You are on page 1of 10

Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam asuhan keperawatan

A. Fase fase komunikasi terapeutik 1. Tahap Persiapan (Prainteraksi) Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain: 1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005). 2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005). 3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005). 4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005). 2. Tahap Perkenalan Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain: 1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau

membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005). 2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005). 3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien. 4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002). 3. Tahap Kerja Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005) 4. Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. Tugas perawat pada tahap ini antara lain: 1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan. 2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien. 3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut. 4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi. Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya. B. Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam Proses Keperawatan 1) Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi. Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal. Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini. Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa realistik. Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai. Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan. 2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian. Sesi perencanaan tim kesehatan. Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.

Membuat rujukan. 3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999). Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan. Meningkatkan harga diri pasien. Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan. Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka. 4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994) Memperkenalkan diri kepada pasien. Memulai interaksi dangan pasien. Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya. Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien. 1. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri. Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah. Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

C. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu keperawatan, kesehatan dan komunitas, dimana setiap kata memiliki arti yang cukup luas. Azrul Azwar (2000) mendefinisikan ketiga kata tersebut sebagai berikut : 1. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, balk secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem. 2. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan manusia mulai dari tingkat individu sampai tingkat ekosistem serta perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh manusia mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh. 3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa

mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal. Melalui proses keperawatan, perawat dapat menerapkan pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah atau diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi, mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang sistematis dan ilmiah dalam praktek keperawatan, dimana kelima komponennya saling berinteraksi satu dan yang lain, seperti ditunjukan pada diagram dibawah ini : I. PENGKAJIAN Pengkajian merupakan tahap pertama proses keperawatan dimana pengumpulan data dilakukan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien saat ini, mengidentifikasi pola koping klien yang lalu dan saat ini (Iyer dkk., 1996). Pengkajian harus dilakukan menyeluruh terhadap aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pada kenyataannya perawat lebih mengutamakan data biologis/fisik, sedangkan data psikologis, sosial dan spiritual seringkali kurang diperhatikan. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar keperawatan dari ANA (American Nursing Association). Data yang dikumpulkan berguna untuk aktivitas atau tindakan keperawatan yang dibutuhkan klien dan juga sebagai sumber data bagi profesi lain, karena pertukaran data antar profesi sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Pengumpulan data difokuskan untuk mengidentifikasi : 1. Status kesehatan klien 2. Pola pertahanan/koping yang biasa digunakan 3. Respon klien terhadap pengobatan / terapi 4. Faktor resiko yang menyebabkan timbulnya masalah 5. Kebutuhan yang menimbulkan timbulnya masalah 6. Fungsi klien saat ini.

Elemen yang akan dievaluasi 1. Akurasi dan sistematika data 2. Kelengkapan data 3. Validasi data 4. Kualitas data 5. Alternatif pengumpulan data

pada

tahap

pengkajian

ini

adalah

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN menurut Gordon (1976) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensil dimana perawat berdasarkan pendidikan dan penglamannya mampu dan mempunyai wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Sedangkan menurut NANDA diagnosa keperawatan adalah kesimpulan klinis terhadap respon individu, keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual dan potensial atau diagnosa keperawatan adalah

merupakan dasar untuk menetapkan tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan. Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi karakteristik yang dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi sedangkan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA). Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. Dari definisi diatas jelaslah bahwa diagnosa keperawatan yang dirumuskan harus sesuai dengan kewenangan perawat. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari; problem, etiologi dan simtom (tanda dan gejala). III. PERENCANAAN Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan, maka untuk membuat formulasi rencana tindakan keperawatan ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan : 1. Menentukan perioritas berdasarkan diagnosa keperawatan 2. Menentukan kriteria hasil (tujuan jangka panjang dan jangka pendek) 3. Menentukan rencana tindakan dan 4. Didokumentasikan. Rencana keperawatan merupakan suatu petunjuk yang merumuskan tentang kegiatan keperawatan yang ditulis secara mandiri oleh perawat. Meskipun perawat tetap terlibat dalam peran kolaborasi, pemberian pengobatan yang diprogramkan oleh dokter. Beberapa faktor yang menentukan perioritas masalah keperawatan (Griffith-Kenney dan Christensen, 1986) antara lain : 1. Ancaman kehidupan dan kesehatan 2. Sumber daya dan dana yang tersedia 3. Peran serta klien 4. Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan yang mempengaruhi penentuan perioritas diagnosa keperawatan. Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang diperioritaskan, ditetapkanlah tujuan jangka panjang untuk mengatasi masalah secara umum dan jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang. Karakteristik penulisan tujuan adalah uraian tentang penampilan, situasi, sesuai dengan sandar yang ada dan adanya target waktu. Penampilan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan klien dan biasanya dapat diobservasi. Tujuan yang ditetapkan haruslah dapat diukur dan dapat mengerahkan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan, adalah merupakan kegiatan akhir dari perencanaan. Strategi yang digunakan antara lain pendidikan kesehatan, pemecahan masalah, pemakaian diri secara terapiutik, dan penerapan prinsip

praktek keperawatan dan harus memnggambarkan fungsi mandiri perawat profesional, sesuai dengan sumber praktek keperawatan yang ditetapkan. Contoh : Diagnosa : Potensial terjadi infeksi pasca operasi sehubungan dengan adanya luka insisi kulit dan jaringan. Tujuan Jangka Panjang : Setelah satu minggu pasca operasi tidak terjadi infeksi pada luka operasi. Tujuan Jangka Pendek : Tanda-tanda infeksi tidak terlihat ( kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan kehilangan fungsi ). - Proses penyembuha optimal (tampak jaringa granulasi, waktu penyembuhan sesaui). Rencana Tindakan : Lakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat serta sesudah melakukan tindakan keperawatan Lakukan penggantian balutan sesuai standar Observasi proses penyembuhan Jelaskan tentang cara perawatan luka Catatan : Didalam penulisan rencana perlu diperhatikan pedoman sebagai berikut : 1. Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh perawat yang bertanggung jawab 2. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai 3. Diungkapkan dalam bentuk spesifik dan dapat memberi petunjuk pada perawat dan klien 4. Mencakup upaya pencegahan, peningkatan dan rehabilitasi 5. Mencakup kegiatan kolaborasi dan koordinasi 6. Disusun berdasarka perioritas 7. Mencakup otonomi dan individualitas klien 8. Mengikuti perkembangan keperawatan 9. Mencakup masa depan klien IV. IMPLEMENTASI : Implementasi yang dilakukan sesuai dengan petunjuk berikut : 1. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah divalidasi. 2. Menggunakan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal yang dilakukan secara efektif dan efisien. 3. Tindakan yang dilakukan dan respon klien harus didokumentasikan. 4. Keamanan fisik dan psikologi perlu dilindungi. Hal ini menentukan keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Contoh : Sesuai dengan contoh diatas maka implementasi keperawatan yang diulakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat, serta sesudah melakukan tindakan keperawatan (mencunci tangan) 2. Melakukan penggantian balutan sesuai standar/ketentuan 3. Mengobservasi proses penyembuhan 4. Menjelaskan tentang cara perawatan luka Setelah tindakan keperawatan dilakukan, maka dicatat semua respon klien dan secara lisan/tertulis dapat disampaikan kepada tim keperawatan dan tim kesehatan lain.

Elemen yang dieveluasi pada 1. Respon klien 2. Respon staf 3. Pencapaian hasil 4. Kecermatan dan keabsahan 5. Alternatif dan tindakan yang dilakukan

tahap

pelaksanaan

V. EVALUASI Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktifitas yang dilakukan berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan melibatkan klien / keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektifitas rencana dan strategi asuhan keperawatan yang dilakukan. Evaluasi terdiri dari : 1. Evaluasi proses, untuk menilai apakan prosedur dilakukan sesuai dengan rencana, benar atau tidak, misalnya apakah sebelum melakukan tindakan keperawatan menjelaskan prosedur tindakan tersebut kepeda klien. 2. Evaluasi hasil, berfokus kepada perubahan perilaku dan keadaan kesehatan klien sebagai hasil tindakan keperawatan. Misalnya klien bebas dari tanda-tanda infeksi. Sesuai dengan contoh sebelumnya, maka eveluasi yang dilakukan terhadap klien dengan pasca operasi tersebut adalah : Luka operasi sembuh secara optimal dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi. D. Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik pada perawatan komunitas. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat dengan perawat, dan perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan pada klien. Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan

1.

2.

3.

melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987). Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal. Tiga unsur komunikasi yaitu: Pengirim pesan atau sering juga disebut sebagai sender, komunikator. Pengirim pesan harus dapat menuliskan atau menyandikan pesan dengan baik dan jelas. Dan Juga membuat encoding yang ditujukan kepada seseorang atau beberapa orang, dan memilih media, serta meminta kejelasan kepada penerima apakah pesan telah diterima. Penerima pesan atau sering disebut sebagai reciever atau komunikan. Penerima pesan harus mendengarkan atau berkonsentrasi agar pesan dapat diterima dengan benar, dan memberikan umpan balik yang disebut dengan decoding kepada pengirim pesan bahwa pesan telah diterima dengan benar. Media atau saluran yang digunakan sebagai alat untuk mengirimkan pesan. Proses komunikasi harus merupakan komunikasi dua arah. Yakni, pengirim menuliskan dan mengirimkan pesan melalui media yang dipilihnya, dan penerima pesan menuliskan kembali pesan yang dia telah terima, serta menyampaikan bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar. Pesan ada yang informatif yaitu pesan yang disampaikan berupa informasi dan pesan yang persuasif yaitu pesan yang disampaikan untuk mempengaruhi orang lain agar tertarik pada ide dari pesan yang disampaikan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi sehubungkan dengan pesan yang disampaikan yaitu : 1. Bila pesan sering diulang, panjang maka pesan akan berlalu begitu saja. 2. Apabila pesan / ide yang dikemukakan/ditawarkan dengan gaya persuasif orang akan tertarik akan ide tersebut. 3. Bila pesan/ide tidak disampaikan kepada orang maka mereka tidak akan memegangnya dan menanyakannya. Dalam proses komunikasi dapat terjadi adanya gangguan (noise) yang disebabkan oleh berita yang disampaikan tidak jelas, sehingga penerima berita mengartikannya tidak secara menyeluruh, atau gangguan lain yag mempengaruhi media komunikasi. Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator / sender dapat diterima dengan baik (menyenangkan, aktual/nyata) oleh komunikan / reciever. Kemudian penerima pesan menyampaikan kembali bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar. Artinya ada komunikasi dua arah atau komunikasi yang timbal balik. Lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif adalah clarity, accuracy, contex, flow dan culture.

Strategi dalam membangun komunikasi efektif : ketahui mitra bicara (audience), ketahui tujuan, perhatikan konteks, pelajari kultur, dan pahami bahasa. Dalam komunikasi lisan, informasi disampaikan secara lisan/verbal melalui kata-kata. Penyampaikan informasi seperti ini dinamakan berbicara. Komunikasi lisan akan menjadi lebih efektif apabila diikuti dengan tinggi rendah, lemah lembut, dan perubahan nada suara yang disesuaikan. Dengan demikian kata-kata adalah isi sebuah pesan, sedangkan bahasa tubuh, nada suara adalah konteks dimana pesan itu melekat. Komunikasi non verbal menunjukkan adanya lima fungsi yaitu: Repetition, Contradiction, Substitution, Complemneting, dan Accenting. Perbedaan budaya dalam komunikasi dapat berakibat lebih buruk dibandingkan dengan perbedaan dalam bahasa dalarn komunikasi, bahasa mempunyai peran yang sangat penting, walaupun kadang-kadang keliru dalam mengartikannya sebagai akibat seluk beluk bahasa yang tidak dimengerti. Didalam bahasa, ada kata-kata denotasi / harafiah, dan ada kata_kata konotasi, dan dengan menggunakan logat bahasa tertentu dapat menimbulkan perbedaan pengertian. Pada saat memberikan pelayanan kesehatan, perawat komunitas harus rnempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu kemanfaatan dimana semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat yang besar bagi komunitas, pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dilakukan bekerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral, asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi, klien dan, lingkungannya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan, pelayanan keperawatan komunitas juga harus memperhatikan prinsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu. sendiri, prinsip yang lanilla yaitu otonomi dimana klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.

You might also like