You are on page 1of 19

Inisiasi 1 Selamat berjuma kali ini dengan Tutor Anda dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik

Indonesia. Pada kesempatan ini mari kita bergabung dengan kami membahas materi dalam topik Konsep Dasar Hukum Tata Negara. Dalam penggunaan istilah Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Dalam penggunaan kedua istilah tersebut ada hubungannya dengan kedudukan Hukum Tata Negara yang merupakan hukum positif, yaitu Hukum Tata Negara yang sedang berlaku di Indonesia. Sedangkan secara khusus istilah Hukum Tata Negara (HTN) dalam studi literatur menunjukkan bahwa istilah HTN merupakan terjemahan dari istilah Staatsreecht yang sudah lama digunakan dalam tradisi akademik maupun dalam praktek hukum di Belanda. Istilah tersebut mengacu kepada dua pengertian dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas disebut Staatsreecht in ruimee zin dan dalam arti sempit disebut Staatsreecht in engere zin. Konotasi tersebut sering digunakan untuk membedakan HTN dan Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) atau juga disebut hukum Administrasi negara. Contoh di Inggris lebih dikenal dengan istilah Constitusional Law, pengaruhnya di negeri kita ada yang menterjemahkannya dengan istilah hukum Konstitusi, yang juga sering digunakan untuk kajian yang sama dengan HTN. Di Perancis dikenal dan dipakai istilah Droit Constitutionelle di samping itu juga dikenal sebutan Droit Administrative, Jika kita amati munculnya semua istilah ini ternyata untuk membedakan antara HTN dan HTUN, seperti hanya dalam tradisi di negara kita. Di Jerman digunakan dua istilah yang konotasinya sama dengan perbedaan tersebut yaitu Verfassungrecht untuk HTN dan Verwaltungsrecht untuk HTUN atau Hukum Administrasi Negara. Jika kita amati dari peristilahan yang digunakan dalam lapangan hukum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masih dibedakan antara HTN dan HTUN. Kondisi tersebut masih tampak dalam sajian mata kuliah maupun persamaan di fakultas hukum. Sedangkan istilah Hukum Administrasi negara dikenal diluar fakultas hukum yang cenderung menggabungkan kedudukannya untuk kepentingan studi tentang Administrasi Negara. Setelah Anda menguasai dan memahami tentang istilah HTN serta penggunaannya. Berikut Anda akan mempelajari bebrapa definisi yang dirumuskan oleh sejumlah ahli HTN yang diakui dan digunakan dalam ilmu hukum.. Menurut definisi yang dirumuskan oleh para pakar untuk mendeskripsikan tentang HTN. Namun pada umumnya mengacu kepada formula yang mengartikan secara tegas sebagai hukum yang mengatur tentang negara. HTN adalah yang mengatur organisasi negara seperti dikemukakan oleh Logemann dalam bukunya Over de theorie van een stelling staatsrecht (1954:81). Negara dipandang sebagai suatu organisasi yang terdiri dari berbagai fungsi yang saling berkaitan mendukung dan membentuk negara tersebut secara keseluruhan. Organisasi negara dipandang sebagai organisasi jabatan-jabatan. Dimana dibedakan antara jabatan dan fungsi . Fungsi dalam arti sosiologisnya sedangkan jabatan merupakan arti yuridis. Dikemukakannya bahwa HTN adalah kumpulan kaidah hukum mengenai pribadi hukum dari jabatan atau kumpulan jabatan di dalam negara dan mengenai lingkungan berlakunya hukum dari suatu negara.

Scolten (1935), dalam bukunya Algemenelehree mengemukakan bahwa HTN adalah hukum yang mengatur organisasi negara Memandang negara sebagai suatu organisasi, dalam organisasi tersebut diatur hubungan antar lembaga dan memuat aturan hukum tentang hak dan kewajiban dari masing-masing lembaga atau badan tersebut. Van de Pot yang mendefinisikan HTN adalah peraturan yang menentukkan badan-badang yang diperlukan sera wewenangnya masing-masing dan hubungan di anatara individu-individu pada negara tersebut. Apeldoorn (19540 dalam bukunya Inleiding tot de studie van het Nederlanddensreecht mengartikan sebagai hukum negara dalam arti sempit untk membedakan dengan Hukum Tata Negara dalam arti luas yang terdiri dari HTN dan Hukum Administrasi Negara. Hukum merupakan bagian dari hukum negara tersebut, yaitu hukum yang mengatur orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintahan serta batas-batas kekuasaannya. Van Vollenhoven (934 dalam bukunya yang berjudul Staatrechs Overzee diartikan sebagai hukum yang mengatur masyarakat atas masyarakat hukum bawah menurut tingkatannya yang menentukkan wilayahnya dan penduduknya serta menentukan badan-badan berikut fungsi dan kewenangannya. Definisi tersebut tampak lebih berdemensi sosiologis dengan menitikberatkan kepada negara sebagai organisasi masyarakat yang terdapat di dalamnya hubungan antara lapisan masyarakat hukum. Yaitu membedaknnya dalam kelompok masyarakat hukum atas dan bawahan, hubungan inilah yang diatur oleh HTUN. A.V. Decy ( Sarjana Inggris/1968) menyebutnya dengan istilah Constitutional Law dalam bukunya An introduction to the study of the law of the constitution. Makna definisinya menitikberatkan kepada pembagian kekuasaan dalam organisasi negara disebutkannya appears to include all rules which in the state 1968:23) Pengertiannya sangat luas semua hukum (all rules) yang mengatur distribusi kekuasaan negara. Kranenburg mengajukan cakupan dalam lapangan hukum menjadi (1) HTN meliputi hukum mengenai susnan umum dari negara (2) HTUN mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat-alat perlengkapan badan-badan kenegaraan seperti hukum kepegawaian. Kusumadi Pudjosewojo dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia dikemukakanya bahwa HTN yang mengatur bentuk negara (kesatuanatau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukkan masyarakat hukum atasan maupun bawahan beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie). Definisi ini melihat dari aspek masyarakat hukum seperti yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven. Kelebihannya secara langsung menunjuk kepada pengaturan tentang bentuk negara dan pemerintahan. Kusnardi (1989:29) dalam bukunya pengantar Tata Negara Indonesia menyebutkan bahwa HTN sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya. Analisis terhadapdefinisi ini mencakup unsur-unsur, peraturan hukum, organisasi negara, lembaga negara, hak warga negara dan jaminan hak azasi negara. Kiranya tampak mendeskripsikan sesuai dengan tuntutan dari muatan sebuah konstitusi.

Dengan berorientasi pada sisi pemikiran konstektual dengan kondisi nilai filosofis, politis dan budaya serta kondisi HTN kita dapat dirumuskan bahwa HTN Indonesia Perangkat hukum baik mencakup organisasi, embagian kekuasaan dan jaminan hak azasi manusia untuk kepentingan mendidrikan serta menata dan menjalankan kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila. Sedangkan jika di lihat HTN dalam Pembagian Ilmu Hukum dapat dikategorikan sebagi hukum publik. Hukum yang objek pengaturan negara dekenal dengan hukum negara Staatsreecht Seperti telah tersimpul darlam beberapa definisi yang dikemukakan di atas, masih dibedakan dalam arti luas dan dalam arti sempit Kranenburg mengajukan cakupan dalam lapangan hukum menjadi (1) HTN meliputi hukum mengenai susnan umum dari negara (2) HTUN mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat-alat perlengkapan badan-badan kenegaraan seperti hukum kepegawaian. Perlu diperhatikan bahwa hukum negara yang objeknya negara terdiri dari HTN dan HTUN. Seperti telah dikemukakan untuk hal tertentu kedua lapangan hukum ini sulit untuk dibedakan bahkan tidak dapat dipisahkan dalam kerangka studi hukum secara makro. Namun dapat dikemukakan bahwa ciri utama dari HTN memuat norma-norma hukum yang mengatur tentang struktur organisasi negara dan mekanisme pemerintahan. Berbeda dengan kaidah hukum publik lainnya yang mengatur umu kaitannya dengan perilaku manusia. HTN dan HTUN Seperti telah Anda pelajari di atas bahwa hukum negara dibedakan dalam arti sempit HTN dan dalam arti luas mencakup HTUN. Persolan yang muncul karena objek studinya sama dalam arti negara dan kekuasaan adalah apakah perbedaan dan bagaimana cara membedakannya. Bahkan timbul pertanyaan apakah masih relevan perbedaan tersebut? Usep Ranuwijaya (1982) Untuk membedakan HTN dan HTUN muncul beberapa teori. Hal ini berkenaan dengan cenderung sulit untuk membedakannya sehubungan dengan memiliki pusat kajian yang sama berkisar pada pengaturan hukum tentang organisasi negara Van Vollenhoven (1919), dipandang seorang akar berhasil secara jelas membedakan kedua lapangan hukum ini. Dalam bukunya yang berjudul Administrative recht dengan mengangkat eori Mr. Oppenheim. Secara definitif membedakan bahwa HTN adalah serangkaian peraturan hukum untuk kepentingan mendirikan badan-badan negara dan memberikan wewenang kepada badan tersebut untuk membagikan pekerjaan pemerintah kepada berbagai alat negara. Sedangkan HTUN adalah serangkaian peraturan yang mengikat alat-alat negara pada saat menjalankan tugasnya seperti yang ditetapkan oleh HTN tersebut. Oppenheim yang terkenal dengan ajaran/teori negara dalam keadaan bergerak (staats in rust), tampak diaplikasikannya untuk kepentingan perbedaan tersebut. Dikemukakannya HTN mengatur negara dalam keadaan tidak bergerak, sedangkan HTUN dalam keadaan bergerak (staats in beweging). Perbedaan yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven itu mendapat bantahan dari R. Kranenburg dalam bukunya Het Nederlandsh Staatsrecht . Dikemukakannya bahwa keduanya pada hakikatnya tidak terdapat perbedaan, keduanya merupakan peraturan tentang wewenang dari alat negara lebih lanjut dikemukakanya perbedaan yang dikemukakan Van Nollenhoven tersebut dipandang tidak bersifat prinsifeel dan reel.

R.M. mac Iver (1917: 13-16) dalam bukunya The Modern State mengemukakan bahwa dalam lapangan hukum negara dikemukakannya ada dua macam disebutnya There is the law, which goverens the state and there in the law, by means of which the state governs. Dikemukakannya ada hukum yang memerintah negara dan ada hukum yang merupakan alat bagi negara untuk memerintah. Yang pertama disebut Constituional Law. Kita artikan HTN, dan yang kedua Ordinary Law tampak lebih tepat kita namakan HTUN, termasuk hukum lainnya yang dibentuk untuk menjalankan organisasi negara. Berdasarkan teori tersebut kiranya dapat disimpulkan HTN memberi dukungan yuridis konstitusional untuk mendirikan dan menata bangunan organisasi negara, sehingga negara dalam posisi dibangun tidak dalam keadaan bergerak sebagai objek. Sedangkan HTUN memberikan pengaturan bagaimana mengusahakan supaya negara ini bergerak sebagai subjek menjalankan fungsi perannya dalam mencapai tujuannya. Ruang Lingkup Kajian Studi dan Pendekatan Hukum Tata Negara Ruang lingkup dan kajian dan pendekatan HTN memberikan gambaran tentang bagian-bagian mana yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka mempelajarinya. Ruang lingkup dalam kajian ini juga dikemukakan kaitan HTN dengan ilmu-ilmu sosial termasuk didalamnya dengan ilmu politik. Logemann dalam bukunya Het Staatsreecht van Indonesie het formale systeem bahasan HTN mecakup; 1) susunan dari jabatan (lembaga negara), 2) penunjukkan mengenai ejabat (pimpinan lembaga negara), 3) tugas dan kewajiban dari lembaga dan pimpinannya, 4) kekuasaan dan kewenangan dari lembaga-lembaga negara, 5) batas wewenang dan tugas dari jabatan terhadap daerah dan yang dikuasainya, 6) hubungan antar lembaga/jabatan dan 7) hubungan antara jabatan dan pejabat. Menurut Usep Ranuwidjaja (1989:28) Bertitik tolak dari ruang lingkup yanglebih luas mencakup kehidupan kenegaraan dari suatu bangsa didalam usahanya menyelenggarakan kepentingan hidup bersama. Berdasar cakupan di atas, dikemukakan secara rinci beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan; Pokok bahasan pertama : meliputi struktur umum dari organisasi negara, terdiri dari bentuk negara, bentuk pemerintahan, corak pemerintahan, sistem pemencaran kekuasaan, garis-garis besar tentang organisasi, wilayah negara, hubungan antara rakyat dan negara, cara-cara rakyat menjalankan hakhak ketatanegaraan dasar negara,ciri-ciri lahir dari kepribadian negara Indonesia Pokok bahasan kedua : tentang badan-badan kenegaraan, yang konsepintinya meliputi cara bekerjanya, perhubungan kekuasaan diantaranya dan masa jabatan dari masing-masing lembaga tersebut. Pokok bahasan ketiga tentang kehidupan politik rakyat yang mencakup; jenis penggolongan dan junlah partai di dalam negara dan ketentuan hukum yang mengaturnya; hubungan antara kekuatankekuatan politik dengan badan-badan kenegaraan; kekuatan politik dan pemilihan umum; arti dan kedudukan golongan kepentingan; pencerminan pendapat; dan kerjasama antara kekuatankekuatan politik Pokok bahasan keempat mencakup bahasan sejarah, perkembangan ketatanegaraan sebagai latar belakang keadaan yang sedang berlaku yang mencakup konsep kurun waktu; masa penjajahan Belanda; masa penjajahan Jepang, masa 17 Agustus 194 - 27 Desember 1949, masa 27 Desember

1949 17 Agustus 1950, masa 17 Agustus 1950 5 Juli 1959 hingga sekarang. Babakan sejarah sosio politik dapat dikategorikan masa orde lama dan orde baru. Menganalisis ruang lingkup atau pokok persoalan yang dibahas dalam HTN, kiranya lebih tepat ruang lingkup dalam pengantar atau pengantar studi HTN. Artinya sebagai kemampuan dasar dalam melakukan studi HTN dalam artihukum positif. Pendekatan Metodologi Studi Hukum Tata Negara Secara keilmuan dikenal dua pendekatan yang berkembang dalam melakukan studi HTN. Pertama melihat fenomena HTN sebagai masalah yang harus didekati dan ditempatkan sebagai masalah yang objek kajian yuridis konstitusional, validitas kebenaran hanya akan diperoleh dari kajian tersebut. Kebenaran dan validitas pemecahan masalah lebih mengandalkan pada pendekatan yuridis konstitusional saja. Pendekatan yang hanya menekankan yuridis konstitusional, lebih sempit dan terbatas sebagai fenomena hukum semata. Oleh karena itu lebih bersifat monodisiplin. Sedangkan pendekatan yang tidak hanya terbatas pada aspek yuridis konstitusional lebih luas, bersifat multi disiplin. Mengenai kedua model dari pendekatan tersebut, ternyata yang pertama banyak dianut oleh para ahli hukum teoritik akademik. Sedangkan yang kedua lebih banyak dikenal dikalangan para praktisi politisi dan para pengembang pendidikan politik. Kecenderungan dalam studi HTN dalam praktik menggunakan kedua pendekatan tersebut untuk saling melengkapi sehubungan keduanya memiliki keunggulan. Di samping pendekatan dalam melakukan studi HTN seperti dikemukakan di atas perlu mencakup dimensi filosofis, politis dan yuridis. Seperti dikemukakan Solly Lubis (1992:6) bahwa ilmu Hukum Tata Negara modern pendekatan dalam pembahasannya lebih menekankan kepada aspek hukum akan tetapi tidak secara kaku dan sempit melihat melihat realitas kehidupan ketatanegaraan tidak dari segi hukum melulu, tetapi juga melihat kaitannya dengan dimensi-dimensi filosofis dan politis. Aspek yuridis diperlukan sekali untuk melihat masalah ketatanegaraan secara normatif dalam arti sesuatu yang harus diwujudkan dalam realitas. Sedangkan aspek politis menempatkan kaidah hukum dalam realitas praktiknya. Sedangkan dimensi filosofis membantu dalam menemukan suasana kebatinan yang berkaitan dengan kaidah hukum tersebu Sumber Hukum Tata Negara Pada umumnya sumber hukum diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan kaidah hukum itu ada dan memiliki kekuatan. Logikanya sumber hukum adalah sesuatu yang dijadikan bahan penyusunan dan pengesahan dari pada hukum tersebut. Bagaimana kedudukan sumber hukm terhadap hukum pertanyaan ini sering muncul. Sebenarnya perlu disadari bahwa studi hukum tidak mungkin melepaskannya dari keharusan mempelajari

sumber hukumnya. Karena dengan mempelajari sumber hukum tadi, kita dapat melihat kadar kekuatan dari pada hukum itu. Jika seandainya lemah sumbernya, maka akan lemah pula kualitas keabsahan hukum tersebut. Dalam pembentukkan hukum senantiasa bertitik tolak apa yang dijadikan bahan pembentukkan atau perumusan hukum tersebut. Jadi kedudukan sumber hukum menentukkan kualitas dan kekuatan serta keabsahan dari hukum kedudukannya sebagai sumber hukum juga sebagai alat uji validitasnya. Dalam mempelajari sumber hukum ini terbagi dalam dua hal; pertama meliputi jenis sumber Hukum Tata Negara dan yang kedua sumber Hukum Tata Negara menurut Ilmu Hukum Tata Negara Jenis Sumber Hukum Tata Negara terdiri dari Sumber HTN dalam arti materiil dan Sumber HTN dalam arti formil. Dalam arti formil terdiri dari; UUD 1945, Ketetapan MPR; Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan lainnya.

Inisiasi 2 Selamat berjumpa kembali dengan Tutor Anda dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Pada kesempatan ini mari kita bergabung dengan kami membahas materi dalam topik Pembentukan dan Perkembangan Konstitusi. Untuk memahami materi Pembentukan dan Perkembangan Konstitusi meliputi pengertian; 1). Proklamasi sebagai Sumber pembentukan Hukum Tata Negara (HTN) dan 2). Pemahaman Dasar-dasar teoritik dan materi Hukum Tata Negara di Indonesia. Proklamasi Sebagai Sumber Pembentukan Hukum Dasar landasan konseptual dalam pembentukan HTN, seperti pada bagian materi terdahulu dijelaskan bahwa Pancasila merupakan sumber hukum dalam arti materil bagi HTN. Artinya HTN harus merupakan perwujudan yuridis konstitusional dari nilai-nilai Pancasila. Bahkan berbagai bentuk dan jenis HTN tersebut harus merupakan bentuk dan jenis HTN tersebut harus merupakan bentuk hukum yang berisi nilai-nilai Pancasila. Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 sebagai Sumber Pembentukan HTN. Pembukaan UUD 1945 adalah merupakan pernyataan bangsa untuk merdeka. Hakikatnya merupakan suatu keputusan politik bangsa untuk mendirikan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembuakaan UUD 1945 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proklamasi. Pembukaan UUD 1945 terdiri dari naskah Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang merupakan perjanjian luhur (gentlement agrement) bangsa Indonesia untuk merdeka dari belenggu penjajah. Bagaimana keterkaitannya dengan HTN ?. Kedudukan Proklamasi merupakan salah satu sumber hukum. Proklamasi merupakan pernyataan kemerdekaan sebagaimana yang dinyatakan dalam rumusan pada alinea ke 3 pada Pembukaan UUD 1945. Proklamasi sebagai pernyataan kemerdekaan merupakan pernyataan bangsa Indonesia sebagai subjek hukum internasional.

Pengakuan Internasional atas kemerdekaan ini, berdampak yuridis, yaitu memperkuat bangsa kita sebagai bangsa yang memiliki hak untuk membentuk HTN dalam kerangka mendirikan suatu negara. Kedudukan proklamasi sebagai sumber hukum, dipertegas secara materiil bahwa proklamsi merupakan inti dari pembukaan yang kemudian dirinci secara yuridis konstitusional dalam Batang Tubuh UUD 1945. Sedangkan kedudukan Proklamsi suatu pernyataan kemerdekaan (Declaration of Independence) adalah merupakan sumber hukum bagi berdirinya sebuah negra Indonesia. Pernyataan kemerdekaan yang terdapat dalam pembukaan UUD sebagai landasan fundamental yang kedudukannya sebagai sumber hukum sangat kuat, tidak satu badanpun yang berhak untuk merubah. Pernyataan kemerdekaan dan kemerdekaan itu adalah sebagai pernyataan politik bangsa, bukanlah tujuan akhir perjuangan bangsa, akan tetapi merupakan titik tolak untuk membangun organisasi negara ini. Kedudukan Pancasila Sebagai Norma Dasar Bagi Pembentukkan Hukum Tata Negara. Pertanyaan yang sering muncul dalam rangka melakukan studi HTN, antara lain apakah yang dijadikan norma dasar bagi pembentukkan hukum dasar tersebut?. Bagi hukum positif? Jawaban atas pertanyaan tersebut di Indonesia adalah nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila. Bagaimana keterkaitannya? Keterkaitannya dengan HTN, jelas dalam kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Pancasila secara formal sebagai dasar negara ditetapkan pada tanggal 18 Agustus. Oleh karena pada saat itu, bertepatan dengan disyahkannya UUD 1945. Oleh karena pada saat itu, bertepatan dengan disyahkannya UUD 1945. Kedudukan HTN dalam kaitannya dengan Pancasila tidak lain adalah rumusan yuridis konstitusional sebagai bentuk perwujudan dari nilai-nilai Pancasila. Maka HTN Indonesia yang akan dibentuk dan dikembangkan tidak boleh beretentangan dengan Pancasila. Seperti kita ketahui bahwa beberapa kali kita sudah memiliki Undang-Undang Dasar yaitu 1945, RIS 1949, UUDS 1950. Ternyata sila-Sila Pancasila tetap secara tertulis dicantumkan dalam pembukaan atau mukadimah dari masing-masing UUD tersebut. Dari urain tersebut dapatlah didimpulkan bahwa dalam rangka studi HTN, Pancasila merupakan dasar yang dijadikan sumber hukum bagi pembentukan HTN Indonesia. Konsekuensinya, mempelajari dan memecahkan masalah HTN Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai acuan filosofis dan yuridis. Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dalam Membentuk Hukum Tata Negara. Peranan Pancasila memberikan pemikiran para pembentuk hukum sekaligus memberikan landasan yang kuat terhadap produk hukum tersebut. Prof. Notonagoro, mengemukakan pendapatnya, bahwa di antara kaidah negara yang fundamental, asas kerohanian Pancasila sebagai suatu dasar falsafah negara mempunyai kedudukan yang amat istimewa. Lima unsur dalam Pancasila bukanlah hal yang timbul secara baru pada saat pembentukan negara kita, tetapi sebelumnya telah lama dimiliki oleh bangsa dan rakyat Indonesia, secara aktual dan hidup dalam jiwa masyarakat kita (Solly Lubis 1987:35)

Pancasila sebagai Kaidah Fundamental dalam pembentukan Hukum Tata Negara Ketegasan akan keberadaan norma dasar bagi pembentukan HTN sangat diperlukan. Karena tanpa landasan norma dasar tersebut hukum tersebut sulit untuk dibentuk bahkan akan kehilangan spiritualnya. Dalam pembentukan hukum Indonesia, Pancasila dijadikan pokok kaidah fundamental. Seperti yang dikemukakan oleh Notonegoro, Pancasila merupakan norma dasar hukum objektif yang dengan jalan hukum tidak dapat diubah sebagai azas kerohanian. lebih lanjut dikemukakan bahwa Pancasila mempunyai sifat religius, dan sifat kultural yang mempeekuat pembentukan hukum. Pancasila sebagai kaidah fundamental (norma dasar) memilki peran sebagai cita-cita kenegaraan (staatidee) yang diperjuangkan secara yuridis melalui pembentukan HTN. Berdasarkan kaidah fundamental dapat dibentuk secara kesinambungan tertib hukum dalam rangka hidup bernegara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 Pembukaan merupakan suasana kebatinan negara. Menurut Notonegoro memuat azas kerohanian negara, azas politik negara, azas tujuan negara serta menjadi dasar hukum dari pada undang-undang dasar. Keterkaitan Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945, jelas bahwa batang tubuh merupakan wujud yuridis konstitusional apa yang telah dirumuskan dalam pembukaan tersebut. Pembukaan yang ddalamnya terdapat rumusan Pancasila amat jelas kedudukannya sebagai sumber HTN di Indonesia. Kiranya sangat tepat apabila dikatakan pembukaan itu merupakan rumusan pernyataan tentang citacita bangsa Indonesia untuk mendirikan dan membangun kehidupan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 sebagai Sumber Pembentukan Hukum Tata Negara Pernyatan kemerdekaan yang terdapat dalampembukaan tersebut, kedudukannya sebagai sumber hukum sangat kuat, dan tidak ada satu badanpun yang berhak merubah. Sebagai sumber hukum, Pembukaan disepakati hampir oleh semua pakar hukum, tidak kena oleh kekuatan pasal 37 UUD tentang perubahan UUD. Jika kita simak akhir bunyi alenia kedua dalam Pembukaan UUD 1945; ..mengantar rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur Kata-kata merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah merupakan inti dari pernyataan dan tekad bangsa untuk membangun negara. Merupakan pernyataan sebagai keputusan politik dengan resiko untuk mempertahankannya. Bagaimana keterkaitannya dengan HTN pernyataan tersebut sebagai dasar hukum untuk dibangunnya kaidah-kaidah HTN sebagai dasar yuridis konstitusional untuk membangun organisasi negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembentukan Hukum Tata Negara Pokok-pokok pikirang yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang kemudian dijelaskan dalam Penjelasan UUD 1945 terdiri dari : 1. Pokok pikiran ke-satu dalam pembukaan dijelaskan ; Negara kesatuan, yang artinya negara

melindungi bangsa Indonsia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Pokok pikiran ke-dua, yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat 3. Pokok pikiran ke-tiga yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah tentang konsep kedaulatan. Lebih jelasnya silahkan pahami dalam penjelasan UUD 1945. 4. Pokok pikiran ke-empat dikemukakan dalam penjelasan .ialah negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah penyelenggara negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral yang luhur Penjelasan tersebut di atas memberikan tentang karakteristik negara Indonesia Untuk selanjut dalam perkembangan konstitusi atau UUD di Indonesia saat ini telah dilakukan perubahan dan penyempurnaan melalui amandemen. Dalam amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan empat tahap. Silahkan Anda pelajari dan identifikasi dari pasal demi pasal yang telah di amandemen tersebut. Dan telah dilakukan melalui empat tahap tersebut kapan saja? Silahkan dapatkan sumber yang authentik.

Dasar Teoritik dan Materi Hukum Tata Negara di Indonesia Pembahasan tentang dasar-dasar HTN Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan dasar-dasar istilah beberapa prinsip/teori yang secara konseptual dijadikan dasar dalam mengonstruksi HTN. Dengan memahami konsep dasar tersebut diharapkan dapat diperoleh dasar teoritik konseptual dalam melakukan studi HTN Indonesia. Konsep Negara Hukum Tata Negara Pemaknaan dari negar hukum selalu dikaitkan sebagai kebalikan dari konsepsi negara kekuasaan. Oleh karena itu negara hukum menunjuk kepada sistem konstitusional. Artinya sistem konstitusional merupakan ciri utama dari konsepsi negara hukum. Dalam Penjelasan UUD 1945 dijelaskan lebih jelas bahwa negar Indonesia berdasarkan atas hukum. ; Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats) tidak bedasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Bahwa konsepsi negara hukum selalu dibahas sebagai berbeda dari negara kekuasaan sebagai penjelmaan absolutisme. Karakteristik konsepsi negara hukum yang dilandasi oleh adanya pengakuan adanya hukum kodrat dan hukum etis Pengembangannya tidak hanya didasarkan atas kesadaran dan cita hukum rakyat semata akan tetapi mencakup hukum yang bersumber dari Tuhan. Secara yuridis konstitsional dalam kerangka studi HTN kita akan menemukan kaidah-kaidah sebagai berikut; (sebelum UUD 1945 diamandemen 1. Negara berdasarkan atas hukum (rechstaats) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaats). 2. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (kekuasaan yang tidak tak terbatas). 3. Kekuasaan Presiden tidak tak terbatas artinya dibatasi oleh Undang-Undang Dasar. 4. Kekuasaan Kehakiman oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman itu diatur dengan

undang-undang (pasal 24:1) 5. Susunan dan kekuasan badan-badan kehakiman diatur dengan undang undang (pasal 24:2) 6. Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undangundang (pasal 25) 7. Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah (Penjelasan UUD 1945) Demikian materi pada pertemuan tutorial kali ini Inisiasi 3 Selamat berjumpa kembali dengan Tutor Anda dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Pada perjumpaan kali ini kita masih melanjutkan membahas materi minggu lalu. Untuk memantapkan pemahaman materi terdahulu maka, untuk selanjutnya Anda pelajari dan cermati ulang mengenai dasar teoritik dan materi HTN di Indonesia apa yang dimaksud; konsep hirarkhis, prinsip hukum dasar, prinsip keputusan politik dalam Pembukaan UUD 1945 dan Proklamasi, prinsip kedaulatan ditangan rakyat, prinsip integralistik berakar budaya bangsa, prinsip supel dan fleksibelitas, prinsip pembagian kekuasaan, prinsip sistem pemerintahan, hak azasi manusia dan demokrasi Pancasila. Kegiatan selanjutnya Anda diminta mengerjakan tugas-tugas berikut; 1.Tunjukkan letak perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata Usaha Negara? 2.Jelaskan tentang definisi Hukum Tata Negaradan kemudian Anda rumuskan menurut pemahaman Anda sendiri ? 3.Bagaimana karakteristik metode studi Hukum Tata Negara. Jelaskan! 4.Bagaimana kedudukan sumber hukum dalam Hukum Tata Negara. Jelaskan? Bagaimana kedudukan Konvensi sebagai Hukum! 5.Bandingkan pasal-pasal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi lembaga negara di Indonesia seperti dalam pembahasan materi, sebelum dan sesudah UUD 1945 diamandemen dan cantumkan kapan amandemen ke satu sampai amandemen keempat tersebut dilakukan ! 6.Bandingkan struktur ketatanegaraan di Indonesia sebelum dan sesudah UUD 1945 diamandemen.! Salam jumpa kembali Mahasiswa Universitas Terbuka dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Dalam kesempatan ini mari kita bergabung kembali dengan kami dalam topik Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Mari kita awali dari pengertian demokrasi dan bagaimana dalam implementasinya; Seperti kita pahami bahwa ; Istilah demokrasi berasal dari kata demos dan kratein, demos artinya rakyat, kratein artinya memerintah (kratia artinya pemerintahan). Pengertian demokrasi tersebut pada waktu sekarang kiranya sudah dikenal dan dimengerti oleh kebanyakan orang yang hidup pada abad ke-20 ini meskipun dalam pengertian yang sederhana. Menurut Miriam Budiardjo, ada bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional sebagainya. Di antara sekian banyak aliran tersebut hanya terdapat dua kelompok yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok aliran yang menamakan demokrasi,tetapi pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas

komunisme (Miriam Budiardjo, 1983: 50-51). Pada abad ke-19 atau permulaan abad ke-20 usaha-usaha untuk membatasi kekuasaan pemerintah negara tersebut mendapat perumusan secara yuridis. Perumusan yuridis tersebut oleh para Sarjana Eropa Kotinental disebut dengan istilah Rechstaat (Negara Hukum), sedangkan oleh para sarjana Anglo-Saxon disebut dengan istilah Rule of law. Apabila dilihat dari isi kedua istilah tersebut ada perbedaannya, tetapi sebenarnya keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu dalam Negara, yang berdaulat adalah hukum. Ini berarti akan bias dicegah tindakan-tindakan yang sewenangsewenang dari penguasa, sehingga perlindungan terhadap individu mengenai hak-hak sipil dan politik dapat dijamin. Sejak abad ke-6 sampai abad ke-3 sebelum Masehi sistem demokrasi yang terdapat di Negarakota (city-state) Yunani adalah demokrasi langsung (direct democracy). Ini berarti bahwa suatu pemerintahan di mana seluruh warga negara mempunyai hak untuk membuat keputusan-keputusan politik secara langsung berdasarkan procedure mayoritas. Hal ini dimungkinkan karena wilayah Yunani yang relatif sempit dan jumlah penduduk pun relatif sedikit, serta urusan politik kenegaraaan belum begitu kompleks (rumit) seperti pada saat sekarang. Lahirnya demokrasi pada Abad pertengahan adanya pengakuan hak-hak asasi manusia serta jaminan pelaksanaan di dalam Piagam dan atau Konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya yakni Magna Charta yang dikeluarkan oleh Raja John (Inggris) pada tanggal 19 Juni 1215. Walaupun dalam Magna Charta tersebut tidak mengatur tentang masalah kepentingan rakyat hanya berlaku antara Raja dan golongan bangsawan, tetapi Magna Charta dapat dianggap sebagai tonggak gagasan demokrasi. Menurut Miriam Budiardjo, pada hakikatnya teori-teori kontrak social merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Sebagai pencetusnya adalah John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut John Locke, hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik tersebut, yang kemudian disebut dengan trias politika. Ide-ide atau gagasan-gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik tersebut menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke 18 serta Revolusi Amerika melawan Inggris (1983:56) Selanjutnya sebagai akibat dari pergolakan tersebut di atas, maka pada akhir abad ke19 ide demokrasi mendapat wujud konkret sebagai sistem politik politik demokrasi pada tahap ini sematamata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan individu, kesamaan serta hak pilih untuk semua warga Negara. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa demokrasi dapat digolongkan menjadi dua yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi komunis. Demokrasi konstitusional mempunyai ciri khas, yaitu pemerintahan yang demokratis, artinya pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya, dan pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan tersebut tercantum dalam konstitusi. Pada abad ke 19 dan permulaan abad-20 pembatasan tersebut mendapat rumusan yuridis, oleh para sarjana Kontinental disebut dengan Rechtsstaat, sedangkan oleh para sarjana Anglo Saxon disebutdengan Rule of Law. Menurut

Friederich Julius Stahl ada empat unsur Rechtsstaat dalam arti klasik, yaitu: 1). Hak-hak manusia, 2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (trias politica), 3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan dan 4) Peradilan administrasi dalam perselisihan. Unsur-unsur Rule of Law dalam arti klasik, seperti yang dikemukakan oleh AV. Dicey meliputi: a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenangwenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law) b. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh UUD) serta keputusankeputusan peradilan. Kedua perumusan tersebut hanya bersifat yuridis dan hanya menyangkut bidang hukum saja dan dalam batas-batas yang sempit. Hal ini disebabkan kedua perumusan tersebut dilakukan dalam suasana yang masih dikuasai oleh gagasan bahwa Negara dan pemerintahannya hendaknya tidak campur tangan terhadap urusan warga negaranya, kecuali menyangkut kepentingan umum. Dalam abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II Negara telah melepaskan pandangan bahwa peranan negara hanya hanya terbatas pada mengurus kepentingan umum. Dewasa ini negara dianggap turut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Negara harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan social serta aktif untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Dengan demikian lahirlah negara kesejahteraan (welfare state) atau Negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat (social service state) Demokrasi di Indonesia Bedasar UUD 1945 Kurun II (5 Juli 1959 sampai sekarang) dan Implementasinya. Demokrasi di Indonesia berdasar UUD 1945 kurun waktu II dibedakan menjadi Demokrasi berdasar UUD 1945 pada masa Orde Lama, masa Orde Baru dan masa Orde Reformasi. 1. Implementasi Demokrasi di Indonesia pada Masa Orde Lama (5 Juli 1959-11 Maret 1966). Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945, maka demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer ke presidensial, sesuai dengan UUD yang berlaku pada masa ini terjadi perubahan yang fundamental. Ciri-ciri pada masa ini, antara lain: peran dominan pada presiden, terbatasnya partai-partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur social-politik, (M. Budiardjo, 1983:71). Beberapa waktu setelah penetapan keputusan tentang kebijaksanaan politik dengan cara yang dinamakan Demokrasi Terpimpin. Dasar hukum pelaksaan Demokrasi Terpimpin ditetapkan di dalam Sidang Umum ke III MPRS tahun 1965, dengan Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965. Menurut Ketetapan MPRS tersebut penyelenggaraan Demokrasi Terpimpin pada prinsipnya adalah musyawarah untuk mufakat, tetapi apabila musyawarah mufakat tersebut tidak dapat dilakukan, yaitu 1) Pembicaraan mengenai persoalan tersebut ditangguhkan 2) Penyelesaian mengenai persoalan tersebut diserahkan kepada pimpinan agar mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang ada, baik yang saling bertentangan maupun yang tidak Pembicaraan mengenai persoalan tersebut ditiadakan, (Pasal 7 Ketetapanb MPR No.VIII/MPRS/1965 Namun dalam kenyataan prinsip cara penetapan keputusan berdasarkan demokrasi terpimpin pelaksanaannya terjadi penyimpangan atau penyelewengan dari ketentuan UUD 1945. Salah satu contoh bentuk penyelewengan tersebut antara lain;

a. Pada tahun 1960 Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum, sedangkan dalam penjelasan UUD ditentukan bahwa Presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR b. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD yang menetapkan masa jabatan Presiden lima tahun Penyimpang-penyimpangan tersebut bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya sistem pemerintahan yang ditetapkan dalam UUD1945, melainkan juga mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamanan, serta terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi. 2. Implementasi Demokrasi di Indonesia pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966-21 Mei 1998) Landasan yuridis formal dari masa Orde Baru adalah Pancasila, UUD 1945 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Pada awal Orde Baru dalam rangka usaha untukmeluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang telah terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin telah diadakan tindakan yang bersifat korektif, antara lain; 1). Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali untuk lima tahun 2). DPR-GR diberi hak control, di samping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah Selanjutnya mengenai tata cara Demokrasi Pancasila berbeda Demokrasi Barat yang berdasar konsep: 1) adanya persamaan sesame manusia 2) adanya kearifan pendapat kolektif. Ini berarti bahwa Demokrasi Pancasila tidak berprinsip pada kemutlakan suara terbanyak yang dapat mengakibatkan tirani mayoritas dan juga tidak mendasarkan pada kekuasaan minoritas yang dapat menimbulkan tirani minoritas. Demokrasi Pancasila mempunyai kekhasan tersendiri yang sesuai dengan budaya politik Bangsa yaitu sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mufakat (S. Toto Pandpyo 1985:133) Pelaksanaan demokrasi Pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada awal Orde Baru tampil dengan semangat koreksi terhadap Demokrasi Terpimpin dengan berpegang teguh pada UUD 1945. Namun setelah pemilihn umum 1971 pembaharuan yang seharusnya membuat proses kemerdekaan rakyat kembali berjalan tersendat. Yang dijalankan oleh Pemerintah Orde Baru (Presiden) cenderung bersifat otoriter. Hal tersebut terbukti adanya kekuatan-kekuatan sosial politik formal yang ada: PPP, PDI, dan Golkar tidak mampu menyerap tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki perubahan atau pembaharuan. Kemerosotan kehidupan ekonomi, social, politik, dan hukum begitu buruk sebagai akibat pelbagai penyimpangan dan praktik-praktik KKN berlanjut menjadi krisis kepercayaan politik yang telah memaksa Presiden RI hasil Sidang Umum Maret 1998 (Presiden Soeharto) turun dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998 dengan melimpahkan wewenangnya kepada Wakil Presiden sebagai Presiden Baru yaitu BJ. Habibie

Salam jumpa kembali Mahasiswa Universitas Terbuka dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia lanjutan dalam topik Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Implementasi Demokrasi di Indonesia pada Masa Orde Reformasi (21 Mei 1999 sampai Sekarang Dalam era reformasi telah terjadi perubahan-perubahan mendasar di negara kita, antara lain diwarnai oleh udara segar demokrasi yang memberikan ruang gerak kepada masyarakat untuk lebih bebas mengemukakan pendapat mengekpresikan perasaannya, dan mengetengahkan gagasangagasannya, guna berpartisipasi dalam membangun negaranya. Terciptanya udara segar kebebasan yang tengah dimiliki oleh rakyat Indonesia tersebut tidak terlepas peran serta mahasiswa bersama dengan kekuatan reformasi lain serta dukungan masyarakat luas telah mampu menciptakan desakan kuat kea rah demokratisasi melalui gerakan reformasi. Akibatnya memaksa Presiden RI Hasil Sidang Maret 1998 turun dari jabatannya dan melimpahkan wewenangnya kepada Wakil Presiden sebagai Presiden baru, yakni BJ. Habibie. Walaupun telah terjadi pergantian kepemimpinan Nasional pada tanggal 21 Mei 1998 tersebut tidaklah dengan sendirinya dapat menyelesaikan permasalahan khususnya kemerosotan ekonomi, maupun krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang ada. Praktik-praktik kekerasan yang nyata-nyata anti demokrasi dalam perkembangannya, juga dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Runtuhnya Orde Baru tidak secara otomatis membawa Negara Indonesia menuju demokrasi yang sesungguhnya atau sejati. Otoritariannisme dan demokrasi merupakan dua tipe rezim yang sangat berbeda. Diantara dua kutub rezim itu dan pro penggantiannya ada masa transisi, yaitu sebuah bentuk demokrasi yang labil. Berbagai ahli memberikan nama yang berbeda untuk demokrasi masa transisi tersebut, seperti demokrasi semu (pseudo-democrasy), demokrasi liberal yang belum terkonsolidasi (unconsolidated liberal democracy) (Siswono Yudohusodo 1999:4) Pada Orde Reformasi Indonesia dalam transisi, di dalamnya, benturan-benturan kepentingan elite terasa keras, yang berdampak pada munculnya tindakan-tindakan anarkhis. Misalnya yang terjadi di Ambon, Sambas, Tragedi Mei 1998 di Jakarta, penembakan oleh aparat terhadap tahanan di Aceh, Ketapang dan terakhir kasus peledakan bom di lantai dasar Masjid Istiqal Jakarta pada bulan April 1999. Benturan-Benturan ini mudah-mudahan dapat di atasi oleh pemerintahan baru sebagai hasil pemilihan umum 7 Juni 1999, yang akan datang yang berlangsung jujur dan adil. Dengan memahami tentang Demokrasi berdasar UUD 1945, KRIS 1949, UUDS 1950 dan Implementasinya dari UUD 1945 kurun waktu I sampai dengan sekarang . Anda diharapkan mempunyai kemampuan untuk dapat menjelaskan tentang demokrasi berdasar UUD 1945, KRIS 1945, UUDS 1950 dan implementasinya dari UUD 1945 kurun waktu I sampai dengan sekarang. Hak Asasi manusia Berdasarkan UUD1945, Konstitusi RIS 1949 1950 dan ImplikasinyaHak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia semenjak ia dilahirkan dan senantiasa melekat pada dirinya sendiri sebagai wujud pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam implementasinya selalu diperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Ditinjau dari sudut histories timbulnya hak asasi manusia bertujuan untuk membatasi kekuasaan kekuasaan penguasa yang bersifat sewenang-wenang. Hak asasi manusia berdasar UUD 1945 terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan

UUD 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945, nampak jelas banyak menyebutkan tentang hak-hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dalam alinea pertama, pada hakekatnya merupakan pengakuan akan adanya kebebasan untuk merdeka. Di samping itu, pengakuan akan kemanusiaan merupakan inti dari hak-hak asasi manusia. Kemudian alinea ke dua, menyatakan bahwa Indonesia Negara yang adil. Adil yang dimaksud adalah Negara yang dapat menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban baik dalam hubungan antara lembagalembaga negara, antara warga negara dengan negara maupun antara warga negara dengan warga negara atau antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Selanjutnya alinea keempat menunjukkan adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam segala bidang kehidupan, yaitu ekonomi, hukum politik, social dan budaya yang dijabarkan dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945 beserta Penjelasannya. Dalam Batang Tubuh UUD 1945, dapat diketahui bahwa hak-hak asasi manusia dirumuskan dalam 8 pasal, yakni Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 dan tidak diatur secara terperinci sebagaimana perumusan hak asasi manusia dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Hal tersebut bukan berarti hak asasi manusia dalam UUD 1945 bertentangan dengan rumusan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tersebut disusun sebelum keluarnya Universal Declaration of Human Rights, tetapi mempunyai nilai lebih karena pemuatan hak-hak asasi manusia tersebut merupakan hasil pikir Bangsa Indonesia sendiri. Lain halnya dengan rumusan hak asasi manusia dalam konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 yang dipengaruhi oleh rumusan hak-hak asasi manusia dalam Universal Declaration of Human Rights oleh Majelis Umum PBB. Walaupun sudah banyak peraturan perundang-undangan yang merupakan instrumen dari Pasalpasal UUD 1945 yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, tetapi dalam implementasinya dari masa UUD 1945 kurun waktu 1945 sampai dengan 1949 ketika itu sampai sekarang masih sangat memprihatinkan belum sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kenyataan banyak terjadi pelanggaran terhadap hak asasi baik yang dilakukan oleh aparat Negara maupun masyarakat. Salam jumpa kembali Mahasiswa Universitas Terbuka dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia dalam topik Perkembangan Sistem Politik. Saudara Mahasiswa seperti Anda ketahui bahwa pembangunan system politik pada masa penjajahan, jika dianalisis secara para digmatik ternyata system politik pada masa penjajahan dikembangkan atas dasar paradigma konflik conflict based. Di mana system politik dibangun dengan lebih diperankan sebagai sarana memperkuat system pemerintahan kolonial dan kepentingan kekuasaan asing yang menjajah bangsa Indonesia. Ciri dalam sistem politik ini dikenal adanya sistem politik penjajahan antara lain tampak dalam memperlemah posisi politik warga negara yang mengakibatkan partisipasi politik warga negara sangat lemah. Sedangkan sistem politik dalam alam kemerdekaan dikembangkan berdasar pada paradigma untuk memperkokoh sistem negara hukum. Semangat kemerdekaan merupakan kekuatan internal pemikiran untuk membentuk dan mengembangkan sistem politik untuk memperkuat negara hukum. Supremasi hukum merupakan acuan utama bagi pengembangan sistem politik. Sistem politik dikembangkan dengan semangat kemerdekaan dalam kerangka pembentukan negara hukum. Di lain pihak masyarakat Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilandasi nilai kekeluargaan dan harmoni sebagai inti kekuatan sosialnya. Tataran masyarakat ini telah menumbuhkan pula berbagai norma sosial dan nilai budaya seperti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kondisi

tataran masyarakat seperti ini menuntut pula dikembangkan sistem politik yang dibangun atas dasar paradigma dan teori politik yang dikembangkan bersumber pada nilai-nilai tesebut. Oleh karena itu, tampak perbedaan paradigma antara sistem politik kolonial dengan sistem politik kemerdekaan seperti dikemukakan di atas. Bahkan dewasa ini pembangunan hukum pembangunan hukum pada pasca kemerdekaan dan tantangan pada era reformasi sekarang ini untuk memperkokoh paradigma dengan menempatkan pemikirannya dalam perspektif pelaksanaan konstitusi sistem politik demokratis. Diduga akan mengakibatkan banyak kesulitan dan hambatan pada proses pengembangan dan pelaksanaan sistem politik. Antara lain terjadi pembentukan kepentingan, pembentukan sistem politik baru, dengan dihadapkan kepada kenyataan objektif terdapat sistem politik bertentangan dan tidak sesuai dengan semangat berkonstitusi. Di samping itu antisipasi masa transisi di mana pembentukan sistem politik dihadapkan kepada perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat yang menyangkut aspirasi politik masa reformasi saat ini. Bagaimana Pembangunan Sistem Politik Berdasarkan UUD 1945 Seperti Anda ketahui bahwa pengaruh dari perubahan yang cepat melalui proklamasi kemerdekaan maka pengaruh pula terhadap perubahan dalam kehidupan politik. Perubahan terjadi secara cepat seperti sistem politik dan hukum pada masa penjajahan ke masa kemerdekaan, dari masa pelaksanaan UUD 1945 hingga masa konstitusi RIS 1949.Dari masa 1950 hingga masa 1959 dan 1959 hingga masa 1965, masa 1966 hingga masa 1998 dan masa tahun 1999 hingga sekarang. Perubahan yang cepat dalam kehidupan masyarakat didukung oleh perkembangan IPTEK yang sangat mempercepat perubahan tersebut. Percepatan tersebut dipengaruhi pula oleh perubahan cepat dalam berbagai sektor kehidupan pada era reformasi modern, beralihnya industrialisasi ke tatanan informasi modern, dalam formal tataran kehidupan yang mengubah dalam berbagai aspek kehidupan. Kondisi ini sangat mendesak untuk itu diperlukan berbagai aspek kehidupan. Kondisi ini sangat mendesak diperlukan lembaga-lembaga dan sistem politik yang dapat mengakomodasikan perubahan yang cepat tersebut, sehingga perubahan masyarakat dapat berlangsung tanpa melahirkan gejolak dan desintegrasi sosial. Hal tersebut menuntut pula untuk melakukan kaji ulang dan penyempurnaan terhadap paradigma dan teori pembangunan sistem politik nasional, untuk dapat diperoleh landasan yang kokoh bagi pembangunan sistem politik tersebut. Untuk mengedepankan hukum secara fungsional dalam era globalisasi sebagaimana tuntutan pada sistem politik modern, perlu mengembangkan paradigma dan teori hukum yang berdasarkan pada Pancasila sebagai rechtsidee . Strateginya tidak hanya pada saat mengonstruksi hukum akan tetapi meliputi pula pada saat hukum itu berperan sebagai kekuatan sistem politik dengan memfungsionalkan lembaga politik secara optimal sesuai dengan semangat negara hukum yang demokratis berdasarkan pada UUD 1945. Lembaga politik sebagai unsur dalam sistem politik seperti Partai Politik lembaga perwakilan, MPR dan DPR diperlukan untuk lebih diperkuat keberadaannya sebagai lembaga politik dalam mengimbangkan kehidupan politik yang demokrasi. Hak untuk melakukan pengujian hukum sekarang ini dimiliki oleh Mahkamah Agung pada saat itu, namun dinilai oleh beberapa pihak ternyata MA lebih berperan pasif hanya menunggu dalam tahap kasasi. Di samping itu kekuasaannya sangat terbatas yaitu hanya pada saat kasasi. Begitu pula objek pengujiannya terbatas pada peraturan di bawah undang-undang. Dengan demikian apabila ada perundang-undangan yang cacat maka akan diteruskan berlaku karena tidak ada

lembaga yang berhak mengujinya. Fakta seperti ini akan menjadi kendala bagi pembangunan hukum terutama dalam memelihara hukum dari intervensi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu atau substansial bertentangan dengan nilai-nilai sumber hukumnya. Peran hakim sebagai penguji diduga masih dihadapkan kepada masalah yang berkaitan dengan otonomi profesional untuk itu diperlukan kondisi yang memungkinkan dapat berperan secara netral bebas dari pengaruh kekuasaan lain. Untuk itu diperlukan kesadaran politik tinggi untuk memberikan kesempatan tumbuhnya kesempatan menilai, apabila mekanism kedua lembaga ini belum optimal dalam menilai hukum, maka pembinaan hukum nasional akan terhambat. Hal menguji secara formal dan secara material merupakan unsur yang penting dalam pembangunan hukum. Hal ini mengingat keterbatasannya muatan hukum positif dalam mengantisipasi perubahan-perubahan masyarakat. Apabila lembaga ini kurang berperan dapat mengakibatkan lemahnya hukum dalam mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat tentang fungsi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat. Kita akhiri jumpa kita dalam tutorial kali ini. Dan lanjutkan pada pertemuan Minggu yang akan datang. Salam jumpa kembali Mahasiswa Universitas Terbuka dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia lanjutan dalam topik Perkembangan Sistem Politik. Studi pembangunan sistem politik dalam perspektif sistem politik demokrasi Pancasila, kiranya perlu mengendurkan dari pandangan filosofik yang memisahkan antara hukum dan politik, mentransformasikan kepada paradigma yang menempatkan hukum dan politik dalam tatanan bangsa memiliki keterkaitan fungsional walaupun dapat dibedakan karena hakikatnya yang berbeda. Mengamati tantangan dalam pembangunan sistem, ternyata pembangunan hukum dihadapkan pada perlunya dimiliki kekokohan paradigma dalam pembentukan sistem politik supaya ada dalam koridor demokrasi Pancasila Lembaga sistem politik seperti yang diatur dalam UUD 1945, diperankan ke arah yang lebih produktif dengan dukungan SDM yang memiliki kemampuan profesional dalam pembentukan perundang-undangan. Dalam bidang politik kegagalan dalam pembangunan sistem politik atau keterlambatan dalam pembentukan hukum akan berdampak pada semakin jarak jauh kesenjangan antara akselerasi teknologi fisik di lain pihak dengan teknologi sosial di lain pihak. Bahkan dapat terjadi kesenjangan antara pranata sistem politik dengan pranata sosial lainnya, kesenjangan ini jelas akan menyebabkan menguatnya masalah-masalah sosial yang dapat mengancam disintegrasi. Adanya kasus-kasus unjuk rasa masyarakat ke lembaga perwakilan antara lain banyak memuat masalah yang berhubungan dengan lembaga politik sehingga lembaga perwakilan dijadikan sarana untuk memperoleh keadilan atau meluruskan kebijakan politik. Sebagai salah satu fakta belum optimal sistem politik berfungsi sebagai sarana keadilan dalam masyarakat. Di samping dukungan kemampuan dan integritas moral SDM sebagai pendukung sistem dan mekanisme hukum tersebut. Lembaga struktur politik tidak hanya disebabkan oleh substansi sistem politik dan lemahnya kesadaran politik masyarakat, juga disebabkan lebih menguatnya dimensi kekuasaan dalam politik dari pada hukum yang bisa disebabkan akibat dari pemikiran pemisahan antara hukum dan pranata politik. Jika kondisi ini dibiarkan bukan mustahil akan berada pada taraf paradoksal yang secara sistemik dapat pula berbenturan dan saling memperlemah. Demikian materi lanjutan dari Minggu yang lalu. Untukselanjutnya Anda diharapkan mengerjakan tugas 3. Silahkan cermati dan kerjakan tugas tersebut.

Salam jumpa kembali Mahasiswa Universitas Terbuka dalam mata kuliah Hukum Tata Negara Republik Indonesia dalam topik Bagaimana Hubungan Sistem Politik dan Sistem Hukum Tata Negara. Keterkaitan dengan hubungan sistem politik dan sistem Hukum Tata Negara sangat diperlukan pemikiran yang lebih mendalam tentang salah satu geniusitas dari UUD 1945, yang menyatakan Negara Indonesia adalah berdasarkan pada hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan semata (machtstaat) Indonesia berdasar atas hukum di mana hukum harus mengedepankan supremacy bu the law memberikan landasan yuridis terhadap berbagai unsur dalam sistem politik. Bahkan hukum di Indonesia memiliki peluang untuk berperan sebagai sarana rekayasa sosial (tool of social engineering). Paradigma serasi seimbang dan selaras kiranya dapat dikembangkan dalam menempatkan hubungan hukum dan politik atau kekuasaan sebagai ciri utama sistem politik dalam demokrasi Pancasila. Hukum memerlukan kekuasaan untuk dapat menjadi kekuatan sosial. Begitu pula sistem politik memerlukan hukum sebagai kekuatan agar tidak zalim dan anarkhis. Namun demikian hukum tidak sekadar dibentuk sebagai instrumen politik akan tetapi dapat dijadikan sarana pembangunan. Menjelang abad XXI telah terasa dominasi ekonomi pengaruhnya terhadap berbagai aspek kehidupan, pergeseran nilai dalam masyarakat dewasa ini lebih terasa sebagai pengaruh ekonomi. Politik dan kebijakan publik terasa terekayasa oleh kekuatan-kekuatan ekonomi. Begitu pula hukum bukan saja substansi materinya, akan tetapi fungsi dan peran hukum dalam masyarakat juga mendapatkan pengaruh yang cukup besar. Dalam kaitan ini hukum diminta bukan hanya sebagai kekuatan normatif akan tetapi juga dituntut sebagai kekuatan sosial yang memiliki daya dukung dalam mendinamisasi masyarakat. Pemikiran hukum harus lebih produktif dalam melahirkan teori dan konsep bagi pembentukan hukum, jika lambat sudah barang tentu hukum akan semakin jauh ketinggalan dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Ketimpangan ini akan berdampak negatif antara lain hukumdapat kehilangan kewibawaannya yang dapat mengakibatkan lemahnya fungsi dan peran hukum dalam masyarakat. Pencangkokan hukum asing kepada masyarakat yang sedang berkembang, sering membawa ketidaktertiban dari pada ketertiban. Hal ini disebabkan perkembangan hukum modern pada masyarakat asalnya amat berbeda bukan saja sumber nilainya akan tetapi proses pembentukanya dengan kondisi masyarakat yang diintervensinya. Apabila pencangkokan tersebut didasari oleh kepentingan dan semangat penjajahan, sangat bertentangan dengan kesadaran dan politik hukum. Dengan demikian wajar apabila terdapat benturan nilai kultural dan sosialnya sehingga unsur keterpaksaan menonjol dan akhirnya akan memperlemah kesadaran hukum masyarakatnya. Hal ini akan berdampak pada posisi manusia sebagai objek hukum bukan sebagai subjek hukum. 400 buah perundang-undangan sebagai warisan hukum kolonial walaupun dapat mengisi kekosongan hukum, akan selalu merupakan masalah dan sekaligus tantangan dalam pembangunan hukum nasional dewasa ini. Karena dari segi tujuan, fungsi dan isi hukum bertentangan dengan semangat kemerdekaan yang berdasarkan Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi. Berdasarkan kajian di atas, memberikan isyarata bahwa hukum modern yang berlaku dewasa ini ada sebagian bukan merupakan hasil pembentukan hukum didasarkan atas paradigma semangat dan nilai Pancasila seperti yang diamantkan oleh Pembukaan UUD 1945. Penggunaan hukum dari bangsa lain, atas semangat dan misi penjajahan dengan cara transpalasi, jadi tinggal memakai. Dengan demikian hukum tidak tidak bersumber pada hukum yang hidup dalam masyarakat. Kepentingan golongan penjajah dengan semangat eksploitasinya dengan penilaian kultural tidak seimbang sebagai dasar pilihan hukum yang akan ditranpalasinya. Dengan demikian hukum hanya memuat

keadilan bagi golongan tertentu dengan mengorbankan golongan masyarakat yang terjajah. Hal ini mempengaruhi terhadap motif penataan hukum dari masyarakat. Kesadaran hukum tumbuh atas dasar Rasa takut dan inferior, sedangkan penguasa kolonial menggunakan hukum sebagai sarana penjajahan. Demikianlah akhir jumpa kita dalam tutorial elektronik kali ini. Terima kasih dan Selamat Belajar.

You might also like