Professional Documents
Culture Documents
1
]
1
n
u
n
u
u u p
X X S X X n b
1 1 '
3
'
1 2
, 1
1
( ) ( ) ( ) ( )
1
]
1
n
u
u u p
X X S X X n b
1
2
1
, 2
1
Hipotesa yang digunakan adalah:
H
0
: peubah ganda mengikuti sebaran normal
H
1
: peubah ganda tidak mengikuti sebaran normal
Bila:
nb
1,p
/6
2
6 / ) 2 )( 1 ( + + p p p
, dan
[b
2,p
p(p + 2)] /
n p p / ) 2 ( 8 +
Z
,
_
n
j
p
2 1
2
dimana: j =
urutan = 1, 2, ..., n dan p = banyaknya peubah. Bila hasil plot dapat didekati
dengan garis lurus, maka dapat disimpulkan bahwa peubah ganda menyebar
normal.
Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), berdasar teori Wahl dan
Kronmal (1977), dikatakan bahwa seringkali kenormalan ganda sulit
diperoleh terutama bila sampel yang diambil relatif kecil. Bila hal ini terjadi,
uji vektor nilai rataan tetap bisa dilakukan selama asumsi kedua (kesamaan
ragam-peragam) dipenuhi.
3.2.4.2 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam
Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam () antar kelompok
digunakan hipotesa:
H
0
:
0
=
1
=
2
= ....
k
= .
H
1
: Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.
Statistik uji yang digunakan adalah statistik Boxs M, yaitu:
-2ln
*
=
( ) ( )
j
k
j
j
S n k n W k n ln 1 ) ( ln
1
*
=
2 / ) (
1
2 / ) 1 (
) /(
k n
k
j
n
j
k n W
S
j
dimana:
k = banyaknya kelompok.
W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan.
S
j
= matrik ragam-peragam kelompok ke-j.
Bila hipotesa nol (H
0
) benar, maka (-2ln
*
) / b akan mengikuti sebaran
F dengan derajat bebas v
1
dan v
2
pada taraf signifikansi , dimana:
v
1
= (1/2)(k 1)p(p + 1)
v
2
= (v
1
+ 2) / (a
2
a
1
2
)
b = v
1
/ (1 a
1
- v
1
/ v
2
)
a
1
=
1
1
]
1
+
+
k
j j
k n n p k
p p
1
3
) (
1
) 1 (
1
) 1 )( 1 ( 6
1 3 2
a
2
=
1
1
]
1
+
+
k
j
j
k n n k
p p
1
2 2
) (
1
) 1 (
1
) 1 ( 6
) 2 )( 1 (
p = jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan.
Sehingga apabila (-2ln
*
) / b Fv
1
,v
2
, maka tidak ada alasan untuk
menolak H
0
dan dapat disimpulkan bahwa antar kelompok mempunyai
matrik ragam-peragam yang sama dan sebaliknya bila (-2ln
*
) / b > Fv
1
,v
2
,
maka H
0
ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok tidak mempunyai
matrik ragamperagam yang sama.
3.2.4.3 Uji Vektor Nilai Rataan
Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dilakukan
dengan hipotesa:
H
0
:
0
=
1
=
2
= ...=
k
H
1
: Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah
statistik V-Bartlett yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (
2
)
dengan derajat bebas p(k - 1), apabila H
0
benar.
Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:
[ ] ) ln( 2 ) ( ) 1 ( + k p n V
dimana:
n = banyaknya pengamatan
p = banyaknya peubah dalam fungsi diskriminan
k = banyaknya kelompok
+
B W
W
Wilks lambda
dalam hal ini:
W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok
=
k
i
n
j
i ij i ij
i
X X X X
1 1
)' )( (
B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok.
=
k
i
i i i
X X X X n
1
)' )( (
X
ij
= pengamatan ke-j kelompok ke-i
i
X
= vektor rataan kelompok ke-i
n
i
= jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,
X = vektor rataan total
Apabila V
2
) 1 ( ), 1 (
k p maka H
0
ditolak.
Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka
fungsi diskriminan layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok
serta berguna untuk mengelompokkan suatu obyek ke salah satu kelompok
tersebut.
Penentuan peubah bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan
dengan prosedur stepwise
Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), apabila dalam suatu
penelitian menggunakan banyak peubah maka untuk efisiensi dalam
menentukan peubah mana yang berperan dalam pembentukan fungsi
diskriminan dilakukan melalui analisis diskriminan bertatar (stepwise
disciminant). Prosedur ini digunakan untuk menghilangkan informasi dari
peubah bebas yang kurang berguna dalam membentuk fungsi diskriminan.
Prosedur diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah bebas yang
paling berarti.
Kriteria untuk melihat variabel yang paling berarti (peubah yang dapat
diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yaitu:
1. Peubah yang memiliki nilai F terbesar.
2. Peubah yang memiliki nilai Wilks Lambda terkecil.
Peubah yang sudah terpilih bisa dikeluarkan dari fungsi diskriminan
jika informasi yang dikandung tentang perbedaan kelompok ada di beberapa
kombinasi peubah-peubah terpilih lainnya.
Pembentukan Fungsi Diskriminan
Analisis Diskriminan merupakan teknik statistik yang menggunakan
peubah tak bebas Y berupa peubah kategorik dan peubah bebasnya adalah
interval atau rasio. Fungsi diskriminan merupakan fungsi atau kombinasi
linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam
pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai
yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok
(Dillon dalam Solikhah, 2003)
Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk secara umum tergantung
dari min(p,k-1), dengan p adalah banyaknya peubah pembeda dan k adalah
banyaknya kelompok yang telah ditetapkan. Fungsi diskriminan ini diartikan
sebagai keragaman peubah yang terpilih sebagai kekuatan pembeda. Apabila
fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari 1, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan
pembeda yang paling besar, demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya.
Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa
persamaan linier (Fishers Sample Linear Discriminant Function) yaitu:
p p j j
x x x x y
1 1 2 12 1 11 1
+ + + + +
p p j j
x x x x y
2 2 2 22 1 21 2
+ + + + +
p p j j
x x x x y
3 3 2 32 1 31 3
+ + + + +
.
p ip j ij i i i
x x x x y
2 2 1 1
+ + + + +
p qp j qj q q q
x x x x y
2 2 1 1
+ + + + +
dengan i=1,2,,q (min p,k-1)
j=1,2,,p
atau dapat ditulis sebagai
x y '
dimana:
= koefisien vektor
y = skor diskriminan
Nilai
k
i
i
k
i
ic
n
n
dimana : n
i
= jumlah observasi dari
i
yang tepat dikelompokkan pada
i
n
ij
= jumlah observasi dari
i
yang salah dikelompokkan pada
ij
dengan i =1,2,,k dan j =1,2,,k
Dalam prakteknya, hasil dari hit ratio ini sering dibandingkan dengan suatu
standar persentase tertentu. Ada 2 (dua) standar persentase yang sering
digunakan yaitu kriteria peluang proporsional (the proportional chance
criterion) dan kriteria peluang maksimum (the maximum chance criterion).
Kriteria peluang proporsional digunakan jika ukuran masing-masing
kelompok tidak sama dan peneliti ingin mengidentifikasi dengan tepat tiap-
tiap observasi dari 2 (dua) kelompok atau lebih. Rumus yang digunakan
untuk kriteria peluang proporsional ini adalah:
C
proporsional
=
k
i
i
p
1
2
dimana:
C
proporsional
= kriteria peluang proporsional dari model peluang.
p = proporsi jumlah observasi dari kelompok.
Kriteria peluang maksimum ditentukan dengan menghitung persentase total
observasi yang ditunjukkan oleh persentase terbesar dari dua kelompok atau
lebih.
Hair et. Al dalam Solikhah (2003) menyarankan bahwa persentase
ketepatan pengklasifikasian yang diperoleh melalui analisis diskriminan
paling tidak 25 persen lebih besar dari persentase yang diperoleh melalui
model peluang.