untuk tahun anggaran 2011, telah ditetapkan Peraturan Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2011. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatur hal-hal sebagai: a. b. c. d. penyusunan APBN Tahun Anggaran 2011; yang dibiayai oleh pinjaman daerah;
daerah, Menteri Keuangan setiap bulan Agustus menetapkan Peraturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif
Menteri Keuangan mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD untuk Tahun Anggaran 2011
Kumulatif Defisit APBD tersebut di atas adalah kumulatif defisit APBD 4,5 persen dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2011; daerah dan setelah memperhitungkan pengeluaran pembiayaan.
ditetapkan sebesar 0,3 persen dari proyeksi PDB yang digunakan dalam Batas Maksimal Defisit APBD masing-masing daerah ditetapkan sebesar
Defisit APBD setiap daerah adalah defisit yang dibiayai dari pinjaman
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-149
Daerah dapat melebihi Batas Maksimal Defisit APBD setelah mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dengan diberikan sepanjang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD secara nasional Batas Maksimal Defisit APBD dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: i. Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Keuangan Daerah. Pemerintah daerah mengajukan permohonan persetujuan tidak terlampaui. Tata cara pengajuan permohonan persetujuan melebihi c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Persetujuan Menteri Keuangan
pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD kepada Menteri Keuangan Permohonan persetujuan sebagaimana tersebut di atas memuat alasan
atas
ii.
melebihi Batas Maksimal Defisit APBD termasuk rencana penggunaan pinjaman, disertai dengan dokumen ringkasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah dibahas bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD.
iii. Atas dasar permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf Jenderal Keuangan Daerah.
i, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur memberikan pertimbangan dalam waktu 10 hari kerja setelah disertai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf ii. Dalam Negeri tidak menyampaikan pertimbangan dalam jangka waktu Dalam hal Direktur Jenderal Keuangan Daerah atas nama Menteri
iv. Direktur Jenderal Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri v.
diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf iv, Direktur Jenderal Perimbangan
SistemPendanaandiDaerah
III-150
vi. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan wajib memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 25 hari kerja telah dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf ii. dokumen yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan pinjaman daerah bagi daerah yang melampaui Batas Maksimal Defisit APBD.
Keuangan atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD.
vii. Persetujuan atas pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD merupakan Peraturan Menteri Keuangan dimaksud juga mengatur batas maksimal kumulatif pinjaman daerah yang masih menjadi kewajiban daerah sampai keuangan daerah dan setelah memenuhi persyaratan pinjaman daerah. 3.3.2.3. Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya saat ini prosedur pinjaman daerah yang dananya berasal dari penerusan Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri pinjaman luar negeri mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2011. Besaran
dengan Tahun Anggaran 2011 ditetapkan sebesar 0,35 persen dari proyeksi jumlah pinjaman masing-masing daerah disesuaikan dengan kemampuan
Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau yang telah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-151
tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman luar negeri dan Penerimaan Hibah. sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari kedua Peraturan Pemerintah di atas, Pemerintah telah menetapkan paket peraturan setingkat menteri, yaitu: Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 005/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan usulan serta yang mengatur perencanan dan proses lebih lanjut pengadaan Pinjaman/ Hibah luar Negeri oleh Pemerintah Pusat; dan Peraturan Menteri Keuangan kepada pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman. Pusat mengatur proses lebih lanjut penerusan pinjaman luar negeri pemerintah Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas prosedurnya adalah sebagai berikut:
Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah luar Negeri Nomor 53 Tahun 2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman luar Negeri yang A. Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri oleh Pemerintah
Nomor 005 Tahun 2006 mengatur perencanan dan proses lebih lanjut pengadaan pinjaman/hibah luar negeri oleh Pemerintah Pusat. secara rinci 1) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas bersama untuk mendapatkan penetapan dalam bentuk Peraturan Presiden. Menteri Keuangan membuat rancangan Rencana Kebutuhan Pinjaman Rencana Kebutuhan Pinjaman luar Negeri adalah rencana pengadaan
keuangan yang memegang prinsip kehati-hatian. RKPlN disebut juga dengan istilah borrowing strategy, yang ditujukan untuk menghilangkan
III-152 SistemPendanaandiDaerah
2) Berdasarkan RKPlN yang telah disusun, Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan BuMN menyampaikan usulan proyek untuk Menengah (DRPHlN-JM). usulan Kegiatan yang disampaikan berisi: a) Daftar Isian Pengusulan Kegiatan; b) Kerangka Acuan Kerja; c) Hasil studi Kelayakan; dan 3) Dalam rangka
dominasi pemberi pinjaman (donor driven) dalam perencanaan pinjaman yang selama ini terjadi menuju Indonesian driven.
d) surat persetujuan pemerintah daerah dan DPRD yang bersangkutan untuk usulan pemerintah daerah atau surat persetujuan Direksi BuMN dan Menteri Pembinaan BuMN untuk usulan BuMN. penyusunan DRPHlN-JM, Menteri Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menilai kelayakan kegiatan, Kementerian Keuangan. Perencanaan
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Dalam penilaian atas usulan kegiatan pemerintah daerah, Kementerian Perencanaan Pembangunan acuan untuk membuat lending Program. Nasional/Bappenas akan melakukan sinkronisasi pendanaan bersama
4) DRPHlN-JM yang telah disusun disampaikan kepada calon PHlN sebagai 5) Kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam DRPHlN-JM diproses lebih lanjut untuk meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan, untuk selanjutnya kegiatan yang telah memenuhi kelayakan kesiapan kegiatan (readiness criteria) akan dicantumkan dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman/Hibah luar Negeri (DRPPHlN) yang akan diterbitkan setiap
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-153
6) Dalam rangka menyusun DRPPHlN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas meminta informasi kemampuan keuangan Menteri Menteri Keuangan menyampaikan masukan berupa indikasi kemampuan diteruskan. pendanaan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Pemerintah Daerah/BuMN untuk kegiatan PlN yang akan diteruskan kepada pemerintah daerah/BuMN. Berdasarkan permintaan dari keuangan pemerintah daerah dan BuMN untuk kegiatan PlN yang akan Kepala Bappenas serta Menteri Keuangan, untuk selanjutnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyusun Daftar Kegiatan, dan Menteri Keuangan melakukan penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman untuk menetapkan alokasi Keuangan menetapkan alokasi pinjaman. Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas serta penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
pinjaman. Berdasarkan Daftar Kegiatan yang disampaikan oleh Menteri 8) Berdasarkan Daftar Kegiatan yang telah disusun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Kementerian/ menetapkan alokasi pinjaman. Berdasarkan penetapan alokasi pinjaman,
III-154 SistemPendanaandiDaerah
lembaga/pemerintah daerah/BuMN pengusul melaksanakan persiapan pinjaman serta melakukan konfirmasi penerusan pinjaman dengan menyampaikan usulan kegiatan kepada Menteri Keuangan untuk
Adapun prosedur pengadaan Pinjaman/Hibah luar Negeri termasuk yang akan diteruskan kepada pemerintah daerah/BuMN adalah sebagaimana tercantum dalam gambar 3.22. gambar 3.22 Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah luar Negeri
Menteri Keuangan mengajukan usulan kepada calon PPHlN untuk mendapatkan komitmen pendanaan.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-155
B. Prosedur Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 Tahun 2006 tentang Tatacara secara terinci prosedur tersebut adalah sebagai berikut: Pemerintah Daerah
Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber dari Pinjaman luar Negeri, mengatur proses lebih lanjut penerusan pinjaman luar negeri Pemerintah kepada pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman. Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan Daftar Kegiatan, Menteri Keuangan akan rencana pinjaman kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan dokumen rencana pinjaman yang terdiri dari: a) studi kelayakan kegiatan; b) Rencana Kegiatan Rinci; tahun terakhir; 1) Prosesnya dimulai setelah Daftar Kegiatan disampaikan dari Menteri menyampaikan surat kepada pemerintah daerah agar menyampaikan
c) Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tiga d) APBD tahun bersangkutan; e) Perhitungan proyeksi APBD selama jangka waktu pinjaman termasuk perhitungan DsCR yang mencerminkan kemampuan daerah dalam yang akan diusulkan; Rencana Pembiayaan Kegiatan (financing plan) secara keseluruhan; DsCR) serta asumsi yang digunakan selama jangka waktu pinjaman
f)
g) surat persetujuan DPRD berupa persetujuan prinsip yang diberikan oleh komisi di DPRD yang menangani bidang keuangan;
III-156
SistemPendanaandiDaerah
h) Data kewajiban yang masih harus dibayar setiap tahunnya dari i) pinjaman yang telah dilakukan; dan surat Pernyataan Pemerintah Daerah, yang berisi tentang: Menyediakan dana pendamping; Tidak memiliki tunggakan atas pinjaman yang sedang berjalan;
tersebut dalam APBD setiap tahun selama masa pinjaman; dan pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak.
2) Berdasarkan dokumen rencana pinjaman yang telah disampaikan, 3) Dalam rangka penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjaman, Menteri Keuangan akan memberikan jawaban atas kekurangan atau telah rencana pinjaman dilakukan selambat-lambatnya 10 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas dokumen rencana pinjaman. meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri atas rencana pinjaman untuk aspek-aspek diluar perencanaan dan keuangan, yang lengkap. Menteri Keuangan akan melakukan penelitian kelengkapan dokumen rencana pinjaman dan penilaian atas dokumen rencana pinjaman.
meliputi aspek politik dan administrasi pemerintah daerah. Pertimbangan kerja setelah diterimanya dokumen rencana pinjaman yang dinyatakan diproses lebih lanjut tanpa menunggu pertimbangan Menteri Dalam
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
Menteri Dalam Negeri diberikan selambat-lambatnya dalam 10 hari 5) Dalam hal pertimbangan Menteri Dalam Negeri tidak diberikan dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka rencana pinjaman dapat
III-157
Negeri. Penilaian oleh Menteri Keuangan dilakukan selambat-lambatnya 6) Berdasarkan hasil penilaian, Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas rencana pinjaman. Dalam hal Menteri Keuangan menyampaikan surat kepada pemerintah daerah pengusul. Berdasarkan komitmen pendanaan. menerbitkan Daftar 40 hari kerja setelah dokumen rencana pinjaman diterima secara lengkap. menetapkan penolakan atas rencana pinjaman, Menteri Keuangan
persetujuan Menteri Keuangan, selanjutnya dilakukan koordinasi dengan 7) Berdasarkan komitmen pendanaan dari calon PPlN, Menteri Keuangan disampaikan kepada pemerintah daerah pengusul. Berdasarkan DRPD, pemerintah daerah menyampaikan surat Keputusan DPRD tentang persetujuan pinjaman yang dihasilkan dari rapat paripurna DPRD kepada Menteri Keuangan, yang memuat hal-hal sebagai berikut: a) Plafond pinjaman; c) Bunga pinjaman; d) Biaya komitmen; f) b) Jangka waktu pinjaman; Rencana Pinjaman Daerah (DRPD) untuk calon Pemberi Pinjaman luar Negeri (PPlN) untuk mendapatkan
g) Kesediaan dipotong Dana Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil untuk pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak.
III-158
SistemPendanaandiDaerah
8) Perundingan dengan calon PPlN dilakukan setelah diterbitkannya DRPD dan pemerintah daerah memenuhi kriteria kesiapan kegiatan, yang mencakup: dasar; b) Alokasi dana pendamping untuk pelaksanaan kegiatan tahun c) Pengadaan tanah dan/atau resettlement telah dilaksanakan; e) Kesiapan Implementation Unit/PIu); dan konsep pengelolaan proyek/petunjuk pertama dalam APBD; a) Kesiapan indikator kinerja monitoring dan evaluasi, seperti data
d) Pembentukan dan penempatan personalia unit Manajemen Proyek administrasi proyek/memorandum (yang berisi cakupan organisasi dan kerangka acuan kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, disbursement, laboran, dan auditing). pengelolaan/
9) Perundingan dilakukan oleh Tim Perunding yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur Nasional/Bappenas, dan instansi terkait lainnya, termasuk pemerintah Perjanjian Pinjaman luar Negeri (NPPlN). surat persetujuan pinjaman yang memuat: a) Jumlah; b) Peruntukan; dan Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan daerah pengusul. Hasil perundingan akan menjadi acuan dalam Naskah kuasa dengan PPlN. Berdasarkan NPPlN yang telah ditandatangani, selambat-lambatnya dalam 40 hari kerja Menteri Keuangan menerbitkan
10) NPPlN ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-159
11) Persyaratan pinjaman dalam NPPlN menjadi acuan dalam menetapkan (NPPP). NPPP ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan gubernur, bupati atau walikota, memuat sekurangkurangnya hal-hal sebagai berikut: a) sumber dan jumlah dana; b) peruntukan; f) i) c) persyaratan pinjaman; d) penarikan dana; e) penggunaan dana; sanksi. pembayaran kembali;
c) Persyaratan pinjaman.
12) Berdasarkan NPPP, pemerintah daerah melaksanakan proses penarikan bentuk pinjaman secara sitematis dapat digambarkan sebagaimana gambar 3.23. pinjaman serta pelaksanaan kegiatan.
III-160
SistemPendanaandiDaerah
2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya salah satu sumber pinjaman dari Pemerintah Pusat yaitu Dana Investasi Bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Pemerintah, termasuk di dalamnya dana yang dikelola oleh Pusat Investasi dan menjadi operator investasi Pemerintah. Adapun cakupan sektor investasi PIP meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Investasi di bidang pembangunan infrastruktur sebagai salah satu fokus dari investasi PIP didasarkan pada alasan filosofis
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-161
bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. salah satu bentuk investasi langsung PIP adalah pemberian pinjaman kepada pemerintah daerah. a. c. f. e. a. c. b. Ketenagalistrikan; Jalan/Jembatan; Transportasi; Pasar; Rumah sakit; Air Bersih. Terminal; dan untuk pembangunan infrastruktur dasar, antara lain mencakup: d. g. Pinjaman yang diberikan PIP kepada pemerintah daerah dibatasi hanya
Tatacara pengajuan pinjaman daerah kepada PIP sebagai berikut: b. Calon mitra menyampaikan proposal dilengkapi dengan: latar belakang; studi kelayakan; skema pembiayaan; skema pembagian risiko; proyek;
Calon mitra mengajukan surat permohonan pinjaman kepada Kepala PIP. Kepala PIP mengundang calon mitra untuk melakukan presentasi. -
perijinan; dan
laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir, tahun berjalan, dan Bagi badan usaha/badan hukum menyampaikan anggaran dasar dan
SistemPendanaandiDaerah
III-162
d. e. f. i. j. g.
Analisa Kelayakan Proyek dan Kelayakan Keuangan Daerah. Penyampaian Indicative Offer dari PIP kepada calon mitra. Persetujuan calon mitra terhadap Indicative Offer. Persetujuan Pinjaman. Pemindahbukuan. Penandatanganan Perjanjian. Efektivitas Perjanjian Pinjaman.
Indonesia.
h.
Persyaratan Pinjaman PIP kepada pemerintah daerah selain mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005, antara lain: a. c. b. pinjaman paling sedikit 2,5.
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, juga harus mengikuti ketentuan mengenai pinjaman daerah Jumlah sisa pinjaman ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak DsCR atau rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan bersumber dari Pemerintah. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang melebihi 75 persen dari Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
dipotong dipotong Dana Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil secara
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-163
c.
d. e. f.
maksimal defisit yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. umum dan/atau Dana Bagi Hasil. atau walikota. daerah.
Ijin pelampauan defisit dalam hal pinjaman tersebut melampaui batas surat kuasa gubernur, bupati, atau walikota kepada Direktur Jenderal
legal opinion dari Kepala Biro/Kepala Bagian Hukum pemerintah Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank
3.3.2.4.
Prosedur pinjaman daerah yang bersumber dari selain Pemerintah secara garis besar terbagi dua, yang dibedakan menurut lamanya masa pinjaman, pinjaman jangka panjang. a. b. c. 1. Prosedur pinjaman jangka pendek: calon pemberi pinjaman. yaitu prosedur pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah dan
Pemerintah daerah mengajukan usulan pinjaman jangka pendek kepada Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian atas usulan pinjaman serta ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman. pinjaman yang paling menguntungkan pemerintah daerah. jangka pendek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
III-164
SistemPendanaandiDaerah
d.
ditandatangani oleh gubernur, bupati, walikota, atau pejabat yang diberi kewenangan. jangka panjang:
2. Prosedur pinjaman jangka menengah dan pinjaman a. sebelum mengajukan usulan pinjaman jangka menengah atau pinjaman jangka panjang kepada calon pemberi pinjaman, gubernur, bupati atau pinjaman jangka panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan i. ii. v. kurangnya dokumen: iii. Proyeksi DsCR; b. c. dan Kerangka acuan proyek; APBD tahun yang bersangkutan; surat Persetujuan DPRD. pertimbangan, dengan menyampaikan atau walikota harus melaporkan rencana pinjaman jangka menengah sekurang-
iv. Rencana Keuangan (Financing Plan) pinjaman yang akan diusulkan; Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan dalam rangka pemantauan defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah. persetujuan Menteri Keuangan. tersebut.
d. e.
APBD masing-masing daerah, maka terlebih dahulu harus mendapatkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri tersebut. Pemerintah daerah mengajukan proposal pinjaman berdasarkan Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian terhadap proposal
Dalam hal defisit APBD suatu daerah melebihi batas maksimal defisit
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-165
f.
g.
yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pemberi pinjaman. Menteri Dalam Negeri.
Prosedur pinjaman daerah yang bersumber dari selain Pemerintah di atas, tidak berlaku untuk pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat selain Pemerintah dapat ditunjukkan pada gambar 3.24 berikut ini: mekanisme tersendiri dan akan dijelaskan dalam bagian lain dalam Bab gambar 3.24 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber selain dari Pemerintah
ini. Prosedur pinjaman jangka menengah dan panjang yang bersumber dari
3.3.2.5.
Dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Terdapat dua unsur utama yang perlu diperhatikan khusus dalam kaitannya dengan obligasi Daerah. unsur yang pertama adalah, berkaitan dengan
III-166 SistemPendanaandiDaerah
obligasi daerah
Nomor 54 Tahun 2005, obligasi Daerah diartikan sebagai pinjaman daerah kapasitas pemerintah daerah dalam menerbitkan obligasi Daerah. untuk
melindungi fiskal daerah, pemerintah daerah yang akan menerbitkan obligasi Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Penerbitan obligasi ini dimaksudkan untuk membiayai proyekproyek yang dapat memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan harus dibayarkan pada saat jatuh tempo. proyek yang dibiayai obligasi Daerah dapat menutup pokok dan bunga yang penerimaan. Pada prinsipnya, diharapkan pendapatan yang didapat dari oleh karena itu, perlu diadakan langkah-langkah penilaian atas proyek yang apakah komponen-komponen dari proyek yang dimaksud di sini telah layak prakteknya obligasi Daerah dianggap sebagai efek yang bersifat utang. Jika
akan dibiayai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kemungkinan sehingga benar-benar dapat menghasilkan penerimaan. unsur yang kedua obligasi Daerah telah diterbitkan dan telah dinyatakan efektif oleh Badan Daerah telah siap untuk diperjualbelikan di pasar modal. Transaksi jual beli obligasi Daerah harus mengikuti mekanisme di pasar modal. Berkaitan
adalah mengenai penawaran umum obligasi Daerah di pasar modal. Dalam Pengawas Pasar Modal lembaga Keuangan (Bapepam-lK), maka obligasi dengan hal ini, prosedur yang perlu diikuti telah diatur sedemikian rupa melalui berbagai Keputusan Kepala Bapepam-lK dan peraturan pasar modal untuk menarik minat investor. prinsip keterbukaan di pasar modal. Prinsip keterbukaan dimaksudkan obligasi Daerah merupakan efek yang bersifat utang, dimana penerbit berkewajiban untuk membayar pokok obligasi beserta bunganya pada
lainnya. Pihak yang akan menerbitkan obligasi Daerah harus memenuhi untuk memberikan informasi lengkap mengenai prospek obligasi Daerah
obligasi (emiten) memiliki utang terhadap pemegang obligasi dan emiten waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Jangka waktu obligasi lebih
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-167
dari 1 tahun. obligasi Daerah diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk mendapatkan investasi. obligasi Daerah diterbitkan dalam mata uang rupiah, bukan dalam mata uang asing, serta dikelola pada pasar modal domestik. pinjaman, dimana biasanya pemberi pinjaman adalah bank. Peminjam membayar kembali pokok dan bunga pinjaman kepada yang meminjamkan setahun, dimana suku bunganya biasanya dapat disesuaikan. Pokok pinjaman pada jumlah yang sama. secara khusus, obligasi memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan pinjaman. Pinjaman diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penerima sampai batas waktu pinjaman. Pembayaran biasanya dilakukan 2 kali dalam pada neraca pinjaman. Kadangkala, pokok dan bunga pinjaman dibayarkan
dapat dibayarkan pada jumlah yang sama, dengan bunga yang terhutang obligasi juga merupakan pinjaman, tetapi diberikan dalam bentuk surat Kebanyakan obligasi adalah semi-tahunan, yang artinya bunga dibayarkan 2 dalam tiap tahunnya sampai pembayaran pokok obligasi lunas. kali dalam setahun pada pokok obligasi. Pokok obligasi itu sendiri dibayarkan dalam bentuk pembayaran tunggal pada akhir jangka waktu yang telah obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh emiten sehingga nominalnya. berharga. Dalam obliasi, peminjam menjadi emiten dan pemberi pinjaman menjadi pemegang obligasi. suku bunga biasanya sudah ditentukan. ditentukan. oleh karena itu, jumlah bunga yang telah dibayarkan adalah sama pemegang obligasi adalah pemberi pinjaman kepada emiten. obligasi memiliki jangka waktu yang pasti, dimana pada saat itu obligasi dibayarkan kembali. Pada akhir jangka waktu, obligasi dilunasi sesuai dengan nilai Dengan menerbitkan obligasi Daerah, pemerintah daerah akan mendapatkan banyak manfaat diantaranya, pemerintah daerah dapat memperoleh
III-168 SistemPendanaandiDaerah
pembiayaan bagi proyek-proyek yang memberikan manfaat kepada publik, khususnya untuk proyek-proyek infrastruktur. Mekanisme yang ada di pasar pinjaman dalam bentuk obligasi karena melibatkan masyarakat luas. melakukan pinjaman langsung luar negeri selain melalui obligasi Daerah. modal memungkinkan lebih banyak pihak yang terlibat untuk memberikan Melalui obligasi, pemerintah daerah juga dimungkinkan untuk mendapatkan
pinjaman dari investor asing, mengingat pemerintah daerah dilarang untuk Daerah yang ditawarkan di pasar modal, pemerintah daerah harus benarbenar memberikan kepastian bahwa obligasi tersebut akan dibayarkan menghasilkan penerimaan, maka proyek tersebut harus benar-benar matang terdaftar di Bapepam-lK sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. 1. Prinsip Umum peraturan perundangan-undangan, antara lain sebagai berikut: 1. 2. 3. domestik dan dalam mata uang Rupiah; dijamin oleh Pemerintah;
Namun demikian, untuk menarik minat para investor agar membeli obligasi kembali pada saat jatuh tempo. Mengingat bahwa obligasi Daerah dipergunakan untuk proyek yang memberikan manfaat kepada publik dan dan layak. oleh karena itu, dalam tahapan sebelum mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan, studi Kelayakan harus dibuat oleh lembaga penilai yang Prinsip umum mengenai penerbitan obligasi Daerah, yang telah diatur dalam obligasi Daerah merupakan pinjaman pemerintah daerah dan tidak membiayai kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-169
urusan pemerintah daerah. Dengan ketentuan tersebut, maka obligasi 4. Pendapatan (Revenue Bond); obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Dengan ketentuan ini, maka atau harga emas; modal. Nilai obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal
Daerah yang diterbitkan pemerintah daerah hanya jenis obligasi pemerintah daerah dilarang menerbitkan obligasi Daerah dengan jenis index bond yaitu obligasi Daerah yang nilai jatuh temponya dinilai modal mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang pasar Pengaturan lebih lanjut mengenai penerbitan obligasi Daerah di pasar
5.
dengan indeks tertentu dari nilai nominal, misalnya dengan kurs dollar
selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/ 2. Prosedur Penerbitan PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan berdasarkan prosedur: 1. 2. 3. Pasar Modal. pengajuan usulan dan persetujuan serta pernyataan pendaftaran umum. perencanaan obligasi Daerah oleh pemerintah daerah; pengajuan, penilaian, dan persetujuan Menteri Keuangan;
secara garis besar prosedur penerbitan obligasi Daerah dapat dibagi pengajuan penyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum di
Prosedur penerbitan obligasi Daerah, secara sistematis dapat dilihat dalam gambar 3.25.
III-170
SistemPendanaandiDaerah
1) Kepala daerah melalui satuan Kerja Perangkat Daerah (sKPD) yang A. Perencanaan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a) menentukan kegiatan; dan kompeten; daerahnya; b) membuat kerangka acuan kegiatan; ditunjuk melakukan persiapan penerbitan obligasi Daerah yang c) menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang independen d) memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-171
e) membuat f)
proyeksi
keuangan
dan
perhitungan
kemampuan
secara sistematis prosedur persiapan penerbitan obligasi Daerah oleh pemerintah daerah dapat digambarkan dalam gambar 3.26. berikut ini: gambar 3.26 Persiapan Penerbitan obligasi Daerah di Daerah
III-172
SistemPendanaandiDaerah
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. c. b. e. Kerangka acuan kegiatan; Perhitungan DsCR; dan studi kelayakan kegiatan; Perda APBD tahun yang bersangkutan dan Peraturan Daerah surat persetujuan prinsip DPRD.
2. 3. 4.
d.
melakukan penilaian atas dokumen rencana penerbitan obligasi Daerah selambat-lambatnya dalam waktu 20 hari kerja setelah dokumen rencana penerbitan obligasi Daerah dinyatakan lengkap. Berdasarkan persetujuan Menteri memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Bapepam-lK. Keuangan, persetujuan/penolakan atas rencana penerbitan obligasi Daerah dengan menyampaikan pernyataan pendaftaran penawaran umum kepada kepala daerah Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Menteri Keuangan memberikan
Prosedur pengajuan, penilaian, dan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat digambarkan dalam bagan alur pada gambar 2.27 berikut ini:
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-173
gambar 2.27 Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan Penerbitan obligasi Daerah oleh Menteri Keuangan
C. Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di Pasar Dalam rangka pelaksanaan penawaran umum obligasi Daerah di pasar modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, pemerintah daerah harus menyampaikan pernyataan pendaftaran Kepala daerah wajib menyampaikan Peraturan Daerah tentang Penerbitan ketentuan mengenai:
III-174
Modal
dengan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan kepada Bapepam-lK. obligasi Daerah kepada Bapepam-lK sebelum pernyataan efektif obligasi Daerah. Peraturan Daerah tentang Penerbitan obligasi Daerah memuat
SistemPendanaandiDaerah
1. 2. 3. 4. 5.
jumlah;
anggaran, maka Peraturan Daerah harus memuat jadwal penerbitan tahunan obligasi Daerah; akan dijaminkan. maka Peraturan Daerah harus memuat ketentuan mengenai aset yang Dalam hal obligasi Daerah yang akan diterbitkan membutuhkan jaminan,
nilai nominal;
Bapepam-lK selanjutnya akan melakukan penelahaan terhadap kecukupan Daerah di pasar modal.
di pasar modal. Penawaran umum obligasi Daerah dapat dilakukan setelah setelah diterbitkannya obligasi Daerah, pemerintah daerah berkewajiban 3. Pengelolaan obligasi Daerah untuk mengembalikan pokok dan bunga obligasi Daerah. Dalam rangka diperlukan pengelolaan obligasi Daerah yang baik, yang meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. kebijakan pengendalian risiko; Penerbitan obligasi Daerah; Pertanggungjawaban.
memenuhi kewajiban untuk pengembalian pokok dan bunga obligasi Daerah, Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi Daerah termasuk Perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah; Penjualan obligasi Daerah melalui lelang; Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan Pembelian kembali obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-175
Pengelolaan obligasi Daerah dilakukan oleh kepala daerah dengan menunjuk satuan kerja yang akan melaksanakannya. A. Pembelian Kembali Obligasi Daerah sebelum Jatuh Tempo Pembelian kembali obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah sebagai emiten dapat diperlakukan sebagai pelunasan kembali atas obligasi Daerah tersebut atau disimpan untuk dapat dijual kembali (treasury bonds). Dalam hal diperlakukan sebagai treasury bonds, maka hak-hak yang melekat pada obligasi Daerah batal demi hukum. B. Pelunasan Pada Saat Jatuh Tempo Pokok dibayarkan pada saat obligasi Daerah jatuh tempo, sementara bunga dari penerimaan kegiatan investasi. Namun demikian, ada kalanya, terutama Pada keadaan ini, pembayaran bunga dibebankan pada APBD. pada masa konstruksi, kegiatan investasi belum menghasilkan penerimaan. Khusus untuk pembayaran pokok, harus dibentuk suatu dana cadangan tempo, dengan besaran yang dibagi rata per tahunnya. Hal ini memudahkan kewajiban pembayaran pokok obligasi Daerah. dalam rekening khusus yang dananya tidak dapat digunakan untuk
kepentingan lain selain pembayaran kupon obligasi Daerah. Alokasi dana pemerintah daerah untuk mengontrol arus kas sehingga dapat menjamin C. Penatausahaan dan Penggunaan Dana Obligasi Daerah hasil penjualan obligasi Daerah sebagai berikut:
III-176 SistemPendanaandiDaerah
cadangan dialokasikan setiap tahun hingga obligasi Daerah tersebut jatuh bahwa pada saat jatuh tempo pemerintah daerah sanggup untuk melunasi Pemerintah telah mengatur tentang penatausahaan dan penggunaan dana
1) Dana hasil penjualan obligasi Daerah ditempatkan pada rekening 2) Dana hasil penjualan obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah direncanakan yang merupakan kegiatan manfaat bagi masyarakat; dan pokok, bunga, dan denda obligasi Daerah. tersendiri yang ditatausahakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD);
3) Penerimaan dari investasi sektor publik diprioritaskan untuk membayar D. Pertanggungjawaban Kepala daerah wajib membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan
obligasi Daerah dan dana obligasi Daerah sesuai dengan rencana penerbitan obligasi Daerah. Pertanggungjawaban ini disampaikan kepada DPRD sebagai bagian dari pertanggungjawaban APBD. Terdapat dua hal yang penerbitan obligasi Daerah, yaitu: melaporkan: 1) Pertanggungjawaban atas pengelolaan obligasi Daerah; dan 1) Keterangan tentang portofolio obligasi Daerah; penawaran pengelolaan obligasi Daerah; umum, pelunasan, 2) Pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi Daerah. perlu dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan Dalam pertanggungjawaban pengelolaan obligasi Daerah, pemerintah daerah pembelian kembali, pertukaran,
2) laporan transaksi obligasi Daerah di pasar modal yang mencakup 3) Posisi obligasi Daerah; pembayaran bunga dan biaya lain, serta kegiatan lain yang terkait dengan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-177
4) Realisasi strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi Daerah termasuk 5) Alokasi anggaran dan realisasinya. Pemerintah Daerah melaporkan : Dalam pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi Daerah, 1) Perkembangan pelaksanaan kegiatan investasi; 3) laporan alokasi dana cadangan. 3.3.2.6. Daerah dan dana hasil penerimaan kegiatan; dan pengendalian risiko;
Pemerintah daerah wajib melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian pinjaman. Kewajiban pembayaran kembali APBD dan dibayarkan pada tahun anggaran berkenaan. Dalam hal kewajiban pembayaran bunga pinjaman jangka menengah dan dianggarkan, gubernur, bupati, atau walikota tetap melakukan pembayaran pinjaman jangka panjang yang telah jatuh tempo melebihi dana yang kewajiban pembayaran bunga pinjaman jangka menengah dan pinjaman tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran berkenan. jangka panjang sebagaimana dimaksud dianggarkan dalam Peraturan Daerah bunga, dan/atau biaya lainnya dibebankan pada belanja APBD. Kewajiban pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang dianggarkan dalam
sebesar jumlah kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut. Realisasi tentang Perubahan APBD dan/atau dicantumkan dalam Peraturan Daerah
III-178
SistemPendanaandiDaerah
Perubahan APBD dan/atau dicantumkan dalam Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran berkenan. pembayaran yang berupa cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya dalam perjanjian pinjaman. 3.3.2.7
Dalam hal pinjaman daerah bersumber dari Pemerintah, kewajiban disetorkan ke Rekening Kas umum Negara atau rekening lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Kewajiban pembayaran kembali pinjaman daerah dari pemerintah daerah dilakukan dalam mata uang sesuai yang ditetapkan Penatausahaan, Pemantauan, evaluasi,
PelaPoran, dan Publikasi Menteri 1. Penatausahaan dan/atau penyaluran Keuangan melakukan penatausahaan daerah dan pemberian pinjaman
Pemerintah kepada pemerintah daerah termasuk atas transaksi penarikan pembayaran kembali pinjaman daerah. gubernur, bupati, atau walikota melakukan penatausahaan pinjaman daerah atas transaksi penerimaan dan penggunaan pinjaman daerah dan kewajiban pembayaran kembali atau walikota melakukan penatausahaan atas transaksi penerimaan Daerah, dan pembayaran kewajiban atas penerbitan obligasi Daerah. 2. Pemantauan dan Evaluasi pinjaman penerimaan kewajiban
dan penggunaan dana atas penerbitan obligasi Daerah, penerimaan dan Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penarikan, penyaluran, dan penerimaan kewajiban pembayaran kembali pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah. Menteri Keuangan dapat mengambil
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-179
langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan pemberian pinjaman apabila: 1. 2. menyimpang dari rencana penarikan; dan/atau pinjaman.
Pemerintah kepada pemerintah daerah termasuk pembatalan pinjaman, penyerapan pinjaman mengalami keterlambatan yang sangat jauh penggunaan pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian
Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi untuk melihat penerbitan obligasi Daerah dengan realisasinya. 3. Pelaporan
indikasi adanya penyimpangan dan/atau ketidaksesuaian antara rencana Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan Negeri setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Dalam rangka Akuntansi Pemerintahan. pertanggungjawaban pelaksanaan pinjaman daerah, pemerintah daerah kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar pertanggungjawaban atas pengelolaan obligasi Daerah dan dana atas kegiatan yang dibiayai dari penerbitan obligasi Daerah disampaikan kepada DPRD sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Dalam keuangan sesuai dengan standar Akuntansi Pemerintahan. rangka pertanggungjawaban pelaksanaan pemberian pinjaman kepada pemerintah daerah, Menteri Keuangan menyusun dan menyajikan laporan sebagai bagian dari pinjaman daerah, maka
III-180
SistemPendanaandiDaerah
setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah 4. Publikasi gubernur, bupati, atau walikota menyelenggarakan publikasi informasi kumulatif pinjaman daerah, jangka waktu pinjaman daerah, tingkat bunga daerah. a. c. f. b. pinjaman daerah, sumber pinjaman daerah, penggunaan pinjaman daerah, mengenai obligasi Daerah secara berkala tentang: kebijakan penerbitan obligasi Daerah; jadwal waktu penerbitan; pengelolaan obligasi Daerah; mengenai pinjaman daerah secara berkala. Publikasi informasi mengenai
merupakan dokumen publik dan diumumkan dalam lembaran Daerah. pinjaman daerah meliputi kebijakan tentang pinjaman daerah, posisi
realisasi penyerapan pinjaman daerah dan pemenuhan kewajiban pinjaman gubernur, bupati, atau walikota menyelenggarakan publikasi informasi
d. e.
rencana penerbitan obligasi Daerah yang meliputi perkiraan jumlah dan jatuh tempo, dan tingkat bunga; dan
jumlah obligasi Daerah yang beredar beserta komposisinya, struktur laporan keuangan Pemerintah Daerah;
g.
Daerah, alokasi dana cadangan, serta laporan lain yang bersifat material; modal.
laporan penggunaan dana yang diperoleh melalui penerbitan obligasi kewajiban publikasi data dan/atau informasi lainnya yang diwajibkan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-181
3.3.2.8.
Berkaitan dengan kewajiban yang muncul dari pinjaman daerah, maka pemerintah daerah yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dikenakan sanksi seperti yang dijelaskan berikut ini: 1. 2. 3. yang bukan karena kegiatan transaksi obligasi Daerah, maka Menteri Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut; atas penyaluran Dana Perimbangan; tersebut. kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan, Jika daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Jika daerah tidak menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan Jika daerah melakukan pinjaman langsung dari sumber luar negeri
Keuangan akan melakukan pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau maka Menteri Keuangan akan mengenakan sanksi berupa penundaan Pemerintah, maka Menteri Keuangan akan melaksanakan pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah
Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud di atas, 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Alokasi umum Dan/Atau Dana Bagi Hasil sebagai pengganti Peraturan Keuangan tersebut dapat dilihat dalam Boks No. 3.1 di bawah ini.
III-182 SistemPendanaandiDaerah
Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui sanksi Pemotongan Dana Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan sanksi Pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam Kaitannya dengan Pinjaman Daerah. Penjelasan mengenai Peraturan Menteri
Boks No. 3.1 Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Daerah melalui Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH)
untuk menjamin kolektabilitas pinjaman yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada penyelesaian tunggakan pinjaman pemerintah daerah kepada Pemerintah Pusat. Ketentuan yang dalam naskah perjanjian pinjaman atau perubahannya mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH. a. b. Pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari Pemerintah berasal dari: Daerah yang telah direstrukturisasi. dikelola PIP, penerusan pinjaman dalam negeri, penerusan pinjaman luar negeri; dan pemerintah daerah, telah diatur sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH sebagai ini secara teknis diatur dalam PMK Nomor 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah kepada Pemerintah melalui sanksi Pemotongan DAu dan/atau DBH. sanksi tersebut dapat dikenakan terhadap pinjaman pemerintah daerah Dana yang dialokasikan dalam APBN, termasuk pula dana investasi Pemerintah yang
Prosedur penyelesaian tunggakan pinjaman pemerintah daerah melalui sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH dilakukan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda melakukan rekonsiliasi pinjaman dengan Pemda; c.q. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah;
Pinjaman yang berasal dari Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan
dan/atau DBH, Direktorat sistem Manajemen Investasi-DJPB, PIP, atau unit lain di dan/atau DBH sebagai penyelesaian tunggakan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan besaran pemotongan DAu dan/atau DBH per periode transfer. Keuangan menerbitkan surat ketetapan sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH;
Terhadap pinjaman yang menunggak dan memenuhi persyaratan pemotongan DAu Berdasarkan rekonsiliasi tersebut, disampaikan surat permintaan pemotongan DAu Berdasarkan surat permintaan tersebut, Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Berdasarkan perhitungan tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan atas nama Menteri
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-183
5.
sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH dengan mencantumkan pada lampiran sPP/sPM DAu atau DBH. Besaran pemotongan DAu dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah tunggakan. Besaran pemotongan tersebut ditetapkan dalam persentase tertentu dari DAu dan/atau DBH yang untuk Pemda dengan Kapasitas Fiskal sangat Tinggi dan Tinggi, 15% untuk Pemda dengan Kapasitas Fiskal sedang, dan 10% untuk Pemda dengan Kapasitas Fiskal Rendah. akan disalurkan pada tahun berkenaan yang dihitung dengan mempertimbangkan kapasitas
ke Daerah melaksanakan
fiskal daerah bersangkutan. Besaran maksimum pemotongan DAu dan/atau DBH adalah 20% Dalam hal jumlah tunggakan lebih besar dari besaran sanksi pemotongan DAu dan/atau DBH per tahun, pemotongan DAu dan/ atau DBH dilakukan secara bertahap untuk beberapa DBH yang akan disalurkan untuk daerah bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan
DBH untuk tahun berikutnya dihitung berdasarkan data kapasitas fiskal dan jumlah DAu dan
Hibah kepada pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah untuk dapat diberikan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah atau sebaliknya. daerah. mendukung pelaksanaan kegiatan daerah dan dikelompokkan sebagai salah Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa hibah
sesuai dengan hal tersebut, maka lingkup hibah daerah meliputi hibah dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dan hibah dari pemerintah daerah kepada Pemerintah, termasuk hibah untuk instansi vertikal Pemerintah di Daerah, yang dimaksud dengan Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga
III-184 SistemPendanaandiDaerah
internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk selaku Bendahara umum Negara. Menteri Keuangan sebagai Pengguna Anggaran menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Hibah kepada Pemerintah Daerah (KPA-HPD). 3.3.3.1. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. Hibah kepada pemerintah daerah dapat bersumber dari : Pemerintah; Pemerintah daerah lain; Pendapatan APBN; Kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri. sumber hibah
sedangkan Hibah dari Pemerintah dapat bersumber dari: Hibah dari luar Negeri dapat bersumber dari : Pemerintah negara asing; Badan/lembaga asing; Donor lainnya. Badan/lembaga internasional; dan/atau Pinjaman luar Negeri; dan/atau Hibah luar Negeri.
Hibah yang bersumber dari pendapatan APBN dan dari pihak lain dalam yang bersumber dari luar negeri (baik dari pinjaman luar negeri maupun
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
hibah luar negeri) dilakukan melalui Pemerintah dengan penandatanganan Keuangan atau kuasanya dengan kepala daerah. Khusus untuk hibah yang dengan kapasitas fiskal rendah 3.3.3.2. ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. daerah
Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) antara Pemerintah c.q. Menteri bersumber dari pinjaman luar negeri, prioritas diberikan kepada daerah berdasarkan peta kapasitas fiskal yang
Prinsip-prinsip dasar pemberian hibah dari Pemerintah kepada pemerintah daerah adalah: 1. 2. 3. 4. 5. daerah. Hibah dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah Hibah dilaksanakan sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan Tahun 2007.
antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Hibah bersifat bantuan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Keuangan. Hibah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah lembaga terkait dan merupakan diskresi Pemerintah.
III-186
SistemPendanaandiDaerah
3.3.3.3. 1.
Kriteria pemberian hibah digolongkan berdasarkan sumber hibah, yaitu: pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. daerah;
Hibah yang bersumber dari pendapatan APBN diberikan kepada untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaran pemerintah daerah; mengakibatkan penambahan beban pada APBD; perundang-undangan.
b. c. 2.
daerah atau untuk kegiatan peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur pemerintah kegiatan Pemerintah yang berskala nasional/internasional oleh
b. a.
Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, diberikan kepada pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut: undangan; untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah dalam rangka pencapaian sasaran program dan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan peraturan perundangMenteri Keuangan.
b. 3.
Diprioritaskan untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal rendah berdasarkan Peta Kapasitas Fiskal yang ditetapkan oleh
Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri, diberikan kepada pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut:
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-187
a.
b. c. b.
Kegiatan dalam rangka mendukung pelestarian sumber daya alam, Kegiatan dalam rangka bantuan kemanusiaan. Penyaluran hibah lingkungan hidup dan budaya; Kegiatan dalam rangka mendukung riset dan teknologi;
untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah umum, dan pemberdayaan aparatur;
3.3.3.4.
Penyaluran hibah kepada daerah dilaksanakan dengan menggunakan sesuai peraturan perundang-undangan, yaitu dengan menggunakan Bagian
dasar kinerja (performance-based). Hibah disalurkan dari APBN ke APBD Anggaran Bendahara umum Negara (BA-BuN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara umum Negara, yang terpisah dari bagian Kas umum Daerah (RKuD). anggaran Kementerian/lembaga. Penyaluran hibah dilaksanakan melalui Penyaluran hibah berupa uang yang bersumber dari pendapatan APBN 1. Penyaluran Hibah Berupa Uang
pemindahbukuan dari Rekening Kas umum Negara (RKuN) kepada Rekening dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas umum Negara ke Rekening Kas umum Daerah. Penyaluran hibah berupa uang yang bersumber melalui pemindahbukuan dari Rekening Khusus yang merupakan bagian dari kepada pihak ketiga dalam waktu 2 hari kerja. Kelalaian untuk memenuhi
dari Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah luar Negeri (PHlN) dilakukan RKuN ke rekening tersendiri yang merupakan bagian dari RKuD. setelah uang diterima di RKuD, pemerintah daerah wajib membayarkan uang tersebut ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam NPPH
III-188 SistemPendanaandiDaerah
atau NPHD. selanjutnya, mekanisme penyaluran hibah berupa uang dapat dilihat pada gambar 3.28. gambar 3.28 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa uang
Tata cara penyaluran hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaksanakan 2. Penyaluran Hibah Berupa Barang dan/atau Jasa Penyaluran hibah berupa barang dan/atau jasa yang bersumber dari kepada pemerintah daerah penerima hibah.
hibah luar negeri dan/atau pinjaman luar negeri dapat dilakukan dengan penyerahan langsung dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri Penyerahan hibah barang/jasa tersebut dilakukan dengan membuat berita acara serah terima barang/jasa setelah mendapat pertimbangan terlebih
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-189
dahulu dari Kementerian/lembaga terkait. Copy berita acara serah terima barang/jasa 3.29. penyaluran hibah berupa barang dan/atau jasa dapat dilihat dalam gambar gambar 3.29 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa disampaikan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
3. Mekanisme Daerah
Penerusan
Hibah
Kepada
Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.07/2008, mekanisme penerusan hibah kepada pemerintah daerah dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut: 1. a. sebagai berikut: Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah, proses penganggaran hibah dan penyusunan NPPH adalah Kementerian/lembaga meminta penerbitan nomor registrasi hibah Grant Agreement (dokumen perjanjian) dan rencana penyerapan;
SistemPendanaandiDaerah
III-190
b.
Berdasarkan permintaan tersebut, Direktorat Jenderal Pengelolaan utang menerbitkan nomor registrasi hibah dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk kepada pemerintah daerah; Perimbangan Keuangan untuk menindaklanjuti proses penerusan hibah dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; surat persetujuan penerushibahan kepada pemerintah daerah; mencantumkan dana hibah dalam APBN dan kepada Direktorat Jenderal
c.
d. e.
utang dan surat penetapan daerah penerima hibah oleh Kementerian/ lembaga, maka Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan
Berdasarkan surat Pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun konsep NPPH
dengan berkoordinasi dengan Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. setelah konsep NPPH disetujui maka dilakukan penandatanganan NPPH oleh kepala daerah dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
secara ringkas, proses penganggaran hibah dan penyusunan NPPH dapat dilihat pada gambar 3.30.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-191
2.
III-192
SistemPendanaandiDaerah
a.
b. c.
Berdasarkan Rencana Komprehensif tersebut, kepala daerah menyusun Rencana Tahunan; Penyusunan sebelum disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; Komprehensif dan Rencana Tahunan yang disampaikan; ditetapkan; Rencana Komprehensif dan Rencana
Kepala daerah menyusun Rencana Komprehensif berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) atau Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) yang telah ditandatangani; Tahunan
d. e. f. g. i. j.
dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Kementerian/lembaga terkait Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi terhadap Rencana Keuangan menyusun RKABuN (Rencana Kerja Anggaran Bendahara untuk kesesuaian dengan alokasi hibah pada APBN, maka Direktur
umum Negara) dan disampaikan kepada Dirjen Anggaran untuk Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai dasar penyusunan dan pengesahan DIPA-HPD; menyusun konsep DIPA-HPD; kepada pemerintah daerah; Perbendaharaan untuk disahkan; selanjutnya Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat Penetapan Atas dasar sP-RKABuN, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selanjutnya, konsep DIPA-HPD disampaikan kepada Direktur Jenderal
h.
III-193
secara ringkas, proses penyusunan dan pengesahan DIPAHPD dapat dilihat pada gambar 3.31. gambar 3.31 Proses Penyusunan DIPA Hibah kepada Pemerintah Daerah
yang paralel dengan penyusunan DIPA-HPD oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
III-194
SistemPendanaandiDaerah
setelah penyusunan DIPA-HPD dan DPAsKPD selesai dan disahkan, maka 4. Pemanfaatan Hibah di Daerah proses selanjutnya adalah sebagai berikut: a. b. c. Kepala daerah membuka rekening tersendiri/khusus sebagai bagian dari Kepala daerah menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama Perimbangan Keuangan yang akan digunakan sebagai bukti telah dibukanya rekening dimaksud; RKuD yang digunakan untuk menampung dana hibah; bank serta copy bukti pembukaan rekening kepada Direktur Jenderal Penyaluran Hibah yang dilampiri surat Pernyataan Tanggung Jawab tersebut antara lain: 1) Tahap pertama: Berdasarkan DPA-sKPD, kepala daerah menyampaikan surat Permintaan
Mutlak (sPTJM) dan dokumen-dokumen terkait yang telah mendapatkan Rencana penggunaan hibah; Rencana penggunaan hibah; laporan terkait; pendukung terkait; kemajuan
pertimbangan dari kementerian/lembaga terkait. Dokumen terkait Copy DPA-sKPD dan dokumen pendukung terkait; Copy sPM dan Dokumen terkait. Copy sPM dan copy rekening koran serta dokumen terkait; pelaksanaan kegiatan dan
2) Tahap berikutnya:
Copy surat Perintah Pencairan Dana (sP2D) yang disahkan oleh Bendahara umum Daerah (BuD) tahap sebelumnya dan dokumen
dokumen
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-195
laporan penggunaan hibah dan laporan penggunaan dana pendamping serta dokumen terkait. Copy sP2D yang disahkan oleh BuD dan dokumen pendukung pendamping secara keseluruhan yang ditetapkan sKPD terkait.
d. e. f.
daerah tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; sPM untuk disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan sebagai dasar penerbitan sP2D; Rekening Khusus ke RKuD. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai KPA-HPD menerbitkan
secara ringkas, proses penyusunan dan pengesahan DIPAHPD dapat dilihat pada gambar 3.32.
III-196
SistemPendanaandiDaerah
3.3.3.5.
Penerimaan hibah oleh pemerintah daerah dikelola dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel melalui mekanisme APBD sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa hibah dan dana pendampingnya
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-197
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) satuan Kerja Perangkat Daerah maksud, tujuan, dan ketentuan yang dipersyaratkan untuk menghindari dan tujuan penggunaan dana hibah).
Hibah wajib digunakan sesuai ketentuan dalam NPPH atau NPHD. Pemerintah pengeluaran yang ineligible (pengeluaran yang tidak sesuai dengan maksud Perimbangan Keuangan dan instansi terkait. 3.3.3.6. PenCatatan 1. 2. 3. 4.
daerah juga wajib menjaga agar penggunaan dana hibah sesuai dengan Penerimaan hibah dari pihak lain dalam negeri dituangkan dalam NPHD dan salinannya disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pencatatan hibah oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: kelompok lain-lain Pendapatan yang sah pada APBD. sama.
Penerimaan hibah oleh daerah dicatat sebagai pendapatan hibah dalam Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa selain dicatat
sebagai pendapatan hibah dalam kelompok lain-lain Pendapatan yang sah pada saat yang sama dicatat juga sebagai belanja dengan nilai yang jasa tersebut. berdasarkan harga perolehan atau taksiran nilai wajar barang dan/atau daerah pada saat diterima. Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dicatat Barang yang diterima dari hibah diakui dan dicatat sebagai barang milik
III-198
SistemPendanaandiDaerah
3.3.3.7. 1. 2. 3. 4. 5.
Hibah dalam laporan keuangan daerah adalah sebagai berikut: Anggaran (lRA) dan laporan Arus Kas. lRA. Keuangan.
PelaPoran
Penerimaan hibah dalam bentuk uang disajikan dalam laporan Realisasi Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaporkan dalam Transaksi penerimaan hibah diungkapkan dalam Catatan atas laporan Dalam hal hibah tidak termasuk dalam perencanaan hibah pada
tahun anggaran berjalan, hibah harus dilaporkan dalam laporan Pertanggungjawaban Keuangan. dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tabel 3.7 Pencatatan dan Pelaporan Hibah Hibah Uang
secara ringkas pencatatan dan pelaporan hibah dapat digambarkan dalam Tabel 3.7 berikut:
Tata cara akuntansi dan pelaporan keuangan yang terkait dengan hibah
Laporan
Hibah Barang
Hibah Jasa
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-199
3.3.3.8. 1.
penyelesaian Kontrak Pengadaan Barang dan/atau Jasa kepada Menteri Pembangunan Nasional/Kepala Keuangan, Bappenas, Jenderal Perimbangan Menteri
Daerah melaporkan kemajuan realisasi fisik, penyerapan dana, dan dalam pelaksanaan kegiatan serta
Pemantauan
2.
Jenderal Perimbangan Keuangan dan menteri negara/pimpinan lembaga Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan menteri negara/pimpinan lembaga terkait melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan penggunaan hibah dalam rangka pencapaian target dan sasaran yang ditetapkan dalam NPHD dan NPPH. triwulan wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan negara/pimpinan lembaga terkait. Dalam rangka monitoring dan evaluasi, daerah penerima hibah setiap
perkembangan
Direktur
Perencanaan
3.
kegiatan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan menteri seluruh kegiatan penyaluran hibah dapat dihentikan. dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPHD atau NPPH, maka Dalam hal daerah melakukan pengelolaan hibah yang menyimpang
4.
III-200
SistemPendanaandiDaerah
4.3. DANA DEKoNSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN SERTA PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH
3.4.1.
Secara normatif Dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang/ urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban menugaskan. tertentu. sedangkan Tugas Pembantuan diartikan sebagai penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten, melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang
PENDAHULUAN
Disisi lain, sebagai bagian dari trilogi sistem penyelenggaran Pemerintahan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pada hakekatnya dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian/intervensi Indonesia. Dekonsentrasi dan Tugas melalui kewenangan yang dimiliki dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Pembantuan adalah untuk
terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah, sebagaimana dimaksud tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
dalam konsideran undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 7
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-201
beberapa instansi pemerintah di pusat dan daerah dalam suatu pola pusat, instansi yang terlibat terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Bappenas,
hubungan penyelenggaraan tugas dan wewenang. Pada tingkat pemerintah mempunyai tugas dan wewenang dalam hal penataan urusan pemerintahan Pemerintahan Daerah dan aturan pelaksanaannya. Bappenas mempunyai
Kementerian Keuangan, dan Kementerian Teknis yang berkoordinasi dalam perumusan kebijakan, perencanaan, dan evaluasi. Kementerian Dalam Negeri sejalan dengan ketentuan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang tugas dan wewenang dalam hal penetapan dan sinkronisasi program sejalan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kementerian Keuangan mempunyai tugas dan wewenang dalam hal pengelolaan pendanaan sejalan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan aturan pelaksanaannya. program/kegiatan. undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, undangundang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara sementara kementerian teknis mempunyai tugas dan wewenang dalam hal pelimpahan/penugasan urusan kepada Daerah yang berkaitan dengan Belanja Negara melalui bagian anggaran kementerian/lembaga. Hal ini Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, pelimpahan dan penugasan dengan ketentuan undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem
urusan pemerintahan dimaksud didanai dari Anggaran Pendapatan dan berarti dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan penyelenggaraan aparat pemerintah daerah, sedangkan pertanggungjawabannya kepada
III-202
SistemPendanaandiDaerah
kementerian/lembaga yang memberikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan. Pengelolaan pendanaan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Kementerian Keuangan dilaksanakan oleh beberapa unit eselon I yang mempunyai peranan dalam siklus pendanaan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mempunyai tugas dalam pengelolaan informasi, tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Peraturan Menteri
Pembantuan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan Peraturan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Direktorat Jenderal Anggaran dan aturan pelaksanaannya termasuk Peraturan Menteri Keuangan yang
Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Pedoman Pengelolaan mempunyai tugas dalam penelaahan RKA-Kl, penerbitan RABPP dan RKA-satker sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 mengatur mengenai standar biaya. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas dalam pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2005 tentang standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah dan pelaporan keuangan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pemerintah Pusat, serta aturan dalam bidang pengelolaan barang milik negara/daerah sejalan dengan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/lembaga (DIPA), penerbitan surat Rincian Alokasi Anggaran (sRAA), pencairan dana, Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
pengenaan sanksi, pembinaan dan koordinasi sistem akuntansi instansi (sAI) Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.06/2007 tentang pelaksanaannya. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas
III-203
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan aturan pelaksanaannya. gambar 3.33 Pola Hubungan Antar Instansi Terkait dalam Penyelengaraan dan Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
III-204
SistemPendanaandiDaerah
3.4.2.
3.4.2.1.
sebagai salah satu unsur dalam sistem perimbangan keuangan antara pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab, maka penyelenggaraan pendanaan Dekonsentrasi dan sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah dan daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan bahwa: Desentralisasi didanai dari APBD; Tugas Pembantuan dalam tataran implementasi harus mempertimbangkan
Pemerintah dan Daerah yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan yang 1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan selaku wakil Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN; Pembantuan didanai dari APBN.
2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur 3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur/ bupati/walikota selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas PrinsiP Pendanaan dekonsentrasi dan tugas Pembantuan 3.4.2.2.
sesuai dengan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-205
Nomor 248/PMK.07/2010, pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. b. c. Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan bupati/walikota (sebagai kepala daerah); program dan kegiatan kementerian/lembaga; yang dilimpahkan/ ditugaskan; gubernur (sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah); wewenang dari Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada dari Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur/
d. e. f. g. h.
Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan oleh Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran
Pemerintah disesuaikan dengan beban dan besar/kecilnya wewenang kementerian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/lembaga (RKA-K/l); tupoksi kementerian/lembaga; anggaran/barang (KPA/B); Tugas Pembantuan adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan
oleh satuan Kerja Perangkat Daerah (sKPD) selaku kuasa pengguna bersifat non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap, antara lain sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan,
SistemPendanaandiDaerah
III-206
supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian. Kegiatan tersebut menggunakan akun belanja barang sesuai dengan peruntukannya. Dalam rangka mendukung pelaksanaan atau aset tetap. Dana penunjang tersebut menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Dekonsentrasi dengan kode akun 521311; nilai aset Pemerintah, antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/ i. bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan kegiatan Dekonsentrasi, sebagian kecil Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas
dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset Pemerintah (antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk yang peruntukannya, sedangkan pengadaan kegiatan fisik lain menggunakan akun 521411. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Tugas Dana penunjang tersebut yang menghasilkan aset tetap menggunakan kode akun 521321; Pembantuan, sebagian kecil Dana Tugas Pembantuan dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya. akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Tugas Pembantuan dengan akan diserahkan kepada daerah). Pengadaan kegiatan yang bersifat fisik seperti tersebut di atas menggunakan akun belanja modal sesuai dengan akun Belanja Barang Fisik lainnya Tugas Pembantuan dengan kode
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-207
j. k.
gubernur/bupati/walikota memberitahukan RKA-Kl yang telah diterima dari kementerian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan rencana kegiatan Tugas Pembantuan di daerah provinsi/kabupaten/kota. Penganggaran dana dekonsentrasi dan
kementerian/lembaga kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerahnya;
gubernur
memberitahukan
RKA-K/l
yang
telah
diterima
dari
3.4.2.3.
Sesuai definisi dan prinsip pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan untuk mendanai program ketentuan yang berlaku bagi APBN. berdasarkan RKA-Kl. Dengan demikian mekanisme pengganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut dilakukan sesuai dengan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan makna bahwa pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disusun pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan di daerah. Dalam tiga pusat serta mempertimbangkan besarnya alokasi Transfer ke Daerah dan
tugas Pembantuan
dan kegiatan yang merupakan urusan Pemerintah di daerah dan disusun Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, proses perencanaan parameter penyusunan perencanaan dan penganggaran tersebut mengandung disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah kemampuan keuangan daerah, agar alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi lebih efektif, efisien, dan tidak terkonsentrasi di suatu
III-208 SistemPendanaandiDaerah
daerah tertentu. selain itu, penyusunan perencanaan dan penganggaran prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan daerah. dan Tugas Pembantuan 1. Keseimbangan Pendanaan di Daerah dalam Rangka Perencanaan Lokasi dan Alokasi Dana Dekonsentrasi
Keseimbangan pendanaan di daerah dalam rangka perencanaan lokasi dan alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah diatur dalam dengan PMK No.248/PMK.07/2010 sebagai berikut: pada daerah tertentu. Keseimbangan pendanaan dilakukan secara proporsional agar sebaran Pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan Hasil rumusan keseimbangan pendanaan di daerah dimaksud dituangkan Rekomendasi dalam Rekomendasi Menteri Keuangan. Menteri kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. bulan Maret sebelum penyusunan Renja-Kl. besarnya Transfer ke Daerah dan kemampuan keuangan daerah. alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tidak terkonsentrasi
mempertimbangkan Kemampuan Fiskal Daerah yang terdiri dari Keuangan menjadi dasar pertimbangan bagi
Rekomendasi Menteri Keuangan disampaikan kepada kementerian/ lembaga dengan tembusan kepada Kepala Bappenas selambat-lambatnya
Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana dirubah dengan PMK No.248/PMK.07/2010 tersebut di atas
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-209
sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. oleh karena itu, Dana selanjutnya dalam Penjelasan umum poin (5) kekuasaan atas pengelolaan bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang
Dekonsenstrasi dan Tugas Pembantuan sebagai bagian dari keuangan negara keuangan negara dalam undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dikatakan keuangan (pengelola fiskal) pada hakekatnya adalah Chief Financial untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tugas pemerintahan. mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan Officer (CFo) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/ tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (Coo)
III-210
SistemPendanaandiDaerah
gambar 3.34 Pola Hubungan Kementerian Keuangan dengan Kementerian dalam Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Secara umum aspek pengelolaan fiskal meliputi beberapa fungsi yaitu dan penganggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Menteri kementerian/lembaga Keuangan mempunyai dalam perencanaan kewenangan lokasi untuk dan alokasi
pengawasan keuangan. Terkait dengan fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hal ini dilakukan melalui indikator mengarahkan
umum berupa peta keseimbangan pendanaan di daerah yang disampaikan berwenang merencanakan lokasi dan besaran alokasi Dana Dekonsentrasi
dana
dan Tugas Pembantuan berdasarkan indikator teknis yang dimiliki setelah mempertimbangkan rekomendasi Menteri Keuangan. Maksud dan tujuan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-211
rekomendasi ini adalah untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, serta proporsional dalam pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas bagi kementerian/lembaga dalam merencanakan lokasi dan alokasi terkonsentrasi di daerah tertentu. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan agar tepat sasaran dan tidak Variabel yang digunakan dalam formulasi keseimbangan pendanaan di daerah
Pembantuan; meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; dan memberikan masukan
Manusia (IPM). Variabel KFD diukur berdasarkan besaran: Pendapatan Asli tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang dibentuk Bruto (PDRB) per kapita. berikut: i. a.
Daerah, lain-lain Pendapatan yang sah, Dana Alokasi umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Dana otonomi Khusus, Dana Penyesuaian, dan Belanja PNsD (sebagai pengurang). sementara IPM merupakan cerminan dari 4 (empat) indikator, yaitu: angka melek huruf penduduk dewasa, ratarata lama sekolah, angka harapan hidup, serta Produk Domestik Regional Menentukan Indeks Kemampuan Fiskal Daerah: langkah-langkah formulasi keseimbangan pendanaan adalah sebagai Menghitung besaran transfer daerah (jumlah dana perimbangan: DAu, DAK, DBH Pajak, DBH sDA, dan Dana otsus). lain Pendapatan yang sah dikurangi Belanja PNsD).
b.
III-212
SistemPendanaandiDaerah
c. d. e. f.
hasil penjumlahan dana transfer daerah dan kemampuan keuangan daerah. jumlah penduduk. antar daerah. Menghitung KFD per kapita yang didapat dari KFD dibagi dengan Menghitung KFD Riil yang didapat dari KFD per kapita dibagi Indeks Menentukan Indeks KFD sebagai hasil dari pembagian KFD Riil
Kemahalan Konstruksi (IKK) sebagai proxy perbedaan tingkat harga terhadap rata-rata KFD Riil nasional sehingga diperoleh Peta KFD. rata-rata nasional. nasional.
ii.
a.
Membandingkan indeks KFD daerah dengan rata-rata KFD Nasional Membandingkan IPM daerah dengan rata-rata IPM Nasional sehingga dalam 4 cluster daerah sebagai berikut: rata-rata nasional rata-rata nasional menghasilkan daerah yang berada di atas dan di bawah rata-rata
b. c.
Hasil kedua perbandingan KFD dan IPM tersebut di atas tersusun Cluster 1: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di atas Cluster 2: Kelompok daerah yang mempunyai KFD di bawah rata-rata Cluster 3: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di bawah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-213
Berdasarkan hasil formulasi tersebut, prioritas daerah yang akan direkomendasikan sebagai penerima dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagai berikut: a. b. Prioritas I: Daerah pada Cluster 3; Prioritas II: Daerah pada Cluster 2.
selanjutnya untuk menentukan besaran alokasi Dana Dekonsentrasi dan yang disusun oleh kementerian/lembaga terkait. Pembantuan 2. Proses Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan penelaahan dengan gubernur dalam hal Dekonsentrasi dan kepada gubernur/bupati/walikota dalam hal Tugas Pembantuan. Dalam mekanisme penganggaran Dana
dalam penyusunan RKA-Kl yang setelah melalui proses pembahasan dan kementerian/lembaga terkait kemudian ditetapkan
menjadi RKA-satker. RKA-satker dimaksud kemudian disampaikan kepada Dekonsentrasi, penyampaian RKA-satker dilakukan bersamaan dengan penyampaian Peraturan Menteri/Pimpinan lembaga tentang pelimpahan menetapkan pejabat pengelola keuangan Dana Dekonsentrasi. Dalam mekanisme penganggaran Dana Tugas Pembantuan, setelah menerima RKAsatker, gubernur/bupati/walikota menyampaikan usulan pejabat pengelola keuangan dana tugas pembantuan kepada menteri/pimpinan lembaga.
terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran/Barang, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat diberitahukan oleh gubernur dalam hal Dekonsentrasi dan gubernur/bupati/ RAPBD sebagai bahan sinkronisasi program dan kegiatan. walikota dalam hal Tugas Pembantuan, kepada DPRD pada saat pembahasan DIPA mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 3.4.2.4. tugas Pembantuan Penguji Tagihan/Penandatangan surat Perintah
Pejabat Akuntansi dan Bendahara Pengeluaran. RKA-satker tersebut juga RKA-Kl yang telah ditetapkan menjadi RKA-satker sebagai dasar dalam penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan RKA-Kl dan penetapan/pengesahan Penyaluran dana dekonsentrasi dan
Membayar,
Berdasarkan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Rekening Kas umum Negara. sedangkan mekanisme penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan Pendapatan dan Belanja Negara. 3.4.2.5. PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pertanggungjawaban dan PelaPoran sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mencakup aspek manajerial penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-215
Pembangunan. sementara aspek akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan laporan barang sejalan tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Tugas Pembantuan adalah sebagai berikut : 1. Dana Dekonsentrasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan secara rinci pertanggungjawaban dan pelaporan Dana Dekonsentrasi dan sKPD provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dekonsentrasi wajib dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang. berikut:
menyelenggarakan akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan Penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 248/PMK.07/2010 yang secara garis besar dapat disajikan sebagai a) setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, kepala sKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan yang membidangi pengelolaan keuangan daerah; lembaga pemberi dana dekonsentrasi dengan tembusan kepada sKPD dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran. untuk melaksanakan penggabungan
membidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator unit akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (Koordinator uAPPAIII-216 SistemPendanaandiDaerah
W) dan sKPD yang membidangi pengelolaan barang/ kekayaan daerah c) Menteri/ pimpinan lembaga yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi d) laporan melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran; Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD. pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas sebagai Koordinator unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (Koordinator uAPPB-W); menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden pelaksanaan dekonsentrasi oleh gubernur dilampirkan dalam laporan
Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan 2. Dana Tugas Pembantuan diuraikan sebagai berikut :
dan barang atas pelaksanaan Tugas Pembantuan secara garis besar dapat
a) setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala sKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan sKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah; tahun anggaran, Kepala lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada sKPD kabupaten/kota atas nama bupati/walikota menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang daerah;
kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada sKPD yang membidangi pengelolaan keuangan dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-217
setiap berakhirnya tahun anggaran. untuk melaksanakan penggabungan W dan sKPD yang membidangi pengelolaan barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator uAPPB-W; setiap berakhirnya tahun anggaran, dengan tembusan kepada gubernur. untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, bupati/walikota pengelolaan barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator uAPPB-W; anggaran; lembaga yang mengalokasikan Dana
laporan tersebut, gubernur menugaskan/menetapkan sKPD yang mebidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator uAPPAd) Bupati/walikota menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan menugaskan/menetapkan sKPD yang membidangi pengelolaan keuangan e) Menteri/pimpinan f) Pembantuan menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan Tugas daerah sebagai Koordinator uAPPA-W dan sKPD yang membidangi kepada presiden melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun tugas pembantuan setiap berakhirnya tahun anggaran dilampirkan dalam laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Adapun bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban keuangan atas barang Pusat.
dan jasa Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, khususnya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
III-218
SistemPendanaandiDaerah
3.4.2.6.
1. Status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 Pembantuan pasal 37A mengatur bahwa barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi tersebut adalah sebagai berikut: i. barang; dan
dicatat sebagai persediaan (eks Dekonsentrasi). BMN tersebut harus Barang Milik Negara. Tata cara Hibah BMN berupa persediaan yang Persediaan diserahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q.
Tugas
ditatausahakan dalam sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi sKPD pelaksana tugas Dekonsentrasi dengan Berita Acara serah Terima selambat-lambatnya 6 bulan setelah realisasi pengadaan menatausahakan dan melaporkan pada neraca daerah; Berdasarkan berita acara serah terima, sKPD penerima wajib
ii.
iii. Pengguna Barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri iv. Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyerahkan dalam jangka kementerian/lembaga. Keuangan selaku Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan melampirkan Berita Acara serah Terima;
waktu 6 bulan sejak pengadaan atau sKPD tidak bersedia menerima BMN maka BMN dimaksud direklasifikasi menjadi aset tetap pada
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-219
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan 2. Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 37B mengatur bahwa barang yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan berasal dari dana penunjang dicatat sebagai persediaan, sedangkan BMN Akuntansi Barang Milik Negara. Tata cara hibah BMN berupa aset tetap yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan adalah sebagai berikut: i. pelaksana Tugas Pembantuan sepanjang pihak kementerian/lembaga Kesediaan Menerima Hibah. merupakan BMN. BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik lain dan yang selain yang berasal dari kegiatan fisik lain dicatat sebagai aset tetap. BMN tersebut harus ditatausahakan dalam sistem Informasi Manajemen dan
bermaksud menyerahkan yang dituangkan dalam surat Pernyataan Kesediaan Menghibahkan dan daerah menyatakan kesediaannya untuk menerima aset tetap dimaksud yang dituangkan dalam surat Pernyataan
Aset tetap dihibahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q. sKPD
ii.
Kesediaan Menerima Hibah diterbitkan sebelum disampaikannya surat program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah. barang.
iii. Permohonan persetujuan hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara harus diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga selambat-lambatnya 6 bulan setelah realisasi pengadaan Keuangan selaku Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan
SistemPendanaandiDaerah
Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan utang, dan Direktorat Jenderal Anggaran dengan melampirkan Berita Acara serah Terima. Dalam hal kementerian/lembaga tidak melaksanakan ketentuan tersebut maka kementerian/lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan anggaran v. i. untuk pengadaan aset tetap dalam rangka Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya. tetap dicatat sebagai aset tetap pada kementerian/lembaga. Dalam hal sKPD tidak bersedia menerima BMN maka BMN dimaksud BMN dihibahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q. sKPD
Tata cara Hibah BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik lain dan yang berasal dari dana penunjang yang dicatat sebagai persediaan adalah sebagai berikut: ii. selambat-lambatnya 6 bulan setelah realisasi pengadaan barang. menatausahakan dan melaporkan pada neraca daerah Berita Acara serah Terima. lembaga.
iii. Pengguna Barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri iv. Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyerahkan maka BMN
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan melampirkan dimaksud direklasifikasikan menjadi aset tetap pada kementerian/
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-221
3.4.3.
3.4.3.1.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, pembinaan dan sesuai ketentuan sebagai berikut: a) Menteri pengawasan dilimpahkan negara/pimpinan dalam kepada penyelenggaraan gubernur lembaga melakukan urusan pemerintah pembinaan
b) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap c) Pembinaan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, bimbingan teknis, serta pemantauan dan evaluasi. penggunaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan transparansi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang meliputi pemberian pedoman, fasilitasi dan dan efektivitas pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta mengikuti ketentuan yang berlaku bagi APBN. dana tugas Pembantuan Pemeriksaan dana dekonsentrasi dan
kegiatan
yang
dan
3.4.3.2.
Pemeriksaan atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan meliputi tujuan tertentu:
III-222
SistemPendanaandiDaerah
Pemeriksaan keuangan yang dapat berupa pemeriksaan atas laporan keuangan; efektivitas atas pelaksanaan kegiatan;
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi pemeriksaan atas hal-hal sistem pengendalian intern Pemerintah.
negara yang terdiri dari pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan lain dibidang keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas
Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan oleh unit pemeriksaan internal kementerian/lembaga dan/atau unit pemeriksaan keuangan, kinerja dan tujuan tertentu berpedoman pada peraturan perundangan-undangan. eksternal Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan
3.4.4.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 diatur bahwa sKPD penerima Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang secara sengaja atau lalai tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa: 1. pelaksanaan dana dimaksud kepada kementerian/lembaga dikenakan sanksi laporan keuangan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
SANKSI
mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat. Pengenaan sanksi penundaan pencairan dimaksud tidak membebaskan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-223
2.
sKPD dari kewajiban menyampaikan laporan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. a.
Penghentian pembayaran dalam tahun berjalan, dapat dilakukan apabila: dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau atau aparat pemeriksa fungsional lainnya.
sKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada atau Dana Tugas Pembantuan secara berturut-turut 2 (dua) kali
kementerian/lembaga yang memberikan Dana Dekonsentrasi dan/ Inspektorat Jenderal Kementerian/lembaga yang bersangkutan,
b. 3.
Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya apabila sKPD penerima dana dimaksud: a. c. b. sebelumnya yang telah ditetapkan;
Kementerian/lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan Dana tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada tahun anggaran sebelumnya; aparat pemeriksa fungsional lainnya; dan/atau diterima
d.
melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Tidak bersedia menerima hibah terhadap BMN yang disetujui untuk
Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Peningkatan di Daerah serta Peningkatan Peran Aktif gubernur selaku Wakil Pemerintah
III-224 SistemPendanaandiDaerah
Pusat,
untuk mengenakan sanksi berupa tidak mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan kepada kabupaten/kota yang tidak melaksanakan koordinasi penyelenggaraan Tugas Pembantuan.
gubernur
dapat
mengusulkan
kepada
kementerian/lembaga
3.4.5.
TUGAS PEMBANTUAN
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 dilaksanakan sejak tahap penyusunan kementerian/lembaga menerima pagu sementara dan menyusun RKA-Kl maka kementerian/lembaga berkewajiban untuk menyampaikan kepada yang akan dilaksanakan oleh daerah. Pemberitahuan definitif tentang kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang akan dilaksanakan oleh daerah tentang indikasi kegiatan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan setelah
daerah disampaikan oleh kementerian/lembaga kepada pemerintah daerah setelah ditetapkannya Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah tersebut, pada tahap penganggaran, setelah menerima RKAPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
dengan surat Keputusan/Penetapan Menteri/Pimpinan lembaga berkenaan Pemerintah Pusat (RABPP). selanjutnya sesuai dengan pasal 22 Peraturan
III-225
Kl yang ditetapkan menjadi RKA-satker, kepala daerah (gubernur, bupati, pengendalian, Tahun 2008. pembinaan, pengawasan dan pelaporan
program dan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. selain itu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) juga melakukan koordinasi, seperti diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 7 2008 tersebut telah sejalan dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) huruf i
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dengan kementerian/lembaga terkait Ketentuan dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan wakil pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintah yang antara lain meliputi koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan
Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi, yang menyatakan bahwa gubernur sebagai
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 dimaksud juga menggaris-bawahi bahwa salah satu peran dan tugas utama gubernur adalah melakukan koordinasi dan penyelenggaran pemerintahan dapat tercapai secara efektif dan efisien. sinkronisasi dalam setiap tahap dan dengan seluruh stakeholders agar tujuan
3.4.6.
Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah merupakan suatu pola baru dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan khususnya dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 dan Tugas Pembantuan. Hal tersebut tentu tidak tepat karena Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan hanya digunakan untuk mendanai
Mandiri pada mulanya dialokasikan melalui mekanisme Dekonsentrasi lain, program PNPM Mandiri ditetapkan sebagai urusan bersama pusat dan oleh karenanya dapat didanai bersama dari APBN dan APBD. pembangunan yang pada hakikatnya Pemerintah
urusan pusat sehingga tidak diperlukan dana pendamping dari daerah. Di sisi daerah sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Presiden 13 Tahun 2009 meyakini bahwa sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 dan pembangunan suatu bangsa seyogyanya bersifat inklusif; menjangkau wilayah nusantara. Pembangunan yang bersifat inklusif ini mensyaratkan pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor.
Program PNPM Mandiri merupakan salah satu bagian dari proses dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diseluruh
adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, secara umum, salah satu cara untuk mengantisipasi tantangan pembangunan keseimbangan, adalah dengan meningkatkan sinergi antara
atau sering disebut juga sebagai growth with equity. untuk mewujudkan hal yang inklusif yang merupakan harmonisasi antara keserasian dan
tersebut, Pemerintah telah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi Pemerintah
dan daerah dalam mendukung kesinambungan pembangunan nasional daerah/wilayah tertentu saja, namun lebih merata dan menyebar serta tidak terfokus pada wilayah tertentu saja.
yang berdimensi kewilayahan. Dengan sinergi tersebut, proses dan hasil pembangunan tidak hanya terjadi pada sekelompok orang atau pada sedikit
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-227
Issue yang sifatnya crosscutting baik karena sifatnya yang memerlukan pemerintahan, seperti issue terkait penciptaan lapangan kerja yang lebih merupakan salah satu agenda capaian kinerja Pemerintah. Namun tinggi terhadap penciptaan kesempatan kerja. masyarakat, serta penataan luas dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan
koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian dan juga tiap tingkatan mengingat kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja selanjutnya untuk memenuhi capaian kinerja tersebut, Pemerintah mencantumkan salah satu agenda program pembangunan dalam Rencana kelembagaan dan pelaksanaan
menempatkan prioritas pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010 yaitu pemeliharaan kesejahteraan perlindungan sosial. Kegiatan yang diprioritaskan untuk menjalankan agenda penanggulangan program kemiskinan tersebut, yaitu penurunan jumlah program-program pro rakyat. masyarakat yang upaya peningkatan pembangunan pertanian, pembangunan pedesaan, dan PNPM Mandiri merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat, yaitu suatu program yang diperlukan untuk mempercepat penanggulangan persentase penduduk miskin menjadi 12,0-13,5 persen pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009 yang sebesar 14,15 persen dengan melalui sistem
merupakan harmonisasi dan konsolidasi program-program pemberdayaan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja. Harmonisasi dan konsolidasi program-program penanggulangan kemiskinan yang tersebar di beberapa kementerian/lembaga ke dalam satu program PNPM Mandiri tersebut telah dimulai pada tahun 2007.
III-228 SistemPendanaandiDaerah
Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Bappenas, dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan, alokasi anggaran untuk program PNPM Mandiri terus ditingkatkan dalam beberapa tahun terakhir. Alokasi anggaran Bantuan langsung Masyarakat (BlM) PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan, baik yang
bersumber dari APBN maupun APBD, pada tahun 2007 adalah sebesar Rp3,84 triliun, kemudian pada tahun 2008 dan tahun 2009 berturut-turut kembali mengalami peningkatan menjadi Rp11,83 triliun. selanjutnya pada Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan - TNP2K). Namun demikian, pelaksanaan program PNPM Mandiri tersebut hingga tahun sebagaimana diketahui, program PNPM Mandiri, khususnya PNPM Mandiri yaitu: a. c. b. e. urusan yang ditangani merupakan urusan bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah; bentuk sebutan apapun yang bersumber APBD; Bantuan sosial; Dana cost-sharing tersebut diikat dalam naskah kesepahaman; 2009 masih menemui beberapa kendala, utamanya dalam aspek pendanaan. meningkat menjadi Rp6,69 triliun dan Rp11,01 triliun. Pada tahun 2010 tahun 2011 ini mengalami penurunan menjadi 10,31 triliun (data Tim
Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan memiliki karakteristik tertentu Mensyaratkan cost-sharing atau dana pendamping dari daerah dalam Mendanai kegiatan yang bersifat Bantuan langsung kepada Masyarakat; Jenis belanja yang dialokasikan lebih dominan dipenuhi dengan Belanja
d.
sementara itu fund chanelling yang digunakan saat itu adalah mekanisme Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-229
Hal ini tentu saja belum tepat, karena sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Peraturan adalah: a. c. b. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan disebutkan bahwa kegiatan Pemerintah;
Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan yang didanai melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Kegiatan yang merupakan urusan yang ditangani merupakan urusan Kegiatan dilaksanakan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah untuk Dekonsentrasi dan gubernur/bupati/walikota untuk Tugas Pembantuan; Pembantuan; yang membebani APBD; Pembantuan. Menggunakan surat Kegiatan bersifat Non Fisik untuk Dekonsentrasi dan Fisik untuk Tugas Tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping atau sebutan lain pelimpahan sebagai dasar pelaksanaan
d. e.
Dengan demikian, aspek legalitas dalam penyediaan sharing pendanaan dari pemerintah daerah dalam pendanaan PNPM Mandiri pun perlu untuk terus PNPM Mandiri tetap meneruskan pola pendanaan melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan maka: a. Pendanaan b. dengan ketentuan Pendanaan yang ada; urusan Bersama kemiskinan (PNPM Mandiri) menyalahi aturan karena tidak sesuai terhadap program disempurnakan. Hal tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa apabila penanggulangan
III-230
c.
Dalam
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian diubah dengan Peraturan bersama antara Pemerintah dan daerah dalam penanggulangan kemiskinan. APBN dan APBD. Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan payung hukum bagi penanganan urusan tersebut diatur sistem pendanaan urusan bersama yang bersumber dari Dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden tersebut diatas, Menteri mengatur penyediaan dan tata cara pengelolaan dana program nasional
laporan Keuangan Pemerintah Pusat menjadi disclaimer pada saat permasalahan tersebut, Pemerintah telah
Dalam Pasal 34 dan Pasal 36 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Bendahara umum Negara perlu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan, yang hanya diperuntukkan bagi pendanaan PNPM Mandiri Bersama (DDuB). Disamping itu Peraturan Menteri Keuangan dimaksud juga merupakan upaya untuk menyempurnakan mekanisme pendanaan yang digunakan untuk program PNPM Mandiri selama ini.
penanggulangan kemiskinan khususnya mengenai Dana urusan Bersama pusat dan daerah. sesuai dengan hal tersebut, maka dengan ditetapkan Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan, Pemerintah telah memberikan dasar hukum bagi daerah untuk menyediakan dana pendamping dari APBD
untuk program PNPM Mandiri atau yang disebut Dana Daerah untuk urusan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-231
3.4.6.1.
Urusan Bersama Pusat dan Daerah dapat didefinisikan sebagai urusan sepenuhnya Pemerintah, yang diselenggarakan bersama oleh Pemerintah, telah dijelaskan pada paragraf-paragraf sebelumnya, urusan bersama pusat dan daerah difokuskan untuk penanggulangan kemiskinan yang merupakan kebijakan dan program Pemerintah dan daerah yang dilakukan secara untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. seperti sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat Lebih spesifik pada aspek pendanaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pendanaan urusan Bersama adalah pendanaan yang bersumber dari APBN Pemerintah dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan
sumber pendanaannya, dibedakan menjadi Dana urusan Bersama yang Daerah untuk urusan Bersama yang selanjutnya disebut DDuB, yaitu dana singkat mengenai hal tersebut. yang bersumber dari APBD. gambar dibawah ini memberikan penjelasan
selanjutnya disebut DuB, yaitu dana yang bersumber dari APBN; serta Dana
III-232
SistemPendanaandiDaerah
3.4.6.2.
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/ Penanggulangan Kemiskinan, dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. b. Dalam hal Program Penanggulangan Kemiskinan didanai bersama bersumber dari APBD dialokasikan melalui sKPD dalam bentuk DDuB.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
PMK.07/2009 tentang Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Pendanaan urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan dapat didanai dari APBN, APBD, dan/atau didanai bersama APBN dan APBD. pendanaan yang bersumber dari APBN dialokasikan melalui bagian anggaran kementerian/lembaga dalam bentuk DuB dan pendanaan yang
III-233
c. d. e.
Pendanaan dilakukan setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak Pengelolaan DuB dan DDuB dilakukan dengan prinsip tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan program-program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan masyarakat.
Kemiskinan ditujukan untuk kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan kegiatan yang komponen bantuan langsung masyarakatnya adalah belanja bantuan sosial. definisi dan PerenCanaan dan Penganggaran dana prinsip pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas urusan bersama Pusat dan daerah Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan dirinci dalam bentuk
f.
3.4.6.3. Sesuai
Pembantuan, dapat dikemukakan bahwa Dana urusan Bersama Pusat dan Daerah merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga dan anggaran pemerintah daerah yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Terkait dengan hal
III-234
SistemPendanaandiDaerah
PMK.07/2009, terhadap proses perencanaan dan penganggaran berlaku ketentuan sebagai berikut: a. b. c. Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Kota. Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan dikoordinasikan APBN wajib mengacu pada RKP dan dituangkan dalam Renja-Kl Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan yang akan didanai dari
oleh Tim Penanggulangan Kemiskinan Nasional/ Provinsi/ Kabupaten/ Kementerian/lembaga memberitahukan indikasi Program/Kegiatan
d.
Penanggulangan Kemiskinan yang akan diselenggarakan bersama antara bulan Juni atau setelah ditetapkannya pagu sementara dengan tembusan kepada Ketua Tim terkait Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Nasional. bersama yang akan dituangkan dalam naskah perjanjian.
Pemerintah dan daerah kepada kepala daerah paling lambat pertengahan informasi mengenai ketentuan/persyaratan penyelenggaraan urusan program penanggulangan kemiskinan paling lambat minggu pertama Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
e. f.
Pemberitahuan tentang indikasi program tersebut, disertai dengan Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah menandatangani naskah
perjanjian penyelenggaraan urusan bersama pusat dan daerah untuk bulan Desember atau setelah ditetapkannya Peraturan Presiden tentang
Naskah perjanjian penyelenggaraan urusan bersama sekurang-kurangnya memuat: a. subyek kerja sama;
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-235
b. c. f. e.
d.
rincian alokasi dan lokasi dana program/ kegiatan yang diselenggarakan bersama; sumber dan besaran pendanaan; jangka waktu kerja sama. penetapan penanggungjawab dalam pengelolaan DuB; klausul komitmen daerah untuk tertib pelaporan keuangan DuB oleh Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan yang akan didanai Dalam Daerah (Renja-sKPD). hal pemberitahuan indikasi dari APBD wajib mengacu pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan dituangkan dalam Rencana Kerja satuan Kerja Perangkat penanggulangan kemiskinan tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, kepala daerah meneruskan indikasi program/ DPRD. program/kegiatan
kegiatan dimaksud kepada sKPD sebagai bahan penyusunan RenjasKPD dan rencana penyediaan DDuB, serta pembahasan dengan melaksanakan hal kepada kementerian/lembaga. program/kegiatan dimaksud. Program/Kegiatan pemberitahuan Penangulangan Kemiskinan
Kepala Daerah menyampaikan usulan nama sKPD yang akan Dalam indikasi
penanggulangan kemiskinan tersebut di atas tidak sesuai dengan kebijakan daerah, kepala daerah dapat menolak pelaksanaan untuk Penanggulangan Kemiskinan dan alokasi anggaran DuB
SistemPendanaandiDaerah
Program/Kegiatan
III-236
Kemampuan keuangan negara dimaksudkan bahwa pengalokasian DuB disesuaikan dengan kemampuan APBN melalui bagian anggaran kementerian/lembaga. gambar 3.36 Proses Perencanaan dan Penganggaran urusan Bersama untuk Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan
disusun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis.
secara umum, proses tersebut di atas dapat dijelaskan dalam gambar siklus dibawah ini.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-237
3.4.6.4.
indeks Fiskal dan kemiskinan daerah dalam rangka PerenCanaan Pendanaan urusan bersama Pusat dan daerah untuk Penanggulangan kemiskinan
salah satu perwujudan dari upaya yang telah dilakukan Pemerintah dalam disusun dan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/ Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2012. secara umum Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk mewujudkan PMK.07/2011 tanggal 31 Maret 2011 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan transparansi dan akuntabilitas, serta proporsional dalam pendanaan urusan bersama; serta mendukung kementerian/lembaga penyelenggara dalam efektivitas dalam pengelolaan DuB. tahap, yaitu: 1. a.
merencanakan pendanaan urusan bersama agar tepat sasaran dan tujuan yang nantinya diharapkan akan bermuara pada peningkatan efisiensi dan Formulasi indeks fiskal dan kemiskinan daerah dilakukan melalui 4 (empat) 1. Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah Penghitungan Ruang Fiskal Daerah Penghitungan ruang fiskal daerah dilakukan dengan menghitung dikurangi dengan belanja wajib; Daerah dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
b.
III-238
SistemPendanaandiDaerah
c.
d. e.
Hasil, Dana Penyesuaian, dan Dana otonomi Khusus; kemampuan fiskal daerah riil per kapita; dan 2008.
Besaran Transfer ke Daerah meliputi Dana Alokasi umum, Dana Bagi Hasil penghitungan ruang fiskal daerah tersebut dibagi dengan Penghitungan ruang fiskal daerah didasarkan data anggaran Tahun
2. 3.
fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata ruang fiskal seluruh daerah. a. Penghitungan Indeks Kemiskinan Daerah; Penghitungan seluruh daerah (nasional); dan pada tahun terakhir. Indeks Kemiskinan Daerah dilakukan
menghitung persentase jumlah penduduk miskin masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin jumlah penduduk miskin berdasarkan data dari Badan Pusat statistik
b. 4. a.
Pengkaitan Indeks Fiskal dengan Indeks Kemiskinan Daerah dilakukan sumbu mendatar dalam peta kuadran.
dengan mengkaitkan hasil penghitungan Indeks Fiskal Daerah dan Indeks Kemiskinan Daerah masing-masing sebagai sumbu tegak dan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-239
b.
Berdasarkan hasil pengkaitan tersebut, daerah sasaran dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: i. ii. penduduk miskinnya di atas rata-rata nasional; rata nasional; Kelompok 2 adalah daerah yang indeks fiskalnya di bawah rata-rata
iii. Kelompok 3 adalah daerah yang indeks fiskal dan indeks persentase iv. Kelompok 4 adalah daerah yang indeks fiskalnya di atas rata-rata 2. Formulasi Penghitungan Persentase Besaran DDUB yang harus disediakan oleh daerah disesuaikan dengan indeks fiskal Penyediaan DDUB Per Kelompok dan Per Daerah dan kemiskinan daerah, dengan rincian tingkatan: 1. 2. 3. Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD)-nya di atas ratarata nasional (IRFD dan IPPMD > 1); menyediakan DDuB sangat Tinggi; rata-rata nasional (IRFD < 1, IPPMD > 1); menyediakan DDuB sedang; IPPMD < 1); menyediakan DDuB Rendah; dan
SistemPendanaandiDaerah
nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di atas ratapenduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional; dan rata-rata nasional.
Kelompok 1 adalah daerah yang Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Kelompok 2 adalah daerah yang indeks ruang fiskalnya di bawah rata-
rata nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di atas persentase penduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional (IRFD < 1,
III-240
4.
Persentase untuk menentukan besaran penyediaan DDuB untuk masingmasing tingkatan tersebut ditetapkan lebih lanjut melalui Keputusan Ketua TKPK Nasional berdasarkan pertimbangan Menteri Keuangan. fiskal dan kemiskinan daerah. skema berikut memberikan gambaran mengenai alur pikir formulasi indeks gambar 3.37 Alur Pikir Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah
nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di bawah ratarata nasional (IRFD> 1, IPPMD < 1); menyediakan DDuB Tinggi.
3.4.6.5.
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan ketentuan sebagai berikut :
Nomor 168 tahun 2009, pencairan dan penyaluran DuB dan DDuB mengikuti
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-241
1. 2. 3. 4. 5.
berlaku dalam pembayaran atas beban APBN, sedangkan ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan; uang; masyarakat dan/atau lembaga partisipatif masyarakat dalam bentuk
Pencairan DuB secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme yang DuB disalurkan secara langsung kepada masyarakat, kelompok DuB yang telah ditransfer ke rekening masyarakat, kelompok masyarakat
dan/atau lembaga partisipatif masyarakat harus telah dimanfaatkan sesuai dengan rencana selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran bersangkutan berakhir; Kas umum Negara; dan belum dimanfaatkan maka dana tersebut harus disetorkan ke Rekening yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah. Mekanisme pencairan dan penyaluran DDuB berpedoman pada peraturan PelaPoran dan Pertanggungjawaban Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas, dana tersebut
3.4.6.6.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2009 Bab VI Pasal Pertanggungjawaban DuB dan DDuB yaitu : 1. a. c. b. Neraca; laporan Realisasi Anggaran; dan Catatan atas laporan Keuangan. (DuB dan DDuB) wajib menyusun laporan keuangan berupa:
16 sampai dengan Pasal 18 diuraikan ketentuan mengenai Pelaporan dan sKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan
III-242
SistemPendanaandiDaerah
2. 3. 4.
pada Peraturan Menteri Keuangan tentang sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; mengacu ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan sistem Akuntansi Pemerintah Daerah; dan wujud transparansi dan akuntabilitas DuB dan DDuB. Pembinaan Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DDuB
3.4.6.7.
selanjutnya dalam Bab VIII Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan Menteri meliputi : 1. 2. 3. 4.
Keuangan tersebut menyebutkan bahwa pembinaan DuB dan DDuB adalah pelaksanaan urusan bersama pusat dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali; pelaksanaan program;
TKPK Nasional melakukan koordinasi pembinaan terhadap efektivitas Bappenas melakukan pembinaan terhadap efektivitas perencanaan dan Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pembinaan
terhadap efektivitas pengelolaan kegiatan urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan; pengelolaan informasi.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
III-243
5.
3.4.6.8. 1. 2. 3. 4. 5.
pengelolaan DDuB.
terhadap efektivitas pelaksanaan urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali; untuk penanggulangan kemiskinan; pelaporan keuangan DuB; pelaporan keuangan DDuB; dan
TKPK Nasional melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pengawasan Menteri Keuangan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Pengawasan dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan
III-244
SistemPendanaandiDaerah
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-245
IV-246
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah menunjukkan secara tegas kesepakatan politis yang menetapkan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia lebih menitikberatkan membelanjakan dana yang dikelolanya. Hal ini ditunjukkan dengan fakta desentralisasi pada sisi belanja. Kewenangan yang didelegasikan kepada daerah untuk mendapatkan penerimaan masih relatif terbatas. sementara di sisi lain, daerah diberikan kewenangan yang cukup besar untuk untuk mendukung kebutuhan pendanaan daerah, Pemerintah memberikan digunakan oleh daerah sesuai prioritas dan kebutuhannya. transfer yang cukup besar (lebih dari 80 persen dari total pendapatan daerah akan sangat ditentukan oleh pilihan-pilihan yang diambil oleh daerah daerah dituntut untuk mempunyai strategi yang jitu dalam mengelola dan bahwa porsi PAD hanya berkisar 18 persen dari total pendapatan. sementara, daerah) dan sebagian besar bersifat block grant yang dapat secara bebas itu sendiri. Dengan input dana publik yang selalu bersifat terbatas, maka mengalokasikannya secara efisien, sehingga mampu memberikan output
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
Dengan diskresi belanja daerah yang luas tersebut, maka kualitas belanja
IV-247
layanan publik yang optimal. selanjutnya diharapkan pilihan atas prioritas peningkatan kesejahteraan masyarakat yang antara lain dapat dilihat melalui tingkat pengangguran. pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan atau penurunan
4.1. GAMBARAN UMUM BELANJA PEMERINTAH DAERAH DAN KoNDISI EKoNoMI/KESEJAHTERAAN DAERAH
4.1.1.
Total Belanja Daerah pada APBD tahun 2010 secara nasional mencapai
Rp443,6 triliun, yang terdiri dari Rp 113,1 triliun Belanja Pemerintah Provinsi (25,6 persen) dan Rp330,4 triliun Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota (74,4 persen). Komposisi belanja antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota berbeda sementara, untuk Kabupaten/Kota, dominasi belanja pegawai sangat tinggi hingga mencapai lebih dari 51 persen dari total belanja. Diikuti oleh belanja modal sebesar 21 persen dan barang dan jasa sebesar 17 persen. secara signifikan. Untuk Provinsi, porsi belanja pegawai, barang & jasa, dan modal relatif hampir berimbang di kisaran 23 persen-26 persen, diikuti oleh belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang mencapai 20 persen.
IV-248
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
secara nasional porsi belanja pegawai terus meningkat. Porsi belanja pegawai
pada tahun 2007 sebesar 38 persen, tahun 2008 sebesar 39 persen, tahun pegawai tidak langsung (gaji) dan belanja pegawai langsung (honorarium/ semakin turun dari tahun ke tahun.
2009 sebesar 42 persen dan tahun 2010 sebesar 45 persen. Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa belanja pegawai terdiri dari dua komponen, yaitu belanja nominal maupun porsinya, namun belanja pegawai langsung (honor-honor) upah). Dalam tabel tersebut terlihat bahwa gaji PNs terus meningkat, baik Dengan semakin tingginya porsi belanja pegawai, maka porsi belanja modal persen. Bahkan secara nominal, belanja modal pada tahun 2010 adalah yang paling rendah dibandingkan tiga tahun sebelumnya. semakin tergerus dari tahun ke tahun. Pada gambar 4.1 dapat dilihat jika pada dari tahun ke tahun semakin turun dan pada tahun 2010 hanya mencapai 22
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-249
% thd Total belanja Tidak langsung 31,39% 32,81% 36,30% 39,40% 7,06% 6,60% 5,70% 5,37%
(dalam miliar)
langsung
selanjutnya apabila dilihat dari realisasi belanja daerah secara nasional pada 94,3 persen). secara persentase, komponen belanja daerah yang tingkat penyerapannya paling kecil adalah belanja modal dengan tingkat penyerapan hanya mencapai 89,5 persen. Berkebalikan dengan realisasi tahun sebelumnya, maka realisasi terendah
tahun 2009 maka realisasi Belanja Daerah adalah Rp405,2 triliun, lebih kecil
dibandingkan dari pagu anggaran sebesar Rp429,6 triliun (hanya mencapai penyerapannya diatas 100 persen adalah belanja hibah. sedangkan realisasi
jenis belanja lainnya berkisar 93 persen, dan jenis belanja yang tingkat pada tahun 2010 adalah justru belanja hibah. sedangkan untuk belanja modal menurun dari tahun ke tahun.
sampai dengan triwulan III masih berkisar 35 persen, dan pada akhir tahun masih dibawah 90 persen. Penyerapan yang kurang optimal ini menyebabkan silPA masih cenderung tinggi meskipun mempunyai tren yang semakin
IV-250
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
dikemukakan bahwa sesuai opini BPK atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2009, sebanyak 15 daerah yang memperoleh opini Wajar Pendapat) dan sebanyak 47 daerah memperoleh opini TW (Tidak Wajar). Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 53), APBD seharusnya ditetapkan paling ternyata masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD, meskipun daerah dari 524 daerah.
Tanpa Pengecualian (WTP), 331 daerah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 103 daerah memperoleh opini TMP (Tidak Memberikan lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Namun demikian, Disamping itu, sesuai peraturan perundangan (PP 58/2005 tentang terdapat kecenderungan perbaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008
terdapat 110 daerah menetapkan APBD tepat waktu, tahun 2009 menjadi selain mekanisme desentralisasi, mekanisme lain yang digunakan Pemerintah Pusat dalam mendorong upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah adalah mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta mekanisme urusan Bersama. Keterlibatan Pemerintah Pusat melalui ketiga mekanisme tersebut bersifat langsung, dimana proses perencanaan program
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
118 daerah, tahun 2010 menjadi 214 daerah, dan tahun 2011 sebanyak 211
IV-251
dan kegiatan berikut pendanaanya berada langsung dibawah kendali pelaksanaannya di daerah dilimpahkan atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah.
Total Pagu Anggaran Dana Dekon dan Dana TP T.A 2008 2011
60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000
Miliyar Rp
DEKON 2008
DANA DEKON TP TOTAL 2008 24,814 11,935 36,749
TOTAL
Perkembangan pagu anggaran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas berikut : Rata-rata pagu anggaran dana dekonsentrasi selama Tahun Anggaran 2008pembantuan sebesar Rp. 11,997 triliun.
IV-252
ALOKASI TAHUN (Miliyar Rp) 2009 2010 2011 36,497 28,946 15,380 16,328 7,720 12,004 52,825 36,666 27,384
Pembantuan dalam kurun waktu 2008-2011 menunjukan kondisi sebagai 2011 sebesar Rp. 26,409 triliun, sedangkan rata-rata pagu anggaran tugas
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
Pada Tahun Anggaran 2011 mengalami kenaikan pagu anggaran dana tugas pembantuan dibandingkan dengan Tahun Anggaran 2010 sebesar 55,5 persen. pergeseran pola alokasi pendanaan yang semula diarahkan kepada kegiatan yang bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang dekonsentrasi yang bersifat non fisik menjadi kegiatan tugas pembantuan Dengan perkembangan seperti itu, menunjukkan bahwa telah terjadi menambah nilai aset pemerintah seperti pengadaan tanah, bangunan, pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah.
peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset pemerintah. Kegiatan fisik lain dimaksud antara lain sebaran alokasi dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan tahun 2008dana tersebut merupakan data konsolidasi pada Provinsi dan Kabupaten/ Kota se-provinsi yang bersangkutan. sebaran alokasi Dana Dekonsentrasi sebagian besar masih terpusat di pulau Jawa dan sumatera dengan alokasi tertinggi berada di Jawa Barat, sedangkan alokasi terendah berada di Bangka Belitung (Babel). Begitu juga dengan sebaran alokasi dana tugas pembantuan, mayoritas dananya masih Barat sedangkan alokasi terendah berada di Kepulauan Riau. Kondisi ini
2011 dapat dilihat pada gambar 4.2 (sebaran alokasi dana dekonsentrasi) dan gambar 4.3 (sebaran alokasi dana tugas pembantuan). sebaran alokasi Berdasarkan data alokasi anggaran dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan selama kurun waktu 2008-2011, diperoleh gambaran bahwa
tersebar di Pulau Jawa dan sumatera, dan alokasi tertinggi berada di Jawa menunjukan bahwa pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan masih diarahkan kepada daerah yang padat penduduknya yang sudah barang tentu
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-253
membutuhkan lebih banyak penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dan pembangunan dibanding dengan daerah lainnya. gambar 4.2 sebaran Alokasi Dana Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2008-2011
Sebaran Alokasi Dana Dekonsentrasi T.A 2008 2011 (Konsolidasi Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi yang bersangkutan)
50.0% 45.0% % Proporsi Total Konsolidasi 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% PABAR NAD NTB BALI DKI SULTENG SUMUT JATENG KALTENG SUMBAR MALUT SULUT JABAR SULBAR KEPRI NTT DIY KALTIM KALBAR SUMSEL PAPUA SULTRA SULSEL KALSEL BANTEN LAMPUNG JAMBI BENGKULU MALUKU GORONTALO BABEL JATIM RIAU
2008
2009
2010
Sebaran Alokasi Dana Tugas Pembantuan T.A 2008 2011 (Konsolidasi Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi yang bersangkutan)
50.0% 45.0% % Proporsi Total Konsolidasi 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% SULTENG SUMUT MALUT NTT JATENG SULUT DIY KALTENG PABAR NAD NTB BALI SULTRA SULSEL BABEL DKI SUMBAR SUMSEL KALSEL JABAR SULBAR KALBAR LAMPUNG BANTEN KALTIM JATIM PAPUA BENGKULU MALUKU JAMBI GORONTALO RIAU KEPRI
gambar 4.3 sebaran Alokasi Dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2008-2011
2011
Se Provinsi
2008
2009
2010
2011
Se Provinsi
IV-254
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
4.1.2.
secara teoritis, indikator ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah melalui kebijakan belanjanya adalah
indikator yang dapat dipengaruhi oleh belanja daerah, namun mengingat bahwa kontribusi belanja pemerintah daerah dalam pembentukan PDRB satu-satunya faktor yang mempengaruhi indikator ekonomi, masih banyak sosial politik, dan lain-lain. relatif kecil, maka signifikansi secara langsung mungkin tidak terlalu besar. Namun demikian, belanja pemerintah daerah tentunya bukan merupakan
faktor lain seperti investasi swasta, kebijakan ekonomi nasional, kondisi Mengenai hubungan antara realisasi belanja daerah dengan jumlah pengangguran dan jumlah kemiskinan, grafik di bawah menunjukkan pola hubungan yang relatif sama, yaitu hubungan negatif keduanya dengan realisasi belanja daerah (grafik menunjukkan hubungan belanja tahun t-1 dengan pengangguran dan kemiskinan tahun t). Hal ini berarti peningkatan dengan tahun 2007 ternyata selaras dengan penurunan baik jumlah pengangguran maupun jumlah kemiskinan meskipun penurunan jumlah pengangguran lebih tajam dibandingkan penurunan jumlah kemiskinan. belanja daerah diikuti dengan penurunan pengangguran dan kemiskinan di
tahun berikutnya. Kenaikan realisasi belanja daerah tahun 2008 dibandingkan Kenaikan realisasi belanja dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar Rp56,3 Triliun (17,9 persen) diikuti penurunan jumlah pengangguran dan jumlah orang (-6,95 persen) dan 2,43 juta orang (-1,79 persen). sementara itu,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-255
untuk tahun 2009 belanja mengalami kenaikan sebesar Rp30,3 Triliun (9,24 persen) dan diikuti penurunan baik jumlah pengangguran dan kemiskinan juta orang (4,6 persen). gambar 4.4 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Jumlah Pengangguran dan Jumlah Penduduk Miskin
pada tahun 2010 sebesar masing-masing 63 ribu orang (7,0 persen) dan 1,5
IV-256
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
gambar 4.5 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan
Pola yang sama juga terjadi untuk perbandingan antara belanja daerah dengan tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan sebagaimana dapat
dilihat pada Grafik di atas. Kenaikan realisasi belanja daerah dari tahun 2007 ke tahun 2008 diikuti pola penurunan persentase tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan pada tahun 2009 masing-masing sebesar 0,5 persen dan 1,2 persen, sementara untuk 2009, kenaikan realisasi belanja daerah diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan pada tahun 2010 masing-masing sebesar 0,5 persen dan 0,9 persen. maka akan terlihat variasi yang sangat lebar. Papua dan Papua Barat atau Banten yang hanya berada di kisaran Rp 1 juta per kapita. Perbedaan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
Apabila dilihat dari besarnya belanja APBD di setiap daerah di Indonesia, berarti lebih tinggi 10 kali lipat apabila dibandingkan dengan Jawa Barat
mempunyai belanja APBD per kapita sekitar Rp 11 juta per kapita, yang
IV-257
yang masih tertinggal. Hal ini disamping dikarenakan oleh adanya perbedaan harga antar-daerah, juga terutama karena Pemerintah menyadari bahwa untuk mengejar ketertinggalan dengan daerah-daerah lain yang sudah lebih maju diperlukan dana yang cukup besar terutama untuk pembangunan infrastruktur dasar. Dengan kebijakan tersebut, tentunya diharapkan agar seluruh daerah di Indonesia dapat maju bersama-sama dan daerah yang belum maju mampu mengejar ketertinggalannya. gambar 4.6 Belanja APBD Per Kapita Tahun 2008-2010
IV-258
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
Prov. Aceh Darussalam Prov. sumatera utara Prov. sumatera Barat Prov. Riau Prov. Jambi Prov. Bengkulu Prov. lampung
2008 6,4 6,4 8,1 7,4 6,3 4,9 5,3 6,2 6,0 5,3 5,0 5,9 5,4 6,2 6,4 6,1 7,6 7,4 7,8 7,3 6,0 2,6 -0,8 6,0 5,8 4,8 7,8 7,2 8,7 8,5 4,8 4,2
1,9
2010 10,2 5,2 8,7 6,0 1,7 7,0 6,6 4,5 5,7 3,8 7,2 5,8 6,7 6,3 2,4 7,8 6,3 -7,2 14,6 7,0 6,3 6,0 9,3 6,3 5,2 5,8 8,9 7,4 6,5 6,4
5,9
12 Prov. DI Yogyakarta
15 Prov. Kalimantan Tengah 17 Prov. Kalimantan Timur 19 Prov. sulawesi Tengah 20 Prov. sulawesi selatan 24 Prov. Nusa Tenggara Timur 25 Prov. Maluku 26 Prov. Papua 27 Prov. Maluku utara 28 Prov. Banten 30 Prov. gorontalo
20,6 13,4 19,4 23,4 25,7 29,2 35,5 11,5 20,5 33,5 15,3 8,7 8,2 7,9
18,6 11,9 17,4 21,9 23,4 27,3 34,8 10,3 18,3 31,4 15,0 8,0 7,5 7,4
18,1 11,6 17,1 21,6 23,0 27,7 36,8 23,2 34,9 13,6 8,1 9,4 7,2 6,5
11,1 10,7
10,8 10,6
10,5 10,5
29 Prov. Bangka Belitung 31 Prov. Kepulauan Riau 32 Prov. Papua Barat 33 Prov. sulawesi Barat
sumber: BPs
30,6 14,5
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-259
selanjutnya, untuk melihat apakah besarnya belanja APBD tersebut dan kesejahteraan masyarakat, maka pada tabel di atas dapat dilihat
mempunyai keterkaitan dengan outcome yang berupa pertumbuhan ekonomi ekonomi relatif sangat fluktuatif hampir di seluruh daerah. Hal ini wajar, lainnya, dimana kemiskinan dan pengangguran dinilai berhasil apabila dapat pertumbuhan ekonomi adalah apabila menunjukkan pertumbuhan yang pertumbuhan ekonomi daerah lainnya ataupun jauh di bawah pertumbuhan
indikatornya selama 3 tahun berturut-turut. untuk indikator pertumbuhan ditekan dan terus menunjukan penurunan. sementara fokus keberhasilan positif (tidak harus progresif) dan pertumbuhannya tidak jauh di bawah
ekonomi nasional. Pada tahun 2008, terdapat 16 Propinsi yang pertumbuhan ekonominya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, sementara pada tahun ekonomi tahun 2010 menggunakan data y-on-y Triwulan IV). Terdapat yakni Bangka Belitung, Aceh, Bengkulu, Jawa Barat, NTT, dan Yogyakarta. ekonomi secara lebih baik. pertumbuhan ekonominya berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, Pusat maupun daerah yang bersangkutan agar kebijakan ekonomi yang enam propinsi, yang secara konsisten selama tiga tahun berturut turut Tentu saja hal ini perlu menjadi perhatian yang mendalam bagi Pemerintah Dari tabel 4.2 di atas terlihat juga bahwa untuk kemiskinan dan pengangguran yang mengalami peningkatan kemiskinan dan pengangguran, yang berarti penurunan kinerja daerah dalam melakukan kontrol terhadap kedua
IV-260 PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
2009 dan 2010 secara berurut ada 8 dan 21 propinsi (data pertumbuhan
diambil di daerah-daerah tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan secara umum menunjukkan tren penurunan hampir di seluruh daerah. Meskipun demikian, untuk daerah-daerah tertentu ternyata terdapat juga
variable tersebut. Pada tahun 2009 daerah yang mengalami peningkatan pengangguran yang signifikan adalah Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. sedangkan pada tahun 2010 daerah-daerah yang mengalami peningkatan kemiskinan secara cukup signifikan, antara lain peningkatan pengangguran yaitu Provinsi Bali dan Papua Barat. Hal ini perlu suatu pemerintahan tentunya akan dinilai dari keberhasilannya dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Desain kebijakan tingkat kemiskinan dan pengangguran. anggaran dan kebijakan ekonomi lainnya harus lebih fokus untuk mengurangi menjadi catatan khusus bagi daerah-daerah tersebut, karena keberhasilan Provinsi Papua, Papua Barat dan gorontalo dan daerah yang mengalami
4.2. UPAyA PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BELANJA DAERAH DAN MENDoRoNG PERTUMBUHAN EKoNoMI SERTA KESEJAHTERAAN MASyARAKAT DI DAERAH
4.2.1. KEBIJAKAN DI BIDANG PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan.
masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan bagian
retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat penting dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah belum memberikan kontribusi
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-261
Pemerintah bersama dengan DPR-RI telah menyetujui undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (uu PDRD). Reformulasi uu PDRD tersebut sebagai konsekuensi dari penerapan desentralisasi fiskal. Undang-Undang ini sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali hubungan keuangan antar pusat dan daerah. uu PDRD memuat setidaknya 3 tujuan pokok, yaitu: a. kepada masyarakat; daerah; memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam jawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak dan retribusi daerah. memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan
b. c.
selain 3 tujuan pokok diatas, yang perlu mendapat perhatian daerah adalah penerimaan PAD dengan cara menaikkan atau menetapkan tarif pajak dan retribusi maksimal sebagaimana diatur dalam uu PDRD.
bahwa prinsip utama pemberian kewenangan pemungutan pajak dan retribusi daerah tidak terlalu membebani masyarakat. Daerah tidak boleh
IV-262
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
Peningkatan
ekonomi. Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif tentunya akan mendapatkan kenaikan PAD, baik secara langsung ataupun tidak. Dalam pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan dengan pajak maupun retribusi daerah.
konteks kemandirian tersebut seharusnya Pemda lebih berkonsentrasi pada ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait sektor-sektor industri, khususnya jasa, perlu dioptimalkan. Pajak dan memberikan dampak yang signifikan terhadap besarnya PAD yang akan meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi.
PAD
sebenarnya
merupakan
ekses
dari
pertumbuhan
retribusi terkait erat dengan kegiatan sektor industri jasa. Dengan kata lain, diterima daerah. Artinya, pemberian kewenangan perpajakan dan retribusi sebagaimana diatur dalam uu PDRD, merupakan alat bagi daerah untuk
pertumbuhan domestik (daerah) dari sektor industri jasa, secara linear akan
Terkait dengan diskresi penetapan tarif, baik pajak maupun retribusi, yang peluang bagi tambahan PAD semata, tetapi seyogyanya juga dijadikan sebagai instrumen kebijakan bagi peningkatan investasi di daerah. Artinya, ada kesempatan bagi mereka untuk menjadikannya sebagai instrumen insentif jelas mendesain kaitan antara kewenangan penetapan tarif pajak dengan guna menarik minat investor melalui penetapan tarif yang rendah (tarif kompetitif) dibanding daerah-daerah lain. selain itu, daerah perlu secara tingkat pelayanan publik (the benefit-tax link). Pemda seharusnya punya kajian komprehensif mengenai kebijakan penetapan tarif pajak dan retribusi ini perlu benar-benar menjadi concern daerah, karena pada kenyataannya
diatur dalam uu PDRD, Pemda tidak boleh melihat hal tersebut sebagai
daerah serta harus bisa mengukur kapasitas perekonomian di daerahnya. Hal setiap daerah memiliki kapasitas penerimaan (revenue) yang berbeda
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-263
sehingga treatment-nya seharusnya didesain sesuai dengan ciri dan lokalitas daerah masing-masing. Dengan adanya kajian yang jelas dan komprehensif oleh pemerintah daerah, diharapkan kebijakan yang diambil, terkait dengan pajak dan retribusi pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap PAD. daerah, tidak terlalu membebani atau memberatkan masyarakat dan dunia akan menarik investor sehingga pertumbuhan ekonomi lokal meningkat yang usaha. Dengan iklim ekonomi yang cenderung kondusif tersebut tentunya
4.2.2.
sumber pendapatan utama bagi daerah sampai saat ini adalah transfer dari
Pemerintah Pusat. Transfer tersebut terutama dilakukan dalam bentuk mempunyai tujuan masing-masing. Khusus untuk DBH (kecuali DBH Cukai
Dana Perimbangan yang terdiri dari DBH, DAu dan DAK, serta ditambah lagi dengan berbagai jenis transfer lainnya, seperti Dana Insentif Daerah, yang berarti daerah dapat menggunakannya untuk apa saja. Dalam konteks perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada kejelian, strategi dan prioritas daerah masing-masing.
Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah, dan lain-lain. setiap jenis transfer Hasil Tembakau dan DBH Dana Reboisasi) dan DAu bersifat block grant, ini, maka kebijakan anggaran yang diambil oleh daerah guna meningkatkan Sementara jenis transfer lainnya relatif bersifat spesifik, antara lain DAK, Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah dan Dana Insentif Daerah. Danayang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Dana spesifik inilah yang diharapkan
IV-264
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, antara lain pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan alokasi DAK bobot yang sangat besar yaitu mencapai 80 persen. Ini berarti bahwa untuk masing-masing daerah dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Dalam prekteknya, kriteria teknis memberikan perhitungan alokasi DAK lebih ditujukan untuk mendorong peningkatan dari DAK mempunyai kontribusi positif dalam menunjang pertumbuhan lainnya yang menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan ekonomi di daerah. Infrastruktur dibutuhkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang. Beberapa bidang yang didanai
ekonomi di daerah, misalnya infrastruktur jalan ataupun bidang-bidang ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Mengingat mekanisme DAK bidang infrastruktur, Pemerintah juga mengalokasikan dana Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPID) yang cara maupun tujuan pengalokasiannya hampir sama dengan DAK. keuangan maupun kinerja ekonomi daerah, maka sejak tahun 2010, yang baik dari BPK, menetapkan APBD secara tepat waktu dan pencapaian
bahwa ketersediaan infrastruktur akan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, maka selain
Di sisi lain, untuk mengapresiasi kinerja daerah, baik dari segi pengelolaan Pemerintah juga menetapkan satu jenis transfer baru yaitu Dana Insentif Daerah (DID). Dana ini dialokasikan sebagai reward kepada daerah-daerah lain, adalah outcome pendidikan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
yang berprestasi baik, terutama daerah yang lKPD-nya mendapatkan opini outcome daerah yang di atas rata-rata nasional. Outcome tersebut antara
IV-265
kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Dengan adanya insentif ini sebaik mungkin agar dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
4.2.3.
guna mendorong peningkatan kualitas belanja di daerah dengan menerapkan syarat tertentu yang memungkinkan dilaksanakannya transfer dana kepada
PMK Nomor 168/2008 tentang Hibah Daerah dan PMK Nomor 169/2008 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah, hibah daerah pemerintah daerah agar melaksanakan kegiatannya dengan berorientasi pada hasil yang telah direncanakan.
melaksanakan prinsip kinerja dalam penyaluran dananya (performance-based disbursement). Penerapan prinsip ini merupakan suatu upaya pendorong Pada tahun 2010 telah dialokasikan dalam APBN pemberian hibah kepada daerah sebesar Rp243,2 miliar, baik yang berasal dari penerusan pinjaman maupun penerusan hibah. Terdapat tiga kegiatan hibah daerah yang secara l-BEC merupakan penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Kerajaan Belanda dan uni Eropa dengan perwalian Bank Dunia dan akan kepada 50 pemerintah kabupaten/kota dengan tujuan meningkatkan kapasitas penyelenggara pendidikan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan
efektif telah disalurkan dananya pada tahun 2010 melalui Local Basic Education Capacity (l-BEC), Hibah Air Minum, dan Hibah Air limbah. Hibah dilaksanakan sampai dengan tanggal 30 April 2012. Hibah ini diberikan pertanggungjawaban anggaran sekolah berbasis teknologi informasi. Jenis kegiatan dalam hibah ini meliputi berbagai model pengembangan kapasitas
IV-266 PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
dengan peserta kepala sekolah, guru maupun staf tata usaha. Penyaluran Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH).
dana untuk hibah ini menggunakan basis kinerja (performance-based) dan dilaksanakan secara bertahap sejalan dengan kinerja yang ditunjukkan oleh untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan amanat yang tertera dalam NPPH, selain menerbitkan Panduan operasional Manual, tim Nasional juga melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan. kegiatan untuk mencegah terjadinya pengeluaran yang ineligible. Dengan dapat merencanakan dan mengelola anggaran sekolah secara transparan yang ideal secara holistik. pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan Naskah Pemerintah yang dalam hal ini dikoordinir oleh Kementerian Pendidikan selain itu, tim Central Project Implementation Unit juga secara akif melakukan dilaksanakannya program hibah lBEC, diharapkan penyelenggara pendidikan menggunakan teknologi informasi dan melaporkannya kepada para pemangku kepentingan sehingga tercapai pola penyelenggaraan pendidikan Hibah Air Minum bertujuan untuk meningkatkan akses penyediaan air minum bagi masyarakat yang belum memiliki akses sambungan air minum dalam mengupayakan percepatan penambahan jumlah sambungan rumah sudah memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat. koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan administratif
perpipaan secara berkesinambungan dalam upaya mencapai target MDgs. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan output-based baru. sedangkan Hibah Air limbah bertujuan untuk meningkatkan akses sistem air limbah perpipaan bagi masyarakat khusus untuk kota-kota yang
Program Hibah Air Minum dan Hibah Air limbah memiliki karakteristik yang
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
untuk daerah-daerah yang telah memenuhi syarat dalam hal kondisi keuangan yang sehat dan kapasitas yang memadai untuk memenuhi target pelaksanaan terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Dalam aspek penyaluran, dana hibah yang disampaikan oleh tim verifikator.
kegiatan. Dalam aspek pelaksanaan, dilaksanakan survei dasar dan verifikasi untuk kegiatan ini akan ditransfer setelah kegiatan yang disepakati dalam Hibah Air Minum dan Hibah Air limbah yang saat ini berjalan merupakan
NPPH telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi penerusan hibah yang bersumber dari hibah AusAID dan direncanakan akan berakhir pada tanggal 30 Juni 2011. NPPH program Hibah Air Minum melibatkan 5 kota yang memenuhi syarat dan mendukung pencapaian target kegiatan. Penandatanganan NPPH untuk hibah ini dilaksanakan dalam 3 tahap, dengan tahap pertama ditandatangani pada tanggal 11 Juni 2010. Jenis kegiatan yang dilaksanakan untuk kedua program ini adalah pembangunan miliar yang disalurkan untuk pembangunan 15.441 sambungan baru air berjalan selama 2 bulan. minum dan 2.400 sambungan baru air limbah yang telah terpasang dan telah telah ditandatangani dengan 35 kabupaten/kota yang berkomitmen untuk
mencapai target yang telah ditentukan. sedangkan program Hibah Air limbah
sambungan rumah baru untuk air minum dan air limbah. sampai dengan
akhir tahun 2010, telah disalurkan dana hibah dari APBN sebesar Rp 45,473 Hibah ini juga dimaksudkan sebagai stimulus untuk mendorong pemerintah daerah selaku penanggung jawab penyediaan prasarana pelayanan air minum dan sanitasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dengan telah tersedianya layanan air minum/pengelolaan air limbah kepada
IV-268 PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
masyarakat. Artinya, mekanisme ini selain menuntut adanya transparansi pelaksana pelayanan air minum dan air limbah.
tanggung jawab pemerintah daerah kepada masyarakat juga kepada BuMD Pada tataran implementasinya, hibah ini telah mendorong peningkatan masyarakat. Pada sebagian daerah, pemerintah daerah berinisiatif untuk dan air limbah. Tambahan penyertaan modal ini menunjukkan adanya perhatian yang lebih baik dari pemerintah daerah yang secara langsung akan tambahan penyertaan ini juga menunjukkan peningkatan pengawasan pola hubungan positif antara pemerintah daerah, BuMD, DPRD, dan meningkatkan penyertaan modalnya pada BuMD penyedia air minum membantu meningkatkan kapasitas BuMD terkait. secara tidak langsung, pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan layanan air minum dan/ wujud komitmen peningkatan kinerja pelayanan publik, PDAM pada beberapa daerah mencoba menerapkan strategi diferensiasi harga produk dipungkiri juga peran DPRD dalam mendukung kebijakan alokasi anggaran dan pengawasan yang memadai bagi keberlangsungan program hibah ini. kepada lapisan masyarakat yang berbeda. strategi ini pada jangka panjang
atau pengelolaan air limbah kepada masyarakat secara lebih baik. sebagai diharapkan dapat menjaga kesinambungan akses sambungan air minum
4.2.4.
keuangan daerah adalah sumber daya manusia yang mengelolanya. untuk mengembangkan kapasitas sumber Daya Manusia (sDM) pengelola keuangan daerah, Pemerintah mengadakan berbagai kegiatan pelatihan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-269
keuangan daerah dengan melibatkan beberapa perguruan tinggi sebagai pusat kegiatan pelatihan (center). Pelatihan tersebut dilakukan baik melalui pelatihan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Keuangan Daerah (lKD) untuk level pengambil keputusan, maupun KKD Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK) dengan fokus
Kursus Keuangan Daerah (KKD) untuk level staf pemerintah daerah, latihan Bagi pemerintah daerah, penyelenggaraan KKD/lKD bermanfaat untuk meningkatkan kualitas aparatur pengelola keuangan daerah, baik pada tingkat pengambil kebijakan maupun pelaksana teknis operasional
pengelolaan keuangan daerah. Perguruan tinggi penyelenggara KKD/lKD sebagai center of excellencies dapat berperan menjadi media untuk terlibat bagi penyelenggara dalam hal updating pengetahuan tentang kebijakan lembaga/pusat studi keuangan daerah di masing-masing center. langsung dan berpartisipasi dalam transfer pengetahuan dan sosialisasi serta ikut mendorong penyempurnaan kebijakan Pemerintah di bidang keuangan negara dan daerah. selain itu, kegiatan KKD/lKD juga bermanfaat
desentralisasi fiskal terkini serta menjadi embrio bagi terbentuknya Dengan kata lain, program KKD/lKD secara khusus didesain untuk mengembangkan kapasitas sDM pemerintah daerah dalam melaksanakan itu, Pemerintah akan tetap melanjutkan dan mengembangkan pelaksanaan kegiatan pelatihan keuangan daerah di masa mendatang. kebijakan desentralisasi fiskal yang berpedoman pada peraturan perundangundangan di bidang keuangan negara dan daerah terkini dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). untuk
IV-270
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
4.2.5.
Kementerian/lembaga melalui ketiga mekanisme tersebut mengacu pada Prioritas Nasional, dimana program dan kegiatan yang disusun berorientasi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Pembangunan Jangka Pusat telah melakukan berbagai upaya pendekatan kebijakan dalam rangka mendorong percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang antara lain sebagai berikut : bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan pengentasan Masyarakat (PNPM) Mandiri. daerah, melalui : a. b. pengawasan pada pengelolaan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan
menerapkan kebijakan Triple Track Strategy sebagaimana tertuang dalam Menengah Nasional (RPJMN), dan dalam penyelenggaraanya, Pemerintah 1) Peningkatan proporsi alokasi pendanaan atas program dan kegiatan yang
2) Melakukan upaya sinergi pusat dan daerah dalam rangka efektifitas dan
perumahan dan faslitas umum serta Program Nasional Pemberdayaan efisiensi penyelenggaraan program dan kegiatan Pemerinta Pusat di
Penguatan peran gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di Pemberitahuan lebih awal kepada Pemerintah Daerah atas indikasi program dan kegiatan yang akan dilimpahkan dan/atau ditugaskan
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
IV-271
c.
3) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan 4) Memperbaiki a. pengelolaan dana urusan bersama pola perencanaan yang memperhatikan
dana dengan menerbitkan beberapa pedoman pengelolaan dana, baik kesejahteraan masyarakat di daerah, melalui : b. Pembantuan
untuk pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan maupun Penggunaan indikator keseimbangan pendanaan di daerah dalam dalam perencanaan lokasi dan anggaran serta penentuan besaran
indikator
Penggunaan Indikator Kemampuan Fiskal dan Kemiskinan Daerah program dan kegiatan urusan Bersama
perencanaan alokasi dan anggaran Dekonsentrasi dan Tugas dana pendamping (cost sharing) daerah dalam penyelenggaraan
5) Memprioritaskan daerah yang tertinggal atau daerah yang berkinerja baik dana Tugas Pembantuan, dan dana urusan bersama.
IV-272
PeningkatanKualitasBelanjaDaerahdanPertumbuhanEkonomiDaerah
BAB V PENUTUP
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-273
V-274
Penutup
BAB V PENUTUP
Desentralisasi fiskal adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh Daerah maupun Nasional. Mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik akan menciptakan berbagai kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan baik yang tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi
di Daerah, sehingga akan berimbas kepada kondisi perekonomian yang lebih fiskal Indonesia adalah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran yang utamanya daerah dititikberatkan pada diskresi (kebebasan) untuk membelanjakan didanai melalui transfer ke Daerah. Esensi otonomi pengelolaan fiskal di sisi pengeluaran yang didanai melalui transfer ke Daerah, local taxing power tetap harus dijaga. Namun demikian, penguatan sumber pendapatan meningkatkan fungsi akuntabilitas fiskal Daerah, karena ada pungutanpungutan yang akan langsung dilakukan oleh Pemerintah Daerah. pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya pendapatan akan menjadi kurang bermakna apabila pola belanjanya masih melakukan pemborosan-
dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing Daerah. Meskipun Daerah tidak dimaksudkan untuk menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Belanja pemerintah yang efisien dan efektif akan menjadi kunci keberhasilan pemborosan dan tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di samping itu, bagi negara yang masih berkembang seperti Indonesia,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
desain desentralisasi fiskal di Indonesia bertumpu pada desentralisasi sebagai pendapatan yang dominan di Daerah. PAD lebih dimaksudkan untuk
V-275
belanja pemerintah mempunyai peranan yang cukup krusial sebagai stimulus pembangunan ekonomi. Perbaikan sistem perencanaan belanja pemerintah diperlukan untuk mendapatkan efek positif yang optimal bagi perekonomian. Harus diakui bahwa sampai saat ini masih terjadi tumpang tindih belanja melalui anggaran kementerian, baik secara langsung ke Daerah maupun mendanai kegiatan-kegiatan yang seharusnya menjadi urusan Daerah yang telah didesentralisasikan. antar unit maupun antar tingkatan. Masih terjadi belanja Pemerintah
melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan, digunakan untuk untuk itulah Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki kualitas desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan ataupun skema pendanaan urusan bersama. satu hal yang pasti diharapkan akan terjadi dalam masa yang akan datang adalah sinkronisasi dan koordinasi antar unit dan antar tingkatan pemerintahan tidak lagi menjadi barang mewah yang sulit untuk terutama dalam program-program dan kegiatannya, haruslah diwujudkan pembagian urusan di antara berbagai tingkatan, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih belanja antar unit dan antar tingkatan. harus menjadi alat atau regulasi untuk menjamin kepastian dan kejelasan hubungan keuangan pusat dan daerah, baik dalam konteks pendanaan
melalui sistem perencanaan nasional yang mendukungnya. sistem tersebut Adanya harmonisasi belanja Pusat dan Daerah demi mencapai pelayanan
publik yang optimal merupakan hal yang krusial. satu hal yang perlu dicermati dalam harmonisasi ini adalah bahwa semua bentuk belanja tersebut harus berangkat dari kejelasan tugas dan kewenangan masing-masing level
V-276 Penutup
ekonomi serta peningkatan kualitas pelayanan publik. upaya penerapan good governance haruslah dijadikan dasar bagi pengeluaran APBD yang menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pendapatan masyarakat. lebih tepat sasaran, sehingga diharapkan belanja daerah dapat memberikan Pada akhirnya, desentralisasi fiskal tidak akan berhenti pada aspek fiskal saja, tetapi justru tujuan besarnya adalah mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ekonomi Daerah yang kuat akan mempermudah proses dan perebutan sumber daya, bukan pada tujuan untuk menyediakan layanan menyejahterakan masyarakat lokal, melalui pertumbuhan problem desentralisasi fiskal akan didominasi oleh permasalahan kekurangan publik yang memadai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan yang cukup tinggi dan kemudian mentransformasikannya dalam bentuk penciptaan lapangan kerja baru dan perbaikan pendapatan masyarakat. mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Inisiatif lokal atau kebijakan ekonomi lokal harus dapat menjadi awal penggerak pertumbuhan ekonomi lokal, yang secara bersama-sama akan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang kemudian dapat
desentralisasi fiskal yang bersih dan sehat, karena sumber daya fiskal mencukupi untuk Daerah dan Pusat. Jika ekonomi Daerah lemah, maka
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-277
V-278
Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank (ADB) TA 3967-INo: local government Provision of Minimum Basic service for the Poor, 2005. Bappenas, (2004), sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta: Bappenas (www.bappenas.go.id). BPKP, Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja, 2005.
Brodjonegoro, Bambang Ps dan Robert A. simanjuntak, (2005), study on Decentralization Framework and Fiscal and Administrative Capacity of local governments in Indonesia, laporan Akhir, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) and Institute for Economics and social Research-Faculty of Economics university of Indonesia (lPEMFEuI), Jakarta: lPEM-FEuI. Building Institutions for good governance (BIgg), Pedoman Acuan Anggaran Kinerja, 20032004. Kementerian Keuangan, (2010), Buku Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2010. Kementerian Keuangan, (2010), Nota Keuangan APBN 2011, Jakarta: Kemenkeu RI (www. depkeu.go.id)
Ikatan sarjana Ekonomi Indonesia (IsEI) Pusat, (2005). sinergi Pembangunan antara Pusat dan Daerah, draft hasil Focus group Discussion (FgD) sinergi Pembangunan antara Pusat dan Daerah, Ikatan sarjana Ekonomi Indonesia (IsEI) Pusat, Jakarta, Juli 2005.
Kuncoro, M., (2004). otonomi Daerah: Reformasi, Perencanaan, strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga. lPEM FEuI dan PsE-KP FEugM. Reformulasi Dana Alokasi umum: laporan Penelitian, 2004.
laporan Panitia Kerja Belanja Daerah dalam Rangka Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Ruu tentang RAPBN TA.2006. Pemerintah Republik Indonesia, (2009), Produk Hukum dan Perundang-undangan, Jakarta: Pemerintah RI (www.indonesia.go.id).
PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah otonom.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-279
PP No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. PP No. 56 Tahun 2001 tentang laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
PP No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan uu No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
PP No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. PP No. 24 Tahun 2005 tentang standar Akuntansi Pemerintahan. PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ lembaga.
PP No. 65 Tahun 2010 tentang sistem Informasi Keuangan Daerah. PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP no. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Kekayaan Negara/ Daerah.
PP No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah luar Negeri PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. PP No. 3 Tahun 2007 tentang laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, laporan Keterangan Pertanggungjawaban Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. PP No.39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan uang Negara/Daerah, PP No.1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
V-280 Penutup
PP No. 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
PP No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah (Official Assessment) atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Self Assessment) PMK No. 04/PMK.07/2011 tentang tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah.
PP No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman luar Negeri dan Penerimaan Hibah PMK No. 53/2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman luar Negeri yang mengatur proses lebih lanjut penerusan Pinjaman luar Negeri Pemerintah kepada pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman. PMK No. 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan Publikasi Informasi obligasi Daerah, diatur lebih lanjut tentang perencanaan, pengajuan usulan dan persetujuan serta pernyataan pendaftaran umum. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 005/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah luar Negeri yang mengatur perencanan dan proses lebih lanjut pengadaan Pinjaman/ Hibah luar Negeri oleh Pemerintah Pusat; Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. PMK No. 171/PMK.06/2007 tentang sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pemerintah Pusat, serta aturan pelaksanaanya
PMK No. 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan sanksi Pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam Kaitannya Dengan Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Pusat. PMK No. 153/PMK.05/2008 Tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari Penerusan Pinjaman luar Negeri, Rekening Dana Investasi, Dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintahan Daerah. PMK No. 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-281
PMK No. 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. PMK No. 197 Tahun 2009 tentang Dasar Pembagian Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Kepada Provinsi Penghasil Cukai dan/atau Provinsi Penghasil Tembakau. PMK No. 174 Tahun 2009 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
PMK No. 223 Tahun 2009 tentang Alokasi dan Pedoman umum Dana Tambahan Penghasilan Bagi guru PNsD Kepada Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2009.
PMK No. 168 Tahun 2009 tentang Pedoman Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan. PMK No. 11/PMK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PMK No. 147/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai subjek BPHTB. PMK No. 148/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai subjek PBB Perdesaan dan Perkotaan. PMK No. 149/PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2011. PMK No. 245/PMK.07/2010 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
PMK No. 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui sanksi Pemotongan Dana Alokasi umum (DAu) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH). PMK No. 66/PMK.07/2011 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam rangka Perencanaan Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2012. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No. 186/PMK.07/2010 dan 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No. 213/PMK.07/2010 dan 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah. sidik, Machfud et.all. Dana Alokasi umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era otonomi Daerah. (Jakarta: Kompas, 2002).
V-282
Penutup
smoke, Paul, Can Desentralization Help Rebuild Indonesia, paper for Conference Expenditure Assignment under Indonesias Emerging Decentralization: A Review of Progress and Issues for the Future, sponsored by the International studies Program, Andrew Young school of Policy studies, georgia state university, Atlanta, May 2002. uu No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. uu No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. uu No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. uu No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. uu No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. uu No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
uu No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
uu No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. uu No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
uu No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai Perubahan Atas undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. World Bank Dutch Trust Fund, strengthening Indonesias Framework for Decentralization, Support to the Ministry of Home Affairs, November 2002.
World Bank Report of Dutch Trust Fund Package 8 on Reformulasi Dana Alokasi umum, 2004.
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-283
V-284
Penutup
Index
akuntabilitas iv, I-3, III-53, III-212, III-215, III-216, III-222, III-238, III-243, IV-262,
belanja daerah v, vi, I-7, I-8, IV-247, IV-250, IV-255, IV-257, IV-264, V-279
IV-272, V-277
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan I-4, III-208, III-211, III-214, IV-253, IVDAu Dana Alokasi umum ix, x, xv, II-14, III-51, III-52, III-69, III-97, III-98, III-99, IIIIII-184, III-212, IV-264, V-284 272
dana bagi hasil sDA viii, I-5, III-25, III-41, III-48, III-54, III-59, III-65, III-67
100, III-103, III-104, III-105, III-109, III-132, III-137, III-138, III-146, III-183,
Hibah
Hibah luar negeri x, xi, xii, xiv, xv, xvi, xvii, I-6, II-14, III-139, III-151, III-152, III-
153, III-155, III-184, III-185, III-186, III-187, III-188, III-189, III-190, III-192,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-285
III-193, III-194, III-195, III-196, III-197, III-198, III-199, III-219, III-220, III-
kriteria khusus
Kriteria teknis III-108, III-126, III-127, IV-265 Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman III-159, III-160, III-185, III-186, III-193, IVIV-267
Naskah Perjanjian Pinjaman luar Negeri III-159, III-160, III-185, III-186, III-193,
obligasi Daerah xi, xv, III-142, III-143, III-147, III-148, III-166, III-167, III-168, IIIIII-179, III-180, III-181, III-182, V-283
169, III-170, III-171, III-172, III-173, III-174, III-175, III-176, III-177, III-178,
Pajak Bumi dan Bangunan viii, III-23, III-55, III-57, III-100 pajak penghasilan III-41
pajak daerah dan retribusi daerah iv, III-21, III-22, III-23, III-25, III-29, III-36, IV-261 233, III-234, III-238, V-284
Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah xii, xiii, III-201, III-226, III-231, IIIIII-139, III-146, III-212, III-238, IV-261, V-277
Penutup
Pendapatan Asli Daerah I-5, II-12, II-14, III-21, III-48, III-98, III-100, III-103, III-109,
V-286
Pinjaman Daerah v, xi, xii, xv, II-14, II-15, III-140, III-141, III-142, III-143, III-144, IIIPinjaman luar Negeri xi, III-143, III-149, III-151, III-152, III-156, III-158, III-159, III185, V-283 III-182, III-183, V-282, V-283, V-284
147, III-148, III-149, III-151, III-152, III-156, III-158, III-161, III-164, III-166,
PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi
V-287
V-288
Penutup
ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Marwanto Harjowiryono, Adriansyah, Drs. Yusrizal Ilyas, MA., Dr. Ahmad Yani, sH, Ak., MM., Berlin
tentang
MA., Dr. Anny Ratnawati, Prof. Bambang P.s. Brodjonegoro, Ph.D. Prof. Heru sE, MM., Rukijo, sE, MM., Jamiat Aries Calfat, sH., Anwar syahdat, sH, ME., sugiyarto, sE,Ak,M.sc., Putut Hari satyaka, sE, MPP., Edison sihombing, sE, Zainatun, SE., Nafi, SE, MM., Imaduddin, SE, MM., Jackwin Simbolon, SE, Ak, MFM., Muhammad Zainuddin, sE, MFM., penyusunan materi, serta masukannya sehingga terselesaikannya buku ini. s.sos, M.sc., Wahyudi sulestyanto, sE., Drs. Masagus Zenaidi, MM., Endang Ah. MuAm, Ak, MM., lily Kuntratih, sH, MPA. atas kontribusinya membantu Iskandar, Radityo Putumayor, Helmy Rukmana, dan Agus Nugroho yang telah
subiyantoro, Ph.D., Drs. Pramudjo, M.soc.sc., Drs. Budi sitepu, MA., Drs.
Panjaitan, sE, MM., Dra. Wendy Julianti, M.soc.sc., ubaidi socheh Hamidi, MT., Drs. Matheus Agus Kristianto, MA., Ria sartika A. sE, MA., Erny Murniasih,
setio Budi, Hesti Budi utomo, Dhani setyawan, Ricka Yunita Prasetya, Ahmad
Tidak lupa disampaikan terima kasih kepada Ichwan setyarno, Kurnia, Agung
pihak yang tidak bisa disebut satu-persatu. Kepada semuanya sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas kerja kerasnya.
V-290
Penutup