You are on page 1of 113

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN USAHA KECIL PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

SYARIAH
(Studi Kasus: KJKS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem, Jawa Tengah)

OLEH SHOLIKHA OKTAVI K. H14050914

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN

SHOLIKHA OKTAVI K. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus : KJKS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem, Jawa Tengah). Dibimbing oleh BUNASOR SANIM.

Aset perbankan syariah (tidak termasuk BPRS) selalu tumbuh di atas 30 persen, sedangkan perbankan konvensional hanya sekitar 10 persen. Saat ini perbankan syariah mengelola aset sebesar Rp 47.2 trilyun atau dengan share sebesar 2.05 persen dari total aset perbankan nasional (November 2008). Perkembangan perbankan syariah seiring dengan berkembangnya lembaga keuangan mikro yang mempunyai peran yang sangat besar bagi kelangsungan usaha kecil di Indonesia. Seperti yang diketahui, usaha kecil di Indonesia selalu terkendala masalah modal karena itulah peran lembaga keuangan mikro dibutuhkan. KJKS BMT BUS Lasem merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang telah lama berdiri. Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dan efektivitas penyaluran pembiayaannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan oleh KJKS BMT BUS Lasem dalam mendukung sektor usaha kecil khususnya perdagangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan. Selain itu, untuk menilai keefektifan pembiayaan usaha kecil pada KJKS BMT BUS. Sampel dari penelitian ini diambil dari usaha kecil khususnya di bidang perdagangan sebanyak 40 responden/ anggota yang melakukan pembiayaan di KJKS BMT BUS. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Semua data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software eviews 4.1. Metode analisis yang digunakan yaitu: (1) regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dan dampak pembiayaan, (2) deskriptif untuk melihat keefektifan pembiayaan berdasarkan penilaian anggota responden. Variabel yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan (AB) adalah biaya peminjaman (BC), pendapatan usaha (SB), jangka waktu angsuran (CR), lama menjadi anggota (A), tingkat pendidikan (DP), jenis usaha (DU), ada tidaknya agunan (DA). Hasil penelitian ini menunjukkan variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap pengambilan pembiayaan adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan adanya agunan. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah biaya peminjaman yaitu sebesar 1.09 persen. Akan tetapi, pendapatan usaha (SB) tidak signifikan pengaruhnya terhadap pengambilan pembiayaan. Hal ini disebabkan oleh

kebutuhan anggota yang sangat besar sehingga dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha anggota tidak terasa pengaruhnya. Efektivitas pembiayaan dinilai dengan melihat tanggapan responden mengenai prosedur pembiayaan dan dengan melihat dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha dan keuntungan usaha. Dari tanggapan responden mengenai prosedur pembiayaan, pembiayaan usaha kecil di KJKS BMT BUS tergolong cukup efektif. Akan tetapi, dinilai dari dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha dan keuntungan usaha, tujuan pembiayaan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini disebabkan besarnya pembiayaan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap perubahan pendapatan dapat diartikan bahwa peranan pembiayaan belum menunjukkan pengaruh yang besar dalam meningkatkan pendapatan usaha anggota. Pengaruh yang rendah ini menunjukkan efektivitas pembiayaan belum sepenuhnya tercapai. Implikasi kebijakan yang seharusnya diambil oleh KJKS BMT BUS Lasem adalah dengan melakukan pengaturan terhadap tiga variabel diantaranya biaya peminjaman lebih tepatnya biaya administrasi, jangka waktu angsuran, dan ada tidaknya agunan. Selain itu, KJKS BMT BUS Lasem harus lebih memperhatikan kelangsungan usaha kecil khususnya mengenai pendapatan usaha yaitu dengan cara melakukan pendampingan dan mengikutsertakan usaha kecil dalam kerja sama dengan BMT. Keterbatasan penelitian ini terlihat pada sedikitnya variabel yang signifikan pada persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan. Selain itu, bidang yang diteliti dalam penelitian ini juga hanya bidang perdagangan. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih luas lagi bidang usaha kecil yang diteliti dengan jumlah sampel yang lebih besar. Diharapkan juga penelitian lebih lanjut untuk melihat sejauhmana alokasi pemanfaatan pembiayaan oleh responden.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN USAHA KECIL PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH
(Studi Kasus: KJKS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem, Jawa Tengah)

OLEH SHOLIKHA OKTAVI K. H14050914

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa Nomor Register Pokok Program Studi Judul Skripsi : Sholikha Oktavi K. : H14050914 : Ilmu Ekonomi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan Pembiayaan Usaha Kecil dan Efektivitas

pada Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus : KJKS BMT Bina Umat Sejahtera Lasem, Jawa Tengah) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc NIP. 19451216 196902 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Sholikha Oktavi K. H14050914

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sholikha Oktavi Khalifaturofiah lahir pada tanggal 09 Oktober 1987 di Sragen, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Jumanto dan Rufiah. Jenjang pendidikan penulis lalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Soditan 1 Lasem, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Rembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis mengikuti seleksi USMI di IPB dan akhirnya diterima. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti IKMT (Ikatan Keluarga Muslim TPB) (2005-2006), FORMASI (Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam) FEM IPB (2006-2008), SES-C (Sharia Economics Student Club) IPB (2006-2007), serta aktif menjadi asisten dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selain aktif di berbagai organisasi, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Robbul Izzati yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sehingga penyusunan skripsi ini dapat tepat waktu. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah pada Rasulullah SAW. Skripsi ini berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus: KJKS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem, Jawa Tengah). Inti dari skripsi ini adalah penjelasan mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pengambilan pembiayaan anggota dan pembuktian seberapa efektif pembiayaan usaha kecil yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro syariah. Sebagaimana diketahui bahwa kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif. Oleh karena itu, penelitian ini secara tidak langsung akan memperlihatkan bagaimana kinerja KJKS BMT BUS Lasem terhadap kelangsungan usaha kecil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, yaitu: 1. Orang Tua tercinta penulis yang tak henti-hentinya mensupport penulis. Umi dan Abi, adik-adik penulis yaitu dik Furqon, dik Izza, dik Uma yang selalu dapat menghibur di saat gundah. 2. Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran, masukan, arahan selama bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama atas segala masukan, saran, dan arahan yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasan dan penulisan untuk penyempurnaan skripsi ini.

5. Pihak KJKS BMT BUS Lasem yaitu pak Yenny dan pak Agus yang telah membantu dan memudahkan penulis dalam pencarian data. 6. Sahabat-sahabat penulis di IE 42, Diana, Lala, Wina, Tias Arum, Uci, Maryam, Putri, Nada, Fitri, Eti. Teman bimbingan penulis, Gerry, terima kasih atas segala bantuannya. Serta teman-teman IE 42 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, semangat, sharing, bantuan, serta keceriaan selama proses menuju impian. 7. Saudara-saudara penulis, Mbak Ade, Syelvia, Atika, Listiana, Heni, Demy, Mbak Risma, Mbak dedeh, Lela, Ayiz, Echa, Triyanti, dll, rekan-rekan penulis di FEM (Fuji, Ryza, Rifi, Nazrul, Iqbal, Anis, dll). 8. Teman-teman di kosan Tiara tercinta yang sudah memberikan semangat untuk terus maju dan tidak menyerah (Riyant, Fiya, Dina), teman-teman di Alfarabi (Siti, Veni, mbak Riana, Wiji, dan Arie) terima kasih atas segala bantuannya saat penulis sakit. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Sholikha Oktavi K. H14050914

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL. .............................................................................................iv DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN. .....................................................................................vi I. PENDAHULUAN. ....................................................................................1 1.1. Latar Belakang. ...................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah. ..............................................................................6 1.3. Tujuan Penelitian. ...............................................................................7 1.4. Manfaat Penelitian. .............................................................................7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian. ..................................................................8 II. TINJAUAN PUSTAKA. ...........................................................................9 2.1. Tinjauan Teori. ....................................................................................9 2.1.1. Sistem Pembiayaan Bank Syariah. .........................................9 2.1.1.1. Produk-Produk Sistem Syariah dan Ketentuan-Ketentuannya ......................................11 2.1.1.2. Efektivitas Pembiayaan. .......................................16 2.1.2. Usaha Kecil dan Mikro. ........................................................ 17 2.1.3. Baitul Maal wat Tamwil (BMT). ..........................................19 2.2. Penelitian Terdahulu. ........................................................................20 III. KERANGKA PEMIKIRAN. ...................................................................25 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis. ........................................................... 25 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional. .................................................... 27 3.3. Hipotesis Penelitian. .........................................................................27 IV. METODE PENELITIAN. .......................................................................28 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian. ........................................................... 28 4.2. Jenis dan Sumber Data. .....................................................................28 4.3. Metode Pengumpulan Data. .............................................................. 29 4.4. Metode Pengambilan Sampel ........................................................... 30 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data. ............................................31

ii

4.5.1. Analisis Statistik. ..................................................................32 4.5.1.1. Uji Multikolinearitas. ...........................................35 4.5.1.2. Uji Heteroskedastisitas. ........................................35 4.5.1.3. Uji Autokorelasi. ..................................................36 4.5.1.4. Uji F untuk Model Secara Keseluruhan. ..............37 4.5.1.5. Uji t untuk Koefisien Model Regresi.................... 38 4.5.1.6. Uji Koefisien Determinasi (R2). ........................... 38 4.5.2. Analisis Deskriptif. ............................................................... 39 4.6. Definisi Operasional..........................................................................40 V. GAMBARAN UMUM KJKS BMT BUS LASEM. ...................................42 5.1. Sejarah Pendirian KJKS BMT BUS Lasem. .....................................42 5.2. Visi dan Misi KJKS BMT BUS Lasem. ...........................................42 5.3. Kelembagaan dan Struktur Organisasi KJKS BMT BUS Lasem. ....44 5.4. Produk-Produk KJKS BMT BUS Lasem. ........................................45 5.5. Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem. .............................................48 5.6. Indikator Kesehatan KJKS BMT BUS Lasem. .................................52 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. .................................................................54 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan....................................................................................... 54 6.2. Analisis Efektivitas Pembiayaan. ...................................................... 59 6.2.1. Prosedur Pembiayaan. ........................................................... 59 6.2.1.1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan. ......................... 59 6.2.1.2. Prosedur Pencairan Pembiayaan........................... 61 6.2.1.3. Prosedur Pengembalian Pembiayaan. ................... 63 6.2.2. Dampak Pembiayaan............................................................. 66 6.2.2.1. Dampak Pembiayaan terhadap Pendapatan Usaha. .................................................66 6.2.2.2. Dampak Pembiayaan terhadap Keuntungan Usaha.................................................69 6.3. Implikasi Kebijakan. .........................................................................71

iii

VII. KESIMPULAN DAN SARAN. ................................................................ 73 7.1. Kesimpulan. ...................................................................................... 73 7.2. Saran. ................................................................................................ 74 DAFTAR PUSTAKA. ...................................................................................... 75 LAMPIRAN. .....................................................................................................77

iv

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (November 2008-Miliar Rupiah) .................................................................3 1.2. Kontribusi Usaha Kecil, Menengah, dan Besar terhadap PDB Berdasarkan Lapangan Usaha tahun 2003-2006. .................5 2.1. Penelitian Terdahulu. .................................................................................22 4.1. Jenis dan Sumber Data. ..............................................................................29 5.1. Perkembangan Aset dan Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem. ..............52 6.1. Hasil Pengujian Persamaan Pengambilan Pembiayaan LNAB..................55 6.2. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pengajuan Pembiayaan di KJKS BMT BUS.............................. 60 6.3. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pencairan Pembiayaan di KJKS BMT BUS. ............................. 62 6.4. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pengembalian Pembiayaan di KJKS BMT BUS........................ 64 6.5. Hasil Pengujian Model Persamaan Pendapatan Usaha LNPS. ..................67 6.6. Hasil Pengujian Model Persamaan Keuntungan Usaha LNPU. ................70

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia (Tahun 2007-2008). .................................................................2 2.1. Jenis-Jenis Pembiayaan. .............................................................................10 2.2. Skema Al-Mudlorobah. ..............................................................................13 2.3. Skema Al-Musyarakah. ..............................................................................14 2.4. Skema Bai Al-Murabahah. .......................................................................15 3.1. Kerangka Pemikiran Operasional. ............................................................. 27 5.1. Struktur Organisasi KJKS BMT BUS. ...................................................... 45 5.2. Proses Seleksi Pembiayaan. .......................................................................49 5.3. Pembiayaan Anggota di KJKS BMT BUS. ...............................................50

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Kuesioner Penelitian. ..................................................................................78 2. Hasil Estimasi Model Persamaan Pengambilan Pembiayaan. .................... 83 3. Hasil Estimasi Model Persamaan Pendapatan Usaha. ................................ 84 4. Hasil Estimasi Model Persamaan Keuntungan Usaha. ............................... 85 5. Data Besarnya Pembiayaan yang Diambil Responden. .............................. 86 6. Data Identitas Responden. ..........................................................................89 7. Komposisi Aktiva dan Pasiva KJKS BMT BUS Lasem. ........................... 91 8. Komposisi Pendapatan dan Beban KJKS BMT BUS Lasem. .................... 93 9. Analisa Rasio KJKS BMT BUS Lasem. ..................................................... 94 10. Lembar Permohonan Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem. ..................... 95

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Perkembangan bank syariah dimulai sejak tahun 1992. Pada tahun 2000-

2003 pertumbuhan bank syariah di Indonesia meningkat mencapai 54 persen - 74 persen setahun. Pada tahun 2002, pertumbuhan bank syariah 74 persen setahun dan pada tahun 2003 sebesar 70 persen setahun. Pertumbuhan perbankan syariah tersebut cukup menggembirakan, yaitu pertumbuhan kelembagaan, pertumbuhan aset, pertumbuhan sumber dana dan pertumbuhan aset produktif. Begitu juga perbandingan antara Financing to Deposite Ratio (FDR) perbankan syariah dan Loan to Deposite Ratio (LDR) perbankan konvensional. Perbankan syariah sekitar 105 persen, sedangkan perbankan konvensional masih 54 persen (Desember 2003). Hal ini berarti tingkat intermediasi perbankan syariah jauh lebih tinggi dari perbankan konvensional (Agustianto, 2008). Berdasarkan Gambar 1.1., diketahui bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Pertumbuhan aset perbankan syariah jauh melampaui pertumbuhan aset pada perbankan konvensional. Aset perbankan syariah (tidak termasuk BPRS) selalu tumbuh di atas 30 persen, sedangkan perbankan konvensional hanya sekitar 10 persen (Rizky, 2007). Pada bulan November 2008, perbankan syariah mengelola aset sebesar 47,2 triliun rupiah atau dengan share sebesar 2,05 persen dari total aset perbankan nasional. Industri perbankan syariah pada saat ini telah menyalurkan pembiayaan sebesar 38 triliun rupiah atau sekitar 3 persen dari total pembiayaan

yang diberikan (PYD) dengan total kantor layanan sebanyak 1470 kantor. Sementara rasio pembiayaan perbankan syariah mencapai di atas 100 persen (sekitar 103,64 persen) (Bank Indonesia, 2008).

Sumber: Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, 2008. Gambar 1.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia (Tahun 2007-2008) Pangsa perbankan syariah terhadap total bank masih relatif kecil, namun terus meningkat. Akan tetapi, yang paling menarik adalah pangsa perbankan syariah terhadap kredit atau pembiayaan yang diberikan lebih besar daripada pangsanya terhadap aset. Selain itu, kredit bermasalah terlihat lebih kecil. Dengan kata lain, fungsi intermediasi perbankan dapat lebih efektif dijalankan oleh perbankan syariah. Akan tetapi, share total aset perbankan syariah terhadap total perbankan yang masih kecil menyebabkan perbankan syariah harus meningkatkan

sharenya. Hal tersebut masih dapat tercapai mengingat selama ini pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah cukup pesat.

Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (November 2008) (Miliar Rupiah) Perbankan Syariah Total Bank Nominal Share (pangsa) (%) Total Aset 47,179 2.05 2,303,362 DPK 34,422 2.02 1,707,876 Kredit/Pembiayaan 38,529 2.91 1,325,323 FDR/LDR (%) 111.93 77.60 NPFs/NPLs (%) 3.95 7.7
Keterangan : FDR=Financing to Depocit Ratio LDR=Loan to Deposit Ratio NPFs=Non Performing Financings NPLs=Non Performing Loans

Sumber : Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, 2008. Pertumbuhan perbankan syariah ternyata seiring dengan pertumbuhan lembaga keuangan mikro (Aryati, 2006). Hal ini tidak terlepas dari perannya dalam hal penyaluran dana (khususnya pada sektor UKM (Usaha Kecil dan Mikro)). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan modal yang dibutuhkan oleh usaha kecil yang kebanyakan merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satu lembaga keuangan mikro syariah yang memberikan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT). BMT ialah lembaga ekonomi masyarakat yang bertujuan untuk mendukung kegiatan usaha ekonomi rakyat bawah dan kecil, yang dijalankan berdasarkan syariat Islam. BMT berintikan dua kegiatan usaha yang mencakup Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Selain unit simpan pinjam, BMT juga bisa secara langsung bergerak di bidang usaha sektor riil, seperti toko serba ada, peternakan, perikanan,

jasa wartel, ekspor impor, leveransir, kontraktor dan sebagainya. Sebagian besar BMT berbadan hukum koperasi. Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1995, BMT tidak mempunyai peluang untuk menyalurkan pinjaman kepada nonanggota. Jumlah lembaga keuangan mikro (LKM) saat ini diduga sekitar 9000 LKM. Jumlah BMT di seluruh Indonesia diperkirakan sebayak 3.307 unit dengan aset sekitar 1,5 triliun rupiah. Artinya, hampir separuh dari LKM nasional adalah BMT. Secara individual, BMT sangat bervariasi terkait dengan aset yang dikelola. Tidak sedikit BMT yang mengelola aset di atas 10 miliar rupiah dengan jumlah nasabah di atas 3.000 ribuan orang, meskipun juga banyak BMT yang asetnya kurang dari 50 juta rupiah dan nasabahnya kurang dari 500-an orang. Berdasarkan kajian Kantor Mennegkop dan UKM, LKM hanya mampu melayani 2,5 juta dari 39 juta entitas UMKM (Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro) dan hanya menyediakan dana sekitar 6 persen dari kebutuhan pembiayaan UMKM. Dengan melihat kondisi ini diperkirakan masih diperlukan sekitar 8000 unit LKM baru. Peran BMT cukup besar untuk mendorong perkembangan usaha kecil dan mikro. Menurut data Menteri Negara Koperasi tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah populasi Usaha Kecil Mikro (UKM) pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Jika dari kontribusinya, UKM memegang posisi yang terbesar yaitu sekitar 53,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Secara sektoral aktivitas UKM ini didominasi oleh sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran. Mengingat kotribusi UKM yang sangat besar inilah maka kebutuhan permodalan

bagi pengusaha kecil dan mikropun harus terpenuhi untuk kelangsungan usahanya. Tabel 1.2. Kontribusi Usaha Kecil, Menengah, dan Besar terhadap PDB Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2003-2006 (persen)
Rata-rata tahun 2003-2006 Usaha Usaha Jumlah Menengah Besar 8,7 4,0 100 3,3 88,6 100 11,9 7,7 21,8 20,8 24,2 46,9 7,9 15,9 17,6 75,0 91,7 33,9 3,7 45,9 36,1 52,4 45,3 39,3 100 100 100 100 100 100 100 100 100

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa, dan Jasa Jasa-jasa PDB PDB tanpa migas

Usaha Kecil 87,3 8,2 13,1 0,5 44,3 75,5 29,9 17,0 39,7 38,8 43,1

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, 2007. Kondisi ini memungkinkan BMT lebih banyak mendorong perkembangan usaha mikro dan kecil. Hal ini disebabkan oleh layanan keuangan syariah BMT yang mudah diakses berbagai pelaku bisnis usaha mikro dan kecil yang unbankable. Selain itu, sektor usaha mikro dan kecil memang merupakan wilayah yang dapat dicapai oleh BMT. Oleh karena itu, sebagian besar LKM beroperasi dalam wilayah yang terbatas, atau pada ceruk pasar (market niche) tertentu dimana dimungkinkan untuk mengenal peminjam secara pribadi (Ghate, 1988 dalam Arsyad, 2008). Diharapkan dengan adanya pembiayaan dari BMT, usaha kecil dan mikro dapat terbantu dan berkembang. Selain itu, pembiayaan dari BMT

juga dapat mengurangi adanya kemiskinan karena pembiayaan BMT berdasarkan prinsip syariah.

1.2.

Rumusan Masalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah suatu gerakan swadaya masyarakat

di bidang ekonomi yang sejak awal kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan finansial usaha mikro dan kecil. Dimulai sejak tahun 1992 yang merupakan respon atas kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya permodalan dan pendampingan terhadap para pengusaha mikro dan kecil. BMT yang sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu mengatasi kendala-kendala yang dimiliki lembaga keuangan formal seperti Bank. BMT juga yang telah menyelamatkan banyak usaha mikro dan kecil dari cengkraman lintah darat. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) khususnya BMT sangat penting untuk masyarakat miskin. Menurut Robinson (2000), terdapat tiga alasan mengapa LKM penting bagi masyarakat miskin. Pertama, adanya kredit (pembiayaan) yang memudahkan masyarakat menggunakannya untuk keperluan usaha. Kedua, adanya tabungan yang memfasilitasi masyarakat menginvestasikan uangnya untuk penggunaan dalam jangka panjang. Ketiga, LKM membantu meningkatkan kepercayaan diri masyarakat miskin untuk terus berusaha karena LKM dapat melayani usaha yang unbankable. Adanya keterbatasan modal yang dialami oleh usaha mikro dan kecil merupakan sebuah tantangan besar yang harus ditangani oleh BMT. Oleh karena itu, dibutuhkan pembiayaan yang dilakukan oleh BMT terhadap usaha kecil. Akan tetapi, pembiayaan yang diberikan oleh BMT terhadap usaha kecil ternyata

dipengaruhi oleh beberapa hal. Kinerja BMT dapat dikatakan baik apabila kinerja setiap bagian pada BMT juga baik khususnya kinerja BMT dalam hal pembiayaan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pembiayaan usaha kecil pada LKMS khususnya KJKS BMT BUS Lasem? 2. Seberapa efektifkah pembiayaan usaha kecil pada LKMS khususnya KJKS BMT BUS Lasem?

1.3.

Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas dapat diambil tujuan penelitian yaitu untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembiayaan usaha kecil pada LKMS khususnya KJKS BMT BUS Lasem. 2. Menganalisis efektivitas pembiayaan usaha kecil pada LKMS khususnya KJKS BMT BUS Lasem.

1.4.

Manfaat Penelitian Diharapkan melalui penulisan ini, dapat memberikan manfaat bagi

pemerintah, masyarakat serta akademisi yang mendalami masalah ekonomi yang sering mewarnai negara Indonesia. 1. Membantu memberikan bahan masukan bagi pemerintah untuk perumusan suatu kebijakan bagi pengembangan UMKM khususnya BMT.

2. Menambah informasi bagi masyarakat mengenai manfaat LKMS bagi usaha kecil. 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dalam bidangnya dan untuk pengembangan IPTEKS. 4. Memberi informasi dan masukan bagi lembaga keuangan mikro khususnya KJKS BMT BUS Lasem demi perkembangannya di masa mendatang.

1.5.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pembiayaan usaha mikro dan

kecil pada LKMS khususnya di bidang perdagangan. Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan usaha kecil pada LKMS dan seberapa besar efektivitas pembiayaan usaha kecil pada LKMS. Dalam penelitian ini hanya akan mengkaji sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Bina Umat Sejahtera. Kinerja pembiayaan didasarkan pada efektivitas penyalurannya yang diukur berdasarkan persepsi nasabahnya. Nasabah yang menjadi objek penelitian juga merupakan nasabah yang melakukan proses pembiayaan. Pengambilan nasabah sebagai sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling yaitu dengan cara purposive sampling terhadap 40 nasabah yang menjadi responden.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Sistem Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut Antonio (2001), sifat penggunaan pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang, 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal/capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.

10

pembiayaan

konsumtif Modal kerja Sumber: Antonio, 2001.

produktif investasi

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Pembiayaan Menurut Laksmana (2009), jenis-jenis pembiayaan baik di perbankan konvensional maupun di perbankan syariah terbagi menurut tiga macam dilihat dari pembiayaannya, yaitu: 1. Pembiayaan dilihat dari segi tujuan a. Pembiayaan konsumtif : pembiayaan yang diberikan untuk tujuan konsumtif yang hanya dinikmati pemohon. b. Pembiayaan produktif : pembiayaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan produksi yang menghasilkan suatu barang dan jasa. c. Pembiayaan perdagangan : pembiayaan yang diberikan untuk pembelian barang sebagai persediaan untuk dijual kembali. 2. Pembiayaan dilihat dari jangka waktu a. Pembiayaan jangka pendek : pembiayaan dengan jangka waktu maksimal satu tahun. b. Pembiayaan jangka menengah : pembiayaan dengan jangka waktu antara 1-3 tahun.

11

c. Pembiayaan jangka panjang : pembiayaan dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun. 3. Pembiayaan dilihat dari penggunaannya a. Pembiayaan modal kerja b. Pembiayaan investasi c. Pembiayaan multiguna

2.1.1.1. Produk-Produk Sistem Syariah dan Ketentuan-Ketentuannya Dalam lembaga keuangan syariah hubungan antara lembaga dan nasabahnya/ anggota, bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shohibul maal) dengan pengelola dana (mudlarib). Oleh karena itu, tingkat laba lembaga, tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk pemegang saham, tetapi juga berpengaruh pada bagi hasil yang diberikan kepada nasabah/ anggota penyimpan dana. Adapun operasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan permodalan dan memberikan pembiayaan, lembaga menggunakan piranti atau perangkat syariah sebagai berikut (Jumanto dkk, 2007) : a. Sistem Bagi Hasil Dalam sistem bagi hasil ini KJKS BMT Bina Umat Sejahtera menggunakan perangkat syariah yang disebut Al Mudlorobah dan Al Musyarakah (Jumanto dkk, 2007). 1. Al Mudlorobah yaitu sistem kerja sama antara dua belah pihak yang terdiri dari pemilik modal (shohibul maal) dengan pengelola (mudlorib) baik

12

bersifat keuangan atau institusi (lembaga) dengan ketentuan bagi hasil yang telah disepakati oleh kedua belah pihak pada waktu transaksi (akad), apabila mendapat hasil atau keuntungan. Sedangkan jika rugi, ditanggung oleh pemilik modal, selama bukan akibat kelalaian pengelola. Namun, apabila kelalaian tersebut disebabkan oleh pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kelalaian tersebut. Dengan kata lain dalam mudlorobah, pengelola hanya sebagai wakil (wakalah) dari pemilik modal, untuk mengusahakan modalnya dengan mendapat bagian dari sebagian keuntungan (hasil) yang telah disepakati bersama. Ketentuan-ketentuan yang harus ada pada mudlorobah (BMT Network, 2002): a. Adanya kedua belah pihak yaitu shohibul maal dan mudlorib. Keduanya disyaratkan harus cakap hukum artinya secara hukum pantas melakukan transaksi (akad) tersebut. b. Adanya akad, yaitu ikatan kerja atau kesepakatan bersama antara dua belah pihak dengan ketentuan secara eksplisit menunjukkan tujuan akad dan semua kesepakatan dilakukan saat membuat kontrak. c. Adanya modal dengan ketentuan jelas jumlahnya, bentuk uang atau barang yang dinilai secara tunai bukan piutang. d. Adanya usaha. Usaha hak eksklusif pengelola (mudlorib) dan yang sesuai syariah, bukan usaha yang diharamkan. e. Keuntungan, apabila mendapat keuntungan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan bagian masing-masing (nisbah) yang telah

13

disepakati bersama waktu akad. Sedang apabila ada kerugian karena usaha ditanggung pemilik dana.
1. Negosiasi 2. Akad mudlorobah Anggota/ calon anggota Usaha/ proyek
Skill/usaha Modal

KJKS BMT BUS

Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan

MODAL

Sumber: Jumanto dkk, 2007, hal 65. Gambar 2.2. Skema Al Mudlorobah

2. Al Musyarakah atau syirkah, yaitu sistem kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketentuan-ketentuan Al Musyarakah: a. Adanya pihak-pihak yang melakukan kontrak dengan syarat cakap hukum bagi yang melakukan kontrak. b. Adanya akad (ikatan kerja sama) antara pihak akad secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak. Kesepakatan-kesepakatan dilakukan saat kontrak. c. Modal dengan jumlah yang jelas, bentuk uang atau barang yang dinilai. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan seperti barang-barang

14

properti. Jika modal berbentuk aset harus terlebih dulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra (anggota). d. Adanya kerja. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar musyarakah atas nama pribadi dan wakil mitranya. Kedudukan masingmasing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. e. Keuntungan dan kerugian dibagikan secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan kontribusi masing-masing sesuai dengan kesepakatan. f. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
1. Negosiasi 2. Akad Musyarakah KJKS BMT BUS Anggota/calon anggota kontribusi Usaha/ proyek kontribusi

3. Negosiasi 4. Akad Musyarakah

Sumber: Jumanto dkk, 2007, hal 68. Gambar 2.3. Skema Al Musyarakah b. Sistem Jual Beli Sistem jual beli ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Keuntungan yang didapat oleh lembaga keuangan ditentukan di depan dan menjadi bagian dari harga barang yang dijual, dalam sistem ini lembaga menggunakan perangkat syariah yang disebut Bai murabahah.

15

Bai murabahah yaitu jual beli barang dengan menyebutkan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati antara kedua belah pihak yaitu antara lembaga dengan anggota. Pada prakteknya anggota membeli barang dengan pembayaran angsuran sehingga sistem murabahah dalam KJKS BMT BUS disebut Baibitsamanajil (BBA) artinya jual beli dengan pembayaran harga angsuran (tangguh). Ketentuan umum bai murabahah (BMT Network, 2002): a. Akad atau transaksi bebas dari riba b. Barang yang dijualbelikan tidak barang haram c. Lembaga keuangan membeli barang atas nama lembaga dengan sah bebas riba d. Lembaga keuangan harus jujur tentang harga pokok pembelian e. Anggota membayar harga yang telah disepakati dan dalam waktu yang telah disepakati pula f. Boleh mengadakan perjanjian khusus misalnya meminta jaminan dan lain sebagainya
1. Negosiasi 2. Akad Bai murabahah KJKS BMT BUS Anggota/ calon anggota

5.bayar

4. terima barang 3. beli barang Toko/produsen

Sumber: Jumanto dkk, 2007, hal 69. Gambar 2.4. Skema Bai Al Murabahah

16

2.1.1.2. Efektivitas Pembiayaan Pembiayaan adalah istilah dalam syariah untuk lembaga keuangan syariah baik itu mikro maupun makro untuk menyalurkan dananya. Dalam penulisan ini penulis akan lebih sering menuliskan pembiayaan daripada penyaluran dana. Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008). Sedangkan, menurut Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah. Dalam penelitian ini efektivitas pembiayaan dilihat dari: 1. Prosedur pembiayaannya, yaitu: a. Mekanisme pengajuan pembiayaan b. Mekanisme penyaluran pembiayaan c. Mekanisme pengembalian pembiayaan 2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah, yaitu: a. Peningkatan pendapatan b. Peningkatan keuntungan

Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan tergolong mudah, pembiayaan yang diberikan dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan

17

usaha nasabah. Analisis keefektifan pembiayaan ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan KJKS BMT BUS Lasem.

2.1.2. Usaha Kecil dan Mikro Definisi usaha kecil dan mikro menurut beberapa undang-undang dan institusi adalah sebagai berikut : 1. UU No. 20 Tahun 2008 Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki aset maksimal 50 juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah. Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang mempunyai aset lebih dari 50 juta rupiah sampai 500 juta rupiah dan omset lebih dari 300 juta rupiah sampai 2.5 miliar rupiah. 2. Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003 Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah per tahun. 3. UU No. 9 Tahun 1995 Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dengan kekayaan bersih maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, penjualan tahunan maksimal Rp 1.000.000.000,00

18

(satu miliar rupiah) dan milik Warga Negara Indonesia (WNI) serta berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan. 4. Badan Pusat Statistik (BPS) Usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan lima orang termasuk pekerja keluarga yang tidak dibayar. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan 5 sampai 10 orang. 5. Bank Indonesia (BI) Usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau hampir miskin yang merupakan milik keluarga dengan sumber daya lokal dan menggunakan teknologi sederhana. Dalam usaha mikro, masyarakat dapat dengan bebas masuk dan keluar dari usaha ini. Usaha mikro mendapatkan kredit mikro hingga 50 juta rupiah. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dengan omset 1 miliar rupiah dan menerima kredit mulai 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah. Ciri-ciri usaha kecil, diantaranya (Suharto, 2008) : a. Jenis barang/ komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah; b. Lokasi/ tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindahpindah; c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;

19

d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP; e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwiraswasta; f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning. Contoh usaha kecil, yaitu (Suharto, 2008) : a. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja; b. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya; c. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan; d. Peternakan ayam, itik dan perikanan; e. Koperasi berskala kecil.

2.1.3. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro (Wijono, 2005). Sedangkan menurut Arsyad (2008), LKM pada dasarnya memiliki definisi yang sama dari beberapa pakar dan organisasi. LKM merujuk keuangan mikro sebagai upaya penyediaan jasa keuangan, terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain bagi

20

keluarga miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank komersial. Salah satu lembaga keuangan mikro adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT). BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang berbentuk syariah. Legalitas BMT diberikan oleh Departemen Koperasi dan Usaha Kecil. Sedangkan pembinaannya di bawah Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Penggunaan istilah BMT diambil dari kata-kata Baitul Maal wa Baitul Tamwil, kemudian dalam perkembangannya menjadi Baitul Maal wat Tamwil yang disingkat menjadi BMT. Baitul Maal wat Tamwil mempunyai dua bagian definisi yang keduanya memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda. Menurut asal kata, baitul maal (bait=rumah, maal=harta) merupakan lembaga penerima zakat, infak, sadaqah dan sekaligus menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitut Tamwil (bait=rumah, at-Tamwil=pengembangan harta) adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat terutama masyarakat dengan usaha skala kecil.

2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Kurnialestari (2007) tentang Analisis Tingkat Kesehatan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT) Ibbadurrahman menyimpulkan bahwa Faktor-faktor yang secara signifikan memengaruhi besar pembiayaan mitra kelompok KBMT Ibbadurrahman adalah pendapatan bersih mitra per bulan, lama

21

menjadi mitra, dummy usaha lain, dummy pinjaman lain, dan dummy jenis kelamin mitra. Metode yang dilakukan oleh Kurnialestari adalah metode regresi log-linier berganda (double log). Aryati (2006) dalam skripsi yang berjudul Analisis Permintaan Dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Dengan Studi Kasus KBMT Khidmatul Ummah melakukan penelitian dengan metode OLS. Aryati menyimpulkan bahwa permintaan pembiayaan KBMT dipengaruhi secara positif dengan skala usaha yang direpresentasikan oleh pendapatan per hari dari nasabah KBMT, lama nasabah menjadi anggota KBMT, periode angsuran, tingkat pendidikan dan jenis usaha. Sedangkan secara negatif permintaan pembiayaan KBMT dipengaruhi oleh ada atau tidaknya agunan dan biaya peminjaman nasabah. Muhammad Syafar (2006) dalam skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor menyimpulkan bahwa Penerapan program UPK ikhtiar di desa Ciaruteun merupakan daerah agribisnis yang sangat efektif. Partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan. TPL (tenaga pendamping lapangan) merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi efektivitas pembiayaan. Sebuah penelitian juga dilakukan oleh Wardhana (2005) dalam skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Penyaluran Dana dengan Penghimpunan Dana pada KBMT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyaluran dana pada Koperasi Baitul Maal wat Tamwil sangat dipengaruhi oleh peningkatan penghimpunan dana

22

BMT. Hal ini menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat sehingga masyarakat ingin menyimpan dananya di BMT. Yayat Hidayat (2004) dalam skripsi yang berjudul Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) Hubbul Wathon menggunakan metode cobb douglass. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara keseluruhan pembiayaan menurut nasabah telah efektif. Namun, efektivitas pembiayaan secara keseluruhan belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan KBMT. Hal ini disebabkan oleh frekuensi

peminjaman yang rendah serta tunggakan pembiayaan yang semakin meningkat. Faktor yang memengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT koppontren hubbul wathon yaitu besar tunggakan, jangka waktu angsuran pada koefisien keyakinan 90 persen. Sedangkan faktor pendapatan usaha keluarga dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diambil pada koefisien keyakinan 85 persen.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Kurnialestari Analisis Tingkat (2007) Kesehatan dan FaktorFaktor yang Memengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT) Ibbadurrahman Metode Regresi loglinier Berganda (double log) Faktor-faktor yang secara signifikan memengaruhi besar pembiayaan mitra kelompok KBMT Ibbadurrahman adalah pendapatan bersih mitra per bulan, lama menjadi mitra, dummy usaha lain, dummy pinjaman lain, dan dummy jenis kelamin mitra. Analisis Permintaan pembiayaan regresi linier KBMT dipengaruhi berganda secara positif dengan (OLS) dan skala usaha yang

Aryati (2006)

Analisis Permintaan Dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada Lembaga

23

Keuangan Mikro Syariah, Dengan Studi Kasus KBMT Khidmatul Ummah.

analisis deskriptif

Muhammad Syafar (2006)

Analisis Efektivitas Metode Pembiayaan Sistem AHP Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor

direpresentasikan oleh pendapatan per hari dari nasabah KBMT, lama nasabah menjadi anggota KBMT, periode angsuran, tingkat pendidikan dan jenis usaha. Sedangkan secara negatif permintaan pembiayaan KBMT dipengaruhi oleh ada atau tidaknya agunan dan biaya peminjaman nasabah. Penerapan program UPK ikhtiar di desa Ciaruteun merupakan daerah agribisnis yang sangat efektif. Partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan. TPL (tenaga pendamping lapangan) merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi efektivitas pembiayaan. Penyaluran dana pada Koperasi Baitul Maal wat Tamwil sangat dipengaruhi oleh peningkatan penghimpunan dana BMT. Hal ini menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat sehingga masyarakat ingin menyimpan dananya di BMT. Secara keseluruhan pembiayaan menurut nasabah telah efektif. Namun, efektivitas pembiayaan secara

Wardhana (2005)

Analisis Hubungan Penyaluran Dana dengan Penghimpunan Dana pada KBMT

Metode regresi linier berganda dan OLS

Yayat Hidayat (2004)

Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Koperasi

Metode cobb douglass

24

Pondok Pesantren (Koppontren) Hubbul Wathon

keseluruhan belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan KBMT. Hal ini disebabkan oleh frekuensi peminjaman yang rendah serta tunggakan pembiayaan yang semakin meningkat. Faktor yang memengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT koppontren hubbul wathon yaitu besar tunggakan, jangka waktu angsuran pada koefisien keyakinan 90 persen. Sedangkan faktor pendapatan usaha keluarga dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan yang diambil pada koefisien keyakinan 85 persen.

25

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah berkembang sebagai alat pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam sebuah literatur, dikatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah umumnya mempunyai jenis usaha yang berskala kecil. Permasalahannya adalah hingga saat ini dukungan modal terhadap usaha kecil tergolong kurang. Oleh karena itu, dibutuhkan LKM yang dapat melayani masyarakat berpenghasilan rendah di daerah-daerah Negara Sedang Berkembang (NSB) (Ghate, 1992b dalam Arsyad, 2008). Menurut Ghate (1992b) dalam Arsyad (2008), ditemukan setidaknya dua keunggulan komparatif LKM dalam melayani masyarakat berpenghasilan rendah di daerah-daerah pedesaan NSB, yaitu kelenturan prosedur kredit LKM dan penyediaan pinjaman kecil dan jangka pendek. Kelenturan LKM dalam persoalan agunan membuat LKM tersebut dapat membiayai sejumlah besar kegiatan jasa tanpa harus ada agunan. Hal ini sejalan dengan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang memudahkan peminjam dalam hal pembiayaan (penyaluran kredit). Pembiayaan usaha kecil pada LKMS memberikan pengaruh yang positif bagi kinerja usaha kecil apabila kinerja pembiayaan pada LKMS baik. Menyikapi hal ini, pihak pengelola BMT menerapkan persetujuan serta pengawasan pembiayaan yang ketat untuk memastikan kualitas pembiayaan yang sehat. Pengelola BMT juga melakukan survey ke nasabah yang mengajukan pembiayaan

26

sebelum pencairan dilakukan. Pembiayaan yang dilakukan BMT diberikan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah kepada usaha kecil. Menurut Rachmawan (2008), terdapat beberapa prinsip pembiayaan yang diberlakukan beberapa institusi keuangan, yaitu: (1) Character (kepribadian), (2) Capacity/ capability (kemampuan), (3) Capital (modal), (4) Condition of Economy (kondisi perekonomian baik makro maupun mikro), (5) Cholateral (jaminan). Dari prinsip pembiayaan tersebut diduga besarnya pembiayaan yang diberikan oleh LKMS dipengaruhi oleh jenis dan skala usaha, ada tidaknya agunan, biaya peminjaman, status keanggotaan, pendidikan, dan jangka waktu angsuran. Efektivitas pembiayaan pada LKMS diukur berdasarkan persepsi nasabahnya dalam menilai pembiayaan yang diberikan.

27

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional


Biaya peminjaman n pendidikan Status keanggotaan Jangka waktu angsuran Pembiayaan LKMS Analisis regresi linier berganda dan deskriptif Keberlangsungan usaha kecil Efektivitas pembiayaan: Prosedur pembiayaan Peningkatan pendapatan usaha Peningkatan keuntungan usaha

Ada tidaknya agunan Jenis dan skala usaha

Usaha kecil

Hipotesis Kesimpulan
Keterangan : : lingkup penelitian : variabel dependen : variabel independen : metode analisis yang digunakan

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Operasional 3.3. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Pembiayaan usaha kecil pada KJKS BMT BUS Lasem cukup efektif. 2. Pengambilan pembiayaan (AB) berhubungan positif dengan pendapatan (PS) dan keuntungan usaha (PU). 3. Pendapatan usaha (SB), biaya peminjaman (BC), jangka waktu angsuran (CR), lama menjadi anggota (A), dan ketiga varibel dummy (tingkat

pendidikan (DP), ada tidaknya agunan (DA), dan jenis usaha(DU)) berhubungan positif dengan besarnya pengambilan pembiayaan (AB).

28

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Bina Umat Sejahtera (BUS), Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pemilihan KJKS BMT BUS Lasem ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa KJKS BMT BUS Lasem telah lama berdiri dan berkembang pesat serta banyak membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di wilayah Lasem. Waktu penelitian dilakukan pada pertengahan bulan Februari sampai bulan Maret 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer untuk mengukur seberapa efektif pembiayaan usaha kecil dan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembiayaan pada usaha kecil yang dilakukan oleh LKMS. Sedangkan data sekunder untuk melengkapi data primer dalam penulisan skripsi ini. Sumber data dari penelitian ini berasal dari data responden yaitu anggota KJKS BMT BUS yang mempunyai usaha dalam lingkup kecil. Selain itu, sumber data yang digunakan berasal dari pembukuan pembiayaan di KJKS BMT BUS Lasem. Sumber data lain sebagai pendukung kelengkapan data dalam penelitian ini didapatkan melalui Bank Indonesia, buku, jurnal, skripsi, dan internet.

29

Tabel 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis Data I. Data primer Karakteristik anggota Keragaan usaha Besarnya pembiayaan (rupiah) Rata-rata pendapatan perhari (rupiah) Jangka waktu angsuran (hari/bulan/tahun) Biaya transportasi (rupiah) Lama menjadi nasabah (tahun) Tingkat keuntungan (rupiah) Lama menekuni usaha/ skala usaha (tahun) Ada tidaknya agunan II. Data sekunder Neraca keuangan LKMS Status keanggotaan Aset dan outstanding BMT Sumber Data Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota Responden/anggota KJKS BMT BUS KJKS BMT BUS KJKS BMT BUS

4.3.Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data diambil dengan metode studi kasus (case study) melalui wawancara yang dilakukan oleh pihak KJKS BMT BUS yang berwenang dengan menggunakan kuesioner kepada anggota (responden). Anggota tersebut juga termasuk ke dalam anggota pembiayaan yang melaksanakan usaha dalam lingkup kecil. Penilaian tentang efektivitas pembiayaan usaha kecil yang dilakukan terhadap nasabah responden KJKS BMT BUS Lasem dilakukan dengan instrumen kuesioner. Kuesioner tersebut berisi tentang: a. Karakteristik anggota pembiayaan yang dibiayai KJKS BMT BUS Lasem b. Tanggapan anggota mengenai pembiayaan yang disalurkan KJKS BMT BUS Lasem

30

c. Keberlangsungan usaha kecil/ perkembangan usaha kecil dengan adanya pembiayaan dari KJKS BMT BUS Lasem

4.4. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel non probabilitas (non acak). Dengan metode ini artinya anggota pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem memiliki peluang yang tidak sama untuk dijadikan sampel sehingga hanya anggota yang telah ditentukan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Jumlah anggota sebagai respon yang diamati sebanyak 40 orang untuk memudahkan dalam analisis dengan asumsi kenormalan. Jumlah badan pengurus KJKS BMT BUS sebanyak 5 orang. Sampel yang diambil berasal dari anggota pembiayaan KJKS BMT BUS yang mempunyai usaha di bidang perdagangan. Bidang perdagangan dipilih karena untuk memudahkan analisis permodelan dan penyetaraan akad dalam transaksi. Jumlah keseluruhan anggota pembiayaan KJKS BMT BUS di bidang perdagangan mencapai 588 orang dengan karakteristik pembiayaan yang berbedabeda (jumlah pembiayaan dari Rp 0 Rp 50.000.000). Oleh karena itu, metode yang paling memungkinkan adalah dengan metode purposive sampling, artinya prosedur yang dilakukan dalam memilih sampel berdasarkan pertimbangannya tentang beberapa karakteristik yang berkaitan dengan anggota sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Pertimbangan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1. Responden adalah nasabah KJKS BMT BUS Lasem yang telah diberikan pembiayaan minimal 2 kali.

31

2. Pengambilan sampel berdasarkan data yang direkomendasikan oleh pimpinan KJKS BMT BUS Lasem mengenai anggota yang dapat diwawancarai baik berupa saran dan alamat nasabah. 3. Anggota mudah ditemui dan bersedia diwawancarai serta diminta penjelasan terkait dengan kuesioner yang diberikan. 4. Keterbatasan dalam pengambilan sampel yang berhubungan dengan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. 5. Anggota yang menjadi responden adalah anggota yang pembiayaannya digunakan untuk tujuan yang produktif. 6. Anggota yang diambil datanya adalah anggota yang melakukan pembiayaan di bidang perdagangan (siap saji, retail, dan siap pakai) dengan jumlah pembiayaan antara Rp 500.000 Rp 30.000.000.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan statistik. Untuk pengolahan data menggunakan eviews 4.1. Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif. Sebelum diolah dan dianalisa, dilakukan beberapa prosedur pendahuluan terhadap data yang diperoleh yaitu membuat pengkodean dan penggolongan beberapa kategori jawaban. Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan dengan dua metode. Metode-metode tersebut dapat dijelaskan berikut ini:

32

4.5.1. Analisis Statistik Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Penggunaan logaritma natural (ln) dalam penelitian ini untuk memudahkan interpretasi dalam pemodelan dan untuk menyamakan satuan dalam model. Rancangan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan LnABi=a0+b1LnBCi+b2LnSBi+b3LnCRi+b4LnAi+c1DP1i+c2DP2i+c3DP3i+c4DP4i+ d1DU1i+d2DU2i+e1DAi+ei ....(4.1) Dimana: ABi BCi SBi CRi Ai DPi = besar pengambilan pembiayaan nasabah ke-i (rupiah) = biaya peminjaman nasabah ke-i (rupiah) = besar pendapatan per hari nasabah ke-i (rupiah) = jangka waktu angsuran (hari) = lama menjadi nasabah ke-i (bulan) = dummy tingkat pendidikan nasabah ke-i DP1 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SD dan 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMP dan 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMA dan 0 untuk yang lain DP4 bernilai 1 jika tingkat pendidikan sarjana dan 0 untuk yang lain Tidak sekolah menjadi kategori dasar DUi = dummy jenis usaha nasabah ke-i DU1 bernilai 1 jika jenis usaha siap pakai dan 0 untuk yang lain DU2 bernilai 1 jika jenis usaha retail dan 0 untuk yang lain Siap saji menjadi kategori dasar DAi a0 = dummy agunan nasabah ke-i DA bernilai 1 jika ada agunan dan 0 jika tidak ada agunan = intersep

33

b1-e1 ei

= koefisien = eror ke-i b. Pengaruh Pembiayaan terhadap Tingkat Pendapatan Nasabah

LnPSi=a0+b1LnABi+b2LnKUi+c1DP1i+c2DP2i+c3DP3i+c4DP4i+d1DU1i+ d2DU2i+ ei ....(4.2) Dimana : PSi ABi KUi DPi = besar pendapatan nasabah per hari ke-i (rupiah) = besar pengambilan pembiayaan nasabah ke-i (rupiah) = profit (keuntungan) usaha per hari nasabah ke-i (rupiah) = dummy tingkat pendidikan nasabah ke-i DP1 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SD dan 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMP dan 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMA dan 0 untuk yang lain DP4 bernilai 1 jika tingkat pendidikan sarjana dan 0 untuk yang lain Tidak sekolah menjadi kategori dasar DUi = dummy jenis usaha nasabah ke-i DU1 bernilai 1 jika jenis usaha siap pakai dan 0 untuk yang lain DU2 bernilai 1 jika jenis usaha retail dan 0 untuk yang lain Siap saji menjadi kategori dasar a0 ei = intersep

b1-d2 = koefisien = eror ke-i c. Pengaruh Pembiayaan terhadap Tingkat Keuntungan Usaha LnPUi=a0+b1LnABi+b2LnSUi+c1DP1i+c2DP2i+c3DP3i+c4DP4i+d1DU1i+d2DU2i+ei ...(4.3) Dimana : PUi ABi SUi DPi = keuntungan usaha nasabah per hari ke-i (rupiah) = besar pengambilan pembiayaan nasabah ke-i (rupiah) = besar pendapatan per hari nasabah ke-i (rupiah) = dummy tingkat pendidikan nasabah ke-i DP1 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SD dan 0 untuk yang lain

34

DP2 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMP dan 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMA dan 0 untuk yang lain DP4 bernilai 1 jika tingkat pendidikan sarjana dan 0 untuk yang lain Tidak sekolah menjadi kategori dasar DUi = dummy jenis usaha nasabah ke-i DU1 bernilai 1 jika jenis usaha siap pakai dan 0 untuk yang lain DU2 bernilai 1 jika jenis usaha retail dan 0 untuk yang lain Siap saji menjadi kategori dasar a0 ei = intersep

b1-d2 = koefisien = eror ke-i Pengujian model di atas dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Model regresi linier berganda ini akan baik dan sesuai dengan kaidah statistik apabila dilakukan pengujian supaya dapat memenuhi asumsi BLUE. Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) ini yaitu (1) nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol, (2) variansnya tetap (homoskedasticity) atau dengan kata lain tidak ada heteroskedastisitas, (3) tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term, (4) tidak ada korelasi serial antara error (no autocorrelation), (5) pada regresi linier berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (multicolinearity) (Departemen Ilmu Ekonomi, 2005). Pengujian untuk memenuhi asumsi BLUE di atas adalah uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Selain pengujian untuk memenuhi asumsi BLUE, juga dilakukan pengujian statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui

35

uji t serta melihat berapa persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabelvariabel independen melalui koefisien determinasi (R2).

4.5.1.1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa konsekuensi (Gujarati, 1995), di antaranya: (1) meskipun penaksir OLS mungkin bisa diperoleh, tetapi kesalahan standarnya cenderung semakin besar dengan meningkatnya korelasi antara variabel; (2) standard error dari parameter dugaan akan sangat besar sehingga selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar; (3) jika korelasinya tinggi, kemungkinan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar; (4) kesalahan standar akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan data; (5) tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual dari variabel yang menjelaskan. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu model adalah melalui correlation matrix, di mana jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari |0.8|, maka terdapat gejala multikolinearitas. Selain melalui correlation matrix, dapat juga melalui nilai Variance Inflation Factor (VIF), yaitu jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinieritas.

4.5.1.2. Uji Heteroskedastisitas Suatu model regresi linear harus memiliki varians yang sama. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka akan terdapat masalah heteroskedastisitas.

36

Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians minimum (efisien). Masalah heteroskedastisitas menjadi lebih akut pada data cross section karena tidak samanya besaran unit observasi (Lains, 2003). Pengujian yang dapat dilakukan untuk melihat gejala ini adalah dengan menggunakan uji White Heteroskedastisitas dengan hipotesis: H0 : = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas/ homoskedastisitas) H1 : 0 (terdapat heteroskedastisitas) Kriteria uji yang digunakan: a. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata () yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. b. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata () yang digunakan, maka terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan tersebut.

4.5.1.3.Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut deret waktu (time series) (Gujarati, 1995). Adanya gejala autokorelasi dalam suatu persamaan akan menyebabkan persamaan tersebut memiliki selang kepercayaan yang semakin lebar dan pengujian menjadi kurang akurat. Akibatnya hasil dari uji-F dan uji-t menjadi tidak sah dan penaksir regresi akan menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji-d (Durbin Watson Statistic). Nilai statistik-d yang berada di kisaran angka dua

37

menandakan tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya jika semakin jauh dari angka dua, maka peluang terjadinya autokorelasi semakin besar. Pengujian lain untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan juga dengan menggunakan uji Breusch and Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test dengan hipotesis (Hipotesa, 2005): H0 H1 : = 0 (tidak terdapat serial korelasi) : 0 (terdapat serial korelasi)

Kriteria uji yang digunakan: a. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata () yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi. b. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata () yang digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut.

4.5.1.4.Uji F untuk Model Secara Keseluruhan Uji-F digunakan untuk menguji pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya secara parsial dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : b1 = b2 = b3 == bk = 0 (tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependen) H1 : minimal ada salah satu bi 0 (ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) Kriteria uji yang digunakan, yaitu: a. Jika probability F-statistic < taraf nyata (), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.

38

b. Jika probability F-statistic > taraf nyata (), maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependen.

4.5.1.5. Uji t untuk Koefisien Model Regresi Pengujian parsial atau uji t digunakan untuk menguji pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependennya dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : bk = 0 (variabel independen-k tidak memengaruhi variabel dependen (tidak sinifikan)) H1 : bk 0 atau bk < 0 atau bk > 0 (variabel independen-k memengaruhi variabel dependen (signifikan)) Kriteria uji yang digunakan, yaitu: a. Jika probability t-statistic < taraf nyata (), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel independen-k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. b. Jika probability t-statistic > taraf nyata (), maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel independen-k tidak memengaruhi variabel dependennya secara signifikan. 4.5.1.6.Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji keragaman digunakan untuk melihat besarnya keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen (Thomas, 1985). Selain itu, juga dapat digunakan untuk melihat kuatnya variabel yang

39

dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Koefisien determinasi mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variabel dependen yang dijelaskan model regresi. Formula untuk menghitung R2 adalah :

2 =
Dimana :

(4.4)

JKT : Jumlah Kuadrat Total JKR : Jumlah Kuadrat Regresi 4.5.2. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk melihat seberapa besar efektivitas pembiayaan usaha kecil pada LKMS. Metode ini digunakan dengan instrumen kuesioner yang ditujukan untuk anggota yang terpilih. Berdasarkan kuesioner yang diisi oleh anggota, akan dapat ditentukan seberapa besar keefektifan pembiayaan usaha kecil yang dilakukan KJKS BMT BUS. Keefektifan ini dilihat dari prosedur pembiayaan yang meliputi pengajuan pembiayaan, pencairan pembiayaan, dan pengembalian pembiayaan. Jawaban yang mendukung pernyataan a (mudah, ringan, ramah, besar, mampu, kecil, lama, aktif) diberikan skor 3, jawaban b (sedang, biasa, kurang mampu, kurang aktif) diberi skor 2 sedangkan jawaban c (lama, sulit, berat, tidak ramah, kecil, tidak mampu, besar, cepat, tidak aktif) diberi skor 1. Terdapat empat kategori penilaian tanggapan responden terhadap efektivitas pembiayaan ini, yaitu efektif, cukup efektif, kurang efektif, dan tidak efektif. Nilai skor untuk masing-masing prosedur antara 160-480 (berdasarkan pengalian skor terendah dan

40

tertinggi dengan jumlah pertanyaan dalam setiap prosedur dan jumlah responden). Dari selang tersebut akan didapatkan : a. Tidak efektif bila skor total antara 160 - 239 b. Kurang efektif bila skor total antara 240 - 319 c. Cukup efektif bila skor total antara 320 - 399 d. Efektif bila skor total antara 400 480

4.6. Definisi Operasional Variabel dependen yang diteliti adalah besarnya pembiayaan atau jumlah pembiayaan. Jumlah pembiayaan yang diambil nasabah merupakan realisasi pembiayaan yang diberikan oleh KJKS BMT kepada nasabah (rupiah) untuk digunakan sebagai modal usaha kecil. Variasi besarnya pembiayaan dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah pembiayaan KJKS BMT kepada nasabah sebesar Rp. 500.000-Rp. 30.000.000. Sedangkan faktor-faktor yang merupakan variabel independen dari persamaan 4.1. yaitu: 1. Biaya peminjaman adalah biaya yang dikeluarkan nasabah responden dalam pengajuan pembiayaan yang meliputi biaya materai, biaya administrasi, dan biaya transportasi (rupiah). 2. Jangka waktu angsuran adalah selang waktu pengembalian pembiayaan dimana nasabah harus mengangsur dan melunasi pinjamannya (hari) yang sesuai dengan akad yang telah disepakati di awal oleh pihak BMT dan nasabah.

41

3. Jenis dan skala usaha adalah jenis usaha yang dilakukan oleh nasabah (siap pakai, retail, dan siap saji) sedangkan skala usaha nasabah berdasarkan pendapatannya per hari dari total penjualan (rupiah). 4. Adanya agunan yaitu jaminan atau persyaratan yang harus dipenuhi nasabah untuk menghindari adanya adverse selection dan moral hazard. 5. Status keanggotaan yaitu riwayat nasabah yang sudah terdaftar menjadi anggota KJKS BMT (lama atau tidaknya beserta karakteristik nasabah yang mengajukan pembiayaan) 6. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal nasabah yang meliputi pendidikan SD, SMP, SMA, Sarjana atau yang lainnya. Dalam penelitian ini akan sedikit sekali menggunakan kata nasabah karena dalam koperasi tidak mengenal kata nasabah. Dalam lingkup koperasi, nasabah dianggap sebagai anggota. Oleh karena itu, penulis akan menggunakan kata anggota dalam penelitian ini. Penulis mengambil sampel 40 orang responden dengan selang besaran pembiayaan antara Rp 500.000-Rp 30.000.000 karena dalam koperasi terdapat batas maksimum pemberian pembiayaan pada usaha kecil yaitu Rp 50.000.000 tetapi untuk mempersempit ruang lingkup penulis menggunakan batas maksimum Rp 30.000.000.

42

V.

GAMBARAN UMUM KJKS BMT BUS LASEM

5.1. Sejarah Pendirian KJKS BMT BUS Lasem Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil Bina Ummat Sejahtera diinisiasi dan diprakarsai oleh Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ORSAT Rembang, sebagai bagian dari gerakan amal usaha secara nasional untuk membangkitkan ekonomi islam khususnya ekonomi mikro dan kecil sesuai dengan syariah islam. Atas dasar semangat Isy Kariman Au Mut Syahidan (hidup sejahtera atau mati syahid) KJKS BMT BUS mengumpulkan modal awal sebesar dua juta rupiah yang didapatkan dari para pendiri, pengurus dan pengelola. KJKS BMT BUS didirikan pada tanggal 10 November 1996 oleh ICMI dengan tujuan membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya masyarakat lapis bawah dalam bidang ekonomi. Rasa keprihatinan terhadap kondisi ekonomi dan tuntutan masyarakat untuk memperbaiki sistem ekonomi merupakan landasan idiil pendirian LKMS ini. Pendirian KJKS BMT BUS tidak terlepas dari tangan-tangan para pengurus dan pengelola. Modal untuk mendirikan KJKS BMT BUS ini berasal dari modal sendiri. Di antaranya adalah dari investor yang meliputi pengurus, pengelola, dan anggota.

5.2. Visi dan Misi KJKS BMT BUS Lasem KJKS BMT BUS sangat berkepentingan dalam rangka mewujudkan umat yang beriman dan bertakwa. Dengan semboyan sebagai Wahana Kebangkitan Ekonomi Umat, Dari Umat Untuk Umat Sejahtera Untuk Semua, KJKS BMT

43

BUS mempunyai visi Menjadi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terdepan dalam Pendampingan Usaha Kecil yang Mandiri. Visi KJKS BMT BUS akan tercapai jika melaksanakan misi lembaga sebagai berikut: 1. Membangun Lembaga jasa keuangan mikro syariah yang mampu

memberdayakan jaringan ekonomi mikro syariah, sehingga menjadikan umat yang mandiri. 2. Menjadikan lembaga jasa keuangan mikro syariah yang tumbuh dan berkembang melalui kemitraan yang sinergi dengan lembaga syariah yang lain, sehingga mampu membangun tatanan ekonomi yang penuh kesetaraan dan keadilan. 3. Mengutamakan mobilisasi pendanaan atas dasar taawun dari golongan aghniya, untuk disalurkan ke pembiayaan ekonomi kecil dan menengah serta mendorong terwujudnya manajemen zakat, infak, dan shodaqah, guna mempercepat proses mensejahterakan umat, sehingga terbebas dari dominasi ekonomi ribawi. 4. Mengupayakan peningkatan permodalan sendiri, melalui penyertaan modal dari para pendiri, anggota, pengelola, dan segenap potensi umat, sehingga menjadi lembaga jasa keuangan mikro syariah yang sehat dan tangguh. 5. Mewujudkan lembaga yang mampu memberdayakan, membebaskan, dan membangun keadilan ekonomi umat, sehingga mengantarkan umat islam sebagai khoera umat.

Visi misi itulah yang menyebabkan KJKS BMT BUS Lasem bergerak dalam cakupan usaha kecil dan memberdayakan masyarakat melalui usahanya.

44

Pemberdayaan masyarakat dijembatani oleh kelembagaan dan struktur organisasi dalam BMT.

5.3. Kelembagaan dan Struktur Organisasi KJKS BMT BUS Lasem KJKS BMT BUS Lasem diresmikan pada tanggal 10 November 1996 oleh ICMI (Orsat Kabupaten Rembang). Lembaga yang mempunyai motto Wahana Kebangkitan Ekonomi Ummat ini mengalami perkembangan badan hukum sebelum menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Badan hukum pertama dari lembaga ini adalah koperasi serba usaha Unit Simpan Pinjam dengan nomor badan hukum 13801/ BH/ KWK.11/III/ 1998. Selanjutnya mengalami perubahan anggaran dasar menjadi Koperasi Simpan Pinjam Syariah pada tanggal 1 Juli 2002 menurut Keputusan Gubernur Nomor 03/BH/PAD/KDK.11/VII/2002. Pada tanggal 4 April 2006 menurut keputusan gubernur Nomor

04/PAD/KDK.11/IV/2006 Koperasi Simpan Pinjam Syariah diubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah. KJKS BMT BUS telah menerapkan manajerial sistem dalam menjalankan kelembagaannya. Hal tersebut tercermin dalam rapat anggota tahunan (RAT) sebagai kekuasaan tertinggi untuk memilih pengurus dan pengawas dari anggota untuk masa jabatan lima tahun. Beberapa pengurus dalam KJKS BMT BUS ditunjuk sebagai pengawas atau supervise sesuai dengan sistem yang telah diterapkan oleh lembaga. Oleh karena itu, pengurus bertindak sebagai policy maker dalam menjalankan organisasi.

45

Struktur organisasi dari KJKS BMT BUS Lasem meliputi ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, pengawas syariah, dan general manager serta manager cabang. Pengurus General Manager

Manager Region

Manager Region

Manager SPI Kepala Bagian Kepala Seksi

Manager Operasional Kepala Bagian Kepala Seksi

Manager Pemasaran Kepala Bagian Kepala Seksi

Manager cabang Anggota KJKS BMT BUS Sumber : KJKS BMT BUS Lasem, 2009. Gambar 5.1. Struktur Organisasi KJKS BMT BUS

5.4. Produk-Produk KJKS BMT BUS Lasem Kegiatan operasional BMT saat ini, pada dasarnya menghasilkan empat jenis produk/ jasa layanan, yaitu: pertama, produk penghimpunan dana atau simpanan; kedua, produk penyaluran dana atau pembiayaan; ketiga, produk baitul maal atau layanan amil zakat; dan keempat produk/ jasa lainnya.

46

A. Produk Penghimpunan Dana/ Produk Jasa Layanan I Produk simpanan dalam KJKS BMT BUS meliputi: a. Wadiah Yad Dlomanah, yaitu titipan dana tanpa mengharapkan bagi hasil, lembaga dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan anggota dan lembaga dengan suka rela berhak memberikan bonus kepada penyimpan. b. Mudlorobah, yaitu simpanan dimana penyimpan berhak mendapat bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh lembaga sesuai nisbah (presentase pembagian) yang telah ditentukan. Dalam hal ini ada beberapa macam simpanan dengan nisbah yang berbeda sesuai dengan karakter masingmasing, yaitu: a) Simpanan Sukarela Lancar (Si Rela) Simpanan lancar, sistem penyetoran dan pengambilannya dapat dilakukan setiap saat. Penyetoran Si Rela dapat dilakukan melalui sistem jemput bola yakni pengelola/ petugas akan mendatangi anggota yang hendak menitipkan dana. Jasa atau bagi hasil diperhitungkan dengan nisbah 35 persen : 65 persen b) Simpanan Sukarela Berjangka (Si Suka) Simpanan berjangka dengan sistem setoran dapat dilakukan setiap saat dan pengambilannya disesuaikan dengan tanggal valuta. Jenis simpanan Si Suka dapat digolongkan Si Suka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun.

47

c) Simpanan Siswa Pendidikan (Si Sidik) Simpanan yang dipersiapkan sebagai penunjang khusus untuk biaya pendidikan dengan cara penyetorannya setiap bulan dan

pengambilannya pada saat siswa akan masuk perguruan tinggi. d) Simpanan Haji Bentuk simpanan yang ditujukan bagi umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji. Simpanan haji menggunakan prinsip wadiah yadlomanah dan ijaroh Bittamlik sehinga memberikan kemudahan dan manfaat dalam menunaikan ibadah haji serta mempunyai nilai dakwah bil jamaah. B. Produk Penyaluran Dana/ Produk Jasa Layanan II Produk KJKS BMT BUS yang kedua yaitu produk penyaluran dana atau pembiayaan. Pembiayaan di BMT ini meliputi: a. Mudlarabah, yaitu pembiayaan modal usaha bagi anggota dan calon anggota dengan sistem bagi hasil dari keuntungan sesuai kesepakatan di depan. b. Bai Bitsaman Ajil (BBA), yaitu akad pembelian barang dengan penambahan margin keuntungan atas kesepakatan bersama, dengan pembayaran secara angsuran. c. Murabahah, yaitu akad pembiayaan melalui sistem pengadaan barang dan di dalamnya terdapat kesepakatan besarnya pemberian keuntungan

48

(mark up), dan pelunasannya dapat diangsur atau jatuh tempo sesuai kesepakatan. d. Qordul Hasan (QH), yaitu pembiayaan untuk kepentingan sosial, lembaga tidak mengambil keuntungan. C. Produk Baitul Maal/ Produk Jasa Layanan III Produk KJKS BMT BUS yang ketiga yaitu Produk baitul maal. Sebagai baitul maal, BMT menerima titipan zakat, infak, dan shadaqah serta menjalankannya sesuai dengan ketentuan dan amanahnya. Produk Baitul Maal dilakukan dalam kegiatan operasional yang sama dengan Baitut Tamwil, yaitu seperti produk penghimpunan dana dan penyaluran dana yang diuraikan di atas. D. Produk layanan lainnya/ Produk Jasa Layanan IV KJKS BMT BUS mengembangkan produk di luar ketiga jenis produk yang telah diuraikan di atas. Akan tetapi, pertumbuhannya belum seperti yang terjadi dalam perbankan konvensional. Dalam bidang teknologi informasi, KJKS BMT BUS telah menggunakan sistem komputerisasi baik bidang administrasi umum maupun keuangan, bahkan saat ini akan memiliki fasilitas ATM yang akan melaksanakan program online sistem antara cabang dan pusat pada tahun 2009 ini.

5.5. Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem Kredit atau pembiayaan menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka

49

waktu tertentu dengan bunga, nisbah atau pembagian hasil keuntungan. Unsurunsur pembiayaan yaitu kepercayaan, kredit yang disalurkan bisa kembali, waktu sesuai dengan yang diperjanjikan, tingkat resiko (Degree of Risk) (semakin lama jangka waktu semakin besar resiko yang dihadapi). Proses pembiayaan dalam BMT meliputi pengajuan, survey dan analisa anggota, pencairan, dan realisasi. Dalam pembiayaan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi anggota jika ingin mengajukan pembiayaan diantaranya yaitu fotokopi KTP, fotocopy KK, surat keterangan domisili dari kelurahan jika tidak mempunyai KTP, surat pernyataan bersedia dijadikan agunan apabila sertifikat bukan atas nama sendiri, surat pernyataan potong gaji bagi PNS atau pegawai swasta yang memiliki gaji tetap, slip gaji terakhir untuk PNS dan pegawai swasta, SIUP (Surat Ijin Umum Perusahaan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi perusahaan.
P en gaju an

S u rvey dan an alis a

D ok u m en tas i/P en gik atan

D itolak

P en c airan

P em bin aan

Sumber : KJKS BMT BUS Lasem, 2009. Gambar 5.2. Proses Seleksi Pembiayaan Jaminan diperlukan untuk menghindari adanya moral hazard dari anggotaanggota yang mengajukan pembiayaan. Jaminan merupakan salah satu syarat

50

direalisasikannya suatu pengajuan pembiayaan. Akan tetapi, jika KJKS BMT BUS sudah mengenal karakter anggota dan karakter usahanya, maka jaminan dapat tidak diberlakukan. Hal ini menunjukkan kemudahan dari BMT kepada anggota dalam hal pengajuan pembiayaan. Inilah yang membedakan BMT dengan perbankan, dimana dalam BMT terdapat konsep taawun dan kemudahan dalam prosedur pengajuan pembiayaan. Pembiayaan yang dilakukan oleh BMT mencakup beberapa sektor. Diantaranya yaitu sektor pertanian, perdagangan, jasa, industri kecil, dan nelayan. Sektor perdagangan merupakan sektor yang paling besar diberikan pembiayaan oleh BMT. Sektor ini merupakan prioritas utama dalam KJKS BMT BUS. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat Lasem bekerja pada sektor ini. Untuk lebih jelasnya akan diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

Persentase(%)

43% 23% 14% 12% 8%

perdagangan pertanian

nelayan

industri kecil

jasa

Sektor Pembiayaan Anggota


Sumber : KJKS BMT BUS Lasem, 2009. Gambar 5.3. Pembiayaan Anggota di KJKS BMT BUS

51

Produk pembiayaan anggota yang dilakukan oleh KJKS BMT BUS terdiri dari lima jenis pembiayaan berdasarkan lapangan usaha, yaitu: a. Produk Pembiayaan Pedagang Sasaran pembiayaan usaha kecil mikro, utamanya pedagang kecil yang membutuhkan permodalan untuk pengembangan usahanya dengan sistem angsuran harian, mingguan, dan bulanan dengan jangka waktu pembayaran sesuai kesepakatan kedua belah pihak. b. Produk Pembiayaan Pertanian Sasaran pembiayaan pertanian dititikberatkan pada modal tanam dan pemupukan, jumlah modal yang dibutuhkan disesuaikan dengan luas lahan garapan, pembiayaan ini dengan sistem musiman, atau jatuh tempo yang telah disepakati kedua belah pihak. c. Produk Pembiayaan Nelayan Jenis pembiayaan yang diperuntukkan bagi masyarakat nelayan, produk ini sangat fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat nelayan berupa pemupukan modal nelayan dan pengadaan sarana penangkapan ikan, dengan sistem angsuran yang telah ditentukan oleh KJKS BMT BUS dan mudhorib. d. Produk Pembiayaan Industri Dan Jasa Produk ini dikhususkan bagi para pengusaha yang bergerak dalam bidang pengembangan jasa, dan industri, PNS melalui sistem angsuran ataupun jatuh tempo yang telah disepakati kedua belah pihak.

52

5.6. Indikator Kesehatan Operasional KJKS BMT BUS Lasem Suatu lembaga keuangan akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila kondisi lembaga keuangan tersebut juga baik. Menurut Arsyad (2008) indikator kinerja yang paling penting bagi LKM adalah tingkat pengembalian pinjaman (repayment rate) karena indikator tersebut merupakan prasyarat utama agar sebuah LKM mampu mandiri dan sustainable dalam jangka panjang. Dalam hal ini repayment rate berhubungan dengan pembiayaan. Pembiayaan yang dilakukan oleh KJKS BMT BUS dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi mengingat pertumbuhan BMT yang cukup pesat. Pertumbuhan BMT yang pesat ini dapat dilihat dari banyaknya cabang KJKS BMT BUS di beberapa daerah. Saat ini KJKS BMT BUS sudah memiliki 44 cabang di berbagai daerah. Selain itu, pertumbuhan aset dan outstanding BMT setiap tahun mengalami peningkatan (Lihat Tabel 5.1.). Tabel 5.1. Perkembangan Aset dan Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem (dalam Rupiah)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 TAHUN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 ASET 8,148,200 88,601,400 139,544,450 437,721,000 1,127,733,900 2,924,254,180 7,571,615,023 15,908,524,179 24,384,650,066 30,089,026,226 40,505,413,330 65,107,519,377 97,865,643,097 PEMBIAYAAN 6,448,600 80,976,625 114,058,550 379,450,900 853,827,100 2,214,941,077 5,819,246,559 13,349,541,709 21,558,589,780 25,437,464,710 32,915,341,660 52,407,044,202 77,760,846,035

Sumber : KJKS BMT BUS Lasem, 2009.

53

KJKS BMT BUS Lasem merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang tergolong sangat pesat perkembangannya di wilayah Lasem. Secara keseluruhan dari total KJKS BMT BUS yang ada, besarnya funding yang dihasilkan per 31 Desember 2008 yaitu Rp 65,906,885,094 dan lending sebesar Rp 77,760,846,035. Besarnya Financing to Depocit Ratio (FDR) sebesar 117.63 persen. Selain funding, lending, dan FDR, terdapat juga NPF (Non Performing Financing) yang merupakan tingkat pembiayaan bermasalah. Akan tetapi, NPF tidak dapat penulis ketahui karena terdapat data-data yang tidak untuk dipublikasikan. KJKS BMT BUS melakukan RAT (Rapat Anggota Tahunan) setiap tahun untuk mengevaluasi dan mengetahui kinerjanya selama setahun. Untuk lebih jelasnya telah dilampirkan laporan keuangan BMT per 31 Desember 2008 yang mencakup jumlah aktiva dan pasiva selama tahun 2008.

54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Pembiayaan Sumber data yang digunakan adalah data primer dari 40 responden yang merupakan anggota pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem. Berikut ini akan dijelaskan hasil dan analisis yang dicapai dari estimasi model. Hasil akhir

estimasi persamaan 4.1 dalam penelitian ini berikut analisis pembahasannya dapat dilihat pada Tabel 6.1. Terdapat beberapa variabel bebas yang tidak signifikan terhadap variabel tak bebas yaitu pendapatan dan jenis usaha, lama menjadi anggota, dan tingkat pendidikan. Hal ini dapat dipahami karena terdapat faktor lain yang memengaruhi variabel tak bebas yang tidak dimasukkan dalam objek penelitian dan kondisi lingkungan pada tempat penelitian. Uji asumsi klasik untuk metode regresi yaitu pengujian heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas menunjukkan bahwa model bersih dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas. Pengujian

heteroskedastisitas dilakukan dengan metode white heteroskedasticity dan didapatkan prob dari obs*R-squared statistic lebih besar dari taraf nyata () maka hasilnya tidak tolak H0. Hal ini terlihat karena nilai prob dari obs*R-squared adalah 0.31 lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0.05. Uji autokolinearitas dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test menunjukkan bahwa prob dari obs*R-squared lebih besar dari () 0.05, sehingga penelitian ini tidak mengandung autokorelasi. Uji multikolinieritas dilakukan dengan correlation matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara sesama

55

variabel bebas adalah tidak lebih dari 0.80. Berdasarkan lampiran dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak mengandung gejala multikolinieritas sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut karena model memenuhi asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

Tabel 6.1. Hasil Pengujian Persamaan Pengambilan Pembiayaan LNAB Variable LNBC LNSB LNCR LNA DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 DA C Coefficient 1.094461 -0.014913 0.021921 -0.027783 -0.005428 0.014068 -0.004506 -0.056068 0.026501 0.017710 0.240332 2.640460 Prob(t-stat) 0.0000*** 0.1345* 0.0407** 0.2218* 0.8008* 0.5019* 0.8459* 0.0665* 0.1175* 0.3277* 0.0000*** 0.0000
0.999122 0.998778 2.148507 0.000000 0.052512 0.314248

R-squared Adjusted R-squared Durbin-Watson stat Prob (F-statistic) Probabilitas obs*R-squared (Uji LM) Probabilitas obs*R-squared (Uji White)
Keterangan : *** = sangat signifikan pada taraf 5 persen ** = signifikan pada taraf 5 persen * = tidak signifikan pada taraf 5 persen

Nilai koefisien determinasi R-squared sebesar 0.999122 dan nilai Adjusted R-Squared 0.998778 (Tabel 6.1). Nilai R-squared sebesar 0.999122 ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar 99.91 persen, sedangkan sisanya 0.09 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari uji serentak melalui uji-F menunjukkan pula hasil

56

yang baik. Hal ini dilihat dari angka probabilitas statistik F sebesar 0.00 yang lebih kecil daripada taraf nyata () 5 persen. Artinya, dari semua variabel penjelas dalam model regresi pengambilan pembiayaan (AB) ini minimal ada satu variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Uji parsial atau uji statistik-t memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi besarnya pembiayaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan ada tidaknya agunan. Sedangkan pendapatan dan jenis usaha, lama menjadi anggota, dan tingkat pendidikan tidak memengaruhi besarnya pengambilan pembiayaan secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Analisis hasil estimasi persamaan pengambilan pembiayaan di atas akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Biaya Peminjaman (BC) Berdasarkan hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa BC (Biaya Peminjaman) berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Koefisien variabel BC sebesar 1.09 artinya besarnya biaya peminjaman sebesar satu persen menunjukkan besarnya pengambilan pembiayaan sebesar 1.09 persen, ceteris paribus. Semakin besar biaya peminjaman yang dikeluarkan oleh anggota maka semakin besar pula pembiayaan yang diberikan oleh BMT (pembiayaan yang diambil oleh anggota). 2. Pendapatan usaha (SB) Variabel SB (Pendapatan Usaha) tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya adanya pendapatan usaha tidak memengaruhi besarnya

57

pembiayaan yang diambil pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pendapatan usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap taraf nyata 5 persen. Koefisien yang negatif menunjukkan bahwa anggota yang mempunyai pendapatan lebih tinggi tidak selalu mengambil pembiayaan dalam jumlah yang tinggi. Menurut kondisi di lapangan pada saat penelitian, anggota yang baru memulai usaha (pengalaman usahanya belum terlalu lama tetapi prospek usahanya bagus) mengajukan pembiayaan dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan anggota yang sudah mapan. 3. Jangka waktu angsuran (CR) Variabel jangka waktu angsuran (CR) berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Koefisien variabel jangka waktu angsuran sebesar 0.02 berarti bahwa jika terjadi peningkatan lama angsuran sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pengambilan pembiayaan sebesar 0.02 persen. Hal ini menunjukkan kemudahan mengangsur dari BMT karena anggota mempunyai waktu yang lebih lama untuk memanfaatkan pembiayaan dari BMT untuk kebutuhan modal kerja. 4. Lama menjadi anggota (A) Variabel lama menjadi anggota tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini mengandung arti bahwa BMT tidak membeda-bedakan antara anggota baru dan anggota lama. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa lama menjadi anggota berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan pembiayaan. Koefisien negatif pada variabel ini berarti

58

semakin lama seseorang menjadi anggota maka besarnya pengambilan yang diambil akan menurun. Kondisi ini diduga karena adanya pendampingan dari BMT terhadap para anggota sehingga kesejahteraan para anggota dapat meningkat. 5. Tingkat pendidikan (DP) Variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. KJKS BMT BUS dalam memberikan pembiayaannya tidak mempertimbangkan latar belakang pendidikan. Besarnya pengambilan pembiayaan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang karena menurut BMT yang terpenting adalah ketekunan seseorang tersebut dalam menjalani usaha. 6. Jenis usaha (DU) Jenis usaha baik siap saji dan siap pakai maupun siap saji dan retail berpengaruh positif terhadap pengambilan pembiayaan tetapi pengaruhnya tidak nyata secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa jenis usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan pembiayaan pada taraf nyata 5 persen. Perbedaan pengambilan pembiayaan jenis usaha siap saji dan siap pakai sebesar 0.03, lebih besar daripada perbedaan pembiayaan jenis usaha siap saji dan retail. Pengambilan pembiayaan terbesar pada jenis usaha siap saji karena jenis usaha ini mudah mengambil keuntungan dalam jumlah yang besar.

59

7. Ada tidaknya agunan (DA) Ada tidaknya agunan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Adanya agunan memengaruhi pengambilan pembiayaan dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan kehatihatian BMT untuk menghindari adanya moral hazard dari anggota. Akan tetapi, terdapat pengecualian dalam hal ini yaitu pada anggota yang mempunyai kredibilitas baik di mata BMT mendapatkan keringanan untuk tidak menyertakan agunan jika pengajuan pembiayaannya masih kurang dari 2 juta rupiah. Hal ini menunjukkan kemudahan pada BMT karena BMT dapat melayani pembiayaan tanpa agunan.

6.2.Analisis Efektivitas Pembiayaan Efektivitas pembiayaan diukur berdasarkan persepsi dari responden yang diwawancarai. Penilaian efektivitas pembiayaan dilihat dari prosedur pembiayaan dan dampak pembiayaan terhadap peningkatan pendapatan dan keuntungan. Dalam penelitian ini menggunakan 40 responden yang berhasil diambil datanya.

6.2.1. Prosedur Pembiayaan Prosedur pembiayaan yang dianalisis berdasarkan penilaian responden dalam penelitian ini adalah prosedur pengajuan pembiayaan, pencairan pembiayaan dan pengembalian pembiayaan.

6.2.1.1. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Berdasarkan Tabel 6.2. diperoleh keterangan bahwa proses pengajuan pembiayaan di KJKS BMT BUS tergolong efektif, artinya prosedur pengajuan

60

pembiayaan dapat diterima oleh anggota. Hal ini memudahkan anggota dalam mengajukan pembiayaan dan menyebabkan ketertarikan kepada anggota baru untuk melakukan pembiayaan di BMT. Efektivitas proses pengajuan dapat dilihat dari kemudahan prosedur pembiayaan yang ditetapkan. Berdasarkan Tabel 6.2. dapat diketahui bahwa 87.5 persen responden menyatakan bahwa proses prosedur awal pembiayaan tergolong mudah. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota dalam mengajukan pembiayaan adalah fotokopi KTP, fotokopi KK, surat keterangan domisili dari kelurahan jika tidak mempunyai KTP, surat pernyataan bersedia dijadikan agunan apabila sertifikat bukan atas nama sendiri, surat pernyataan potong gaji bagi PNS atau pegawai swasta yang memiliki gaji tetap, slip gaji terakhir untuk PNS dan pegawai swasta, SIUP, TDP, NPWP (bagi perusahaan). Tabel 6.2. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pengajuan Pembiayaan di KJKS BMT BUS No 1. Aspek Kemudahan proses prosedur awal pembiayaan Persyaratan awal pembiayaan Nilai jaminan dengan besarnya pembiayaan Pelayanan petugas BMT Skor 3 Orang 35 Persen 87.5 Skor 2 Orang 5 Persen 12.5 Skor 1 Orang 0 Persen 0 Total Skor 115

2.

38

95

118

3.

20

30

75

52

4.

38

95 Total Skor

118 403

Keterangan : Skor 3 untuk jawaban mudah, ringan, ramah Skor 2 untuk jawaban sedang, biasa Skor 1 untuk jawaban lama, sulit, berat, tidak ramah

61

Nilai jaminan dengan besarnya pembiayaan menurut sebagian besar responden tergolong besar. KJKS BMT BUS memang mensyaratkan adanya jaminan bagi anggota yang mengajukan pembiayaan dalam skala tinggi. Akan tetapi, jika anggota sudah mempunyai catatan perilaku baik dan pihak BMT sudah mengenali anggota tersebut maka pihak BMT tidak akan mensyaratkan adanya jaminan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya moral hazard karena KJKS BMT BUS tergolong BMT yang sudah mempunyai nama di daerah sehingga manajemennya sangat teratur dengan peningkatan aset dan pembiayaan setiap tahun.

6.2.1.2. Prosedur Pencairan Pembiayaan Pencairan pembiayaan akan dilakukan setelah disetujui dan ditandatangani oleh manajer pembiayaan. Sebelum dicairkan, pengajuan pembiayaan dari anggota akan diperhitungkan dan dianalisis apakah anggota layak diberikan pembiayaan atau tidak. Lamanya pencairan pembiayaan antara dua sampai dengan lima hari karena bagian pembiayaan harus mensurvey dan menganalisis anggota tersebut. Berdasarkan Tabel 6.3. diperoleh keterangan bahwa tanggapan anggota responden terhadap lamanya realisasi pembiayaan yaitu sebesar 87.5 persen mengatakan cepat dan sisanya sebesar 12.5 persen mengatakan sedang. Responden yang mengatakan sedang cukup beralasan karena sebagian besar responden tersebut pernah mengalami penangguhan pembayaran pengembalian pembiayaan sehingga BMT harus menganalisis lebih terhadap responden tersebut. Sebagian besar anggota menilai bahwa biaya administrasi yang ditetapkan BMT

62

sedang yaitu sebesar 95 persen. Hal ini disebabkan biaya administrasi yang ditetapkan BMT pada setiap tingkatan plafond rata-rata sebesar 2 persen dari jumlah pembiayaan. Besarnya persentase ini diduga menyebabkan tingginya biaya peminjaman sehingga dapat disadari bahwa semakin tinggi biaya peminjaman maka besarnya pembiayaan akan semakin tinggi pula. Tabel 6.3. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pencairan Pembiayaan di KJKS BMT BUS No 1. 2. 3. Aspek Realisasi Pembiayaan Biaya Administrasi Besar pembiayaan yang diberikan Kemampuan KJKS BMT BUS dalam memenuhi pembiayaan Skor 3 Orang Persen 35 87.5 1 1 2.5 2.5 Skor 2 Skor 1 Orang Persen Orang Persen 5 12.5 0 0 38 33 95 82.5 1 6 2.5 15 Total Skor 115 80 75

4.

39

97.5

2.5

119

Total Skor
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban cepat, mudah, besar, mampu Skor 2 untuk jawaban sedang, kurang mampu Skor 1 untuk jawaban lama, sulit, kecil, tidak mampu

389

Pembiayaan yang diberikan oleh KJKS BMT BUS mencapai seratus juta rupiah. Hal ini disebabkan perkembangan KJKS BMT BUS yang sangat pesat dengan melakukan ekspansi ke berbagai daerah dengan mendirikan cabangcabang baru dari KJKS BMT BUS. Apabila melihat dari besarnya pembiayaan yang diberikan, sebagian besar anggota (82.5 persen) merasa puas atas jumlah pembiayaan yang diberikan karena besarnya pembiayaan sedang (sesuai) dengan apa yang diajukan oleh anggota. KJKS BMT BUS dalam memberikan

63

pembiayaan kepada anggotanya dilakukan secara bertahap. Anggota yang mempunyai pengalaman usaha baik dan keuntungan usahanya meningkat akan diutamakan oleh BMT untuk diberikan pembiayaan. Semakin sering anggota melakukan pembiayaan dengan catatan anggota tersebut baik selama meminjam, maka jumlah modal yang diberikan akan semakin besar, demikian juga sebaliknya. Kemampuan KJKS BMT BUS dalam memenuhi permohonan pembiayaan yang diajukan tergolong mampu. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingkat aset BMT pada tahun 2008 yang mencapai 97.9 miliar rupiah. Secara keseluruhan berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 389, maka KJKS BMT BUS dapat dikatakan cukup efektif dalam hal prosedur pencairan pembiayaan.

6.2.1.3. Prosedur Pengembalian Pembiayaan Jangka waktu pembayaran angsuran dan pelunasan pembiayaan oleh anggota ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak BMT dan anggota. Jangka waktu angsuran adalah selang waktu anggota harus mengangsur dan melunasi pinjamannya. Dalam KJKS BMT BUS sendiri terdapat dua macam cara mengangsur pembiayaan, yaitu pertama secara angsuran dan kedua secara jatuh tempo. Cara yang pertama yaitu secara angsuran akan menguntungkan KJKS BMT BUS karena setiap bulan/ hari anggota harus mengangsur angsuran pokok sekaligus bagi hasilnya. Sedangkan cara yang kedua yaitu jatuh tempo, anggota hanya memberikan bagi hasilnya saja, kemudian pada saat jatuh tempo baru memberikan pokoknya.

64

Penetapan jangka waktu mengangsur ini diserahkan sepenuhnya kepada anggota sesuai dengan kemampuannya dalam membayar. Anggota yang kemampuannya relatif tinggi akan lebih memilih membayar pelunasan pembiayaan secara jatuh tempo dibandingkan anggota yang mempunyai kemampuan relatif rendah. Jangka waktu mengangsur secara jatuh tempo biasanya tiga sampai lima bulan. Lama angsuran ini telah disepakati bersama dengan pihak KJKS BMT BUS. Setiap lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank maupun bukan bank pasti berusaha untuk menghindari adanya kemacetan dalam pembiayaannya. Oleh karena itu, efektivitas pengembalian pembiayaan menjadi tujuan utama bagi sebuah lembaga keuangan manapun. Beberapa aspek yang memengaruhi efektivitas pengembalian pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4. Jumlah Anggota Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Prosedur Pengembalian Pembiayaan KJKS BMT BUS No 1. 2. Aspek Besar angsuran Jangka waktu angsuran Keaktifan petugas di lapang Keuntungan bagi BMT Skor 3 Orang Persen 3 7.5 0 0 Skor 2 Orang Persen 36 90 40 100 Skor 1 Orang Persen 1 2.5 0 0 Total Skor 82 80

3.

31

77.5

2.5

20

103

4.

2.5

39

97.5

81 346

Total Skor
Keterangan : Skor 3 untuk jawaban kecil, lama, aktif Skor 2 untuk jawaban sedang, kurang aktif Skor 1 untuk jawaban besar, cepat, tidak aktif

65

Berdasarkan Tabel 6.4. semua responden menyatakan jangka waktu mengangsur tergolong sedang. Hal ini berarti anggota memiliki keleluasaan dalam mengembalikan pembiayaan dan dapat memanfaatkan pembiayaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Di samping itu, anggota mempunyai cukup banyak waktu untuk meningkatkan capital dari usaha kecilnya. Sedangkan dari aspek besar angsuran, sebagian besar responden menyatakan bahwa besar angsuran tergolong sedang (90 persen). Hal ini membuktikan bahwa anggota masih dapat menjangkau besarnya angsuran sesuai dengan kemampuan anggota itu sendiri. KJKS BMT BUS sangat memperhatikan kemampuan setiap anggota dalam membayar angsurannya, karena itulah BMT dapat memberikan penangguhan pembiayaan bagi anggota jika alasannya sesuai dengan kondisi usahanya, bukan karena moral hazard anggota yang ingin mengulur-ulur waktu pelunasan pembiayaan. Sebagian besar lokasi usaha responden berada tidak jauh dari lokasi berdirinya BMT. Oleh karena itu, sebesar 20 persen responden mengantarkan angsuran sendiri ke BMT. Akan tetapi, sebagian besar responden yaitu sebesar 77.5 persen menyatakan bahwa petugas BMT yang aktif menagih angsurannya ke lokasi usaha. Hal ini mempunyai nilai plus sendiri bagi BMT. Selain mengetahui kondisi responden yang sedang meminjam, hal ini dapat meminimalisir terjadinya penangguhan pembayaran pembiayaan. Mengenai keuntungan yang didapatkan BMT, sebagian besar responden yaitu sebesar 97.5 persen menyatakan bahwa pembiayaan di BMT menyebabkan masing-masing pihak untung, yaitu antara BMT dengan anggota. Hal ini

66

membuktikan bahwa pelaksanaan pembiayaan di BMT menurut persepsi anggota memberikan dampak yang cukup baik bagi kelangsungan usaha kecil anggota. Secara keseluruhan berdasarkan skor yang didapat yaitu 346 menunjukkan bahwa prosedur pengembalian pembiayaan pada BMT BUS cukup efektif.

6.2.2. Dampak Pembiayaan 6.2.2.1.Dampak Pembiayaan Terhadap Pendapatan Usaha Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan mengunakan metode white heterokedasticity dengan nilai Prob dari Obs*R-Squared sebesar 0.115255 lebih besar dari taraf nyata () 0.05. maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak tolak H0 artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas atau asumsi homoskedastisitas terpenuhi pada model ini. Uji multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan correlation matrix menunjukkan bahwa persamaan pendapatan usaha tidak mengandung gejala multikolinieritas (lihat di lampiran). Selain itu, Durbin-watson stat menunjukkan nilai 2.505998 yang lebih besar dari 2, sehingga model persamaan pendapatan usaha tidak menunjukkan gejala autokorelasi. Berdasarkan Tabel 6.5. koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 46.39. Hal ini berarti bahwa model pendapatan usaha kecil dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya sebesar 46.39 persen dan sisanya 53.61 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R-squared yang kecil ini disebabkan oleh adanya variabel-variabel independen yang tidak dimasukkan dalam model. Saran bagi penelitian lebih lanjut agar memasukkan variabel-variabel misalnya dummy pendampingan anggota, besarnya tanggungan, dan dummy pinjaman lain. Nilai

67

probability (F-statistic) sebesar 0.006993 menunjukkan bahwa minimal terdapat satu variabel bebas yang memengaruhi variabel tak bebas.

Tabel 6.5. Hasil Pengujian Model Persamaan Pendapatan Usaha LNPS Variable LNKU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 C Coefficient 0.829948 -0.260001 0.519191 -0.245504 -0.390851 0.345124 0.728150 -0.158540 7.171214 Prob(t-stat) 0.0029*** 0.0990* 0.1701* 0.5188* 0.3356* 0.5066* 0.0170** 0.5968* 0.0038
0.463975 0.325646 2.505998 0.006993 0.172173 0.115255

R-squared Adjusted R-squared Durbin-Watson stat Prob (F-statistic) Probabilitas obs*R-squared (Uji LM) Probabilitas obs*R-squared (Uji White)
Keterangan:***= sangat signifikan pada taraf nyata 5 persen **= signifikan pada taraf nyata 5 persen *= tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen

Pembiayaan yang diberikan kepada usaha kecil tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap pendapatan usaha kecil. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pembiayaan KJKS BMT BUS memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Kondisi ini dimungkinkan disebabkan oleh besarnya tanggungan atau kebutuhan lain-lain yang harus dipenuhi oleh anggota sehingga pembiayaan yang diberikan tidak begitu berpengaruh terhadap pendapatan usaha anggota. Variabel keuntungan usaha adalah variabel yang paling signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap pendapatan usaha. Nilai elastisitas sebesar 0.83

68

menunjukkan bahwa peningkatan (penurunan) keuntungan usaha sebesar 1 persen akan meningkatkan (menurunkan) pendapatan usaha sebesar 0.83 persen. Perbedaan pendapatan untuk anggota yang tidak berpendidikan dan SD jauh lebih tinggi dibandingkan antara tidak sekolah dan SMP, SMA atau PT. Akan tetapi, tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan usaha anggota. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara mutlak terhadap pendapatan seseorang. Sesuai dengan kondisi anggota yang sebagian besar berpendidikan antara SD dan SMP, pendapatannya dapat melebihi anggota yang berpendidikan lebih tinggi. Hal ini disebabkan anggota yang berpendidikan lebih rendah umumnya langsung bekerja sehingga mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak daripada anggota yang berpendidikan tinggi. Perbedaan pendapatan untuk jenis usaha siap saji dan siap pakai sebesar 0.73, sedangkan perbedaan pendapatan untuk jenis usaha siap saji dan retail sebesar -0.15. Jenis usaha siap saji dan siap pakai berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata jenis usaha siap pakai mendapatkan pendapatan yang jauh lebih besar daripada jenis usaha siap saji. Hal ini dapat dijelaskan demikian karena jenis usaha siap pakai (pakaian) pada umumnya memiliki strategi door to door (dari pintu ke pintu) dalam menjual produknya sehingga dapat memasarkan produknya secara lebih ke konsumen dan lebih mengetahui keinginan konsumen. Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa pembiayaan tidak

memengaruhi pendapatan usaha secara signifikan pada taraf 5 persen. Oleh karena

69

itu, tujuan pembiayaan untuk meningkatkan pendapatan usaha belum sepenuhnya tercapai.

6.2.2.2.Dampak Pembiayaan Terhadap Keuntungan Usaha Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan mengunakan metode white heteroskedasticity dengan nilai Prob dari Obs*R-Squared sebesar 0.351066 lebih besar dari taraf nyata () 0.05. maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak tolak H0 artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas atau asumsi homoskedastisitas terpenuhi pada model ini. Uji multikolinieritas yang dilakukan dengan menggunakan correlation matrix menunjukkan bahwa persamaan keuntungan usaha tidak mengandung gejala multikolinieritas. Selain itu, menurut uji autokorelasi dengan menggunakan breusch-godfrey serial correlation LM test didapatkan nilai sebesar 0.824922 sehingga dapat dibuktikan bahwa model juga tidak menunjukkan adanya autokorelasi sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan Tabel 6.6. koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 58.05. Hal ini berarti bahwa model pendapatan usaha kecil dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya sebesar 58.05 persen dan sisanya 41.95 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R-squared yang kecil ini disebabkan oleh adanya variabel-variabel independen yang tidak dimasukkan dalam model. Saran bagi penelitian lebih lanjut agar memasukkan variabel-variabel misalnya dummy pendampingan anggota, besarnya tanggungan, dan dummy pinjaman lain. Nilai probability (F-statistic) sebesar 0.000283 menunjukkan bahwa minimal terdapat satu variabel bebas yang memengaruhi variabel tak bebas.

70

Tabel 6.6. Hasil Pengujian Model Persamaan Keuntungan Usaha LNPU Variable LNSU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 C Coefficient 0.327669 0.328185 -0.239755 -0.251633 -0.291584 0.108475 -0.408475 -0.326285 2.031651 Prob(t-stat) 0.0212** 0.0023*** 0.4342* 0.3734* 0.3850* 0.7975* 0.0939* 0.1870* 0.3507
0.580460 0.472192 2.055063 0.000283 0.824922 0.351066

R-squared Adjusted R-squared Durbin-Watson stat Prob (F-statistic) Probabilitas obs*R-squared (Uji LM) Probabilitas obs*R-squared (Uji White)
Keterangan : ***= sangat signifikan pada taraf nyata 5 persen **=signifikan pada taraf nyata 5 persen *= tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen

Pembiayaan yang diberikan kepada usaha kecil berpengaruh secara positif dan signifikan pengaruhnya terdapat keuntungan usaha kecil anggota pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel pembiayaan sebesar 0.33 menunjukkan bahwa peningkatan (penurunan) pembiayaan sebesar 1 persen akan meningkatkan (menurunkan) keuntungan usaha sebesar 0.33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembiayaan untuk meningkatkan keuntungan anggota tercapai. Variabel skala pendapatan usaha signifikan pengaruhnya terhadap keuntungan usaha pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel pendapatan sebesar 0.33 menunjukkan bahwa peningkatan (penurunan) pendapatan sebesar 1 persen akan meningkatkan (menurunkan) keuntungan usaha sebesar 0.33 persen. Hal ini dapat dimengerti karena peningkatan pendapatan seiring dengan peningkatan keuntungan anggota dalam mengelola usahanya.

71

Perbedaan keuntungan untuk anggota yang berpendidikan tinggi (PT/ sarjana) mempunyai elastisitas yang jauh lebih tinggi daripada SD, SMP, dan SMA. Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap variabel keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memengaruhi peningkatan keuntungan anggota. Ini dapat dimengerti karena peningkatan keuntungan usaha pada kenyataannya tergantung pada pengalaman usaha anggota itu sendiri. Anggota yang mempunyai pengalaman usaha yang lebih lama biasanya akan mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang besar. Perbedaan keuntungan untuk jenis usaha siap saji dan siap pakai mempunyai elastisitas yang lebih rendah (-0.41) daripada jenis usaha siap saji dan retail (-0.32). Hal ini menunjukkan bahwa usaha siap saji dan retail akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, walaupun usaha siap pakai penjelasan di atas mendapatkan pendapatan yang jauh lebih tinggi daripada usaha lainnya.

6.3. Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua variabel dalam penelitian ini memengaruhi pengambilan pembiayaan (AB) secara signifikan. Faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan secara signifikan adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan ada tidaknya agunan. Hasil estimasi model pendapatan usaha menunjukkan bahwa secara signifikan pembiayaan tidak memengaruhi pendapatan usaha pada taraf nyata 5 persen, keuntungan berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha, dan jenis usaha siap pakai berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Sedangkan menurut hasil estimasi model keuntungan usaha menunjukkan pembiayaan berpengaruh positif

72

pada keuntungan usaha dan pendapatan usaha berpengaruh positif pada keuntungan usaha pada taraf nyata 5 persen. Adapun implikasi kebijakan yang sebaiknya diambil oleh lembaga keuangan mikro syariah dalam hal ini KJKS BMT BUS Lasem adalah dengan melakukan pengaturan terhadap variabel biaya peminjaman khususnya biaya administrasi yang berpengaruh terhadap pengambilan pembiayaan (AB). Selain itu, manajemen KJKS BMT BUS Lasem perlu melakukan kebijakan-kebijakan untuk mengevaluasi kembali tujuan pembiayaan untuk meningkatkan pendapatan usaha anggota. Hasil pembahasan dalam penelitian ini juga memperlihatkan bahwa variabel biaya peminjaman merupakan variabel yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pengambilan pembiayaan (AB). Artinya, perubahan yang kecil saja pada biaya peminjaman akan menyebabkan perubahan signifikan pada total pengambilan pembiayaan yang dilakukan oleh para anggota. KJKS BMT BUS Lasem perlu menentukan tingkat persentase ideal bagi biaya administrasi sesuai dengan kemampuan anggota masing-masing sehingga besarnya biaya administrasi yang ditetapkan dapat fleksibel tergantung pada kemampuan anggota (skala pendapatan) dalam mengajukan pembiayaan. Hal ini akan lebih memudahkan anggota-anggota yang mempunyai tingkat pendapatan relatif rendah untuk mengajukan pembiayaan di BMT untuk memajukan usaha kecilnya. Implikasinya, tujuan pembiayaan untuk meningkatkan kemandirian usaha kecil akan tercapai.

73

VII.

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan (AB) dan efektivitas pembiayaan di KJKS BMT BUS Lasem maka dapat disimpulkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi secara signifikan pengambilan pembiayaan di KJKS BMT BUS Lasem adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan ada tidaknya agunan. Dari ketiga variabel yang memengaruhi pengambilan pembiayaan, yang paling besar pengaruhnya adalah biaya peminjaman. 2. Efektivitas pembiayaan pada LKMS khususnya KJKS BMT BUS Lasem berdasarkan hasil penilaian responden dapat dikategorikan cukup efektif. Sedangkan pencapaian tujuan pembiayaan usaha kecil masih belum sepenuhnya tercapai, karena belum adanya dampak positif pembiayaan terhadap peningkatan pendapatan usaha anggota. Hal ini disebabkan besarnya pembiayaan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap perubahan pendapatan disebabkan oleh besarnya kebutuhan anggota yang harus dipenuhi sehingga pembiayaan yang diberikan hanya untuk menutupi modal yang dibutuhkan tetapi belum menyebabkan peningkatan pendapatan.

74

7.2. Saran 1. Implikasi kebijakan yang sebaiknya diambil oleh KJKS BMT BUS Lasem adalah dengan melakukan pengaturan terhadap tiga variabel yang

memengaruhi faktor pengambilan pembiayaan, diantaranya biaya peminjaman lebih tepatnya biaya administrasi, jangka waktu angsuran, dan adanya agunan. Oleh karena itu, penting bagi KJKS BMT BUS dalam mengatur dan menetapkan biaya administrasi yang terjangkau oleh anggota sehingga kemudahan dalam mengajukan pembiayaan dapat tercapai. 2. KJKS BMT BUS Lasem harus lebih memperhatikan dampak pembiayaan terhadap pendapatan usaha kecil dari anggota khususnya dengan cara melakukan pendampingan dan mengikutsertakan usaha kecil dalam kerja sama ketika ada event-event yang dapat mengembangkan usaha kecil. Selain itu, Pemerintah dan KJKS BMT BUS harus bekerja sama dalam mengembangkan usaha kecil di daerah Lasem, Kabupaten Rembang supaya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan edukasi dalam hal pembiayaan syariah harus dilakukan kepada masyarakat sekitar supaya tidak terjerumus ke dalam lintah darat. 3. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada efektivitas pembiayaan usaha kecil khususnya di bidang perdagangan. Oleh karena itu, bagi penelitian selanjutnya diharapkan lebih luas lagi bidang usaha kecil yang diteliti. Selain itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk menganalisis alokasi

pemanfaatan pembiayaan usaha kecil yang digunakan oleh anggota.

75

DAFTAR PUSTAKA

Agustianto. 2008. Mewujudkan Ekuilibrium Sektor Finansial. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=a rticle&id=1165:mewujudkan-equilibrium-sektor-finansial&catid=8:kajianekonomi&Itemid=60 [2 Desember 2008] Antonio, S. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Gema Insani, Jakarta. Arsyad, L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro. Penerbit Andi, Yogyakarta Aryati. 2006. Analisis Permintaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus: KBMT Khidmatul Ummah, Bogor) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bank Indonesia. 2008. Konsep dan Kebijakan Perbankan Syariah. Bank Indonesia, Jakarta. BMT Network. 2002. Aplikasi Konsep Syariah untuk Lembaga Keuangan Syariah. BMT Network, Ungaran. Departemen Ilmu Ekonomi. 2005. Basic Econometrics. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga, Jakarta. Zain dan Sumarno [penerjemah].

Hidayat, Y. 2004. Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Hubbul Wathon, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hipotesa. 2005. E-Views Training 2005. Hipotesa FEM IPB, Bogor. Ilmi, M. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Keuangan Mikro Syariah. UII Press, Yogyakarta. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. IPB Press, Bogor. Jumanto, J.Supeno, dan A.Mustofa. 2007. Ikhtiar Tiada Batas: Refleksi Perjalanan Pemikiran Manajemen Qurani H. Abdullah Yazid. BUS Graphic Lasem, Lasem.

76

KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera. 2009. Company Profile KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera. BMT BUS, Lasem. Kurnialestari. 2007. Analisis Tingkat Kesehatan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT) Ibbadurrahman [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Laksmana, Y. 2009. Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di Bank Syariah. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Lains, A. 2003. Ekonomerika Teori dan Aplikasi Jilid I. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Rachmawan, A. 2008. Analisis Pembiayaan Usaha Mikro Bagi Lembaga Keuangan. [Presentasi Direktur Bank Biru] Rizky, A. 2007. BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil. UCY Press, Yogyakarta. Robinson, M. 2000. The Microfinance Revolution. Institut Fellow Emeritus, Washington DC. Suharto, S. 2008. Peran Permodalan BMT dalam Pemberdayaan Sektor UKM. http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/peranan-permodalan-bmtdalam.html [4 Desember 2008] Syafar, M. 2006. Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thomas, RL. 1985. Introductory Econometrics, Theory and Applications. Longman Inc, New York. Wardhana. 2005. Analisis Hubungan Penyaluran Dana dengan Penghimpunan Dana pada KBMT [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wijono, W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan. Jurnal Kajian Ekonomi Keuangan, Edisi Khusus. November 2005. Jakarta.

77

LAMPIRAN

78

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian


KUESIONER PENELITIAN ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN USAHA KECIL PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus : KJKS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem, Jawa Tengah) Kuesioner ini digunakan dalam rangka pengambilan data untuk penyusunan bahan penelitian skripsi oleh Sholikha Oktavi K., Mahasiswi Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/ Ibu berkenan mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya dan kondisi yang sebenar-benarnya. Pengisian yang jujur dan objektif sangat membantu keberhasilan penelitian ini. Terima Kasih banyak atas perhatiannya. I. 1. 2. 3. Karakteristik Anggota (Responden) Nomer responden : Alamat responden : Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Umur : . tahun Pendidikan : 1.tidak sekolah 2.tamat SD 3.Tamat SMP 4.Tamat SMA 5.Lainnya, sebutkan Status : a. Belum menikah b. Menikah c. Janda/ duda Data keluarga : a. Istri/ suami..orang b. Anak...orang c. Anak yang menikah..orang Lama menjadi anggota : . tahun Jenis usaha yang dilakukan : (mohon ditandai bidang usaha yang dilakukan) a. Pedagang pakaian b. Pedagang sembako c. Pedagang lainnya, sebutkan.. Jarak lokasi usaha ke BMT : .km Biaya transportasi yang dikeluarkan menuju BMT : Rp

4. 5.

6.

7.

8. 9.

10. 11.

79

II. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

19. 20. 21. 22.

23.

24.

25.

26.

Karakteristik Usaha Lama menjadi anggota pembiayaan di KJKS BMT BUS Lasemtahun Fasilitas pembiayaan yang diperoleh saat ini Rp. Biaya administrasi pembiayaan sebesar Rp Lama menekuni usaha (dihitung sebelum menerima pembiayaan)......tahun.bulan Rata-rata pendapatan yang diperoleh per hari berdasarkan pengalaman usaha Rp.. Keuntungan usaha per hari Rp.. Dari pendapatan yang diperoleh, pengeluaran yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (untuk memenuhi konsumsi, pendidikan, anak, listrik, telepon, dll) Rp Sudah berapa kali mendapatkan fasilitas pembiayaan dari BMT..kali Jangka waktu pembiayaanhari Lama mengangsur pembiayaan...bulan, per bulan sebesar Rp Pernahkah Anda menangguhkan pembayaran dalam pembiayaan? a. Pernah b. Tidak pernah Tujuan fasilitas pembiayaan yang diterima untuk: a. Kebutuhan modal kerja b. Investasi usaha c. Lain-lain, sebutkan.. Menurut Anda, apakah fasilitas pembiayaan dari BMT mempunyai manfaat terhadap perkembangan/ kemajuan usaha Anda? a. Ya b. Tidak Bila ya, apakah kesejahteraan hidup Anda dan keluarga meningkat seiring dengan kemajuan usaha Anda? a. Ya b. Tidak Bila ya, peningkatan kesejahteraan keluarga meningkat dalam bentuk: a. Perbaikan/ renovasi rumah b. Peningkatan sarana/ peralatan rumah tangga c. Peningkatan volume usaha d. Lain-lain, sebutkan.

80

III. Tanggapan Anggota mengenai Pembiayaan di BMT 1. Persyaratan awal pembiayaan Menurut Anda, ketentuan yang harus dimiliki (fotokopi KTP suami istri, fotokopi KK, mengisi formulir persetujuan suami istri, mengisi formulir permohonan pembiayaan, melampirkan fotokopi jaminan berupa sertifikat tanah-bangunan, BKB kendaraan motor/ mobil) ketika mengajukan pembiayaan di BMT, tergolong : a. Ringan (mudah dipenuhi oleh nasabah) b. Sedang (ada item yang tidak bisa dipenuhi) c. Berat (sulit dipenuhi oleh nasabah) 2. Proses pembiayaan Menurut Anda, tahapan yang harus dilalui dari proses permohonan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan kepada anggota, tergolong : a. Mudah (tidak berbelit-belit/ terlalu banyak tahapan pencairan dana) b. Sedang (tidak berbelit-belit tapi prosesnya lambat) c. Lama (berbelit-belit/ prosesnya panjang dan lambat) 3. Realisasi pembiayaan Cairnya pembiayaan setelah pengajuan disetujui , tergolong : a. Cepat (jangka waktu paling lambat 7 hari sejak pengajuan pembiayaan) b. Sedang (jangka waktu 1 minggu-1 bulan sejak pengajuan pembiayaan) c. Lama (jangka waktu melebihi 1 bulan sejak pengajuan pembiayaan) 4. Besar pembiayaan Pembiayaan yang diberikan tergolong : a. Besar (apabila melebihi dari kebutuhan pembiayaan) b. Sedang (apabila cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan) c. Kecil (apabila tidak mencukupi sebagai tambahan modal usaha) 5. Jaminan Jaminan yang umumnya diberlakukan pada anggota pembiayaan dengan melampirkan sertifikat/ akta jual beli tanah/ bangunan, BPKB kendaraan (mobil/ motor), tergolong : a. Kecil (jaminan lebih kecil daripada pinjaman) b. Sedang (jaminan sebanding dengan nilai pinjaman) c. Besar (jaminan lebih besar nilainya dari pinjaman) 6. Biaya administrasi pembiayaan Biaya yang dikeluarkan selama proses permohonan pembiayaan hingga direalisasikan, tergolong : a. Ringan (tidak memberatkan nasabah) b. Sedang (nasabah mengalami kesulitan untuk mencari dana awal) c. Berat (memberatkan nasabah) 7. Jangka waktu angsuran Jangka waktu angsuran adalah selang waktu anggota harus mengangsur dan melunasi pinjamannya (hari). Lama angsuran yang telah disepakati bersama oleh pihak nasabah dengan BMT, tergolong :

81

8.

9.

10.

11.

12.

a. Lama b. Sedang c. Cepat Besar angsuran Besar angsuran yaitu jumlah angsuran pembiayaan yang harus dibayar anggota pembiayaan dengan jumlah yang disesuaikan dengan akad yang disepakati. Besar angsuran ini telah disepakati kedua belah pihak dengan mempertimbangkan kemampuan nasabah dalam mengangsur, tergolong : a. Kecil (angsuran tidak memberikan) b. Sedang (angsuran masih terjangkau namun terkadang telat dibayar) c. Besar (angsuran memberatkan) Pelayanan petugas KJKS BMT BUS Pelayanan petugas KJKS BMT BUS yaitu penilaian responden pada saat pertama kali mengajukan pembiayaan. Hal ini merupakan kesan pertama responden terhadap KJKS BMT BUS, tergolong : a. Ramah b. Biasa saja c. Tidak ramah Kemampuan KJKS BMT BUS dalam memenuhi pembiayaan Batasan terhadap kemampuan KJKS BMT BUS dalam memenuhi pembiayaan adalah pihak KJKS BMT BUS selalu menyetujui permohonan pembiayaan yang diminta, tergolong : a. Mampu (besar pengajuan sama dengan realisasi pembiayaan) b. Kurang mampu (besar pembiayaan yang terealisasi kurang dari besar pengajuan) c. Tidak mampu (besar pembiayaan jauh dari pengajuan) Keaktifan petugas dalam menagih di lapang Petugas KJKS BMT BUS dalam menagih angsuran pembiayaan tergolong : a. Aktif (selalu datang untuk mengambil angsuran) b. Kurang aktif (terkadang tidak datang untuk mengambil angsuran) c. Tidak aktif (angsuran diantarkan sendiri oleh nasabah, pihak BMT tidak pernah mengambil angsuran di lapang) Keuntungan bagi KJKS BMT BUS Biaya yang harus dibayar anggota sebagai bentuk dukungan operasional kegiatan bagi pengelola BMT. Menurut Anda, besarnya nisbah dari pembiayaan tergolong : a. Ringan (nasabah tidak merasa dirugikan) b. Sedang (sama-sama untung) c. Berat (nasabah merasa rugi)

82

IV. Keberlangsungan Usaha Kecil (Dampak Pembiayaan terhadap Kondisi Nasabah) 13. Bagaimana kelangsungan usaha kecil Anda setelah mendapatkan pembiayaan dari KJKS BMT BUS? a. Meningkat b. Tetap c. Turun 14. Bagaimana tingkat pendapatan anda setelah mendapatkan pembiayaan? a. Meningkat b. Tetap c. Turun Sebelum pembiayaan (Rp) Setelah pembiayaan (Rp) Keuntungan Pendapatan 15. Untuk apa saja alokasi pembiayaan usaha kecil dari BMT? a. Untuk usaha b. Untuk pengeluaran rumah tangga c. Untuk konsumsi d. dll, sebutkan

83

Lampiran 2. Hasil Estimasi Model Persamaan Pengambilan Pembiayaan


Dependent Variable: LNAB Method: Least Squares Date: 06/23/09 Time: 07:08 Sample: 1 40 Included observations: 40 Variable LNBC LNSB LNCR LNA DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 DA C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 1.094461 -0.014913 0.021921 -0.027783 -0.005428 0.014068 -0.004506 -0.056068 0.026501 0.017710 0.240332 2.640460 0.999122 0.998778 0.034697 0.033708 84.82058 2.148507 Std. Error 0.008942 0.009675 0.010218 0.022235 0.021310 0.020679 0.022975 0.029367 0.016410 0.017778 0.031195 0.143860 t-Statistic 122.3936 -1.541374 2.145317 -1.249519 -0.254731 0.680285 -0.196136 -1.909232 1.614954 0.996180 7.704204 18.35435 Prob. 0.0000 0.1345 0.0407 0.2218 0.8008 0.5019 0.8459 0.0665 0.1175 0.3277 0.0000 0.0000 15.08111 0.992396 -3.641029 -3.134365 2897.933 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Pengujian Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.192027 17.07758 Probability Probability 0.340606 0.314248

Pengujian Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.246335 5.893442 Probability Probability 0.125925 0.052512

Pengujian Multikolinieritas
LNAB LNBC LNSB LNCR LNA DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 DA LNAB 1.000000 0.997823 0.057392 0.316475 0.453185 -0.354413 0.200345 -0.046694 0.095961 -0.072585 -0.378634 0.458578 LNBC LNSB LNCR LNA DP1 0.997823 0.057392 0.316475 0.453185 -0.354413 1.000000 0.056518 0.297873 0.468083 -0.336290 0.056518 1.000000 0.286933 0.231653 0.226252 0.297873 0.286933 1.000000 0.155136 0.077356 0.468083 0.231653 0.155136 1.000000 -0.003279 -0.336290 0.226252 0.077356 -0.003279 1.000000 0.185309 0.226643 -0.093228 0.028543 -0.427353 -0.059532 -0.196405 0.072440 -0.031688 -0.307941 0.105398 -0.514040 -0.060328 -0.191003 -0.175371 -0.097516 0.187911 0.072095 -0.057760 -0.307814 -0.364785 -0.155553 -0.244376 -0.331710 0.338551 0.410493 0.026512 0.300555 0.073789 -0.372500 DP2 0.200345 0.185309 0.226643 -0.093228 0.028543 -0.427353 1.000000 -0.346944 -0.197583 0.316239 -0.118235 0.159189 DP3 -0.046694 -0.059532 -0.196405 0.072440 -0.031688 -0.307941 -0.346944 1.000000 -0.142374 0.320256 -0.119737 0.114708 DP4 0.095961 0.105398 -0.514040 -0.060328 -0.191003 -0.175371 -0.197583 -0.142374 1.000000 -0.197583 0.073872 0.065326 DU1 -0.072585 -0.097516 0.187911 0.072095 -0.057760 -0.307814 0.316239 0.320256 -0.197583 1.000000 -0.373878 0.159189 DU2 -0.378634 -0.364785 -0.155553 -0.244376 -0.331710 0.338551 -0.118235 -0.119737 0.073872 -0.373878 1.000000 -0.425778 DA 0.458578 0.410493 0.026512 0.300555 0.073789 -0.372500 0.159189 0.114708 0.065326 0.159189 -0.425778 1.000000

84

Lampiran 3. Hasil Estimasi Model Persamaan Pendapatan Usaha


Dependent Variable: LNPS Method: Least Squares Date: 07/23/09 Time: 22:07 Sample: 1 40 Included observations: 40 Variable LNKU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.829948 -0.266001 0.519191 -0.245504 -0.390851 0.345124 0.728150 -0.158540 7.171214 0.463975 0.325646 0.621512 11.97460 -32.63571 2.505998 Std. Error 0.256908 0.156418 0.369639 0.376134 0.399642 0.513635 0.288626 0.296631 2.293263 t-Statistic 3.230527 -1.700580 1.404589 -0.652704 -0.978002 0.671924 2.522813 -0.534468 3.127079 Prob. 0.0029 0.0990 0.1701 0.5188 0.3356 0.5066 0.0170 0.5968 0.0038 12.48337 0.756843 2.081786 2.461783 3.354140 0.006993

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Pengujian Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.832390 15.48808 Probability Probability 0.099020 0.115255

Pengujian Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.398472 3.518507 Probability Probability 0.263138 0.172173

Pengujian Multikolinearitas
LNPS LNKU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 LNPS 1.000000 0.343331 -0.072342 0.329522 0.054264 -0.185234 -0.239915 0.221452 -0.084109 LNKU 0.343331 1.000000 0.598517 -0.064615 0.313728 -0.135669 -0.359019 -0.088059 -0.172900 LNAB -0.072342 0.598517 1.000000 -0.354413 0.200345 -0.046694 0.095961 -0.072585 -0.378634 DP1 0.329522 -0.064615 -0.354413 1.000000 -0.427353 -0.307941 -0.175371 -0.307814 0.338551 DP2 0.054264 0.313728 0.200345 -0.427353 1.000000 -0.346944 -0.197583 0.316239 -0.118235 DP3 -0.185234 -0.135669 -0.046694 -0.307941 -0.346944 1.000000 -0.142374 0.320256 -0.119737 DP4 -0.239915 -0.359019 0.095961 -0.175371 -0.197583 -0.142374 1.000000 -0.197583 0.073872 DU1 0.221452 -0.088059 -0.072585 -0.307814 0.316239 0.320256 -0.197583 1.000000 -0.373878 DU2 -0.084109 -0.172900 -0.378634 0.338551 -0.118235 -0.119737 0.073872 -0.373878 1.000000

85

Lampiran 4. Hasil Estimasi Model Persamaan Keuntungan Usaha


Dependent Variable: LNPU Method: Least Squares Date: 06/23/09 Time: 08:35 Sample: 1 40 Included observations: 40 Variable LNSU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.327669 0.328185 -0.239755 -0.345476 -0.291584 0.108475 -0.408475 -0.326285 2.031651 0.580460 0.472192 0.504728 7.897256 -24.31026 2.055063 Std. Error 0.135004 0.098807 0.302613 0.300203 0.330892 0.419045 0.236392 0.241823 2.144128 t-Statistic 2.427109 3.321486 -0.792281 -1.150808 -0.881205 0.258863 -1.727952 -1.349272 0.947542 Prob. 0.0212 0.0023 0.4342 0.2586 0.3850 0.7975 0.0939 0.1870 0.3507 10.75523 0.694735 1.665513 2.045511 5.361310 0.000283

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Pengujian Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.111520 11.08328 Probability Probability 0.386847 0.351066

Pengujian Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.140894 0.384933 Probability Probability 0.869172 0.824922

Pengujian Multikolinearitas
LNPU LNSU LNAB DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 LNPU 1.000000 0.296969 0.605371 -0.074401 -0.005735 -0.205831 0.035896 -0.258680 -0.330657 LNSU 0.296969 1.000000 0.057392 0.226252 0.226643 -0.196405 -0.514040 0.187911 -0.155553 LNAB 0.605371 0.057392 1.000000 -0.354413 0.200345 -0.046694 0.095961 -0.072585 -0.378634 DP1 -0.074401 0.226252 -0.354413 1.000000 -0.427353 -0.307941 -0.175371 -0.307814 0.338551 DP2 -0.005735 0.226643 0.200345 -0.427353 1.000000 -0.346944 -0.197583 0.316239 -0.118235 DP3 -0.205831 -0.196405 -0.046694 -0.307941 -0.346944 1.000000 -0.142374 0.320256 -0.119737 DP4 0.035896 -0.514040 0.095961 -0.175371 -0.197583 -0.142374 1.000000 -0.197583 0.073872 DU1 -0.258680 0.187911 -0.072585 -0.307814 0.316239 0.320256 -0.197583 1.000000 -0.373878 DU2 -0.330657 -0.155553 -0.378634 0.338551 -0.118235 -0.119737 0.073872 -0.373878 1.000000

91

Lampiran 7. Komposisi Aktiva dan Pasiva KJKS BMT BUS Lasem


KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BINA UMMAT SEJAHTERA KEC.LASEM KAB.REMBANG KOMPOSISI AKTIVA DAN PASIVA PER 31 DESEMBER 2008 DAN 2007 AKTIVA AKTIVA LANCAR Kas dan Bank Piutang Usaha Piutang Lain-Lain Penyisihan Piutang Tak Tertagih Biaya Dibayar Dimuka Total Aktiva Lancar INVESTASI JANGKA PANJANG Simpanan pada Koperasi Simpanan pada Non Koperasi Total Aktiva Lancar AKTIVA TETAP Tanah Bangunan Kendaraan Peralatan Harga Perolehan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku TOTAL AKTIVA 31 Desember 2008 Rp 16.297.890.782,48 77.526.822.455,00 234.023.580,00 (391.319.906,89) 394.981.655,44 94.062.398.566,03 % 31 Desember 2007 Rp 10.124.140.181,00 52.086.015.412,00 321.028.790,00 (262.035.221,38) 364.189.993,00 62.633.339.154,62 %

16,55 79,22 0,24 (0,40) 0,40 96,11

15,54 79,93 0,49 (0,40) 0,56 96,12

583.105.413,00 5.000.000,00 588.105.413,00

0,60 0,01 0,60

81.305.413,00 5.000.000,00 86.305.413,00

0,12 0,01 0,13

1.220.590.000,00 1.764.770.750,00 764.295.800,00 533.222.150,00 4.282.878.700,00 (1.067.739.581,67) 3.215.139.118,33 97.865.643.097,36

1,25 1,80 0,78 0,54 4,38 (1,09) 3,29 100,00

857.590.000,00 1.398.971.750,00 644.470.800,00 393.502.150,00 3.294.534.700,00 (851.659.890,00 2.442.874.810,00 65.162.519.377,62

1,32 2,15 0,99 0,60 5,06 (1,31) 3,75 100,00

92

Lampiran 7. Lanjutan
KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BINA UMMAT SEJAHTERA KEC.LASEM KAB.REMBANG KOMPOSISI AKTIVA DAN PASIVA PER 31 DESEMBER 2008 DAN 2007 PASIVA KEWAJIBAN LANCAR Simpanan Si Rela Simpanan Si Suka Simpanan Si Sidik Simpanan Si Sidik Plus Simpanan Resiko Kredit Hutang Dana Bagian Usaha Baitul Maal Biaya Masih Harus Dibayar Total Hutang Lancar 31 Desember 2008 Rp 25.413.149.581,06 38.560.820.000,00 1.842.282.712,00 90.632.801,00 752.595.056,00 50.902.751,37 105.892.178,00 98.726.878,28 66.915.001.957,71 25,97 39,40 1,88 0,09 0,77 0,05 0,11 0,10 68,37 % 31 Desember 2007 Rp 13.312.364.773,00 29.276.372.000,00 1.255.846.310,00 77.344.958,00 245.834.225,00 44.946.028,89 30.465.810,00 68.121.548,28 44.311.295.653,17 20,43 44,93 1,93 0,12 0,38 0,07 0,05 0,10 68,00 %

KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Hutang Bank 17.795.816.119,00 Hutang Jangka Panjang Lainnya 6.593.564.815,00 Total Hutang Jangka Panjang EKUITAS Simpanan Pokok Simpanan Wajib Modal Penyertaan Modal Donasi Cadangan SHU Tahun Berjalan Total Ekuitas TOTAL PASIVA 24.389.380.934,00

18,18 6,74 24,92

12.388.604.610,00 3.143.564.818,00 15.532.169.428,00

19,01 4,82 23,84

208.320.000,00 260.331.750,00 5.206.716.100,00 248.000.000,00 349.196.306,33 288.696.049,32 6.561.260.205,65 97.865.643.097,36

0,21 0,27 5,32 0,25 0,36 0,29 6,70 100,00

190.869.000,00 199.446.000,00 4.206.716.100,00 199.000.000,00 305.739.583,80 217.283.612,65 5.319.054.296,45 65.162.519.377,62

0,29 0,31 6,46 0,31 0,47 0,33 8,16 100,00

93

Lampiran 8. Komposisi Pendapatan dan Beban KJKS BMT BUS Lasem


KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BINA UMMAT SEJAHTERA KEC.LASEM KAB.REMBANG KOMPOSISI PENDAPATAN DAN BEBAN Tahun yang Berakhir 31 Desember 2008 dan 2007 Tahun 2008 Rp Pendapatan Usaha Beban Usaha Hasil Usaha Pendapatan Lain-Lain Beban Lain-Lain SHU Sebelum Pajak Penghasilan Taksiran Pajak Penghasilan SHU Setelah Pajak Penghasilan 15.955.468.273,00 (15.568.045.345,40) 387.422.927,60 0,00 0,00 100,00 (97,57) 2,43 0,00 0,00 % Tahun 2007 Rp 11.898.814.544,97 (11.613.409.384,04) 285.405.160,93 0,00 0,00 100,00 (97,60) 2,40 0,00 0,00 %

387.422.927,60

2,43

185.405.160,93

2,40

(98.726.878,28)

(0,62)

(68.121.548,28)

(0,57)

288.696.049,32

1,81

217.283.612,65

1,83

94

Lampiran 9. Analisa Rasio KJKS BMT BUS Lasem


KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BINA UMMAT SEJAHTERA KEC.LASEM KAB.REMBANG ANALISA RASIO TAHUN 2008 I. RASIO LIKUIDITAS a. Current Ratio Aktiva Lancar Hutang Lancar b. Acid Ratio Kas+Bank+Piutang Hutang Lancar c. Cash Ratio Kas dan Bank Hutang Lancar

94.062.398.566,03 X 66.915.001.957,71 94.058.736.817,48 X 66.915.001.957,71 16.297.890.782,48 X 66.915.001.957,71

100% = 140,57%

100% = 140,56%

100% =

24,36%

II.

RASIO SOLVABILITAS a. Rasio Total Aktiva dengan Total Hutang Total Aktiva : 97.865.643.097,36 X Total Hutang 91.304.382.891,71 b. Rasio Modal dengan Aktiva Tetap Modal : 6.561.260.205,65 X Aktiva Tetap 3.215.139.118,33 c. Rasio Aktiva dengan Hutang Jk.Panjang Aktiva Tetap : 3.215.139.118,33 X Hutang Jk.Panjang 24.389.380.934,00

100% = 107,19%

100% = 204,07%

100% =

13,18%

III. RASIO RENTABILITAS a. Rentabilitas Modal Sendiri SHU Modal b. Operational Margin Ratio SHU Penjualan dan Pendapatan c. Operational Ratio HPP+Beban Usaha Penjualan dan Pendapatan

288.696.049,32 X 6.561.260.205,65 288.696.049,32 X 15.955.468.273,00 15.568.045.345,40 X 15.955.468.273,00

100% =

4,40%

100% =

1,81%

100% =

97,57%

95

Lampiran 10. Lembar Permohonan Pembiayaan KJKS BMT BUS Lasem

96

97

98

Lampiran 5. Data Besarnya Pembiayaan Yang Diambil Responden NR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 AB BC 20000000 406000 30000000 607000 3000000 69000 3000000 68000 5000000 109000 6000000 127000 10000000 207000 20000000 410000 20000000 411000 20000000 409000 5000000 108000 10000000 208000 1000000 28000 3000000 68000 2000000 47000 1000000 27000 10000000 208000 1500000 37000 5000000 109000 4000000 87000 3000000 67000 5000000 109000 SB CR A DP1 DP2 DP3 DP4 DU1 DU2 DA 66700 600 84 0 0 0 1 0 0 1 800000 300 132 0 1 0 0 0 0 1 133500 250 48 0 0 1 0 0 0 1 400000 300 60 0 0 0 0 0 0 1 70000 100 60 0 1 0 0 0 0 1 50000 100 24 0 0 0 1 0 1 1 1000000 600 60 0 1 0 0 1 0 1 200000 600 60 0 0 0 0 0 0 1 500000 100 72 0 0 0 0 0 0 1 1000000 100 48 0 1 0 0 0 0 1 500000 600 48 1 0 0 0 0 0 1 1500000 600 60 1 0 0 0 0 0 1 250000 250 36 0 0 0 1 0 0 1 500000 600 96 1 0 0 0 0 0 1 1000000 250 60 0 1 0 0 0 0 1 300000 250 36 1 0 0 0 0 0 1 117000 500 60 0 0 1 0 0 0 1 400000 300 36 0 0 0 0 0 0 1 800000 600 36 1 0 0 0 0 0 1 600000 300 48 0 1 0 0 1 0 1 500000 250 48 0 1 0 0 1 0 1 1000000 600 60 0 0 1 0 1 0 1

86

Lampiran 5. Lanjutan 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 2000000 2000000 2000000 8000000 500000 2000000 2000000 2000000 1500000 4000000 5000000 3000000 2000000 2000000 500000 3000000 1000000 4000000 49000 47500 47000 168500 17000 46500 46500 46500 37000 87000 108000 69000 47000 47000 17000 67000 28000 87000 300000 600000 400000 800000 300000 300000 300000 300000 400000 400000 500000 600000 400000 100000 400000 600000 500000 400000 300 300 250 600 300 250 250 250 250 250 600 300 250 100 50 300 100 600 60 60 48 48 36 36 36 36 48 60 48 72 36 48 60 48 60 48 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1

Keterangan :

NR : Nomor responden AB : Besar pengambilan pembiayaan BC : biaya Peminjaman SB : Besarnya pendapatan usaha CR : jangka waktu angsuran A : lama menjadi anggota DP : Dummy Pendidikan

87

DP1 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SD dan 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMP dan 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 jika tingkat pendidikan SMA dan 0 untuk yang lain DP4 bernilai 1 jika tingkat pendidikan Sarjana muda/ sarjana dan 0 untuk yang lain DU : Dummy jenis usaha DU1 : bernilai 1 jika siap pakai dan 0 untuk yang lain DU2 : bernilai 1 jika retail dan 0 untuk yang lain DA : Dummy Jenis Agunan bernilai 1 jika ada agunan dan 0 jika tidak ada agunan

88

Lampiran 6. Data Identitas Responden


Kategori penggolongan Status Range Belum menikah Sudah menikah Janda/ duda Laki-laki Perempuan 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-72 tahun <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun <3 tahun 3-5 tahun 6-11 tahun <3 hari 3-5 hari >5 hari 1 orang 2 orang 3 orang 4 orang Rp 100.000 Rp 120.000 - Rp 250.000 Rp 300.000 - Rp 400.000 Rp 433.500 RP 1.000.000 Jumlah Responden (orang) 40 28 12 2 19 14 4 7 31 2 1 33 6 7 29 4 9 14 14 3 7 10 11 12

Jenis Kelamin Umur

Lama Usaha

Lama anggota

Jangka waktu pembiayaan

Tanggungan (tidak termasuk dirinya)

Besar pendapatan per hari

89

Lampiran 6. Lanjutan
Besar pembiayaan Rp 500.000 Rp 2.500.000 Rp 6.000.000 Rp 20.000.000 Rp2.000.000 Rp5.000.000 Rp 10.000.000 Rp 30.000.000 16 14 5 5

90

You might also like