You are on page 1of 14

SPESIFIKASI ABU TERBANG SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN UNTUK CAMPURAN BETON SNI 03-2460-1991

RUANG LINGKUP :
Spesifikasi ini mencakup ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan abu terbang untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam campuran beton.

RINGKASAN:
Abu terbang adalah abu terbang yang mempunyai sifat pozolan yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasi pada suhu 1560 C. 1. Persyaratan kimiawi

No. 1 2 3 4 5

Uraian Jumlah Oksida SiO2+Fe2O3 Minimum SO3 maks. Hilang Pijar maks Kadar Air maks Total Alkali dihitung sebagai Na3O maks

Persyarat an 70 5 6 3 1,5

2. Persyaratan Fisika

No. 1 2

Uraian Kehalusan : Jumlah yang tertinggal di atas ayakan no. 325 (0,045 mm) maks % Indeks keaktifan pozolan: 1) dengan menggunakan semen Portland kuat tekan pada umur 28 hari, minimum. 2) dengan menggunakan kapur padam yang aktif, kuat tekan 7 hari, minimum N/mm

Persyaratan 34

75 % KT adukan pembanding. 550

3 4 5

6 7

Kekekalan bentuk Pengembangan/penyusutan 0,8 dengan autoclave, maksimum % Jumlah air yang digunakan, 105 % dari jumlah air untuk adukan pembanding Keseragaman: Berat jenis dan kehalusan dari contoh uji masing-masing tidak boleh banyak berbeda dari rata-rata 10 benda uji atau dari seluruh benda uji yang jumlahnya kurang dari 10 buah, maka untuk : 1) berat jenis, perbedaan maksimum dari 5 rata-rata, % 5 2) presentasi partikel yang tertinggal pada ayakan no. 325 perbedaan dari rata-rata, % Pertambahan penyusutan karena 0,03 pengeringan (pada umur 28 hari maksimum, %) Reaktifitas dengan alkali semen : 0,02

Pengembangan mortar pada umur 14 hari, maksimum %

PENGARUH PENGKONDISIAN KAPUR DAN ABU TERBANG TERHADAP PELEPASAN AIR DARI LUMPUR BIOLOGIS Dalam suatu instalasi pengolahan air, salah satu produk sampingnya adalah lumpur. Lumpur harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan agar dampak negatif yang timbul dapat diminimalkan dan volume airnya tereduksi. Untuk metode pelepasan air dari lumpur, dengan cara mekanik, umumnya didahului dengan pengkondisian lumpur. Bahan pengkondisi fisik yang dapat digunakan antara lain adalah kapur dan abu terbang. Kedua bahan ini sering diistilahkan sebagai pembangun kerangka (skeleton builder). Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji lebih jauh mengenai keefektifan pemanfaatan kapur dan limbah abu terbang serta kombinasi kapur dan abu terbang untuk mempercepat proses pelepasan air dari lumpur biologis instalasi air limbah dengan menggunakan berbagai variasi tekanan filter press. Sumber lumpur yang digunakan yakni lumpur biologis (Instalasi Pengolahan Air Limbah, IPAL PT. SIER Rungkut-Surabaya). Metode yang dipakai adalah uji solid dan tes ekspresi. Pencampuran lumpur dengan abu terbang dengan alat jar-stirring. Uji solid untuk memeriksa kandungan Total Suspended Solid (TSS) dari cake lumpur setelah penambahan bahan-bahan tersebut di atas. Tes ekspresi dengan alat filter press akan menghasilkan cake lumpur yang dalam prosesnya akan diukur waktu pelepasan air dan volume filtrat pada empat variasi tekanan. Parameter yang diukur: TSS dan spesific resistance to filtration (SRF). Hasil penelitian yang diperoleh adalah untuk lumpur biologis, pelepasan airnya yang paling meningkat adalah saat diberi kombinasi kapur 100% dan abu terbang 100% pada tekanan 4 kg/cm2 yang ditandai dengan penurunan SRF 90,48%.

Abu Terbang Solusi Pencemaran Semen


Oleh: Djwantoro Hardjito AKHIR-akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh para pecinta lingkungan. Ini disebabkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar gas rumah kaca, yang dihasilkan dari proses kalsinasi kapur dan pembakaran batu bara. Isu lingkungan ini tampaknya akan memainkan peran penting dalam kaitan dengan isu pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.

Dari Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 dan di Kyoto, Jepang tahun 1997 dinyatakan bahwa emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang tak terkendali tidak bisa lagi diterima dari sudut pandang kepentingan sosial dan kelestarian lingkungan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan. Gas rumah kaca yang menjadi sorotan utama adalah gas karbon dioksida karena jumlahnya yang jauh lebih besar dari gas lainnya seperti oksida nitrat dan metan. Dalam produksi satu ton semen Portland, akan dihasilkan sekitar satu ton gas karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer. Dari data tahun 1995, jumlah produksi semen di dunia tercatat 1,5 miliar ton. Hal ini berarti industri semen melepaskan karbon dioksida sejumlah 1,5 miliar ton ke alam bebas. Menurut International Energy Authority: World Energy Outlook, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan tahun 1995 adalah 23,8 miliar ton. Angka itu menunjukkan produksi semen portland menyumbang tujuh persen dari keseluruhan karbon dioksida yang dihasilkan berbagai sumber. Tampaknya proporsi ini akan terus bertahan atau bahkan meningkat sesuai dengan peningkatan produksi semen kalau tidak ada perubahan berarti dalam teknologi produksi semen atau didapatkan bahan pengganti semen. Pada tahun 2010, diperkirakan total produksi semen di dunia mencapai angka 2,2 miliar ton. Merujuk pada besarnya sumbangan industri semen terhadap total emisi karbon dioksida, perlu segera dicarikan upaya untuk bisa menekan angka produksi gas yang mencemari lingkungan ini. Tampaknya perbaikan teknologi produksi semen tidak terlalu bisa diharapkan dapat menekan produksi karbon dioksida secara signifikan. Penggantian sejumlah bagian semen dalam proses pembuatan beton, atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang lebih menjanjikan. Abu Terbang Pakar teknologi beton yang bermukim di Kanada, VM Malhotra, memelopori riset penggunaan abu terbang (fly ash) dalam proporsi cukup besar (hingga 60-65 persen dari total semen Portland yang dibutuhkan) sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam proses pembuatan beton. Sebelumnya banyak peneliti menggunakannya hanya dalam proporsi kecil. Abu terbang adalah abu sisa pembakaran batu bara yang dipakai dalam banyak industri. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Adanya kalsium hidroksida dalam beton selama ini ditengarai sebagai sumber perusak beton sebelum waktunya, khususnya bila beton berada di lingkungan yang agresif. Karenanya, penambahan atau penggantian sejumlah semen dengan abu terbang berpotensi menambah keawetan beton tersebut. Selama ini abu terbang tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja, sehingga memiliki potensi mencemari lingkungan. Upaya yang dipelopori Malhotra dan kawan-kawan ini tampaknya memberikan hasil menjanjikan. Beton yang dihasilkan ternyata menunjukkan tenaga tekan tinggi serta memiliki sifat keawetan (durability) lebih baik dibanding beton biasa yang sepenuhnya menggunakan semen Portland. Upaya ini dikembangkan lebih lanjut dengan pemanfaatan bahan-bahan sisa lainnya yang mempunyai kandungan oksida silika tinggi seperti silica fume, slag atau bahkan abu sekam dan jerami. Dari konferensi Concrete 2001 yang diselenggarakan di Perth, Australia, belum lama ini, dilaporkan penggunaan HVFA (high volume fly ash) concrete atau beton dengan kandungan abu terbang

tinggi pada sejumlah proyek infrastruktur, demikian pula penggunaan bahan buangan lain seperti slag. Beton tersebut dilaporkan menunjukkan hasil memuaskan di lapangan. Dalam waktu singkat di masa mendatang, penggunaan beton jenis ini diperkirakan akan meningkat dengan cepat. Selain lebih ramah lingkungan, mengurangi jumlah energi yang diperlukan karena berkurangnya pemakaian semen, lebih awet dan lebih murah, bahan ini juga tetap menunjukkan perilaku mekanik memuaskan. Perkembangan mutakhir yang menjanjikan adalah penggunaan abu terbang sepenuhnya sebagai pengganti semen lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (kadang disebut geopolimer) yang dipelopori oleh seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits, sekitar 20 tahun lalu. Geopolimer semen, demikian nama yang diberikan, menjadi harapan utama mereduksi penggunaan semen untuk keperluan pembangunan infrastruktur. Setidaknya untuk pembuatan beton pracetak. Walaupun tahapan yang harus dilalui untuk memasalkan penggunaan teknologi ini masih jauh, setidaknya hasil riset yang ada selama ini menunjukkan hasil menjanjikan. Saat ini, riset beton geopolimer giat dilakukan di sejumlah lembaga riset atau universitas khususnya di Prancis, Amerika Serikat dan Australia. Manfaat Ganda Tahun 1989, total abu yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di seluruh dunia mencapai 440 miliar ton. Sekitar 75 persen adalah abu terbang. Produsen utama adalah negara-negara bekas Uni Soviet (99 miliar ton), diikuti Cina (55 miliar ton), Amerika Serikat (53 miliar ton) dan India (40 miliar ton). Produksi abu ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Cina sendiri menghasilkan lebih dari 110 miliar ton abu di tahun 2000, dengan total produksi abu dunia tahun 2000 mencapai angka 661 miliar ton. Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong amat rendah. Cina memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam pembuatan beton. Abu terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan juga bisa menjadi ancaman bagi lingkungan. Karenanya dapat dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan mendatangkan efek ganda pada tindak penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan abu terbang akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa ini dibuang begitu saja dan sekaligus mengurangi penggunaan semen Portland dalam pembuatan beton. Mengingat terbatasnya bahan baku dan kondisi lingkungan hidup yang makin merosot, maka diperlukan inovasi untuk menghasilkan material konstruksi yang murah, hemat energi dalam proses produksinya, memiliki sifat keawetan yang tinggi serta sedikit menghasilkan karbon dioksida atau bahan-bahan berbahaya lainnya. Pembuatan semen geopolimer dapat mereduksi hingga 80 persen jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari proses pembuatan semen biasa (semen Portland). Bahkan para peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, di bawah pimpinan Prof. J Van Deventer mengemukakan hasil riset mereka bahwa beton geopolimer dapat dimanfaatkan untuk memasung (immobilise) bahanbahan berbahaya yang mengandung radioaktif maupun bahan-bahan beracun lain, seperti tailing. Dalam laporan penelitian disebutkan hampir semua bahan buangan industri yang mengandung unsur-unsur silika dan alumina bisa dibuat menjadi semen geopolimer. Kenyataan bahwa semen geopolimer dapat diproduksi dari bahan-bahan buangan atau limbah industri, mengurangi emisi karbon dioksida secara amat signifikan, memiliki sifat keawetan unggul dan mampu memasung bahan-bahan beracun, mengukuhkannya sebagai material konstruksi masa depan. Saat ini belum semua sifat fisik dan mekaniknya dipahami dengan baik. Sehingga para peneliti berupaya mengenali perilakunya lewat sejumlah riset yang dilakukan. Bila perilaku fisik dan

mekaniknya telah dikenali dengan baik, produk-produk aplikasinya di bidang infrastuktur dapat diwujudkan dengan mudah.

Abu Terbang Batubara Sebagai Adsorben


By Marinda Putri on 6 June 2008 6 Comments Print this article Email this article

Penggunaan abu terbang batubara sebagai campuran beton untuk bangunan California Academy of Science.click photo to enlarge Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349 milyar ton[1]. Penyumbang produksi abu terbang batubara terbesar adalah sektor pembangkit listrik. Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan diperkirakan mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006[2]. Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan Penimbun lahan bekas pertambangan Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori Bahan penggosok (polisher) Filler aspal, plastik, dan kertas

7. Pengganti dan bahan baku semen 8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben Konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben merupakan contoh pemanfaatan efektif dari abu terbang batubara. Keuntungan adsorben berbahan baku abu terbang batubara adalah biayanya murah. Selain itu, adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair. Adsorben ini dapat digunakan dalam penyisihan logam berat dan senyawa organik pada pengolahan limbah. Abu terbang batubara dapat dipakai secara langsung sebagai adsorben atau dapat juga melalui perlakuan kimia dan fisik tertentu sebelum menjadi adsorben. Zeolit yang disintesis dari abu terbang batubara banyak digunakan untuk keperluan pertanian. Zeolit banyak dikonsumsi dalam pemurnian air, pengolahan tanah, dll. Zeolit dibuat dengan cara mengkonversi aluminosilikat yang terdapat pada abu terbang batubara menjadi kristal zeolit melalui reaksi hidrotermal.

Sifat Fisika dan Kimia Abu Terbang


Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah silika (SiO2), alumina, (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang. Rumus empiris abu terbang batubara ialah: Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011
Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara

Komponen Bituminous SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 Na2O K2O LOI 20-60% 5-35% 10-40% 1-12% 0-5% 0-4% 0-4% 0-3% 0-15%

Subbituminous 40-60% 20-30% 4-10% 5-30% 1-6% 0-2% 0-2% 0-4% 0-3%

Lignite 15-45% 10-25% 4-15% 15-40% 3-10% 0-10% 0-6% 0-4% 0-5%

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit daripada bituminous. Kandungan karbon dalam abu terbang diukur dengan menggunakan Loss On Ignition Method (LOI). Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil

dari 0,075mm[4]. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg[4].

Adsorben untuk Penyisihan Polutan pada Gas Buang


Abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk penyisihan polutan pada gas buang prose pembakaran yang berpotensi untuk merusak lingkungan seperti gas sulfur oksida yang menyebabkan hujam asam, gas nitrogen oksida yang menyebabkan pemanasan global, dan merkuri (Hg) yang berbahaya bagi makhluk hidup. 1. Penyisihan SOx Industri-industri berusaha untuk mengurangi emisi SOx dengan cara memasang unit flue gas desulphurization (FGD) dan unit scrubber. Dua unit tersebut banyak digunakan karena memiliki efisiensi yang tinggi terhadap proses de-SOx. Namun, dua unit tersebut membutuhkan air dalam jumlah yang besar dan akibatnya menghasilkan limbah cair yang banyak. FGD tipe kering tidak membutuhkan pengolahan limbah cair tetapi tipe ini membutuhkan adsorben dalam jumlah besar untuk mencapai efisiensi de-SOxyang tinggi. Abu terbang batubara lebih dipilih untuk digunakan sebagai adsorben pada FGD tipe kering dalam skala besar dibandingkan karbon aktif karena biayanya lebih murah. Dua tipe abu terbang batubara yang berasal dari fluidized bed combustion (FBC) dan pulverized coal combustion (PCC) telah diuji coba untuk menyisihkan SO2 dengan bantuan kalsium hidroksida (CaOH2)[2]. Hasil uji coba tersebut adalah konversi CaO menjadi CaSO4 mencapai 92-100% dalam pereaksian selama 1 jam. 2. Penyisihan NOx Abu terbang batubara juga memiliki potensi sebagai adsorben untuk menyisihkan NOx dari aliran gas buang. Emisi NOx diserap oleh karbon tidak terbakar yang terdapat di dalam abu terbang batubara. Partikel karbon tersebut dapat juga diaktivasi untuk meningkatkan kinerja penyerapan NOx. Penelitian yang dilakukan oleh Rubel et al menunjukkan bahwa perbandingan kapasitas penyerapan NOx karbon dari abu terbang batubara yang diaktivasi dengan karbon aktif komersial adalah 1/3[1]. 3. Penyisihan merkuri (Hg) Emisi merkuri yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada unit boiler mendapat perhatian yang besar dari pemerhati lingkungan karena berpotensi merusak lingkungan dan menjadi ancaman bagi kesehatan makhluk hidup. Abu terbang batubara dapat dijadikan salah satu adsorben untuk mengontrol emisi merkuri dengan bantuan filter dari bahan kain misalnya dengan memakai baghouse filter. Peneliti Serre dan Silcox menyatakan bahwa karbon yang tidak terbakar di dalam abu terbang batubara dapat digunakan sebagai substitusi karbon aktif yang murah dan efektif. Abu terbang batubara dapat diinjeksikan secara berkala di dalam baghouse filter yang digunakan untuk menyisihkan merkuri. Luas permukaan dan struktur abu terbang batubara yang berpori merupakan dua hal yang menyebabkan abu terbang batubara berpotensi untuk menyerap emisi merkuri.

4. Penyisihan gas-gas organik Selain dapat digunakan untuk menyisihkan tiga polutan diatas, abu terbang batubara juga dapat digunakan untuk menyisihkan gas organik. Penelitian yang dilakukan oleh Peloso, menunjukkan bahwa abu terbang batubara yang telah melewati proses aktivasi secara termal dapat menyisihkan uap toluene.

Adsorben untuk Penyisihan Ion Logam Berat pada Limbah Cair


Logam berat adalah polutan yang memberikan dampak signifikan bagi kesehatan makhluk hidup. Proses penghilangan logam berat dari limbah cair sudah dilakukan dengan beberapa cara seperti, presipitasi menggunakan bahan kimia, ekstraksi menggunakan pelarut tertentu, pertukaran ion, reverse osmosis, atau adsorpsi. Proses adsorpsi dengan pilihan jenis adsorben yang tepat jika dibandingkan dengan proses lainnya merupakan proses yang sederhana tapi efektif dalam penghilangan logam berat dari limbah cair.

Scanning Electron Microscopy abu terbang batubara. Logam berat utama yang diteliti untuk diserap oleh abu terbang batubara adalah Pb, Ni, Cr, Cu, Cd, dan Hg. Penghilangan logam berat dari limbah cair melibatkan dua proses yaitu presipitasi dan adsorpsi. Proses presipitasi melibatkan kalsium hidroksida sedangkan proses

adsorpsi melibatkan silika alumina. Kedua senyawa tersebut terkandung di dalam abu terbang batubara. Peneliti bernama Bayat meneliti penghilangan logam Zn2+, Cd2+, Ni2+, Cu2+, dan Cr6+ menggunakan abu terbang batubara yang berasal dari batubara jenis lignit. Selain itu, Bayat juga membandingkannya hasil penghilangan logam berat tersebut dengan karbon aktif komersial. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa abu terbang batubara dapat menghilangkan logam berat seefektif karbon aktif pada kondisi tertentu. Proses adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi pH 7-7.5[5]. Abu terbang batubara juga merupakan adsorben yang baik untuk menghilangkan Cs. Abu terbang batubara juga dikonversi menjadi zeolit melalui proses hidrotermal dan digunakan untuk menghilangkan logam Cs, timbal, dan kadmium. Kapasitas adsorpsi zeolit abu terbang batubara untuk timbal sebesar 70.58 mg/g dan 95.6 mg/g untuk kadmium dengan konsentrasi awal kedua logam sebesar 100 mg/L.

Konversi Abu Terbang Batubara Menjadi Zeolit


Zeolit pada dasarnya merupakan padatan aluminium-silikat yang memiliki struktur yang berpori. Zeolit alam biasanya terbentuk dari batu dan abu gunung berapi yang beraksi dengan logam alkali tanah pada air tanah. Zeolit murni hampir tidak dapat ditemukan di alam. Biasanya terdapat pengotor seperti logam natrium dan kalsium. Abu terbang batubara memiliki potensi dikonversi menjadi zeolit jika memiliki kandungan alumina-silika yang cukup tinggi dan kandungan karbon yang rendah. Zeolit memiliki beberapa aplikasi industrial yaitu[6]:

Pertukaran ion : Penukar ion Na+/K+/Ca2+ Adsorpsi pengotor gas : Adsorpsi selektif berdasarkan molekul gas spesifik Adsorpsi pengotor air : Adsorpsi reversibel air tanpa ada perubahan sifat fisik dan kimia dari zeolit itu sendiri

Jenis zeolit yang dihasilkan dari abu terbang bergantung pada komposisi awal dan metode konversinya. Metode yang umum digunakan adalah hydrothermal alkali treatment yaitu memanaskan campuran abu terbang dengan larutan alkali (KOH, NaOH, dsb.) dalam variasi waktu reaksi, suhu, dan tekanan tertentu[6].

Tantangan Masa Depan


Abu terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran batubara. Penanganan abu terbang masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke perairan, abu terbang tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan. Sudut pandang terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah bahan baku potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi menyimpulkan bahwa abu terbang memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam

berat, gas polutan. Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.

Abu terbang (fly ash) batubara. Berdasarkan paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang batubara memiliki potensi yang besar sebagai adsorben yang ramah lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif pengganti karbon aktif dan zeolit. Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada asal dan perlakuan pasca pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang masih dilakukan dalam skala kecil karena umumnya kapasitas adsorpsinya masih rendah. Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi abu terbang. Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu terbang batubara kompetitif bila dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit[1]. Konversi abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang sangat potensial meningkatkan nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa pembakaran dalam abu terbang memiliki kualitas setara karbon aktif sehingga investigasi mengenai pemisahan karbon sisa berpotensi meningkatkan nilai ekonomis dari abu terbang. Zeolit memiliki kegunaan yang banyak seperti adsorben, resin penukar ion, molecular sieves, dll. Zeolit memilki kapasitas adsorpsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan abu terbang sehingga konversi abu terbang menjadi zeolit menjadi alternatif yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006). Penelitian di masa depan diharapkan dapat membuat konversi abu terbang menjadi zeolit komersil pada skala industri. Referensi: [1] S.Wang, H. Wu , H, Journal of Hazardous Materials (2006). [2] Indonesia Power, PLTU Suralaya, (2002). [3] Putu Astari Merati, Utilization of fly ash from power plant for removal of dyes, (2006). [4] Yoga Pratama, Heri T. Putranto, Coal fly ash conversion to zeolite for removal of chromium and nickel from wastewaters, (2007). [5] B. Bayat, Journal of Hazardous Materials, Vol. 95(3)275-290,(2002). [6] X.Querol, et al, Int. J. Coal Geol. 50, 413-423, (2002). [7] D. Mohan, et al, Ind. Eng. Chem. Res. 41, 3688-3695, (2002).

LITBANG PENGOLAHAN MINERAL PEMANFAATN ABU TERBANG PLTU-SURALAYA UNTUK CASTABLE REFRACTORY (PENELITIAN PENDAHULUAN) Latar Belakang Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara dikategorikan oleh Bapedal sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan pada tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton. Khusus untuk limbah abu dari PLTU Suralaya, sejak tahun 2000 hingga tahun 2006, diperkirakan ada akumulasi jumlah abu sebanyak 219.000 ton/tahun. Jika limbah abu ini tidak dimanfaatkan akan menjadi masalah pencemaran lingkungan. Studi pemanfaatan limbah abu PLTU di Indonesia telah dilakukan oleh LIPI, ITB, BPPT dan Litbang Dept Pekerjaan Umum, namun hanya untuk bahan pencampur semen portland, filler beton, material penyekat dan semen posolan. Saat ini realitas pemanfaatannya hanya dalam kapasitas kecil seperti untuk campuran industri bata genteng oleh masyarakat sekitarnya. Sebaliknya studi penggunaannya untuk penambah bahan tahan api/refraktori belum pernah dilakukan di Indonesia, padahal kebutuhan refraktori di Indonesia cukup potensial karena adanya peningkatan jumlah industri pemakai tanur suhu tinggi. Industri yang kegiatannya menggunakan tanur suhu tinggi seperti industri peleburan logam/non logam, industri gelas/kaca, industri keramik, industri semen dll, secara berkala selalu membutuhkan bata tahan api (BTA) untuk keperluan sebagai insulator panas tanur peleburan/pembakarannya. Secara kimia abu terbang merupakan material oksida anorganik mengandung silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses pembakaran pada suhu tinggi. Bersifat aktif yaitu dapat bereaksi dengan komponen lain dalam kompositnya untuk membentuk material baru (mulite) yang tahan suhu tinggi. Tujuan Penelitian Melakukan penelitian proses daur ulang limbah abu PLTU-Suralaya dengan mencampurkan bahan lain pada komposisi tertentu menjadi benda komposit baru dalam bentuk refraktori cor sehingga mempunyai nilai tambah dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Metodologi Penelitian

Karakterisasi bahan-bahan baku yang terdiri dari limbah abu PLTU Suralaya, aggregate dan binder serta karakterisasi refraktori cor impor sebagai bahan kontrol yang meliputi analisis kimia, analisis fisik (distribusi ukuran, porositas, berat jenis, analisis XRD dan analisis SEM) Rekayasa campuran abu terbang dengan aneka bahan baku dan binder (kalsium silikat, alumina dan kalsium aluminate) berdasarkan jumlah volumenya menjadi komposit mentah. Selanjutnya dibuat benda uji berbentuk silinder dengan menambahkan air. Benda uji dikeringkan, kemudian dilakukan analisis terhadap contoh-contoh benda komposit, meliputi analisis kimia, analisis XRD, densitas, setting time, dan uji ketahanan suhu (PCE), serta analisis mikro struktur (SEM). Metode dan peralatan pengumpul data adalah sampling contoh dilakukan dengan teknik basung prapat, alat pencampur bahan menggunakan Mixer tipe Y, alat firing menggunakan muffle furnace, Sedangkan metode pengumpulan data adalah uji kimia dengan AAS, uji mineral dengan XRD, uji struktur mikro dengan spot EDS-SEM, uji distribusi ukuran dengan Fritsch Particle Sizer, dan ayakan mesh Tyler, uji porositas berdasarkan SNI 13-3604-1994, uji densitas berdasarkan SNI 13-3602-1994, uji PCE berdasarkan SNI 15-4936-1998. Hasil Abu terbang PLTU-Suralaya berbutir halus (0.31 300.74 mm), dengan distribusi 80% berukuran 0.31 40.99mm, atau d50 = 6,22 mm, bentuk butiran membulat dan tidak berikatan satu sama lain (terlepas), komposisi mineralnya adalah kuarsa dan sedikit mulite. Komposisi kimia SiO2 =72,9%, Al2O3 = 11,4% dengan kadar pengotor cukup tinggi seperti besi (6%), titan (0,8%), oksida natrium(1,5%) serta kapur(3,2%), Refraktori cor kontrol berbutir dari sangat halus sampai 44% berukuran +30 mesh, Struktur mikro partikel kasar bertekstur sugary dan partikel halus bertekstur needles/memanjang, komposisi mineralnya adalah dominan korundum, diikuti oleh mulit dan kristobalit. Komposisi kimia SiO2=2938%, Al2O3=47-35% dengan kadar pengotor besi (1,2%), titan(1,6%) serta kapur sekitar 4%, sifat kerefraktoriannya tahan terhadap suhu 1750C (nilai PCE = SK-34) dengan perbandingan komposisi Al2O3/SiO2 = 1,8. Penambahan abu terbang ke dalam refraktori cor kontrol dengan perbandingan 1/1 masih memiliki sifat kerefraktorian yang tinggi. Rekayasa campuran bahan baku refraktori cor terdiri dari abu terbang, alumina oksida, crushed brick dan semen aluminate pada perbandingan volume tertentu (variasi perbandingan volume 1-4 dari masing-masing bahan baku), lalu campurannya ditambah air (15%) dan dicetak berbentuk silinder menjadi komposit mentah. Hasilnya setting time<24 jam, bulk density lebih kecil tapi porositas lebih besar dibandingkan dengan refraktori cor kontrol. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa komposit mentah dari bahan refraktori cor kontrol mempunyai mikro struktur kompak berbentuk serat memanjang dengan komposisi mineral

dominan mulite. Sebaliknya komposit mentah dari bahan rekayasa mempunyai struktur fragmen-fragmen membentuk aglomerat dengan porositas relatif tinggi dengan komposisi mineral dominan kuarsa.

Data SEM Benda Uji Rekayasa Refraktori Cor (Contoh "L") Kesimpulan Abu terbang dominan mengandung kuarsa (bukan kristobalite atau tridimite), juga ada besi dan kapur yang cukup tinggi, menunjukkan material ini belum cukup baik jika langsung digunakan sebagai bahan refraktori cor. Komposisi volume campuran bahan baku yang terbaik dalam percobaan ini adalah abu terbang, semen aluminate, crushed brick, alumina oksida = 3,2,3,2 dengan nilai PCE = SK16 yang setara dengan ketahanan suhu 1460C yaitu nilai tertinggi dihasilkan dari percobaan ini, dengan perbandingan komposisi Al2O3/SiO2=1,7. Dibandingkan dengan refraktori cor kontrol nilai PCE-nya = SK-34 yang setara dengan ketahanan suhu 1750C, maka refraktori cor hasil rekayasa masih di bawah nilai dari pada refraktori cor kontrol. Penambahan abu terbang ke dalam refraktori cor kontrol dengan perbandingan 1/1 masih memiliki sifat kerefraktorian yang tinggi yaitu SK-31 setara dengan suhu 1690C. Namun

semakin banyak jumlah abu terbang yang ditambahkan ke dalam refraktori kontrol semakin rendah nilai kerefraktoriannya. Karakteristik fisik/termal hasil percobaan rekayasa refraktori cor pada percobaan ini masih belum dapat menyamai karakteristik fisik/thermal dari pada refraktori cor kontrol, Untuk kemungkinan merekayasa refraktori cor dengan kualitas yang setara dengan refraktori cor kontrol, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan melakukan:

Pengolahan abu terbang untuk mengurangi kandungan besi, titan dan kapur serta akan meningkatkan kadar Al2O3 Mencari alternatif bahan lain sebagai penambah Al2O3 yaitu harus menggunakan reaktif alumina. Perlu dilakukan uji coba sinterisasi terhadap campuran bahan baku. Perlu diuji sifat rheology-nya.

(Ngurah Ardha, dkk).

You might also like