You are on page 1of 45

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Pajak Penghasilan pada Wajib Badan di Indonesia

PROPOSAL
Proposal ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Dosen Pengampu: Anis Chariri, S.E., M.Com., Ph.D., Akt.

disusun oleh: Mona Ajeng Puspaningrum C2C009147

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011

JURNAL Judul : Income Tax Liabilty for Large Corporation in China : 1998 - 2007 :Author : Tao Zeng (School of Business and Economics, Wilfrid Laurier
University,Waterloo, Canada)

Tahun Sumber
Volume

: 2010
: www.emeraldinsight.com/1321-7348.htm : Asian Review of Accounting Vol. 18 No. 3, 2010 pp. 180-196

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun anggaran 2005 sampai dengan tahun anggaran 2011 dimana proporsi penerimaan yang berasal dari sektor pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang paling besar terhadap seluruh pendapatan negara yaitu dijelaskan pada tabel sebagai berikut : Tabel 1.1 Proporsi Penerimaan Pajak, 2005-2011 (dalam miliar rupiah) Tahun Penerimaan Perpajakan Penerimaan Negara Bukan Pajak 146.888,5 226.950,2 215.119,7 320.604,6 258.496,0 247.176,4 94.440,7 Total Proporsi Penerimaan Pajak 78,88 % 64,32 % 69,53 % 67,26 % 73,70 % 75,04 % 77,56 %

2005 347.031,1 2006 409.203,0 2007 490.988,6 2008 658.700,8 2009 725.843,0 2010 743.325,9 2011* 326.573,3 Sumber: www.fiskal.depkeu.go.id
* APBN tahun 2011 Semester Pertama

439.919,6 636.153,2 706.108,3 979.305,4 984.786,5 990.502,3 421.014

Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah Departemen Keuangan yang berfungsi sebagi pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan
3

penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih modern serta memaksimalkan kesadaran pajak kepada subjek pajak melalui gerakan Sensus Pajak Nasional (SPN) 2011. Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan (Resmi, 2009). Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, subjek pajak dikelompokkan sebagai berikut : 1. 2. Subjek Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak 3. 4. Subjek Pajak Badan Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Pajak bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial sehingga menuntut adanya perbaikan baik secara sistemik maupun operasional. Perbaikan sistem perpajakan berupa penyempurnaan kebijakan dan sistem administrasi perpajakan diharapkan dapat mengoptimalkan potensi perpajakan yang tersedia dengan menjunjung asas keadilan sosial. Salah satu upaya perbaikan sistem perpajakan di Indonesia adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini disahkan pada tanggal 23 September 2008 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Terdapat lima perubahan penting dalam peraturan pajak penghasilan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang diantaranya: 1. 2. Perubahan penghasilan tidak kena pajak. Insentif bagi sumbangan wajib keagamaan.
4

3. 4.

Insentif bagi perusahaan terbuka dibursa efek. Insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah berupa potongan tarif hingga 50%.

5.

Beberapa poin penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dapat menjadi objek pajak.

Pengesahan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentunya akan menentukan kembali faktor faktor yang mempengaruhi kewajiban pajak penghasilan baik Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun Wajib Pajak Badan (WP Badan). Pengesahan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 berpengaruh pada kewajiban pajak penghasilan pada Wajib Pajak Badan. Disebutkan pada Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2a), bahwa tarif tertinggi Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT tersebut di atas dapat diturunkan menjadi serendah-rendahnya 25% (berlaku mulai 1 Januari 2010), dari yang sebelumnya menggunakan tarif pajak progresif - progresif. Unsur wajib dari pajak penghasilan Wajib Pajak Badan di Indonesia adalah peredaran bruto dan penghasilan kena pajak. Dimana peredaran bruto yang nantinya akan mempengaruhi pajak penghasilan yang terutang. Peraturan tersebut didasarkan pada Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983) Tentang Pajak Penghasilan terdapat Pasal 31E ayat (1) yang mengatur bahwa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri (WP Badan DN) dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif

sebagaimana dalam Pasal 17 ayat (1b) dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000. Fasilitas pengurangan tarif tersebut berlaku pada saat WP Badan DN menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan (self assessment) tanpa perlu penyampaian permohonan untuk dapat memperoleh faslitas tersebut.
5

Gupta dan Newberry (1997) menyatakan bahwa jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan tidak hanya dipengaruhi oleh unsur yang membentuknya secara langsung, namun juga unsur lain yang melingkupinya diluar. Struktur lain pada pajak penghasilan untuk Wajib Pajak Badan berbeda antara Negara maju dan Negara berkembang seperti (Plesko, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Bahl dan Bird (2008), mendukung pernyataan tersebut bahwa aturan perpajakan dan administrasi perpajakan pada Negara berkembang berbeda dari Negara maju sehingga unsur lain yang mempengaruhi jumlah pajak penghasilan antara negara maju dan negara berkembang berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada tarif pajak dan struktur pajak. Zeng (2010) dalam penelitiannya menyatakan struktur yang melingkupi pajak penghasilan Wajib Pajak Badan di Negara maju seperti China adalah jenis industri perusahaan, letak geografis kator pusat perusahaan dan struktur modal perusahaan berupa struktur kepemilikan saham. Namun, belum ada penelitian tentang struktur yang melingkupi penghasilan Wajib Pajak Badan di Negara berkembang. Hal ini yang mendorong peneliti dalam mereplikasi dan melakukan penelitian kembali terhadap penelitian yang dilakukan oleh Zeng (2010) tentang pajak penghasilan pada perusahaan di Negara maju. Penelitian ini juga dimotivasi oleh peningkatan proporsi pendapatan pajak terhadap pendapatan negara dari tahun ke tahun dan juga penelitian yang dilakukan oleh Dyreng, et al., (2007) yang mengukur kewajiban pajak efektif Wajib Pajak Badan selama 10 tahun. Namun, pada penelitian yang sebelumnya tidak menjadikan perubahan peraturan pajak pada masing masing Negara sebagai faktor yang membedakan jumah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan pada setiap tahun pengungkapan. Banyak literatur ekonomi, keuangan dan akuntansi yang mengungkapkan bahwa perubahan peraturan perpajakan pada

setiap Negara mempengaruhi perbedaan kewajiban pajak penghasilan bagi wajib pajak (Feldstein dan Summers, 1979; Fullerton, 1984, 1986; Gordon, et al., 2002). Letak geografis kantor pusat perusahaan perusahaan di Indonesia yang go public, tidak memenuhi kriteria sebagai variabel independen, dikarenakan tidak ada kantor pusat perusahaan go public tersebut yang berada pada wilayah free tax area di Indonesia , yaitu Batam, Karimun Jawa, Bitan dan Sabang dikarenakan ke empat wilayah tersebut merupakan wilayah perdagangan bebas (PP Nomor 2 tahun 2009 dan PMK 240/2009). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian ulang terhadap penelitian yang sudah ada, namun diterapkan pada wilayah yang berbeda dengan penelitian yang sudah ada, serta penyertaan variabel sesuai dengan wilayah penelitian yaitu Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Perbedaan faktor yang membentuk jumlah pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Badan di Negara maju dan Negara berkembang, membuat peneliti berminat untuk menganalisis faktor faktor yang membentuk pajak penghasilan Wajib Pajak Badan di Indonesia. Terutama setelah diterbitkannya Undang undang Nomor 36 Tahun 2008 (Nomor 17 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985)) secara langsung mempengaruhi perbedaan jumlah pajak penghasilan yang harus dibentuk oleh Wajib Pajak sebelum dan sesudah berlakunya Undang Undang tersebut. Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah jenis industri perusahaan dari Wajib Pajak Badan di Indonesia mempengaruhi jumlah pajak penghasilan ?

2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan ? 3. Apakah struktur kepemilikan saham berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan ? 4. Apakah perubahan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 menjadi Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 mempengaruhi perbedaan jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan di Indonesia secara signifikan ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan guna menjawab beberapa pertanyaan penelitian (research question) dalam rumusan masalah yang dijabarkan. Beberapa tujuan yang terkait dengan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menguji pengaruh jenis industri perusahaan terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan. 2. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan. 3. Menguji pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap jumlah pajak

penghasilan. 4. Mendapatkan bukti tentang perbedaan jumlah pajak penghasilan setelah

perubahan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 menjadi Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 bagi Wajib Pajak Badan di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa manfaat sebagai berikut :

1. Bagi

Pemerintah,

diharapkan

dari

penelitian

ini

pemerintah

mampu

memaksimalkan pajak penghasilan, terutama bagi Wajib Pajak Badan untuk mendapatkan manfaat maksimal sebagai kontribusi pendapatan Negara. 2. Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru tentang faktor faktor yang mempengaruhi Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan di Indonesia. 3. Bagi Direktorat Jendral Pajak, penelitian ini setidaknya membantu direktorat jendral pajak dalam melakukan reformasi perpajakan dan mendukung Sensus Pajak Nasional (SPN). 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab Tinjauan Pustaka berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran teoritis, dan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian berisi tentang variabel penelitian dan definisi operasional variable penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, serta metode analisis data. jenis dan sumber data, metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perpajakan Indonesia dan Dasar Hukumnya Pajak adalah suatu jenis pungutan yang dilakukan oleh Negara atas perintah UndangUndang, mutlak diperlukan untuk mempertahankan eksistensi suatu Negara. Hal ini sangat bisa dipahami karena tanpa dana yang memadai mustahil Negara akan dapat menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan pembangunan disegala bidang bahkan sangat mustahil suatu Negara dapat mempertahankan eksistensinya sebagai suatu Negara. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dikenal suatu pungutan yang disebut pajak dengan istilah yang bermacam-macam, seperti pada zaman kerajaan-kerajaan yang pernah ada di bumi nusantara dikenal suatu pungutan oleh raja-raja dengan istilah upeti. Dalam perkembangannya setelah bangsa Indonesia dijajah oleh kolonial Belanda mulai dikenal pungutan pajak dengan istilah seperti pajak tanah, pajak hasil bumi, pajak perseroan, pajak pendapatan dan lain-lain. Berbagai pendapat para ahli memberikan definisi tentang pajak, yaitu : 1. Musgrave (1993:226) Pajak ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar. Pinjaman merupakan suatu penarikan yang dilakukan sebagai 19 pengganti janji pemerintah untuk membayar kembali dimasa mendatang serta untuk membayar bunga selama periode pinjaman. Pajak merupakan suatu kewajiban sementara pinjaman lebih bersifat bersukarela. 2. Anderson, W.H. (2006:7)
10

Tax is compulsory contribution, levied by the state (in the broad sense) upon persons property income and privileges for purposes of defraying the expenses of government. (Pajak adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada Negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah). 3. R.R.A. Seligman (Ibid:8) A tax is compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all without reference to specialbenefits conferred. (Pajak adalah suatu pungutan yang bersifat paksaan dari orang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bertalian dengan masyarakat umum tanpa dapat ditunjuk adanya keuntungan-keuntungan khusus sebagai imbalannya)3. 4. Prof. DR. PJA. Adriani (1991:2) Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan4. 5. Pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yaitu dalam pasal 1 butir 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan

11

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian tentang pajak yang telah dirumuskan oleh undang-undang tersebut, ada beberapa unsur yang harus terpenuhi bahwa suatu pungutan itu disebut pajak yaitu : 1. Kontribusi Wajib Kepada Negara Artinya bahwa pajak merupakan sumbangsih kepada negara yang bersifat wajib, sehingga karena sifatnya yang wajib tersebut maka apabila ada Wajib Pajak yang tidak membayar pajak sebagaimana mestinya, terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan akan dikenakan sanksi hukum baik itu sanksi administrasi maupun sanksi pidana. 2. Terutang Oleh Orang Pribadi Atau Badan Artinya bahwa pajak itu terutang oleh orang pribadi atau badan yang wajib membayarnya yang disebut dengan Wajib Pajak. Wajib Pajak dimaksud meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Bersifat Memaksa Artinya bahwa setiap Wajib Pajak yang meliputi orang pribadi atau badan yang tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan, pelaksanaannya dapat dipaksakan secara hukum. Apabila setelah diterbitkan surat ketetapan pajak maupun Surat Tagihan Pajak Wajib Pajak setelah tanggal jatuh tempo yang ditentukan tidak bersedia untuk membayar pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dalam surat ketetapan pajak maupun Surat Tagihan Pajak tersebut maka terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan tindakan penagihan mulai dengan dikeluarkannya Surat Teguran, penyampaian Surat Paksa, penyitaan barang12

barang milik penanggung pajak, sampai dengan pelelangan. Bahkan bila dimungkinkan terhadap Wajib Pajak yang tidak mau membayar atau melunasi pajaknya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku dapat dilakukan tindakan penyanderaan badan. 4. Berdasarkan Undang-Undang Artinya bahwa pemungutan pajak itu harus selalu didasarkan pada undangundang, sehingga tidak ada pajak tanpa undang-undang. Hal ini juga dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 23A Undang Undang Dasar 1945 amandemen ketiga yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu jika pemungutan pajak sudah didasarkan pada undang-undang yang mengaturnya maka sesungguhnya rakyat sudah setuju untuk dipungut pajaknya. Dengan adanya pajak yang dipungut berdasarkan undang-undang, berarti pemungutan pajak dapat dipaksakan. 5. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung Artinya bahwa bagi pembayar pajak setelah mereka membayar pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan tidak mendapatkan imbalan atau balas jasa secara langsung. Akan tetapi imbalan atau balas jasa akan diperoleh si pembayar pajak secara tidak langsung dengan tersedianya layanan publik (public service) maupun barang-barang publik (goods service), bahkan yang bukan ikut membayar pajak akan turut serta menikmati layanan publik yang dibiayai dari pendapatan pajak. 6. Digunakan Rakyat. Artinya bahwa uang pajak yang telah terkumpul akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dalam rangka memberikan pelayanan publik, sehingga pada
13

Untuk

Keperluan

Negara

Bagi

Sebesar-Besarnya Kemakmuran

akhirnya uang pajak yang telah terkumpul itu akan dikembalikan manfaatnya untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia sebagai hukum pajak materiil antara lain : 1. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan 2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM) 3. Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan 4. Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan. Sedangkan untuk hukum pajak formilnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2.1.2 Wajib Pajak Badan Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka otomatis perusahaan itu ditetapkan sebagai Wajib Pajak Badan (WP Badan) dan mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia. Satu asas penting yang dianut Undang undang perpajakan

14

Indonesia adalah self assestment, di mana setiap WP Badan diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung sendiri pajak-pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau dalam suatu tahun pajak, kemudian menyetor dan melaporkannya kepada instansi pajak yang berwenang. Apabila WP Badan melalaikan kewajiban tersebut, akan timbul sanksi-sanksi yang dikenakan secara berjenjang, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan. Secara umum ada tiga kelompok kewajiban pajak yang wajib dilaksanakan oleh setiap WP Badan , yaitu: 1. Kewajiban pajak sendiri (PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29) 2. Kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan orang lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 22, PPh Pasal 26, dan PPh Final) 3. Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kewajiban Wajib Pajak Badan umumnya meliputi seluruh jenis pajak, baik atas pajak sendiri, pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan pihak lain, maupun pemungutan PPN dan atau PPnBM (jika ada), tergantung dari bentuk badan, jenis usaha yang dilakukan, serta status Wajib Pajak yang bersangkutan. Sanksi Perpajakan yang terkait dengan Pelaporan dan Penyetoran Pajak: 1. Denda Administrasi (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007) SPT tidak disampaikan atau disampaikan melebihi batas waktu: i) Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ii) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya
15

iii) Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 2. Bunga (Pasal 9 (2a) dan (2b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007) Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan Pajak Penghasilan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan dikenakan Sanksi Administrasi berupa Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 3. Kenaikan (Pasal 13 ayat 3 dan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007) i) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar. ii) Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang pertama kali, wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui SKPKB. Sanksi Pidana: i. Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
16

dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 UndangUndang 28 Tahun 2007). ii. Karena sengaja, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 Undang-Undang 28 Tahun 2007) 2.1.3 Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Unsur dasar pajak penghasilan pada WP badan adalah penghasilan kena pajak dan penghasilan bruto (Pasal 31E Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008). Jenis-jenis pajak yang menjadi penghasilan kena pajak pada Wajib Pajak Badan adalah:

17

1. PPh Pasal 21/Pasal 26 Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh. Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty. Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi : a) SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 pada setiap Masa Pajak Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oleh Wajib Pajak Badan, yang terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka untuk PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. b) SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada suatu tahun pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi berstatus WP luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak sebenarnya merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya timbul kurang

18

bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh Pasal 21 yang terutang). 2. PPh Pasal 23 Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh. 3. PPh Pasal 26 Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan serta pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh. Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya; Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26. Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26. 4. PPh Final Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah. Misalnya, PPh Final
19

atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Final yang terutang atas sewa kantor tersebut. 5. PPh Pasal 25 Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya. 6. PPh Pasal 29 Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain. 7. PPN Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai ketentuan UU yang berlaku. Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP , WP Badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UU KUP, pembukuan dilakukan sekurang-kurangnya untuk memperoleh informasi mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang

20

2.2

Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis unsur yang melingkupi pajak

penghasilan Wajib Pajak Badan selain unsur didalamnya antara lain : 1. Bahl dan Bird (2008) Penelitian yang dilakukan adalah menganalisis unsur lain yang berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan di negara berkembang dan negara maju. Dalam penelitian yang dilakukan keduanya menghasilkan sebuah hasil penelitian bahwa jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan tidak hanya berdasarkan pada unsur unsur yang membentuk pajak penghasilan tersebut namun juga dipengaruhi oleh unsur lain yang melingkupinya, yaitu jenis industri perusahaan, aturan perpajakan, dan administratif perpajakan. 2. Zimmerman (1983), Porcano (1986) , Gupta dan Newberry (1997), Kim dan Limpaphayom (1998), dan Dyreng, et al., (2007) Penelitian yang dilakukan oleh mereka adalah meneliti hubungan antara ukuran perusahaan terhadap jumlah pajak penghasilan terutang. Namun, hasil penelitian mereka tidak sama semua, yaitu Zimmerman (1983) dan Kim dan Limpaphayom (1998) menyajikan hasil positif terhadap penelitian mereka, Dyreng et al. (2007) dan Porcano (1986) menyajikan hasil negatif dan Gupta dan Newberry menyajikan bahwa tidak ada hubungan antara ukuan perusahaan dengan jumlah pajak penghasilan. 3. Shevlin (2001) Melakukan penelitian tentang faktor kontrol organisasi perusahaan terhadap jumlah pajak penghasilan Wajib Pajak Badan. Dimana variabel independen yang digunakan adalah struktur kepemilikan modal dan bentuk perusahaan. Dan hasil penelitiannya menyatakan
21

adanya hubungan positif antara variabel indpenden tersebut terhadap jumlah pajak penghasilan. 4. Adhikari (2006) Penelitian yang dilakukan mendasari penelitian Dyreng et al. (2007) selanjutnya, menghasilkan sebuah hasil penelitian bahwa tidak semua perusahaan yang membayar pajak penghasilan yang rendah disebabkan oleh unsur pembentuk yang rendah misalnya pendapatan perusahaan tersebut, namun juga dipengaruhi oleh unsur lain yang melingkupinya yaitu struktur modal, jenis industri perusahaan, dan ukuran perusahaan. 5. Dyreng, et al., (2007 Penelitian yang dilakukannya adalah hubungan antara tarif pajak efektif selama 10 tahun terhadap struktur modal, jenis industri dan ukuran perusahaan (terangkum dalam variable karateristik perusahaan). Penelitian tersebut berdasarkan penelitian Adhikari (2006). Dalam penelitian ini alat uji hipotesis yang digunakan adalah Univariat. Hasil yang ditampilkan adalah bahwa hubungan antara ukuran perusahaan dengan jumlah pajak penghasilan adalah negativ, namun jenis industri dan struktur modal memiliki hubungan positif. 6. Suhendi (2008) Menyatakan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak hotel dan restoran selain pajak terutang yang terbentuk. 7. Zeng (2010) Berdasarkan penelitian Adhikari (2006) dan Dyreng et al. (2007), melakukan penelitian di China sebagai negara industri, tentang pajak penghasilan di perusahaan besar

22

menyatakan bahwa letak geografis turut berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan pada perusahaan besar di china.

2.3

Kerangka Pemikiran Teoritis Tarif PPh Badan pada UU Nomor 7 Tahun 1983 (sebelum Tahun 2009)

Tarif PPh Badan pada UU Nomor 36 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

TERDAPAT PERBEDAAN JENIS INDUSTRI PERUSAHAAN STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN di INDONESIA

UKURAN PERUSAHAAN

2.4

Hipotesis

2.4.1 Jenis Industri Perusahaaan Tarif pajak yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia berbeda untuk setiap masing masing industri, beberapa peraturan perpajakan untuk industri di Indonesia yaitu :

23

a) PPh Pasal 22 atas Industri dan ekportir sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan Hasil Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan (Keputusan Dirjen Pajak : KEP - 523/PJ./2001, KEP - 25/PJ/2003 Badan usaha industri dan ekportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk industri dan ekspor dari pedagang pengumpul sebesar 0,5% (setengah persen) dari harga pembelian sebelum PPn. b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tanggal 15 Agustus 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan PPh. Dalam Pasal 2 dari PMK 130 tersebut dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas tersebut dapat memperoleh fasilitas bebas PPh Badan selama maksimal 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang dengan PPh Badan sebesar 50 persen hingga 2 (dua) tahun kemudian. Merupakan Industri Pionir yang mencakup contohnya industri logam dasar; industri pengilangan minyak bumi, industri permesinan, industri di bidang sumberdaya terbarukan,industri peralatan komunikasi. c) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 31D Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. d) Peraturan Dirjen Pajak No.PER-46/PJ./2010 tanggal 20 Oktober 2010 Impor atau penyerahan kapal yang dilakukan oleh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Niaga Nasional) untuk kegiatan usahanya dapat dibebaskan dari pengenaan PPN.
24

e) Peraturan Dirjen Pajak No.PER-57/PJ/2010 Tata cara dan prosedur pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Jenis jenis pajak yang ditetapkan kepada WP Badan tidak semuanya menjadi unsur pembentuk pajak penghasilan terutang. hal tersebut dikarenakan perbedaan transaksi atau kegiatan yang dilakukan oleh masing masing perusahaan tersebut. Zeng (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan dengan jenis industri pertanian, perikanan dan kehutanan, dan teknologi informasi membayar pajak lebih rendah dari tarif pajak yang sebenarnya dikarenakan aturan pemerintah yang menerapkan proteksi terhadap industri industri tersebut. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Dyreng, et al., (2007) menyatakan bahwa hubungan antara jenis perusahaan terhadap jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Untuk menguji pernyataan tersebut maka dibuat hipotesis : H1 : Terdapat Pengaruh Negatif Antara Jenis Industri perusahaan Dengan Pajak Penghasilan

2.4.2 Ukuran perusahaan Wajib Pajak Badan Dasar pengenaan pajak bagi industri di Indonesia menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah jumlah penghasilan bruto yang dihasilkan oleh perusahaan, penghasilan bruto yang dapat dilihat berdasarkan ukuran perusahaan tersebut. Zimmerman (1983) menyajikan penelitian untuk menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dengan jumlah pajak penghasilan perusahaan, hasil penelitian tersebut
25

menyatakan bahwa jumlah pajak penghasilan memiliki hubungan positif dengan ukuran perusahaan, hal tersebut konsistensi dengan argumen nilai politik. Kim dan Limpaphayom (1998) menyatakan di negara maju, perusahaan berukuran besar akan membayar pajak penghasilan lebih rendah dari tarif pajak yang ada Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh Porcano (1986) dan Dyreng et al. (2007) menemukan hubungan negatif antara jumlah pajak penghasilan dengan ukuran perusahaan. Bahkan Gupta dan Newberry (1997) pada hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara ukuran perusahaan dengan jumlah pajak penghasilan terutang. Berdasarkan penelitian Dyreng et al. (2007) dan penelitian lainnya, leverage, profitability dan intensitas modal merupakan dasar pengukuran ukuran perusahaan. Untuk melakukan pengujian ulang terhadap hasil penelitian sebelumnya maka dibuat hipotesis : H2 : Pengaruh Positif Ukuran Perusahaan Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 2.4.3 Struktur kepemilikan saham dan pajak penghasilan Wajib Pajak Badan Salah satu syarat yang ditetapkan oleh Bappepam LK untuk perusahaan go public di Indonesia adalah memiliki saham yang beredar di masyarakat. Pada Peraturan pemerintah nomor 81 Tahun 2007 memberikan insentif pajak 5% bagi perusahaan dengan kepemilikan saham yang beredar di masyarakat lebih dari 40%. Hubungan antara struktur kepemilikan dan jumlah pajak penghasilan tidak memiliki kemampuan untuk dijelaskan pada negara berkembang (Adhikari, 2006). Pernyataan tersebut bertentangan dengan penelitian yang menyatakan diversifikasi struktur kepemilikan modal memiliki efek pada pajak penghasilan (Cao dan Dou, 2007). Di sisi lain, reputasi manajemen yang baik akan membuat perusahaan mempayar pajak berlebih dari tarif pajak semestinya (Cao, 2006). Maka dibuat hipotesis :
26

H3 : Pengaruh positif struktur modal perusahaan terhadap pajak penghasilan Wajib Pajak Badan 2.4.4 Perubahan Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 menjadi Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin meningkat,

mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Karena perubahan Undang Undang tersebut maka pajak penghasilan sebelum dan setalah perubahan Undang Undang tersebut mengalami perbedaan. Penelitian yang dilakukan oleh Feldstein dan Summers (1979), Fullerton (1986) dan Gordon, et al., (2002) menyatakan bahwa perbedaan peraturan perpajakan di masing masing negara mempengaruhi jumlah penghasilan wajib pajak badan. Dari pernyataan tersebut, dibuat hipotesis : H4 : Terdapat Perbedaan positif antara pajak penghasilan Wajib Pajak Badan saat diterapkannya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan pajak penghasilan Wajib Pajak Badan saat diterapkannya Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008

27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Variabel penelitian dan definisi operasional variabel Variabel penelitian adalah karateristik yang nilai datanya bervariasi dari satu

pengukuran ke pengukuran berikut. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, variable yang diteliti dalam penelitian ini diklasifikasikan dependen . 3.1.1 Variabel Independen Variabel independen (bebas) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Jenis Industri Perusahaan Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 Pasal 1 Huruf (b) disebutkan, bahwa perusahaan adalah bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap dan terusmenerus dan dirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Pada Indonesia Stock Exchange, terdapat 9 klasifikasi umum industri dengan 99 klasifikasi khusus industri yang melingkupi 425 perusahaan go public di Indonesia. 9 klasifikasi umum jenis industri di Indonesia yaitu : menjadi variable independen dan variable

28

a) Industri Pertanian Merupakan industri yang mengolah sumber daya alam berupa tumbuhan dan sejenisnya, yang diolah kembali menjadi barang setengah jadi, barang jadi atau masih barang mentah. b) Industri Pertambangan Merupakan industri yang mengolah sumber daya alam berupa mineral, tambang dan unsur alam lain yang sebagian besar berada di perut bumi, dimana diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. c) Industri Dasar dan Kimia Merupakan indusrtri yang mengolah bahan dasar dan bahan kimia lainnya menjadi barang jadi yang siap dikonsumsi masyarakat maupun digunakan kembali untuk bahan baku industri lainnya. d) Industri Campuran Merupakan jenis industri kompleks yang tediri dari industri mesin dan otomotif, textil dan garment, sepatu dan ektronik serta peralatan pendukungnya. Industri yang digolongkan industri campuran umumnya adalah industri pengolahan kembalai bahan setengah jadi. e) Industri Barang Konsumsi Publik Merupakan jenis industri yang menyediakan barang konsumsi masyarakat pada umumnya seperti makanan dan minuman, manufaktur kosmetik dan perlengkapan rumah tangga.

29

f) Industri Properti, Perumahan dan Konstruksi Gedung Merupakan jenis industri yang menyediakan jasa konstruksi pembangunan rumah maupun gedung. Industri ini tidak menyediakan barang siap konsumsi namun jasa siap pakai. g) Industri Infrastruktur, Peralatan dan Transportasi Merupakan jenis industri pendukung roda kehidupan di masyarakat berupa penyediaan peralatan transportasi dan infrastrukut, industri ini juga merupakan industri jasa siap pakai. h) Industri Keuangan Merupakan jenis industri jasa yang menyokong roda perekonomian secara langsung dan berfungsi sebagai system regulai keuangan Indonesia dibawah Bank Indonesia secara langsung maupun tidak langsung. i) Industri Perdagangan, Jasa dan Investasi Merupakan jenis industri jasa yang membantu industri keuangan namun beda wilayah, yaitu pada industri ini penggunaan unsur derivative sangan kental. Dalam penelitian Zeng (2010) jenis industri perusahaan dianggap variable dummy, namun disinilah kelemahan dari penelitian tersebut, penggunaan variable dummy yang hanya di kategorikan oleh industri yang mendapat keringanan pajak pemerintah dan yang tidak mendapat keringanan pajak pemerintah tidak mencakup keseluruahan jenis industri yang ada, seperti tidak ada perbedaan pajak penghasilan Wajib Pajak Badan dengan jenis industri perusahaan perikanan dan pertambangan, pada kenyataannya tarif pajak yang ditetapkan

30

berbeda. Dalam penelitian ini, memperbaiki penelitian sebelumnya jenis industry menggunakan skala nominal agar bias mencakup 9 jenis industri yang ada. 2. Struktur Struktur Modal Saham Salah satu syarat dari perusahaan go public di Indonesia adalah menerbitkan dan menjual modal kepada masyarakat. Umumnya pemegang modal pengendali (biasanya pemilik perusahaan) memiliki lebih dari 50% modal beredar. Namun, pada beberapa perusahaan kepemilikan modal beredar terkadang lebih banyak dimiliki oleh masyarakat ketimbang pemegang modal. Semakin besar kepemilikan saham di masyarakat, menandakan semakin besar modal dari luar yang dimiliki oleh Perusahaan dan semakin terbuka Perusahaan tersebut. Keputusan pemerintah yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 2007, memberikan insentif pajak 5% bagi perusahaan dengan kepemilikan saham beredar lebih dari 40% membuat perbedaan tarif pajak wajib pajak yang ada. Disini struktur kepemilikan modal diwakilkan oleh variable dummy yaitu 1 untuk perusahaan dengan saham beredar lebih dari 40% dan 0 untuk saham beredar kurang dari 40%. 3. Ukuran Perusahaan Menurut Agnes Sawir (2004) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda. Ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total aktiva, tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi (Machfoedz, 1994). Ukuran perusahaan akan mempengaruhi struktur pendanaan dan penghasilan perusahaan, dan secara langsung mempengaruhi pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Badan.

31

Ukuran perusahaan merupakan proksi yang paling umum digunakan untuk sensivitas politik (Chao, et al., 2004). Dalam penelitian Chao, et al., (2004) menggunakan harga pasar saham biasa di akhir periode, total assets, dan net sales untuk mengukur ukuran perusahaan. Ketiga faktor ini dinilai karena tidak terdapat kecenderungan yang lebih untuk memilih faktor ukuran perusahaan dibandingkan faktor lainnya. Pernyataan lain menyebutkan bahwa, ukuran untuk menentukan ukuran perusahaan adalah dengan log natural dari total assets (Hatta, 2002). Pernyataan tersebut didukung penelitian sebelumnya, menggunakan total assets, hal tersebut didasarkan pada penelitian Dyreng, et al., (2007). Semakin besar total assets perusahaan, maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Selain itu, asset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. SIZE = log of Total Assets 4. Undang Undang Perpajakan Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang undang Nomor 36 Tahun 2008 (Nomor 17 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985)) tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

32

Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang dipandang perlu untuk dilakukan perubahan Undang-Undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud bidang ekonomi.

tetap berpegang pada prinsip-

prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut: 1. lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak 2. lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak 3. lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan 4. lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi 5. lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Pajak Penghasilan meliputi pokok-pokok sebagai berikut: 8. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya

33

9. Dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negera-negara lain, mengedepankan prinsip keadilan dan netralitas dalam penetapan tarif, dan memberikan dorongan bagi berkembangnya usaha-usaha kecil, struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap, terencana, pembedaan tarif, serta penyederhanaan lapisan yang dimaksudkan untuk memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi tiap-tiap golongan wajib pajak tersebut 10. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas wajib pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang. Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, kemudahan yang diberikan berupa peningkatan batas peredaran bruto untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Peningkatan batas peredaran bruto untuk menggunakan norma ini sejalan dengan realitas dunia usaha saat ini yang makin berkembang tanpa melupakan usaha dan pembinaan wajib pajak agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tertib dan taat asas. Bagian dari undang undang nomor 36 tahun 2008 untuk wajib pajak badan terdapat Pada Pasal 31E, yang berbunyi : (1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp

50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

34

(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Peredaran bruto adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi: i) Penghasilan yang dikenai PPh bersifat final. ii) Penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final. iii) Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh WP Badan Dalam Negeri untuk dapat memperoleh fasiltas pengurangan tarif. Dan fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang akumulasi peredaran bruto tidak melebihi Rp 50.000.000.000 maka wajib mengikuti ketentuan fasiltias pengurangan tarif sesuai UU PPh. Tarif Wajib Pajak Badan sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2000 (Berlaku sampai dengan 31 Desember 2008): Tarif Pajak Penghasilan

Lapisan Penghasilan
Sampai dengan Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 - Rp 100.000.000 Lebih dari Rp. 100.000.000

Tarif
10% 15% 30%

35

Keputusan Perubahan (Berlaku mulai 1 Januari 2009): i) Dengan tarif tunggal 30% (berakhir 31 Desember 2008) ii) Tarif diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009 (berakhir 31 Desember 2009), dan menjadi 25% pada tahun 2010 (mulai 1 Januari 2010). iii) Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. perubahan peraturan tentang perpajakan terutama pajak penghasilan wajib pajak badan di Indonesia membuat perubahan tarif pajak yang ada. Terutama perubahan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 menjadi Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008, perubahan dari tarif pajak progresif progresif menjadi tarif pajak tunggal. Perbedaan nilai pajak penghasilan tersebut mempengaruhi angsuran untuk pajak penghasilan (pasal 25) dimulai tahun 2009. 3.1.2 Variabel Dependen Variabel dependen (terikat) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel Dependen dari penelitian ini adalah tarif pajak efektif selama 10 tahun. Penggunaan variabel dependen tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2007), tarif pajak penghasilan selama 10 tahun diukur dengan menghitung jumlah pajak yang dibayar dibagi pendapatan sebelum pajak. Tarif pajak penghasilan yang dibayarkan lalu dibandingkan dengan tarif pajak sesuai aturan pada tahun tersebut. Variabel dependen pada penelitian ini menggunakan skala nominal, dimana 1 untuk perusahaan dengan tarif pajak efektif dibawah tarif pajak sebenarnya dan 2 untuk perusahaan dengan tarif pajak efektif di atas tarif pajak sebenarnya. Penghitungan tarif pajak efektif adalah
36
10

3.2

Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia, dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampel yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2001 2011 (saat penerapan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan penerapan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008). 2. Menampilkan Catatan Atas Laporan Keuangan yaitu penjelasan atas selisih fiskal. 3. Datanya lengkap dan tersedia untuk diteliti. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) selama tahun 2001 2011 dan Bursa Efek Indonesia. Alasan penggunaan data sekunder yang didapatkan dari ICMD karena laporan

37

keuangan bagi perusahaan go public berupa laporan keuangan audited telah disajikan melalui ICMD dan matching dengan laporan keuangan asli perusahaan karena signalling theory yang digunakan perusahaan, yaitu perusahaan akan memilih auditor berkualitas tinggi untuk menunjukkan kinerja superior mereka (Komalasari, 2004). Sehingga auditor akan mengaudit sesuai aturan yang ada (Mulyadi, 2005). Pernyataan tersebut didukung dari surat pemeberitahuan yang dikeluarkan oleh pengurus PT Adira Dinamika Multi Finaance, yang menyatakan bertanggungjawab atas Laporan Tahunan, termasuk Laporan Kegiatan Pengurus, Laporan Kegiatan Pengawasan Dewan Komisaris, Laporan Tata Kelola Perusahaan dan penyajian Laporan Keuangan Perusahaan yang di audit (www.idx.co.id/annoucement). Alasan penetapan tahun selama 10 tahun berdasarkan penelitian Dyreng et al. (2007) yang menyatakan bahwa tarif pajak efektif jangka panjang diukur selama 10 tahun. Penetapan jangka waktu penelitian selam 10 tahun juga didukung oleh perubahan tarif pajak, yaitu pada tahun 2009, Wajib Pajak Badan di Indonesia menggunakan tarif progresif progresif sesuai Undang Undang Nomor 7 tahun 1983, pada tahun 2009 menggunakan tarif tunggal 28% sesuai perubahan menjadi Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 , dan pada tahun 2010 sesuai ketentuan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2000 diturunkan kembali menjadi tarif tunggal 25%. 3.4 Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang berasal dari pencatatan sumber atau publikasi lain (Sugiyono, 2004). 3.5 Metode analisis data Metode analisis ini digunakan untuk mendapatkan sesuatu yang pasti dari pengelolaan data dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Adapun alat analisis yang dipergunakan adalah
38

3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variable variable dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum dan distribusi frekuensi (Ghozali,2007). Statistik deskriptif menyajikan ukuran ukuran numerik yang sangat penting bagi sampel. 3.5.2 Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi. 3.5.2.1 Multikolinearitas Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variable bebas (independen) . Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi didasarkan pada VIF (Variance Inflation Faktor) dan tolerance. Dengan criteria pengambilan keputusan suatu regresi bebas multikolineritas adalah sebagai berikut : i) Mempunyai nilai VIF di bawah 10 ii) Mempunyai nilai tolerance di atas 0,1 iii) Tingkat Korelasi > 95% Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variable independennya (Ghozali, 2007). 3.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu residual pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali,2007). Model regresi yang baik adalah yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi

Heteroskesdatisitas, dimana Homoskedastisitas yaitu variasi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap. Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan

39

melihat grafik scatter plot antara lain prediksi variable terikat ZPRED dengan residualnya SRESID. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dilihat dari pola pada grafik scatter plot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi Y sesungguhnya ) yang telah di-studentized. 3.5.2.3 Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regersi, variable terikat dan varibel bebas memiliki distribusi normal atau tidak. Model regeresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2007). Uji normalitas penelitian ini dilakukan melalui metode grafik. 3.5.2.4 Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,2007). Penyimpangan ini biasanya muncul pada observasi yang menggunakan data time series. Konsekuensi dari adanya penyimpangan ini yaitu varians populasinya. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independen tertentu.

40

3.5.2 Pengujian Hipotesis 3.5.3.1 Persamaan Regresi Linear Berganda Model regresi yang digunakan untuk menguji penelitian ini adalah sebagai berikut : Taxi = 0 + 1 Type + 2 Size + 3 DummyOwn + 4 Laws + i Taxi = Tarif pajak efektif perusahaan selama 10 tahun

Type = Jenis Industri Perusahaan Size Own = Ukuran Perusahaan, diukur dari log total assets = Variabel dummy sama dengan 1 jika saham beredar > 40% dan sama dengan 0 jika saham beredar < 40% (PP nomor 81 Tahun 2007) Laws = Perubahan Undang Undang 28 Tahun 1983 menjadi Undang Undang 36 Tahun 2008 = Koefesien Variabel = Konstanta = Error Kemudian untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel independen dengan tarif pajak efektif maka dilakukan pengujian-pengujian hipotesis penelitian terhadap variabelvariabel dengan pengujian di bawah ini: 1. Koefisien determinasi (R2 ) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variable independen terhadap variable dependen baik secara individual maupun bersama sama
41

(Kiswara, 2010). Nilai R2 berkisar antara nol sampai satu, apabila R2 = 0 berarti tidak ada hubungan dan tidak dapat menjelaskanantara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan R2 = 1berarti adanya suatu hubungan yang sempurna dan regresi mampu menjelaskan. Koefisien determinasi untuk mengukur goodness of fit persamaan regresi. 2. Uji statistik F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2007). Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 ( = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : i) Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti variabel TYPE, SIZE, OWN, dan LAWS secara bersama sama

berpengaruh terhadap tarif pajak efektif perusahaan selama 10 tahun. ii) Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti variable TYPE, SIZE, OWN, dan LAWS secara bersama sama tidak berpengaruh terhadap tarif pajak efektif perusahaan selama 10 tahun. 3. Uji statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozalo, 2007). Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 ( = 5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

42

i) Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara parsial variabel TYPE, SIZE, OWN, dan LAWS berpengaruh terhadap tarif pajak efektif perusahaan selama 10 tahun. ii) Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara parsial variabel TYPE, SIZE, OWN, dan LAWS tidak berpengaruh terhadap tarif pajak efektif perusahaan selama 10 tahun. 3.5.3.2 Uji Beda T-test dengan related sample Analisis hipotesis yang harus dilakukan adalah dua tahap, pertama menguji asumsi Apakah variasi populasi kedua sampel tersebut sama (equal variance assumed) ataukah berbeda (equal variance not assumed) dengan melihat nilai levene test. Langkah kedua adalahmelihat nilai t-test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata rata secara signifikan. Hipotesis yang dibuat adalah sebagai berikut : H0 : Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan saat penerapan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Undang Undang Nomor 28 Tahun 1983 adalah sama. HA : Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan saat penerapan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Undang Undang Nomor 28 Tahun 1983 adalah berbeda.

43

DAFTAR PUSTAKA www.bappepam.go.id diakses Desember 2011 Copeland, J. F. (1999). Manjaemen Keuangan. Jakarta: Elangga. Departemen Keuangan. 2011. Proporsi Penerimaan Pajak. www.fiskal.depkeu.go.id.

Diakses pada tanggal November 2011. SD Dyreng, M. H. (2007). Long run corporate avoidance. Accounting Review. Ghozali, I. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. Semarang: Badan Penerbit Undip. www.idx.co.id diakses Oktober 2011 Kiswara, E. (2010). Panduan Uji Statistik. Semarang: Badan Penerbit Undip. Musgrave, R. A. (1993). Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek (Terjemahan oleh Alfonsus Sirait). Jakarta: Erlangga. Negara, T. A. (2006). Pengantar Hukum Pajak. Malang: Bayu Media. http://www.pajakonline.com/Berita Pajak Bank BUMN Incar Insentif Pajak 5%25 -

PajakOnline.htm. Diakses pada November 2011 Plesko, G. (2003). An Evaluation of Alternative Measures of Corporate Tax Rates". Journal of Economis, 201-206. Resmi, Siti. (2007). Perpajakan : Teori dan Kasus (Edisi 5). Jakarta: Salemba Empat. Riyanto, Bambang. (2008). Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
44

Santoso, B. (1991). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Eresco. Sekaran, Uma. (2011). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2010). Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat. http://www.pajak.go.id/ . Diakses pada November 2011. Zeng, T. (2010). Income Tax Liability for Large Corporations in China. emeraldinsight.

45

You might also like