You are on page 1of 3

17 Desember 2010

Infeksi Saluran Pencernaan

Oleh Muchlis AU Sofro

INFEKSI yang menyerang saluran pencernaan hampir selalu dijumpai oleh dokter dalam praktik sehari-hari. Infeksi ini ditandai dengan timbulnya diare dengan onset yang akut (serangan datang tiba-tiba) yang kadang disertai atau tanpa rasa nyeri di perut, dan muntah. Diare karena infeksi merupakan penyebab utama morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) di negara berkembang, terutama pada anak-anak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kesehatan individu dan lingkungan yang masih kurang (kalau tidak mau dikatakan buruk), malnutrisi (kurang gizi), lingkungan yang padat, dan sarana kesehatan yang belum optimal. Dalam praktik klinis, sangat perlu untuk membedakan antara diare yang disebabkan inflamasi (peradangan) dan diare yang disebabkan noninflamasi. Sebab, penanganan dan pemilihan obatnya berbeda. Diare karena inflamasi dapat dilihat dari karakter tinja. Biasanya volumenya sedikit, mengandung darah dan pus (seperti nanah), ini bisa kita lihat dengan mata telanjang atau dengan pemeriksaan mikroskop. Diare itu disebabkan peradangan di lapisan dalam (mukosa) usus halus dan usus besar. Akibatnya, volume cairan di rongga usus meningkat dan terjadilah diare (berak cair dengan frekuensi yang meningkat). Diare karena inflamasi bisa juga disebabkan oleh efek sekretagog (efek peningkatan sekresi cairan dari usus) akibat produk inflamasi yang diakibatkan oleh peradangan di usus. Kemungkinan kuman penyebab diare adalah shigella, salmonella, campylobacter, E coli, Clostridium deficile, Yersinia enterocolitica, E hystolitica, dan Enteroinvasive E coli (EIEC). Kuman-kuman tersebut menghasilkan toksin dan menjadi produk inflamasi yang memacu peradangan usus. Sebaliknya, diare karena proses noninflamasi (bukan karena peradangan), volume diare biasanya banyak, cair, tanpa darah maupun pus/nanah. Diarenya disebabkan oleh gangguan di usus halus. Mekanisme kejadian diare karena sekresi yang berlebihan dari dinding usus halus akibat pacuan enterotoksin (zat racun dari kuman penyebab). Namun, tidak ada proses peradangan. Kuman yang sering menjadi penyebab diare noninflamasi adalah Enteropathogenic E coli (ETEC), Enteropathogenic E coli (EPEC), keracunan makanan tipe toksin, rotavirus, adenovirus, Norwalk-like virus (NLV), cryptosporidia, dan giardia. Komplikasi yang terjadi akibat diare adalah dehidrasi (kekurangan cairan) dan gagal ginjal akut akibat lanjut kekurangan cairan yang tidak teratasi dengan baik. Infeksi Spesifik Berikut akan diuraikan serba ringkas infeksi spesifik di saluran pencernaan. 1. Infeksi Helicobacter pylori Selama ini kita selalu berpikir bahwa sakit maag hanyalah sakit biasa yang disebabkan oleh keterlambatan makan, terlalu banyak pikiran, dan makan makanan yang merangsang lambung (pedas, kecut, alkohol). Jarang kita berpikir bahwa sakit di lambung bisa disebabkan oleh infeksi. Ada kuman yang menjadi penyebab infeksi di daerah lambung yaitu Helicobacter pylori. Infeksi ini merupakan penyebab tersering ulkus peptikum (tukak lambung) dan menjadi penyebab utama terjadinya kanker lambung. Helicobacter pylori merupakan basil Gram-negatif yang berbentuk spiral dan hidup di bawah lapisan mukosa lambung dan duodenum. Manusia merupakan reservoir utama (tempat hidupnya) di samping monyet dan kucing. Lima puluh persen orang dewasa di negara maju telah terinfeksi kuman ini. Di negara yang sedang berkembang pun ditengarai sudah banyak yang terserang kuman ini (hanya berapa persennya belum ada laporan yang pasti). Infeksi kuman tersebut biasanya didapat ketika awal masa kanak-kanak dan menetap hingga dewasa bila tidak diobati. Penularannya kemungkinan dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari kotoran, disebarkan oleh lalat,

kemudian menempel ke makanan, dan tertelan oleh orang lain). Kuman yang masuk ke lambung akan merusak lapisan mukosa lambung dalam beberapa minggu atau bulan dan menyebabkan gastritis (radang lambung=sakit maag), yang bisa menjalar ke usus halus. Setelah terpapar dengan asam lambung dalam waktu lama, peradangan di lambung akan menjadi ulkus (lekukan) atau atrofi (kematian sel lapisan mukosa lambung). Selanjutnya dapat mengalami metaplasia (perbanyakan sel), dysplasia (perbanyakan sel yang tidak terkendali) dan akhirnya menjadi kanker lambung. Sebagian besar infeksi oleh Helicobacter pylori biasanya tanpa gejala, meskipun 15% di antaranya mengalami ulkus peptikum (tukak lambung): nyeri ulu hati, seperti teriris, terutama saat perut kosong, kembung, dan mual atau sebah. Untuk mendiagnosis adanya kuman Helicobacter pylori diperlukan pemeriksaan endoskopi/gastroskopi, sehingga tukak maupun infeksi dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan tersebut. Pada keadaan awal dapat dilakukan skrining melalui pemeriksaan antibodi. Pada saat endoskopi dilakukan biopsy (pengambilan sedikit jaringan mukosa lambung) untuk selanjutnya diperiksa di laboratorium patologi anatomi untuk memeriksa ada-tidaknya kuman itu. Ada pemeriksaan lain dengan pemeriksaan urea breath test. Pasien diminta menghembuskan napas melalui mulut, kemudian diperiksa dengan menggunakan ureum yang telah ditandai untuk melihat ada- tidaknya gas yang dihasilkan oleh Helicobacter pylori. Apabila dari hasil pemeriksaan biopsy maupun tes itu didapatkan kuman Helicobacter pylori, maka selanjutnya diberikan terapi dengan tiga jenis obat (dua jenis antibiotik biasanya amoksilin dan klaritromisin, serta penghambat asam pompa proton) selama satu minggu. Hampir 90% pasien terbantu dengan program pengobatan tersebut. Artinya setelah pengobatan satu minggu keluhan yang menyangkut lambung selama ini bisa hilang bersama tereliminasinya kuman tersebut. 2. Infeksi Shigella (shigelosis, disentri basiler) Infeksi shigelosis, disentri basiler, merupakan penyebab tersering ketiga diare yang disebabkan oleh bakteri. Sebagian besar kasus disebabkan oleh S sonnei, sisanya oleh S flexneri. Wabah karena disentri ini sering terjadi pada sekolah bayi, tempat penitipan anak, penjara, dan perkemahan. Penularannya melalui fekal-oral (dari feses ke mulut melalui perantaraan lalat) dari kasus diare, yang dapat ditularkan melaui air, makanan, atau hubungan seksual dengan kontak oro-anal (dari anus ke mulut). Untuk penularan penyakit ini jumlah bakteri yang diperlukan sangat rendah, cukup 10-100 organisme sudah cukup menular ke orang lain. Bandingkan dengan infeksi saluran kencing yang diperlukan kuman 100.000/lapang pandang. Infeksi saluran pencernaan jenis ini terutama menyerang anak-anak pada daerah dengan lingkungan yang padat dan kebersihan diri serta sanitasi yang tidak baik. Setelah kuman masuk, maka akan menembus mukosa usus dan menyebabkan iflamasi (peradangan), ulserasi (terbentuk ulkus/tukak) dan perdarahan. Selanjutnya terjadi pengelupasan lapisan mukosa usus dan disertai dengan sekresi cairan ke dalam usus secara berlebihan. Akibatnya terjadilah diare. Gejala klinis disentri basiler tidak jarang tidak menimbulkan gejala yang berarti, atau tampak sakit ringan saja. Bila berlanjut muncul gejala malaise (lesu), rasa tidak nyaman di perut, dan diare cair. Pada infeksi S sonnei, diarea dapat tetap cair dan menetap dalam waktu 3-5 hari. Sedangkan infeksi lainnya diare bercampur darah dan lapisan mukosa usus bisa tampak dalam tinja dalam satu atau dua hari. Pada kasus yang berat akan timbul gambaran klasik disentri yaitu: demam dan kram perut (perut seperti diremasremas), tenesmus (perut seperti papan), keluarnya tinja dengan volume yang sangat sedikit yang hanya mengandung darah, pus (nanah), dan lendir. Untuk mendiagnosis diperlukan pemeriksaan kultur tinja guna mengetahui secara pasti kuman penyebab apa yang menyebabkan diare tersebut. Pengobatan sebagian besar kasus bersifat ringan dan hanya membutuhkan perhatian terhadap asupan cairan oral (minum yang banyak, dengan larutan gula garam/oralit). Pada infeksi yang berat tentu diperlukan pemberian antibiotik.

3. Infeksi Campylobacter Infeksi saluran pencernaan ini terjadi di seluruh dunia, dan merupakan penyebab tersering diarea bacterial di negara maju, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Di negara berkembang sering menyerang anak usia kurang dari 2 tahun. Ini merupakan infeksi zoonotik (menyerang hewan dan manusia) dan tempat berkembang biak di tubuh hewan, lembu dan binatang piaraan adalah di saluran cerna (terutama unggas). Penularannya melalui konsumsi daging mentah atau dimasak kurang matang, susu atau air yang tidak dipasteurisasi atau terkontaminasi , atau kontak dengan binatang perliharaan yang terinfeksi. Jarang terjadi penularan dari manusia ke manusia. Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi mungkin tidak tampak. Kalaupun muncul gejala klinis biasanya: demam, mialgia (nyeri pada otot-otot tubuh), dan nyeri perut, yang dapat mendahului diarea dalam waktu 1-2 hari. Tinja pada awalnya bervolume banyak dan cair, namun salanjutnya volume menjadi sedikit, mengandung darah dan lendir. Muntah sering terjadi pada anak-anak. Diare akan menghilang dalam waktu satu minggu, namun nyeri perut dapat berlangsung selama beberapa hari setelah diare hilang. Untuk mengetahui secara pasti kuman Campylobacter sebagai penyebabnya tentu diperlukan pemeriksaan kultur tinja. Sebagian besar kasus dapat diobati dengan pemberian cairan yang cukup guna mengatasi kemungkinan dehidrasi akibat diare. Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan diare berat atau berlangsung lama. Dengan demikian, apabila kita mengalami diare, silakan diobati dengan pemberian cairan pengganti terlebih dahulu guna menghindari kekurangan cairan (dehidrasi). Akan tetapi bila diare berlanjut segera hubungi dokter guna penanganan lebih lanjut. (59)

Dr Muchlis AU Sofro, SpPD-KPTI Spesialis penyakit dalam RSUP Dr Kariadi/dosen FK Undip

http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_berita cetak=132750

You might also like