You are on page 1of 110

ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA

TESIS

Oleh

EVA FITRA 067030009/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVA FITRA 067030009/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA : Eva Fitra : 067030009 : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc)

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS)

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi,

Direktur,

(Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal lulus: 2 September 2008

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Telah diuji pada Tanggal 2 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D 3. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

PERNYATAAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 2 September 2008

Eva Fitra

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

ABSTRAK

Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik telah diteliti pada bulan Januari 2008-April 2008. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah Purpose Random Sampling. Analisis kualitas air dilihat dari kandungan faktor fisik kimia air yang dianalisis di Puslit SDAL Universitas Sumatera Utara. Identifikasi sampel vegetasi akuatik dilakukan di Laboraturium Ekologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Hasil penelitan menunjukkan sifat fisika kimia perairan Danau Toba (BOD5, COD, fosfat,NO3-N, Amonia) berdasarkan PP No 82 tahun 2001,telah melewati ambang batas baku mutu air untuk golongan I sehingga perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak di jadikan sebagai sumber air minum. Di perairan Danau Toba ditemukan 8 spesies vegetasi akuatik yaitu Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa dan Typha angustifolia. Analisis persentase dari kerapatan dan frekwensi kehadiran diperoleh hasil bahwa spesies yang dominan di perairan Danau Toba adalah Hydrilla verticillata dengan Indeks Nilai Penting berkisar 80,04% sampai 81,88%. Indeks keanekaragaman vegetasi akuatik diperoleh nilai berkisar 1,06 1,33, Indeks keseragaman 0,68 0,97, Indeks similaritas sebesar 40%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa COD, temperatur dan amonia berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba.

Kata Kunci

: Kualitas air, Keanekaragaman, Vegetasi, Danau

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

ABSTRACT

The analysis of water quality and the correlation with the aquatic vegetation diversity has been analyzed in January 2008-April 2008. The method in determining the sample location is Purpose Random Sampling. The analysis of water quality can bee seen based on the physical-chemical content which analyzed in The Center of Environment Effect (PUSLITDAL) and identification of aquatic vegetation sample perform in the Ecology laboratory of FMIPA North Sumatera University. The result of this research showed physicalchemical nature of Lake Toba Waterway (BOD5, COD, Phosphate, NO3-N, Ammonia) based on PP No. 82 year 2001, has passed the threshold of water quality for Type 1 therefore the Lake Toba Waterway particularly Parapat area included in middle and high polluted and cannot be used as drinking water. In Lake Toba Waterway showed 8 species aquatic vegetation such as, Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa and Typha angustifolia. The analysis percentage of density and presentation frequency showed result that dominant species in Lake Toba Waterway is Hydrilla verticillata (with Importance Value Index about 80, 04% to 81, 88%. The aquatic vegetation diversity Index get value for about 1, 06 1, 33. Diversity index 0, 68 0, 97. Similarity index for about 40%. The result of Pearson correlation test showed that COD, temperature, ammonia correlated or same course with real effect toward of aquatic vegetation diversity in Lake Toba Waterway.

Keywords : Water Quality, Diversity, Vegetation, Lake

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Parapat Danau Toba, dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ing.Ternala Alexander Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai ketua Program Studi Magister Biologi 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution M.Sc, Ph.D sebagai penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini. 3. Seluruh Dosen dan staff pengajar di Sekolah Pascasarjana jurusan Biologi yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu 4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Ketua Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

5. Suami (Ifwandi), Ibunda (Sartini), serta anak-anak tercinta (Yona, Bayu, Amel) yang telah memberikan doa dan semangatnya. 6. Dr.Rer.Nat Binari Manurung, MSi. dan Keluarga yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian penulisan tesis 7. Keluarga Besar Unit SMA Negeri 19 Medan 8. Bapak Drs.H.Paimin yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan S2 9. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa S1 Departemen Biologi FMIPA USU Medan yang telah meluangkan waktunya menemani penulis sejak awal survei sampai pada saat penelitian. Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmatnya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih

Medan,

Agustus 2008 Penulis

Eva Fitra

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

RIWAYAT HIDUP

EVA FITRA lahir pada tanggal 10 April 1970 di Payakumbuh, Sumatera Barat, anak dari pasangan H. Muhammad Yasin dan Sartini. Penulis merupakan anak ke-3 dari tiga bersaudara. Pada tahun 1983 penulis menamatkan pendidikan dasarnya pada SD Negeri 8 Payakumbuh, kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 3 Medan sampai tahun 1986. Setelah tamat kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 5 Medan sampai tahun 1989. Tahun 1989 penulis melanjutkan ke IKIP Negeri Medan mengambil program S1 Jurusan Pendidikan Biologi dan tamat tahun 1994. Pada bulan Desember 1994 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, ditugaskan di SMA Negeri 1 Hinai Kabupaten Langkat. Penulis mengajar di Hinai sampai tahun 2005, lalu pindah ke SMA Negeri 19 Medan dan bertugas disana sampai sekarang. Tahun 2006 penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara untuk melanjutkan pendidikan S2 dengan Program Studi Biologi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR..................................................................................... RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1. Ekosistem Danau..................................................................... 2.2. Ekosistem Danau Toba ........................................................... 2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita)......................................... 2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air ...........................................................................................

ii iii v vi viii ix x 1 1 4 4 5 6 6 9 12 13 20 20 21 24 25 26 32 32 46

BAB II

BAB III BAHAN DAN METODE ............................................................. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air ........................................ 3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ................. 3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan................................................ 3.5 Analisis Data.............................................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 4.1. Sifat Fisika dan Kimia Perairan .............................................. 4.2. Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Berdasarkan Metode Storet ..........................................................................

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

4.3. Coliform Perairan Danau Toba ............................................... 4.4. Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Hasil Penelitian.............. 4.5. Nilai Kerapatan Populasi Tumbuhan (KP), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) dan Nilai Penting (NP)....... 4.6. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan Keanekaragaman (Uji t Hutcheson).................... 4.7. Indeks Similaritas (IS) ............................................................ 4.8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Vegetasi Akuatik................ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 67 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 5.2. Saran .......................................................................................

48 50 59 61 63 64

67 68 69

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

DAFTAR TABEL

No. 3.1. 3.2. 4.1. 4.2 4.3 4.4 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11.

Judul

Halaman 23 25 32 33 39 47 49 50 59 62 63 63 65

Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur ................................ Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air............ Hasil Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan. ......................................................... Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis .................................. Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun Pengamatan........................................................................................ Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet...................................................................... Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba ...................................................................................... Keanekaragaman Jenis Vegetasi Akuatik Pada Tiga Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba ............................................... Nilai Kerapatan Populasi (KP Ind/m2) Kerapatan Relatif (KR%), Frekuensi Kehadiran (FK%) dan Nilai Pentintg (NP)...................... Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dari Komunitas Vegetasi Akuatik pada Setiap Stasiun Pengamatan ....... Nilai th Pada Uji Perbedaan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Antar Tiga Stasiun Pengamatan ....................................................... Indeks Similaritas Antar Stasiun Pengamatan................................... Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba dengan Keanekaragman Vegetasi Akuatik ...

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

DAFTAR GAMBAR

No. 2.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8.

Judul Penampang Suatu Ekosistem Danau .................................................. Eichhornia crassipes................ ................................................. Nelumbo lutea ........................................................................... Peltandra virginica.................................................................... Hydrilla verticillata................................................................... Pistia stratiodes......................................................................... Ipomoea aquatica ...................................................................... Marsilea villosa......................................................................... Typha angustifolia.....................................................................

Halaman 7 52 53 54 55 55 57 57 58

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

DAFTAR LAMPIRAN

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Judul Data Vegetasi Akuatik di Perairan Danau Toba................................. Contoh Perhitungan (KP, KR, FM, FR, INP, H dan IS) ................... Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ Foto-foto Hasil Penelitian................................................................... Tabel Uji Korelasi Pearson................................................................. Hasil Uji Faktor Fisika Kimia dari Laboratorium Kimia Puslit USU Hasil Uji Colifecal dari Laboratorium Mikrobiologi USU ................ PP No.82 Tahun 2001 Tentang Baku Mutu Air Golongan I .............. Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) .......................

Halaman 72 74 79 80 84 85 86 88 90

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terbentuk secara Vulkono-Tektonik, terletak di pegunungan Bukit Barisan. Luas permukaan danau +1.100 km2 dengan total volume air +1.258 km3. Perairan terdalam berkisar 499 m dan berada pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan gunung-gunung dengan ketinggian maksimal 2.1257 m. Danau Toba terletak antara 20-30 LU dan 980-990 BT. Dasar danau kebanyakan terdiri dari batu-batu, pasir dan pada bagian tertentu terdapat endapan lumpur (Ondara, 1969 dalam Eyanoer et al, 1980). Danau Toba merupakan fungsi sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan ikan dan budidaya ikan dalam keramba jaring apung, kegiatan transportasi air, menunjang berbagai jenis industri seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-Gura dan Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Sumatera Utara.

1
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pemanfaatan air Danau Toba yang sangat beragam di satu sisi membutuhkan kualitas air danau yang baik serta memenuhi persyaratan tertentu. Sebaliknya pemanfaatan danau bagi berbagai aktivitas masyarakat tersebut juga memberikan imbas terhadap penurunan kualitas airnya, dimana Danau Toba juga digunakan sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di sekitar Danau Toba, limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan, limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang dibudidayakan, limbah pariwisata dan transportasi air. Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas air di lokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat. Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu terjadinya kematian massal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada bulan November 2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi tingginya bahan organik di dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga konsentrasi zat-zat nutrisi seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan (Barus, 2007).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Penelitian yang dilakukan oleh Terangna et al, (2002) dalam Barus (2007) tentang sifat fisik, kimia air di ekosistem Danau Toba menunjukkan bahwa lokasi yang berada di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau) masih bersifat oligotrofik (miskin zat hara). Hal tersebut ditandai dengan kandungan nutrisi yang rendah, kecerahan air mencapai 11-14 m dari kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke dasar danau dengan kedalaman lebih dari 200 m. Pada lokasi yang dekat dengan pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam jaring apung terdeteksi memiliki kadar nutrisi yang tinggi yang ditandai dengan pertumbuhan eceng gondok yang cukup subur. Penurunan kualitas air akan menyebabkan terjadinya perubahan ekologis pada perairan Danau Toba, yang memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman organisme yang hidup di dalamnya. Keanekaragaman spesies dapat dijadikan sebagai indikator kualitas air. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi bila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing species relatif merata. Bila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah dan itu menjadi indikasi bahwa suatu perairan telah tercemar. Vegetasi akuatik sebagai salah satu komponen komunitas Danau Toba juga dapat memberikan petunjuk tentang kualitas danau tersebut. Secara kasat mata, di beberapa kawasan Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan air terutama eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang telah menutupi lapisan

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi (pengayaharaan) yang merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara terutama nitrogen dan fosfor sehingga terjadi ledakan populasi vegetasi air (blooming). Sejauh ini belum ada penelitian tentang hubungan kualitas air dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat, sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini perlu dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah Danau Toba merupakan salah satu perairan yang umum digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat seperti industri, pemukiman, perikanan, dan pariwisata. Pemanfaatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang berdampak pada kehidupan organisme perairan termasuk vegetasi akuatik. Sejauh ini belum diketahui bagaimana hubungan antara kualitas air dengan keanekaragaman vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba.

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat serta hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang kualitas air di perairan Parapat Danau Toba. Dari data yang didapatkan di lapangan diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi instansi yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan perairan Danau Toba.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Danau Lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian terbesar yaitu lebih dari 97%. Walaupun habitat air tawar menempati bagian yang sangat kecil, namun sangat penting bagi manusia sebagai sistem pembuangan (Michael, 1994). Sebagian besar air tawar yang ada di permukaan bumi tersimpan dalam bentuk massa es yang sangat besar di daerah kutub dan sebagai gletser di daerah pegunungan tinggi. Selain itu, air tawar juga terdapat dalam tanah yang muncul sebagai mata air, mengalir di permukaan sebagai sungai, dan menggenang dalam danau dan kolam yang jumlahnya + 0,3% dari total volume air. Jumlah yang sedikit inilah yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan jasad hidup lainnya (Barus, 2007). Ekosistem air tawar dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, danau dan waduk, serta air yang mengalir seperti misalnya sungai. Air diam digolongkan sebagai perairan lentik, sedangkan air yang mengalir deras disebut lotik. Perairan lentik atau perairan menggenang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu rawa, danau dan waduk (Barus, 2004).

6
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

23

Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi yang landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila terbentuk akibat pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan proses terjadinya danau dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung berapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas (Barus, 2004). Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu seperti Gambar 2.1 berikut ini.

Zona Litoral Benthal

Zona Limnetik

Fotik

Batas Penetrasi Cahaya Zona Profundal Afotik

Sumber : Barus (2004)


Gambar 2.1. Penampang Suatu Ekosistem Danau

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral adalah zona yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari sedangkan zona profundal adalah bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004). Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi yang merupakan habitat nekton dan plankton disebut zona plagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal yaitu zona pada permukaan air yang merupakan habitat kelompok nueston dan pleuston. Berdasarkan pada daya tembus cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antara zona fotik di bagian atas yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik di bagian bawah yaitu zona yang tidak ditembus cahaya matahari (Barus, 2004). Payne (1986) mengatakan, air danau bersumber dari air hujan yang turun di sekitar permukaan danau, air sungai yang mengalir ke danau dan air tanah yang berada di sekitar danau tersebut. Kehilangan air danau disebabkan oleh evaporasi, pemakaian air danau untuk aktivitas pertanian di sekitar danau dan juga disalurkan melalui sungai. Berdasarkan kandungan nutrisinya, Welch (1980) menggolongkan danau menjadi 3 jenis, yaitu : a. Danau Oligotropik, yaitu danau yang sangat dalam, miskin akan nutrient (bahan organik yang tersuspensi) di dasar perairan seperti kalsium, nitrogen dan fosfor, material humus sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, kandungan oksigennya tinggi dan merata di setiap kedalaman serta banyak ditumbuhi oleh tumbuhan air yang besar (makrohidrofita).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

b. Danau Eutropik, merupakan danau yang relatif dangkal, kaya akan nutrisi seperti kalsium, nitrogen dan fosfor, oksigen terlarut pada stratifikasi kedalaman sangat bervariasi, rendah atau tidak ada sama sekali, dan biasanya sangat padat ditumbuhi oleh tumbuhan makrohidrofita. c. Danau Distropik, merupakan danau yang dangkal dan temperatur bervariasi, sedikit mengandung nutrien, material humus sangat banyak, oksigen terlarut hampir tidak ada pada daerah-daerah yang dalam dan sedikit dijumpai tumbuhan air yang besar-besar.

2.2. Ekosistem Danau Toba Danau Toba dilihat dari asal proses terbentuknya merupakan danau volcanotektonik yang menurut Van Bemmelen (1949) dikatakan terbentuknya akibat proses tanah terban yang terjadi karena bagian kedalamannya yang berupa magma naik ke permukaan melalui celah tektonik membentuk gunung api. Ruang yang ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak bumi dan kemudian beban di permukaannya mengalami terban dan terpotong menjadi beberapa bagian. Bagian yang cukup besar berada pada bagian tengah dengan posisi miring ke arah barat berupa pulau Samosir, dan bagian lain yang posisinya lebih rendah selanjutnya tergenang air permukaan membentuk danau. Erupsi magma di bagian barat yang muncul ke permukaan membentuk gunung api Pusuk Bukit (1981 m) sedangkan di sekeliling bagian yang terban terbentuk dinding terjal atau caldera rim. Luas keseluruhan danau termasuk pulau Samosir adalah 1.810 kilometer persegi, dengan luas danau lebih dari 1.100 kilometer (Bapedalda Sumut, 2000).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Ukuran panjang Danau Toba lebih dari 87 kilometer dengan lebar maksimum 31,5 kilometer. Permukaan air danau berada pada elevasi + 905 meter di atas permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan gunung-gunung dengan ketinggian maksimal 2.157 meter (Dalok Uludarat). Kedalaman air danau diukur pada penelitian ini dengan kedalaman 499 meter dan menurut informasi ada beberapa tempat yang kedalamannya lebih dari 1.000 meter (Bapedalda Sumut, 2000). Batuan penyusun di sekeliling danau terutama adalah bahan volkanik dari jenis Rio-dasit, Breksi volkanik dan Tuff, sedangkan di sisi bagian timur sebelah utara kota wisata Prapat terdapat Batu Marmer. Pada sisi barat laut di selatan Tongging terdapat Batu liat (clay stone) dan skis, sedangkan pada pulau Samosir sebagian besar terdiri atas batu liat diatomae, Tuff, batu pasir. Hasil pelapukan batuan tersebut membentuk tanah Andosol, mediteran, dan Alivial, dengan tekstur terutama geluk berdebu dan geluk pasiran. Tanah Aluvial berada di bagian tenggara dan selatan yaitu di wilayah Porsea, Laguboti, dan Balige. Tanah Andosol berada di dataran tinggi seperti Tanah Karo di bagian utara (Purba, Saribu Dolok, dan Merek) di selatan Tele di bagian barat, dan Litongnihuta - Silanduk di bagian selatan dekat Siborong-borong. Pada lereng-lereng terjal memiliki jenis tanah Lotosol (Bapedalda Sumut, 2000). Penutup lahan yang dominan di daerah penangkap air di sekitar danau Samosir adalah rumpur (89.562 ha), perladangan (8.069 ha), hutan dan semak (+ 56.000 ha), sawah dan lahan budidaya lain (+ 30.000 ha). Secara adminsitratif wilayah ini termasuk ke dalam 5 kabupaten yaitu (1) Karo, (2) Dairi, (3) Simalungun, (4) Toba-Samosir, (5) Tapanuli Utara, dengan penduduk yang dominan adalah suku

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Batak. Iklim yang sejuk dengan panorama indah dan adat istiadat spesifik menjadikan wilayah ini sebagai tujuan wisata sejak sebelum terbentuknya pemerintahan Republik Indonesia (Bapedalda Sumut, 2000). Danau Toba ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri. Tak kalah penting adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Sumatera Utara (Barus, 2007). Secara umum kondisi perairan Danau Toba masih tergolong Oligotropik (miskin zat hara). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi yang terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau), kecerahan air mencapai 11-14m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara 200 500 m. Pada bagian pinggir Danau Toba yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk serta lokasi budidaya ikan dalam jarring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi. Secara kasat mata di beberapa kawasan pinggiran Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan air terutama jenis eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang telah menutupi lapisan permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi (pengayaharaan) yang merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara, terutama fosfor dan nitrogen di suatu ekosistem air (Barus, 2007).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita) Komunitas vegetasi sering merupakan suatu sistem organisasi yang kompleks, terdiri dari kelompok-kelompok tumbuhan dari tingkatan yang berbeda dalam adaptasinya terhadap cahaya dan substrat dan berbeda tanggapannya terhadap musim. Perbedaan beberapa tipe komunitas dalam suatu hamparan wilayah jarang terlihat terpisah-pisah secara jelas, mereka seolah-olah menyatu dalam suatu spektrum ekologi yang terdiri dari atas spesies dan bentuk hidup. Makin kecil perbedaan transisi yang terjadi antara komunitas, makin kabur zonasi vegetasi yang tampak. Dengan kenyataan ini, maka ditinjau dari sudut ekologis, maka pembagian tumbuhan air terutana makrohidrofita berdasarkan atas bentuk hidupnya mempunyai arti yang cukup penting. Kebanyakan komunitas makrohidrofita tidak dapat dibedakan bila hanya ditinjau dari komposisi floristiknya saja, karena banyak dari anggota speciesnya mempunyai penyebaran yang sangat luas, baik ditinjau secara geografis maupun ekologis, sedangkan suatu bentuk hidup atau gabungan bentuk hidup tumbuhan sering menguasai suatu komunitas makrohidrofita, sehingga dengan demikian secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan komposisi floristiknya dapat digunakan untuk menentukan ciri komunitas makrohidrofita tersebut (Sarjono, 1982). Menurut Mitchell (1974) makrohidrofita dibedakan dalam 4 bentuk hidup, yaitu : 1. Makrohidrofita terapung bebas yaitu tumbuhan berakar tetapi hidup terapung di permukaan air.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

2. Makrohidrofita berdaun terapung yaitu tumbuhan berakar di dasar badan perairan dengan daunnya terapung di permukaan air. 3. Makrohidrofita tenggelam yaitu seluruh tubuh tumbuhan berada di dalam air, dan akarnya umumnya masuk ke dasar badan perairan. Termasuk ke dalam golongan ini makrohidrofita yang tidak mempunyai akar dan hidup melayang di dalam air. 4. Makrohidrofita yang muncul di atas permukaan, hidup tumbuh di dasar perairan dan sebagian dari tubuhnya muncul di atas permukaan air. Menurut Spence (1971) dalam Sarjono (1982) di beberapa danau di Skotlandia, mencatat bahwa kedalaman dan gerakan air serta kondisi substrat dan kelandaian dasar suatu danau mempunyai peranan penting terhadap penyerbukan dari species makrohidrofita yang muncul di atas permukaan air, yang berdaun terapung dan yang tenggelam pada danau itu.

2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air 1. Temperatur Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahanperubahan temperatur. Menurut hukum Vants Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 100C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur perairan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (karena aktifitas manusia) seperti limbah. Temperatur yang optimum akan mendukung kehidupan organisme air yang hidup di dalamnya (Barus, 2004). 2. pH Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 - 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus, 1996). pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara serta toksinitas dari unsur renik (Barus, 2004).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

3.

Kelarutan Oksigen (DO) Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan

yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air menurun dan begitu juga sebaliknya (Michael, 1994). Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Kelompok organisme air yang mempunyai sistem respirasi melalui insang dan kulit secara langsung akan sangat terpengaruh dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Aktivitas fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air meningkatkan jumlah oksigen terlarut yang mencapai maksimum pada sore hari dan turun lagi malam hari karena aktivitas untuk mengikat gas, respirasi tumbuhan dan hewan air (Michael, 1994). 4. BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik. Penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Proses penguraian senyawa organik biasanya diukur selama 5 hari (BOD5), karena diketahui dari hasil jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai +70%. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik secara biologis seperti sampah rumah tangga. Untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu di samping mengukur nilai BOD perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical Oxygen Demand) yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). 5. Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosisten air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi alga secara massal yang menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

6.

Klorida Konsentrasi klor dalam air terutama dipengaruhi oleh proses perombakan

kimiawi dari substrat. Klor sebagian besar berasal dari substrat tanah dan sedimen yang mengandung klor, juga berasal dari atmosfer melalui curah hujan dan yang tak kalah pentingnya adalah klor yang terdapat dalam limbah cair yang juga akan masuk ke dalam air (Barus, 2004). Kandungan klor dalam air yang bersumber dari substrat dan sedimen yang kaya klor dapat mencapai konsentrasi antara 100 - 1000 mg/l. Namun apabila aspek geologis tersebut tidak ada, maka konsentrasi klor dalam air yang lebih besar dari 30 mg/l merupakan indikasi adanya pencemaran (Barus, 2004). 7. Sulfat

Pada perairan yang tidak mengalami pencemaran umumnya ditemukan konsentrasi sulfat antara 10 - 30 mg/l. namun akibat kelarutan yang tinggi dari gips menyebabkan konsentrasi sulfat mencapai 100 mg/liter. Selain itu emisi pencemar udara melalui curah hujan juga dapat memberikan kontribusi bagi konsentrasi sulfat dalam air, meskipun proporsinya relatif sedikit (Barus, 2004).
Sulfat merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme autotrof dan bakteri heterotrof serta jamur sebagai susmber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan unsur belerang. Konsentrasi sulfat yang tinggi dalam air (> 250 mg/l) mempunyai efek patogen terhadap manusia, terutama gangguan dalam proses pencernaan (Barus, 2004).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

8.

Besi Dalam ekosistem air, besi umumnya tidak terdapat dalam keadaan terlarut.

Tetapi menurut Schwoerbel, 1977 (dalam Barus, 2004) bila kejenuhan oksigen berada di bawah 50% dan banyak mengandung karbondioksida terlarut serta mempunyai nilai pH lebih rendah dari 7,5 akan menyebabkan besi (Fe) terdapat dalam bentuk terlarut di dalam air. Kondisi seperti ini biasanya dijumpai pada air tanah maupun pada mata air serta pada daerah-daerah yang dalam di suatu danau. Pada mata air akibat terjadinya kontak dengan udara akan menyebabkan Fe-2karbonat terlarut membentuk Fe-3-Hydroksid yang berbentuk gumpalan. Gumpalan ini akan menghambat pernapasan organisme air yang dapat menyebabkan kematian organisme tersebut (Barus, 2004). 9. Kecerahan (Penetrasi Cahaya) Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer. Hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan. Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat tergantung pada kecerahan suatu perairan karena mempengaruhi proses fotosintesis (Barus, 2004). 10. Padatan Terlarut Total (TDS) TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan

produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi (Sastrawijaya, 2000).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air, caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per juta) (Sastrawijaya, 2000). 11. Bakteri Coli (Colifekal) Colifekal adalah bakteri Coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri Colifekal di dalam air maka air itu kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

36

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan Kecamatan Ajibata. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2008 sampai April 2008. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Purposive Random Sampling yaitu dengan menentukan 3 (tiga) stasiun pengambilan sampel berdasarkan rona lingkungan yang ada yaitu : Stasiun 1

Lokasi stasiun 1 berada pada area yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat seperti pasar tradisional, transportasi air (pelabuhan), hotel dan rumah makan. Lokasi ini terletak pada pada titik 2.39.51,84 LU dan 98.55.40,16 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon.
Stasiun 2 Berada pada area budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pada titik 2.42.10,9 LU dan 98.55.12,72 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Stasiun 3 Berada pada titik 2.39.17,64 LU dan 98.55.28,92 BT di Kecamatan Ajibata. Lokasi ini jauh dari segala aktivitas masyarakat.

3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air 20

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pengukuran faktor fisik kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air. 1. Temperatur Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer Hg skala 0 - 500C. Termometer dimasukkan ke dalam air sedalam 10 cm dan dibiarkan selama 3 menit, lalu diangkat dan dibaca. 2. pH air Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Elektroda dari pH-meter dimasukkan ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya setelah angka yang tertera pada display stabil, langsung dibaca. 3. DO Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO-meter (oksimeter). Elektroda dari oksimeter dimasukkan ke dalam sampel air, selanjutnya nilai konsentrasi oksigen terlarut dapat dibaca pada display. 4. BOD Sampel air yang akan diukur nilai BOD nya dimasukkan ke dalam 3 botol Winkler. Botol pertama langsung diukur nilai DO nya secara insitu yang digunakan sebagai nilai awal sebelum inkubasi (G1). Sisa 2 botol lainnya dimasukkan ke inkubator dan di inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C (G2 dan G3). Setelah 5 hari diukur DO botol G2 dan G3. selanjutnya dihitung nilai BOD dengan rumus : BOD 5. COD = G1 G2 + G 3 mg/l O2 2

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pengukuran dilakukan dengan metode Reflux. 6. Penetrasi Cahaya Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat keping Secci yang berbentuk bulat dengan diameter 20 cm. Keping Secci diberi tali yang mempunyai ukuran lalu dimasukkan ke badan perairan sampai pada kedalaman keping Secci tersebut tidak terlihat dari permukaan. Selanjutnya diukur panjang dari permukaan sampai pada posisi keping Secci tersebut. 7. Logam Berat Arsen, Besi dan Timbal termasuk dalam logam berat yang dapat dianalisis di laboratorium. Penentuan kadar logam berat di air dapat dilakukan dengan metode AAS (Atomic Absorption Spektrophotometri). 8. Uji Colifecal Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN terdiri dari 3 tahap yaitu : a. Uji pendugaan (Presumptive Test) b. Uji penegasan (Confirmed Test) c. Uji lengkap (completed Test) Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 9

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pengukuran faktor fisik dan kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air. Berbagai parameter fisik, kimia dan biologi yang diukur serta metode pengukurannya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur

Parameter

Metode Pengukuran Termometer Timbangan Elektronik Keping Secchi pH meter Metode Winkler / Titrimetri Metode Reflux / Titrimetri Metode Winkler / Titrimetri
Logam berat

Lokasi Lapangan Puslit USU Lapangan Lapangan Lab. Ekologi USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU

FISIK :
- Temperatur - TDS - Kecerahan KIMIA : pH BOD5 COD DO Phospat Nitrogen Arsen Besi Timbal Klorida Fluorida Sulfat Minyak & Lemak

Metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)

Oil Analizer

BIOLOGI : - Coliform - Colifekal

MPN MPN

Lab. Mikrobiologi USU Lab. Mikrobiologi USU

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Perairan Danau Toba peruntukannya adalah air golongan I karena Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Penentuan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United Stated - Enviromental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu : 1. Kelas A 2. Kelas B 3. Kelas C 4. Kelas D : baik sekali, skor = 0 : baik, skor = - 1 s/d 10 : sedang, skor = - 11 s/d 30 : buruk, skor - 31
memenuhi baku mutu tercemar ringan tercemar sedang tercemar berat

Prosedur Penggunaan :
1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data). 2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor :

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Jumlah Parameter < 10 10 Nilai Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Parameter Kimia -2 -2 -6 -4 -4 - 12

Fisika -1 -1 -3 -2 -2 -6

Biologi -3 -3 -9 -6 -6 - 18

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang di dapat dengan menggunakan sistem nilai.

3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan pada 3 (tiga) lokasi yang berbeda yaitu pada daerah yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat, daerah budidaya ikan jaring apung (keramba), dan daerah yang jauh dari segala aktivitas masyarakat (alami). Sampel tumbuhan diambil dengan membuat kuadrat dari bingkai kayu dengan ukuran 1 m x 1 m yang dianggap sebagai plot. Pada tiap titik pengambilan sampel tumbuhan yang ditentukan, bingkai kayu diletakkan di atas permukaan air. Agar bingkai tidak bergerak, maka pada keempat sudutnya ditancapkan batang bambu tegak lurus ke dasar danau. Semua tumbuhan yang terdapat di dalam bingkai diambil dengan menggunakan gunting rumput. Seluruh sampel dari masing masing bingkai dimasukkan ke dalam kantung plastik yang sudah diberi label. Karena sampel tumbuhan yang diambil terdiri dari tumbuhan dengan berbagai bentuk hidup terapung, tenggelam, berdaun terapung

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

dan muncul di atas permukaan, maka diperlukan sederetan kuadrat yang terletak dari dasar danau, membatasi suatu kuadrat berbentuk kotak. Semua tumbuhan yang terdapat dalam kotak tersebut diambil dengan cara seperti yang telah diterangkan di atas. Sampel yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis tumbuhan diambil beberapa sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi larutan alkohol 70%. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Ekologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dengan mengacu kepada buku Prescott (1969) dan buku Lopinot (1971).

3.5 Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data fisika-kimia air, data mikrobiologi (Colifekal) dan data vegetasi air yang terdapat di Danau Toba. Data fisika-kimia air dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Khusus untuk data biologi, data yang dimaksud adalah data keanekaragaman vegetasi akuatik. Dari data-data tersebut selanjutnya dicari indeks nilai pentingnya (INP), dan dengan bertitik tolak dari data tersebut maka dilakukan analisis indeks diversitas, indeks kesamaan, uji perbedaan keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun melalui uji t Hutcheson. Analisis korelasi Pearson antara faktor fisika-kimia perairan dengan

keanekaragaman vegetasi akuatik juga dilakukan dengan menggunakan program

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

SPSS Versi 16. 1. Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting tiap spesies tumbuhan yang terdapat di perairan danau Toba dihitung melalui pendekatan sebagai berikut (Brower et al. 1990): INP = KR + FR Dimana: INP: Indeks Nilai Penting KR : Kerapatan Relatif FR: Frekwensi Relatif a. Kerapatan Populasi (KP)
KP (ind / m 2 ) = Jumlah individu suatu jenis Luas area / plot

b. Kerapatan Relatif (KR)

KR (%) =

Kerapa tan suatu jenis x 100 % Jumlah ker apa tan seluruh jenis

c. Frekuensi Kehadiran ( FK ) FK = Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Jumlah total plot

d. Frekuensi Relatif (FR) FK suatu jenis X 100 % FK seluruh jenis FR = dengan, FR : 0-25 % = sangat jarang

25-50 % = jarang 50-75 % = sering

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

>75 %
2. Uji t Hutcheson

= sangat sering

(Michael, 1994)

Adapun rumus dari uji t Hutcheson yang dipergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999):

t = H`1 H`2 / SH`1-SH`2 dimana : t H` : nilai t hitung yang dicari : indeks keanekaragaman

SH` : Standard deviasi keanekaragaman Nilai standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variansi keaneragaman berikut ini: SH`1-H`2 = S2H`1 + S2H`2 Selanjutnya, variansi keanekaragaman dapat dihitung melalui pendekatan berikut ini: S2H` = ni ln2ni ( ni ln ni )2 /N / N2 dimana : ni : jumlah individu tiap takson N : jumlah total dari individu keseluruhan takson Sementara itu nilai Derajat Bebas (v) yang digunakan untuk mendapatkan nilai t tabel pada Tabel t dihitung melalui persamaan berikut ini: v = (S2H`1 + S2H`2)2 / (S2H`1)2 /N1 + (S2H`2)2 /N2 Kriteria: th < t tab. pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho th > t tab. pada 0.05 : terima Ha, tolak Ho

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

3. Indeks Keanekaragaman Shannon Winner

Untuk mengukur indeks diversitas tumbuhan air yang terdapat pada perairan Danau Toba digunakan rumus sebagai-berikut (Brower et al., 1990) H1 = - Pi Ln Pi Dimana H1 Pi = Indeks Diversitas Shannon Winner = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis (ni / N) In = Logaritma natural

Kriteria (Krebs, 1985) Jika nilai H1 = 0 2,302 H1 = 2,302 6,907 H1 6,907 : keanekaragaman rendah : keanekaragamn sedang : keanekaragaman tinggi

4. Indeks Equitabilitas (keseragaman)

Indeks keseragaman diukur dengan menggunakan rumus berikut ini (Zar, 1999):
Hi E = H max Dimana H
i

= indeks keanekaragaman shannon winner = indeks keanekaragaman max (In S) = jumlah species

H max S

Nilai E berkisar 0 1.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman artinya pada komunitas tersebut tidak dijumpai kelompok organisme yang terlalu dominan (Krebs, 1985).

5. Indeks Kesamaan (IS)

Kesamaan antar dua komunitas yang terdapat pada dua stasiun pengamatan yang berbeda dicari dengan menggunakan rumus berikut ini (Brower et al, 1990): 2c IS = a + b Dimana a = jumlah species pada stasiun A b = jumlah species pada stasiun B c = jumlah species yang sama pada stasiun A dan B Kriteria : Menurut aturan Kendeigh (1980), jika indeks kesamaan dari dua komunitas yang dibandingkan lebih besar dari 50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu masih dapat dipandang sebagai suatu komunitas, sebaliknya bilamana di bawah 50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu dapat dianggap sebagai dua komunitas yang berbeda.

6. Uji Kruskal Wallis

Untuk mengetahui perbandingan parameter fisik kimia dari tiga stasiun digunakan uji Kruskal Wallis dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS ver. 16.00.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

7. Analisis Korelasi (r)

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi akuatik yang terdapat di Danau Toba dengan sifat fisika-kimia airnya. Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS ver. 16.00 (Santoso, 2008).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisika dan Kimia Perairan

Faktor fisika dan kimia perairan yang diamati pada penelitian ini adalah temperatur, TDS, kecerahan, pH, BOD5, COD, DO, fosfat, NO3-N, NO2-N, NH3-N, besi, timbal, klorida dan sulfat. Hasil penelitian perihal faktor fisika-kimia dari Perairan Danau Toba tersebut disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1.

Hasil Pengukuran Faktor Fisika - Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan Stasiun I x sd 26,59 0,36 87,53 1,74 7,94 0,30 7,41 0,02 2,5 0,07 30,21 0,04 7,2 0,15 0,23 0,02 15,47 0,47 O,05 0,01 1,57 0,07 0,05 0,01 0,01 0,00 17,08 0,45 145,40 3,84 Stasiun II x sd 25,11 0,20 85,80 0,83 6,81 1,15 7,30 0,04 2,6 0,071 26,87 1,25 7,0 0,07 0,25 0,02 12,22 0,39 0,02 0,01 1,63 0,01 0,02 0,00 0,01 0,00 11,70 0,18 143,60 2,70 Stasiun III x sd 24,61 0,45 82,40 5,59 4,29 0,18 7,40 0,03 1,5 0,01 26,02 0,32 6,9s 0,04 0,35 0,03 10,29 0,09 0,04 0,01 0,09 0,00 0.06 0,01 0,01 0,00 13,87 0,35 153,20 5,80

No

Parameter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Temperatur (C) TDS (mg/l) Kecerahan (m) pH BOD5 COD (mg/l) DO (mg/l) Fosfat (mg/l) NO3-N (mg/l) NO2-N (mg/l) NH3-N (mg/l) Besi (mg/l) Timbal (mg/l) Klorida (mg/l) Sulfat (mg/l)

Keterangan :
Stasiun I Stasiun II : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal : Daerah budidaya ikan (Jaring apung)

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

49

Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami Tabel 4.2. Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis
Signifikansi dan Peluang 0,004 0,102 0,002 0,024 0,006 0,006 0,006 0,006 0,002 0,006 0,005 0,006 0,002 0,033

32

No

Parameter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Temperatur (C) TDS (mg/l) Kecerahan (m) pH BOD5 COD (mg/l) DO (mg/l) Phospat (mg/l) NO3-N (mg/l) NO2-N (mg/l) NH3-N (mg/l) Besi (mg/l) Timbal (mg/l) Klorida (mg/l) Sulfat (mg/l)

11,094** 4,564 12,500** 7,495* 10,298** 10,220** 10,223** 10,149** 12,500** 10,303** 10,633** 10,349** 12,500** 6,841*

1.

Temperatur

Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh oleh permukaan perairan berbeda, maka temperatur (jumlah panas) yang dimiliki oleh perairan tersebutpun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur pada Perairan Danau Toba berkisar antara 24,61-26,59C. Temperatur perairan pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur yang terukur pada kedua stasiun lainnya, sementara itu temperatur pada Stasiun 3 tampak lebih rendah. Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, temperatur yang terukur pada ketiga stasiun

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 11,094; P = 0,004). Temperatur pada Stasiun 1 lebih tinggi karena pengaruh berbagai aktivitas manusia seperti pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (yang diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan temperatur. Hilangnya pelindung berupa pohon-pohon di pinggiran Danau Toba karena di konversi sebagai areal pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Stasiun 3 lebih rendah temperaturnya karena berada pada areal yang masih alami, banyak vegetasi terestrial berupa pohon-pohon yang tinggi sehingga membuat temperatur permukaan air lebih rendah. Walaupun terdapat perbedaan yang nyata temperatur antar stasiun pengamatan, temperatur yang dimiliki perairan tersebut jika dihubungkan dengan kehidupan vegetasi akuatik masih termasuk kisaran temperatur yang relatif optimumTemperatur suatu perairan dapat mempengaruhi kelulushidupan makhluk hidup yang berada di dalamnya termasuk vegetasi akuatik. Hal itu terjadi karena temperatur suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan

oksigen yang sangat diperlukan organisme untuk metabolismenya. Semakin tinggi temperatur suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun. Temperatur

yang tinggi dapat juga meningkatkan daya toksisitas senyawa-senyawa nitrogen, seperti NO2, NH4 dan NH3.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

2.

Total Dissolved Solid (TDS)

Jumlah padatan terlarut pada perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap penurunan aktivitas dari fotosintesis oleh organisme berklorofil yang terdapat pada perairan misalnya hidrofita dan fitoplankton. Dari pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut pada Perairan Danau Toba berkisar 82,40 - 87,53 mg/l.
Padatan terlarut pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan pada dua stasiun pengamatan lainnya, sedangkan yang terkecil terdapat pada Stasiun 3. Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, padatan terlarut pada ketiga stasiun pengamatan berbeda secara tidak nyata (X2 = 4,564; P = 0,102). Padatan terlarut pada Stasiun 1 lebih tinggi karena lokasi Stasiun 1 yang berada pada area yang dekat dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan limbah yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 yang jauh dari segala aktivitas manusia memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena tidak adanya limbah yang masuk ke perairan. Jika dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai padatan terlarut yang diperoleh pada Perairan Danau Toba masih

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

tergolong rendah. Itu berarti berdasarkan padatan terlarut Perairan Danau Toba masih belum tercemar.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

3.

Kecerahan

Kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisma fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hidrophyta lainnya (Odum, 1984). Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara 4,29 - 7,94 m. Kecerahan tertinggi dijumpai pada Stasiun 3, sedangkan yang terendah pada Stasiun 1. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kecerahan pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Pada Stasiun 1 kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi yang berasal dari limbah aktivitas manusia, sedangkan di Stasiun 3 kecerahan lebih tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih bening. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong layak bagi kehidupan organisme.

4.

Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael, 1984). Dalam hal ini sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH. Hasil penelitian menunjukkan, nilai pH Perairan Danau Toba berkisar 7,30 - 7,41. pH terendah ditemukan pada

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Stasiun 2, sedangkan tertinggi pada Stasiun 1. Uji Kruskal - Wallis menunjukkan perbedaan pH antar ketiga stasiun pengamatan berbeda nyata (X2 = 7,495; P = 0,024). pH di Stasiun 1 tinggi diakibatkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar perairan yang mungkin mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikan nilai pH. Stasiun 2 nilai pH lebih rendah juga dapat di hubungkan dengan nilai BOD5 ysng lebih tinggi. Adanya kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada Stasiun 2 akan menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH. pH Perairan Danau Toba masih tergolong pH yang layak bagi kehidupan organisma akuatik. Wetzel dan Likens (1979) menyatakan, efek letal atau mematikan dari kebanyakan asam terhadap organisma akuatik tampak ketika pH perairan lebih kecil dari 5 (lima).

5. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Nilai rata-rata BOD5 Perairan Danau Toba sewaktu penilitian berkisar 1,10 2,8 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 2,8 mg/l diperoleh pada Stasiun 2 sedangkan yang terendah sebesar 1,10 mg/l diperoleh pada Stasiun 3. Nilai BOD5 yang diperoleh pada prinsipnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD5 merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik didalam air sehingga secara tidak langsung juga menunjukkan keberadaan bahan organik didalam air. Dengan demikian maka

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi pengamatan berkisar 1,10 2,8 mg/l. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan nilai kelarutan oksigen yang diperoleh pada lokasi pengamatan yang berkisar antara 6,8 7,2 mg/l. Nilai BOD5 ini menunjukkan bahwa belum terjadi pencemaran limbah organik yang berat pada lokasi pengamatan. Dari uji Kruskal Wallis terhadap nilai BOD5 menunjukkan bahwa BOD5 pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10, 298; P= 0,006). Tingginya nilai BOD5 pada Stasiun 2 mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di Stasiun 2 lebih tinggi dari pada Stasiun 1 dan 3. Bahan organik ini kemungkinan berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan sehingga terlarut di dalam air, sedangkan Stasiun 3 BOD5 lebih rendah karena lebih sedikit bahan organik yang terdapat di air tersebut. Hal ini karena kondisi manusia dan kegiatan keramba ikan dalam jaring apung. alam yang jauh dari aktivitas

6.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Nilai rata-rata COD Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 26,02 30,21 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada Stasiun 1 sedangkan terendah pada Stasiun 3. Nilai COD pada ketiga stasiun penelitian ini berdasarkan uji Kruskal-Wallis berbeda sangat nyata (X2 = 10,220; P = 0,006). Nilai COD menunjukkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi yang berlangsung secara kimiawi. Dengan demikian umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen untuk total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis. Ratio antara BOD5 : COD untuk limbah domestik umumnya mempunyai perbandingan nilai 1 : 4 (Ginting, 2002). Dari ratio antara BOD5 : COD yang diperoleh (Tabel 4.3) terlihat ada kecenderungan bahwa kandungan kimiawi yang terdapat di dalam air pada lokasi pengamatan banyak mengandung bahan yang sukar atau tidak dapat diuaraikan secara biologis. Harga COD yang diperoleh sewaktu penelitian pada Perairan Danau Toba tergolong kurang baik, sebab baku mutu air golongan I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mg/l.

Tabel 4.3

Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun Pengamatan Stasiun 1 2,5 30,21 1 : 12,08 Stasiun 2 2,6 26,87 1 : 10,33 Stasiun 3 1,6 26,02 1 : 16,26

Parameter BOD5 (mg/l) COD (mg/l) Ratio BOD5:COD

7.

Dissolved Oxygen (DO)

Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisma perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfir

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

kedalam perairan dapat dibantu oleh angin. Tinggi-rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut (Wetzel dan Likens, 1979). Hasil penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut Perairan Danau Toba berkisar 6,8-7,2 mg/l. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada Stasiun 1 dan yang terendah pada Stasiun 3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut antar ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,223; P = 0,006). Tingginya nilai DO pada Stasiun 1 berkaitan erat dengan melimpahnya jenis vegetasi akuatik yang terdapat disana. Oksigen yang ada di perairan berasal dari hasil fotosintesis hidrofita serta fitoplankton yang berada di dalamnya. Di Stasiun 1 ini jumlah dan jenis vegetasi akuatik sangat banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada Stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air. Sedangkan nilai DO terendah berada pada Stasiun 3 yang tidak di tumbuhi oleh vegetasi akuatik. Kandungan oksigen terlarut pada Stasiun 3 hanya berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat disana sehingga nilainya rendah. Secara umum kandungan oksigen terlarut pada Perairan Danau Toba masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisma, sebab menurut Sastrawijaya (2000) kehidupan organisma akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

8.

Fosfat

Fosfat yang terukur di Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,23 0,35 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada Stasiun 3, sedangkan terendah pada Stasiun 1. Uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dari nilai fosfat yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan (X2 = 10,149; P = 0,006). Fosfat pada Stasiun 1 lebih rendah karena pada Stasiun 1 terdapat banyak vegetasi akuatik dan fitoplankton. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan vegetasi akuatik membutuhkan fosfat dan nitrogen sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Tingginya populasi vegetasi akuatik di Stasiun 1 menyebabkan konsumsi terhadap fosfat juga tinggi sehingga kandungan fosfat di perairan akan semakin berkurang. Sebaliknya pada Stasiun 3 kandungan fosfat lebih tinggi karena di sana tidak di jumpai adanya tumbuhan air sehingga pemanfaatan fosfat oleh tumbuhan tidak ada. Berdasarkan baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001), nilai kandungan fosfat yang dimiliki danau Toba sudah tergolong tidak layak. Dalam hal ini nilai yang layak untuk fosfat adalah 0,200 mg/l.

9.

Nitrat (NO3-N)

Besarnya kandungan rata-rata nitrat (NO3-N) di Perairan Danau Toba berkisar 10,29-15,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi di jumpai pada Stasiun 1 sedangkan terendah di Stasiun 3. Uji stastistik Kruskal-Wallis mengungkapkan bahwa nilai nitrat pada ketiga stasiun pengamatan yang diamati berbeda secara nyata (X2 = 12,500; P =

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

0,002). Nitrat pada Stasiun 1 lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena Stasiun 1 berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat di Stasiun 3 lebih rendah karena Stasiun 3 berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001), kandungan nitrat Perairan Danau Toba tergolong cukup tinggi artinya telah melampau batas maksimal yang diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l.

10. Nitrit (NO2-N)

Nilai rata-rata kandungan nitrit Perairan Danau Toba yang terukur sewaktu penelitian berkisar 0,02-0,05 mg/l. Kandungan nitrit tertinggi dijumpai pada Stasiun 1 sedangkan yang terendah pada Stasiun 2. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, kandungan nitrit pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10,303; P = 0,006). Kandungan nitrit yang tinggi pada Stasiun 1 karena adanya buangan limbah organik dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Stasiun 2 di jumpai kandungan nitrit yang lebih rendah yang memberikan indikasi bahwa laju nitrifikasi pada Stasiun 2 lebih rendah sehingga kandungan nitrogen lebih banyak dalam bentuk amoniak. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi temperatur yang mungkin kurang optimal bagi

kehidupan bakteri nitrifikasi. Nilai nitrit yang diperoleh sewaktu penelitian masih berada pada kisaran aman baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001). Dalam hal ini nilai nitrit yang diperbolehkan 0,06 mg/l.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

11. Amoniak (NH3-N)

Besar harga rata-rata amoniak yang diperoleh pada Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,09-1,63 mg/l. Nilai tertinggi ditemukan pada Stasiun 2 sedangkan terendah pada Stasiun 3. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai amoniak pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,633; P = 0,005). Kandungan amoniak tertinggi pada Stasiun 2 karena adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan, sehingga amoniak terakumulasi di perairan. Proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat dipengaruhi oleh temperatur air dan kelarutan oksigen dalam air. Temperatur air berpengaruh karena proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerob akan berlangsung pada kisaran temperatur yang optimal bagi kehidupan bakteri pengurai amoniak dan itu juga tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di air. Pada Stasiun 3 kadar amoniak lebih rendah karena lokasi 3 jauh dari aktivitas manusia dan kegiatan kerambah ikan jaring apung sehingga bahan organiknya juga lebih rendah. Dibandingkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001) nilai amoniak Perairan Danau Toba tergolong tinggi, yakni melampaui batas dari yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Itu berarti dari segi kadar amoniak, Perairan Danau Toba tergolong telah tercemar.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

12. Besi

Kandungan besi rata-rata yang berhasil diukur selama penelitian di Perairan Danau Toba berkisar 0,02-0,06 mg/l. Kandungan besi tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan, kandungan besi pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,349; P = 0,006). Kandungan besi pada Stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan Stasiun 1 dan Stasiun 2 karena kondisi dasar Danau yang sangat dalam (lebih dari 100 m). Besi dapat terlarut didalam air bila danau memiliki dasar yang sangat dalam kemudian didukung oleh pH air yang kurang dari 7,5 serta banyak mengandung karbondioksida terlarut. Faktor ini mendukung tingginya kandungan besi di Stasiun 3, sedangkan pada Stasiun 1 dan 2 dasar danau lebih landai sehingga besi terdapat dalam substrat. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001), kandungan besi yang terdapat pada Perairan Danau Toba masih tergolong aman, sebab kandungan yang ditolerir hingga 0,3 mg/l.

13. Timbal

Kandungan rata-rata timbal pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau Toba relatif sama, yaitu 0,01 mg/l. Kandungan timbal sebesar 0,01 mg/l ini masih tergolong aman sebab nilai yang ditolerir baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001) adalah 0,03. Jadi kandungan timbal Perairan Danau Toba masih di bawah ketentuan baku mutu air golongan I.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

14. Klorida

Kandungan rata-rata klorida Perairan Danau Toba pada tiga stasiun penelitian berkisar 11,70 - 17,08 mg/l. Kandungan klorida tertinggi ditemukan pada Stasiun 1 sedangkan terendah di Stasiun 2. Kandungan klorida pada ketiga stasiun pengamatan tersebut menurut uji Kruskal-Wallis berbeda secara sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Tingginya kandungan Klorida pada Stasiun 1 mengindikasikan bahwa perairan pada Stasiun 1 telah dicemari oleh limbah cair yang berasal dari aktifitas masyarakat. Menurut Brehm & Meijering (1990) dalam Barus (2004) klor yang terdapat dalam air bersifat allochton, sebagian besar berasal dari sustrat tanah dan sedimen yang mengandung klor, sebagian kecil dari atmosfer melalui curah hujan dan tak kalah penting adalah klor yang terdapat pada limbah cair yang juga masuk kedalam air, sedangkan pada Stasiun 2 klornya lebih rendah karena disini bahan pencemarnya bukan berupa limbah cair tapi berupa pakan ikan yang merupakan bahan kimia organik.

15. Sulfat

Kadar rata-rata sulfat Perairan Danau Toba yang diperoleh selama penelitian berkisar 143,60 - 153,20 mg/l. Nilai tertinggi diperoleh pada Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan kadar sulfat antar ketiga stasiun pengamatan berbeda secara nyata (X2 = 6,841; P = 0,033). Kandungan sulfat yang tinggi pada Stasiun 3 kemungkinan besar disebabkan oleh aspek geologis. Bila suatu perairan tidak mengalami pencemaran tapi kelarutan gips cukup tinggi akan

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

63

menyebabkan konsentrasi sulfat juga tinggi. Disini juga tidak ditemukan adanya vegetasi autotrof sehingga kandungan sulfat menumpuk karena tidak pernah dikonsumsi sebagai nutrisi. Jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan I, kadar sulfat Perairan Danau Toba masih berada dalam batas yang aman. Dalam hal ini menurut baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001)nilai batas yang diperbolehkan adalah hingga 400 mg/l.

4.2. Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Berdasarkan Metode Storet

Sifat fisika-kimia air yang terdapat di Perairan Danau Toba dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal dengan metode Storet tercantum pada Tabel 4.4. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4.4, nilai sifat fisika kimia air yang terdapat pada Stasiun I, II dan III menurut metode Storet secara berturut-turut adalah - 48, - 50 dan - 30. Skor tertinggi terdapat pada Stasiun II yaitu pada daerah dimana terdapat budidaya ikan lewat sistim jaring apung (keramba) sedangkan yang terendah terdapat pada Stasiun III yakni daerah tengah danau yang bersifat lebih alami. Tingginya nilai Storet pada Stasiun II tersebut mungkin dapat dihubungkan dengan kondisi Stasiun II sebagai tempat budidaya ikan.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

48
47 Tabel 4.4. Kondisi Fisika-Kimia Air yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet Baku Mutu Air Gol. I* Deviasi 3
Hasil Pengukuran

No

Paramete r

Satuan

0 Temperatu C r 2 TDS mg / l 1000 3 Kecerahan m 4 pH 6-9 5 BOD5 mg/l 2 6 COD mg/l 10 7 DO mg/l 6 8 Fosfat mg/l 0.2 9 NO3 - N mg/l 10 10 NO2 - N mg/l 0.06 11 NH3 - N mg/l 0.5 12 Besi mg/l 0.3 13 Timbal mg/l 0.03 14 Klorida mg/l 15 Sulfat mg/l 400 Jumlah * berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001

Min 26.00

Stasiun I Max Rata 26.90 26.59

Min 24.80

Stasiun II Max Rata 25.30 25.11

Min 24.00

Stasiun III Max Rata 25.00 24.60

Skor menurut Metode Storet Sta Sta 1 Sta 3

0 0 0 - 10 - 10 0 -8 - 10 0 -10 0 0 0 - 48

0 0 0 - 10 - 10 0 - 10 - 10 0 - 10 0 0 0 - 50

0 0 0 0 - 10 0 - 10 - 10 0 0 0 0 0 -30

85.70 7.50 7.40 2.3 30.15 7.0 0.20 14.78 0.04 1.50 0.04 0.01 16.45 140.0

90.00 8.30 7.45 2.8 30.25 7.3 0.27 16.00 0.06 1.70 0.07 0.02 17.56 150.0

87.3 8.00 7.41 2.5 30.21 7.2 0.23 15.47 0.05 1.57 0.05 0.01 17.37 145.4

85.00 6.60 7.30 2.5 25.00 6.9 0.22 11.67 0.01 1.63 0.02 0.01 11.53 140

87.00 7.00 7.40 2.8 28.35 7.1 0.28 12.65 0.03 1.65 0.03 0.02 12.00 147

85.8 6.81 7.33 2.6 26.87 7.0 0.25 12.23 0.01 1.63 0.02 0.01 11.70 143.6

75 4.00 7.35 1.10 25.70 6.8 0.30 10.15 0.03 0.09 0.04 0.01 13.49 145.0

90 4.50 7.45 2.0 26.50 7.0 0.40 10.40 0.05 0.10 0.09 0.02 14.25 160.0

82 4.29 7.40 1.6 26.02 6.9 0.35 10.29 0.04 0.09 0.06 0.01 13.87 153.2

47

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Dalam hal ini Stasiun II memiliki nilai amoniak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua stasiun penelitian lainnya. Amoniak tersebut mungkin berasal dari proses kimiawi sisa makanan ikan yang tidak terpakai dan terlepas ke badan perairan danau. Berdasarkan sistem nilai dari US-EPA (United Stated Enviromental Protection Agency) yang dipakai dalam metode Storet yaitu membagi status mutu air menjadi 4 kelas : 1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 2. Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 3. Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 4. Kelas D : buruk, skor > -31 memenuhi baku mutu tercemar ringan tercemar sedang tercemar berat

Maka status mutu air di Stasiun 1 dan 2 berada pada kelas D (buruk) yang berarti bahwa Stasiun 1 dan Stasiun 2 tidak bisa digunakan sebagai sumber air minum karena telah tercemar berat, tapi kalau untuk kegiatan pertanian dan budidaya ikan kualitas airnya belum melewati baku mutu. Stasiun 3 yang memiliki skor -30 menunjukkan status mutu air berada pada kelas C yaitu tercemar sedang sehingga juga tidak layak dijadikan sebagai sumber air minum.

4.3. Coliform Perairan Danau Toba

Hasil uji parameter biologis berupa Coliform pada tiga stasiun pengamatan di Danau Toba tersaji pada Tabel 4.5. Berdasarkan data yang terlihat pada tabel tersebut dapat dikemukakan bahwa jumlah coliform tertinggi ditemukan pada Stasiun I yakni yang berada di dekat pantai dan

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

perumahan penduduk dan juga sebagai daerah bersandarnya kapal-kapal sedangkan jumlah terendah ditemukan pada Stasiun III yang berada jauh di tengah danau dengan kondisi yang relatif alami. Tingginya coliform pada suatu perairan menunjukkan bahwa perairan tersebut mendapat buangan ataupun limbah organik berupa feses dari sekitar ataupun sekeliling badan perairan. Jumlah Coliform yang relatif tinggi pada Stasiun I mungkin erat kaitannya dengan adanya masukan berbagai buangan ataupun limbah organik yang berasal dari penduduk sekitar maupun dari kapal-kapal yang bersandar padanya. Sementara itu lebih rendahnya Coliform pada Stasiun III mungkin karena lokasi stasiun tersebut yang relatif jauh di tengah pantai sehingga kurang memungkinkan masuknya buangan organik ke daerah tersebut. Ditinjau dari baku mutu air golongan I sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001, jumlah colifekal yang terdapat pada Stasiun I di Danau Toba telah melampaui ambang batas dan oleh karena itu tergolong tercemar, sedangkan yang berada pada Stasiun I dan II masih berada di bawah ambang batas baku mutu air golongan I (100 APM/100 ml).

Tabel 4.5

Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba

No

Parameter Mikroba

1 2

Total Coliform (Jumlah APM/100ml) Fecal Coliform (Jumlah APM/100 ml)

I 1100

Stasiun II 93

III 23

460

43

23

Keterangan :
Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami 4.4 Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Hasil Penelitian Keanekaragamaan tingkat jenis dari vegetasi akuatik yang diperoleh di Perairan Danau Toba selama penelitian yang dilaksanakan pada 3 (tiga) stasiun pengamatan yang berbeda disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. N o
1 2 3 4 5 6 7 8 Divisio Spermatophyta Spermatophyta Spermatophyta Spermatophyta Spermatophyta Spermatophyta Spermatophyta Pteridophyta

Keanekaragaman Jenis Vegetasi Akuatik Pada Tiga Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba

Kelas

Ordo

Famili Pontederiaceae Araceae

Genus Eichhornia Peltandra

Spesies Eichhornia crassipes Peltandra virginica Hydrilla verticillata Pistia stratiodes Typha angustifolia Ipomoea aquatica Marsilea villosa

Nama Lokal Eceng Gondok Keladi Air Hidrilla Kiambang Asiwung Raja

Monocotyledoneae Bromeliales Monocotyledoneae Arales

Monocotyledoneae Hydrocharitales Hydrocharitaceae Hydrilla Monocotyledoneae Arales Monocotyledoneae Typhales Dicotyledoneae Dicotyledoneae Pteridopsida Nymphaeales Solanales Salviniales Araceae Typhaceae Nymphaeaceae Convolvulaceae Marsileaceae Pistia Typha Nelumbo Ipomoea Marsilea

Nelumbo lutea Teratai Kangkung Air Semanggi

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Dari data yang tersaji pada Tabel 4.6 dapat dikemukakan bahwa didapat 8 (delapan) spesies vegetasi akuatik dari 3 kelas, 8 ordo dan 8 famili di Danau Toba sewaktu masa penelitian. Adapun deskripsi dari ketujuh vegetasi akuatik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Eichhornia crassipes Solms hidup terapung (floating) pada perairan dalam dan dapat mengembangkan perakarannya di dalam lumpur pada perairan dangkal. Tumbuhan ini mencapai tinggi 40-80 cm dan bahkan dapat mencapai 120 cm. Tanaman ini merupakan herba yang tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval, roset akar, ujung dan pangkal daun meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung dan mengandung udara, tepi daun rata, panjang 7-25 cm, permukaan daun licin dan berwarna hijau. E.crassipes berakar serabut berwarna coklat kehitaman. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir terletak di ketiak daun, tangkai bersegi, hijau dan lunak. Kelopak berbentuk tabung, benang sari 6, 3 di antaranya berukuran lebih panjang, mahkota lepas dengan panjang 2-3 cm berwarna ungu. Biji berbentuk bulat dan berwarna hitam, buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. E.crassipes berkembang biak sangat cepat baik secara vegetatif maupun secara generatif. Populasi tanaman mampu berlipat ganda hanya dalam waktu 7-10 hari. Pada areal seluas 1 ha, E. crassipes diperkirakan dapat tumbuh dengan total bobot segar 500 kg/hari, sehingga dalam waktu 6 bulan pertumbuhan bobotnya dapat mencapai 125 ton/ha. Tanaman ini hanya cocok hidup di air kotor dibandingkan air bersih. Manfaat dari E. crassipes antara lain dapat menyerap logam-logam berat pada perairan tercemar, sebagai sumber lignoselulosa yang dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna seperti pakan ternak. seratnya bisa dipakai bahan untuk kerajinan tangan, tangkai daun berkhasiat sebagai obat bengkak-bengkak.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Sumber : Koleksi Pribadi


Gambar 4.1. Eichhornia crassipes

Nama umumnya adalah eceng gondok, nama daerahnya Kelipuk (Palembang), Ringgak (Lampung), Ilung-ilung (Dayak), Mampao (Kutai), Bengok (Banten), Kembang Bopong dan Weweyan (Jawa), Tumpe (Manado).

2. Teratai (Nelumbo lutea)

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Nelumbo lutea merupakan tanaman air menahun yang indah, habitatnya di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun terletak di atas permukaan air. Tanaman ini tumbuh tegak dengan rimpang tebal bersisik yang tumbuh menjalar di substrat dasar perairan. Bunga dan daun keluar langsung dari rimpangnya, helaian daun lebar dan bulat, disangga oleh tangkai yang panjang dan bulat berdiameter 0,5 - 1 cm, panjangnya 75 150 cm. Permukaan daun berlilin, warnanya hijau keputihan, tepi rata, bagian tengah agak cekung, tulang daun tersebar dari pusat daun ke arah tepi, diameter 30 - 50 cm. Bunganya harum, tumbuh menjulang di atas permukaan air dengan tangkai bulat panjang dan kokoh, panjang tangkai bunga 75-200 cm, diameter bunga 15-25 cm. Benang sari banyak kepala sari kuning, mahkota bunga lebar, ada yang engkel dan ada yang dobel dengan warna merah jambu, putih dan kuning. Bunga mekar sehari penuh dari pagi sampai sore hari. Setelah layu, mahkota bunga berguguran sampai akhirnya tersisa dasar bunga yang akan menjadi bakal buah, bentuknya seperti kerucut terbalik dengan permukaan datar seperti spons dan berlubang-lubang berisi

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

15-30 biji yang berwarna hijau kekuningan. Diameter bakal buah 6-11 cm, dan umurnya 1 bulan sejak bunga mekar.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Teratai Gambar 4.2. Nelumbo lutea


Manfaat dari N. lutea antara lain dapat digunakan dalam proses bioremediasi (pemurnian limbah RT secara biologik) karena tanaman ini dapat menetralisir limbah rumah tangga, rimpang muda dan biji bisa dimakan. Nama umum : Teratai

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Nama lokal

: Padma, seroja

3. Keladi (Peltandra virginica)

Peltandra virginica adalah jenis tanaman yang memiliki daun berbentuk segitiga dengan pangkal berlekuk dan ujung daun runcing. Memiliki tangkai yang sangat panjang. Akarnya berupa akar serabut yang keluar dari bonggol yang menyerupai umbi. Tangkai daun berstruktur seperti spons dan berongga.

Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 4.3. Peltandra virginica

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

4. Hydrilla (Hydrilla verticillata)

Memiliki daun berukuran kecil berbentuk lanset yang tersusun mengelilingi batang. Batangnya bercabang dan tumbuh mendatar sebagai stolon yang pada tempat tertentu membentuk akar serabut.

Sumber : Koleksi Pribadi


Gambar 4.4. Hydrilla verticillata

Merupakan tumbuhan yang seluruh bagian tubuhnya tenggelam di bawah permukaan air. Dengan adanya stolon perkembangbiakan Hydrilla terjadi dengan pesat.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

5. Kiambang (Pistia stratiodes)

Sumber :http://fazlisyam.com/category/kiambang/
Gambar 4.5. Pistia stratiodes

Pistia stratiodes adalah tanaman yang hidup mengapung pada permukaan air, hidup segar di kawasan berair seperti kolam, danau atau rawa-rawa. Memiliki akar yang banyak dan berserabut. Daun berbentuk oval dengan tepi atas bergerigi. Tulang daun banyak tersusun sejajar dari pangkal daun sampai ke tepi daun. Daun berbentuk roset akar, dan tanaman ini tidak memiliki batang.
Manfaat dari P.stratiodes adalah kemampuannya untuk menetralisir limbah melalui proses bioremediasi.

6. Kangkung (Ipomoea aquatica)

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Ipomoea aquatica termasuk dalam famili Convolvulaceae atau keluarga kangkung-kangkungan. Merupakan tanaman yang tumbuh dengan cepat 4-6 minggu sejak dari benih. Tanaman ternak semusim dengan panjang 30-50 cm merambat pada lumpur dan tempat-tempat basah seperti tepi sungai, rawa, danau atau terapung di permukaan air. I. aquatica memiliki bunga berwarna putih kemerah-merahan. Batangnya berwarna hijau, berongga dan berbuku-buku dengan akar serabut. Untuk reproduksi, I. aquatica melakukan perbanyakan dengan stek pucuk batang, karena bijinya sedikit. Daunnya berbentuk segitiga dengan ujung runcing dan pangkal daun yang berlekuk. Manfaat dari I. aquatica antara lain sebagai bahan makanan dan sebagai bahan obat. Efek farmakologis tanaman ini adalah sebagai anti racun, anti radang, peluruh kencing (diuretik), menghentikan pendarahan, obat tidur (sedatif) karena bersifat menyejukkan dan menenangkan, obat sembelit dan obat wasir.

Sumber : http://www.plantamor.com/spcdtail.php?recid=710&popname=Lamglung%20Air

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Gambar 4.6. Ipomoea aquatica


Nama umumnya Nama daerah : Kangkung : Kangkung (Sumatera), Pangpung (Nusa Tenggara), Kangko (Sulawesi), Utangko (Maluku)

7. Semanggi (Marsilea villosa)

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/index.html?curid=659453
Gambar 4.7. Marsilea villosa

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Marsilea villosa memiliki bentuk daun agak bulat jumlahnya 4 yang saling berlekatan pada satu tangkai panjang. Akar berada didasar perairan dan sebagaian dari tangkai daunnya ( 6 cm) muncul diatas permukaan air. Reproduksi seksual dengan spora dan reproduksi aseksual dengan rizoma.

8.

Asiwung raja (Typha angustifolia)

Typha angustifolia memiliki tinggi batang lebih dari 2,5 meter dengan panjang daun 1 meter dan lebar 20 mm. Daun berbentuk seperti pita yang memiliki pelepah di bagian dasar buku tulang daun sejajar, dengan permukaan daun yang kasar dan bergelombang. Tangkai bunganya kecil dan itu adalah bagian yang mandul dari batang. Memiliki putih dan serbuk sari. Akar serabut dan batang berbuku-buku.
Nama Indonesia adalah Asiwung Raja

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 4.8. Typha angustifolia


4.5. Nilai Kerapatan Populasi Tumbuhan (KP), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) dan Nilai Penting (NP)

Nilai kerapatan populasi, kerapatan relatif dan frekwensi kehadiran dan nilai penting dari masing-masing populasi tumbuhan yang diperoleh pada 2 (dua) stasiun penelitian dicantumkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Nilai Kerapatan Populasi (KP Ind/m2) Kerapatan Relatif (KR%), Frekuensi Kehadiran (FK%) dan Nilai Pentintg (NP)
No

Nama Spesies

KP

Stasiun I KR FK

NP

KP

Stasiun II KR FK

NP

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

1 2 3 4 5 6 7 8

Eichhornia crassipes Nelumbo lutea Peltandra virginica Hydrilla verticillata Pistia stratiodes Ipomoea aquatica Marsilea villosa Typha angustifolia Jumlah total Jumlah spesies

5,5 1,38 1,38 14,6 1 1,13 1,88 -

20,47 5,14 5,14 54,33 3,72 4,21 6,99 -

19,28 12,85 12,85 25,71 9,77 9,77 9,77 7

39,75 17,99 17,99 80,04 13,49 13,98 16,76 200

6,5 6,8 3,8 -

38,01 39,77 22,22 -

42,11 42,11 15,78 3

80,12 81,88 38,00 200

Keterangan:
Stasiun I Stasiun II : Lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk : Lokasi dekat kerambah ikan dalam jaring apung

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas kiranya dapat dikemukakan terdapat 8 spesies vegetasi akuatik di Perairan Danau Toba. Sebanyak 7 (tujuh) spesies diantaranya terdapat pada Stasiun I (stasiun yang dekat dengan penghuni penduduk), yaitu Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa. Sementara itu pada Stasiun II (stasiun yang berada di daerah jaring apung tempat dimana berlangsung budidaya ikan) ditemukan 3 (tiga) spesies yakni E.crassipes, H.verticillata dan Typha angustifolia. Jadi tampak bahwa jumlah spesies vegetasi akuatik di stasiun yang dekat dengan penghuni penduduk lebih banyak dibandingkan dengan yang berada di daerah jaring apung. Pada Stasiun III pengamatan, yakni pada bagian yang lebih alami tidak ditemukan adanya tanaman vegetasi akuatik golongan makrohidrofita. Pada Stasiun III ini tidak ditemukan vegetasi akuatik kemungkinan disebabkan karena memiliki dasar perairan yang sangat dalam (lebih dari 100 m).

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Vegetasi akuatik dengan Indeks Nilai Penting tertinggi adalah H. Verticillata (INP 80,04-81,88) sedangkan terendah adalah P. Stratiode (13,49). Tingginya indeks nilai penting H.verticillata di Danau Toba karena jenis ini cocok hidup di perairan yang tercemar, selain itu juga memiliki kemampuan untuk menyerap logam-logam berat yang ada di perairan. H.Verticillata merupakan tumbuhan yang hidup tenggelam di dasar perairan. Untuk melakukan proses fotosintesis tumbuhan ini sangat bergantung pada kecerahan atau penetrasi cahaya matahari. Secara umum kecerahan di Perairan Danau Toba masih layak bagi tumbuhan yang hidup di dasar perairan dengan kedalaman lebih kurang 5 meter. Kandungan bahan organik yang banyak dan cahaya matahari yang cukup untuk melakukan proses fotosintesis membuat tumbuhan ini mampu berkembangbiak dengan sangat cepat. Hal ini dapat dilihat pada pinggiran Perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat yang sudah di tutupi oleh tumbuhan H. verticillata sampai sejauh lebih kurang 100 meter ke arah tengah danau. Tapi karena tumuhan ini merupakan tumbuhan yang tenggelam di dasar perairan maka tidak tampak pertumbuhannya dari permukaan air.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tumbuhan yang justru nampak lebih banyak adalah E.crassipes karena tumbuhan ini hidup secara terapung di atas permukaan air. Keberadaan E.crassipes lebih mudah dipantau karena nampak secara nyata di atas permukaan air. H.verticillata dan E.crassipes memiliki toleransi yang sangat besar terhadap perubahan kualitas air. Tumbuhan ini memiliki kemampuan hidup di perairan tercemar dan mampu menyerap logam-logam berat yang larut dalam air. Oleh karena penamaan vegetasi akuatik suatu perairan didasarkan atas dua indeks nilai penting tertinggi maka berdasarkan data di atas kiranya dapat dikemukakan bahwa nama tipe vegetasi akuatik di Perairan Danau Toba adalah tipe Hydrocharitacheae- Pontederiaceae.

4.6. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan Keanekaragaman (Uji t Hutcheson)

Nilai dari indeks keanekaragaman (H) vegetasi akuatik yang terdapat di tiga stasiun di Perairan Danau Toba berikut dengan indeks keseragamannya (E) dicantumkan pada Tabel 4.8, sedangkan nilai t dari uji kesamaan perbedaan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi akuatik antar ketiga stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.9.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tabel 4.8

Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dari Komunitas Vegetasi Akuatik pada Setiap Stasiun Pengamatan Stasiun I 1,33 0,68 Stasiun II 1,06 0,97 Stasiun III -

Indeks Keanekaragaman (H) Keseragaman (E)

Keterangan: Stasiun I Stasiun II Stasiun III

: Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal : Daerah budidaya ikan (Jaring apung) : Daerah tengah danau dan relatif alami

Indeks keanekaragaman vegetasi akuatik pada Stasiun 1 lebih tinggi (1,33) dibandingkan dengan yang diperoleh pada Stasiun 2 (1,06). Itu berarti lingkungan pada Stasiun 1 lebih stabil dibandingkan dengan lingkungan pada Stasiun 2. Hal itu terjadi karena pada lingkungan dengan keanekaragaman yang lebih tinggi jaring-jaring makanannya lebih kompleks. Sementara itu semakin kompleksnya jaring-jaring makanan pada suatu ekosistim menjadi suatu pertanda makin stabilnya kondisi lingkungan ataupun ekosistem tersebut. Ditinjau dari indeks keseragaman tampak Stasiun 2 memiliki indeks keseragaman yang lebih tinggi (0,97) dibandingkan dengan Stasiun 1 (0,68). Hasil ini memberi gambaran bahwa dominansi takson tertentu dari vegetasi akuatik di Stasiun 2 lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di Stasiun 1.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tabel 4.9. Stasiun I II III

Nilai th pada Uji Perbedaan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Antar Tiga Stasiun Pengamatan I II 3,85 * *(2,61) III -

Keterangan : Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung) Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami (2,61) = Nilai t tabel pada = 0,01 dan db=250 pada uji 2 ekor Berdasarkan Tabel 4.9, kiranya dapat dikemukakan bahwa berdasarkan uji t Hutcheson, keanekaragaman vegetasi akuatik antar Stasiun 1 yang berada di daerah yang banyak mendapat aktivitas dari penduduk setempat dengan Stasiun 2 yang berada di daerah pemeliharaan ikan (jaring apung) berbeda sangat nyata (th = 3,85 > t tabel = 2,61).

4.7. Indeks Similaritas (IS)

Indeks Similaritas antara Stasiun 1 yang berada di daerah yang banyak aktivitas penduduk dengan Stasiun 2 di daerah budidaya ikan dalam keramba jaring apung dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Stasiun I I Indeks Similaritas Antar Stasiun Pengamatan II 0,4 III -

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

II III

Nilai dari indeks similaritas komunitas vegetasi akuatik antar dua stasiun pengamatan pada perairan di Danau Toba, yakni antara Stasiun I yang berada di daerah tepi pantai yang padanya banyak aktivitas penduduk sekitar dengan Stasiun II yang berada di daerah budidaya ikan (jaring apung) hanya mencapai 40%. Dihubungkan dengan aturan 50% yang dikemukakan oleh Kendeigh (1980) maka dapat disebutkan bahwa kedua komunitas vegetasi yang terdapat pada stasiun penelitian tidak dapat lagi dianggap sebagai satu komunitas melainkan telah menjadi dua komunitas vegetasi akuatik yang terpisah.

4.8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Vegetasi Akuatik

Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan selanjutnya dikorelasikan dengan keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi akuatik maka didapatkan nilai indeks korelasi (r) seperti yang disajikan pada Tabel 4.11 berikut ini.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tabel 4.11.

Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat Fisika - Kimia Perairan Danau Toba dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Parameter Nilai Korelasi (r) 0,975** 0,272 - 0,415 - 0,921* -0,859 0,516 - 0,302 0,405 - 0,721 - 0,664 - 0,547 0,880* 0,580 0,504 - 0,567 Signifikansi dan Peluang P = 0,005 P = 0,658 P = 0,487 P = 0,027 P= 0,062 P = 0,373 P = 0,621 P = 0,499 P = 0,169 P = 0,222 P = 0,34 P = 0,049 P = 0,305 P = 0,387 P = 0,319

No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

COD Timbal Besi Amonia BOD5 Nitrit Nitrat Posfat Sulfat Klorida TDS Temperatur Kecerahan DO pH

Keterangan:
* Korelasi signifikan pada = 0,05 ** Korelasi signifikan pada = 0,01 Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi antara beberapa faktor fisik-kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan signifikansinya serta dengan arah korelasinya. Dari berbagai faktor fisik kimia yang di ukur COD mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

keanekaragaman vegetasi akuatik. COD mempunyai pengaruh positif dimana semakin tinggi nilai COD semakin tinggi pula keanekaragaman vegetasi akuatik. Tingginya nilai COD menunjukkan bahwa banyak bahan-bahan pencemar yang terlarut di perairan tersebut. Banyak dari vegetasi akuatik yang toleran terhadap air yang tercemar sehingga menyebabkan pertumbuhannya meningkat. Hal ini merupakan gejala dari proses eutrofikasi yang sedang berlangsung. Temperatur berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik. Semakin tinggi temperatur keanekaragaman vegetasi akuatik semakin tinggi. Amonia berkolerasi negatif dengan pengaruh yang nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik. Meningkatnya landungan amonia dalam perairan menyebabkan penurunan keanekaragaman vegetasi akuatik. Faktor fisik kimia lainnya mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik pada penelitian ini. Hal itu terjadi mungkin karna nilai dari parameterparameter tersebut selama penelitian ini masih berada pada batas yang dapat di toleransi oleh vegetasi akuatik yang terdapat di Perairan Danau Toba.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1.

Berdasarkan analisis kualitas air yang dilakukan dengan menggunakan metode Storet dan mengacu pada PP No.82 Tahun 2001 untuk kategori air golongan I maka Perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat tergolong ke dalam perairan tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak dijadikan sebagai sumber air minum.

2.

Hasil penelitian di Perairan Danau Toba ditemukan 8 jenis vegetasi akuatik yaitu : Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa, Typha angustifolia.

3.

Vegatasi yang mendominasi atau yang mempunyai peranan tertinggi adalah Hydrilla verticillata, dan peranannya paling rendah di daerah penelitian adalah Pistia stratiodes.

4.

Pada lokasi 1 (banyak aktivitas penduduk) mempunyai kesamaan jenis sebesar 40% dengan lokasi 2 (daerah budidaya ikan dalam keramba jaring apung)

5.

Faktor fisik kimia yang paling berpengaruh terhadap keanekaragaman vegetasi aquatik di Perairan Danau Toba adalah COD, amoniak dan temperatur.

5.2 Saran

67
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kualitas Perairan Danau Toba dari sisi yang berbeda, misalnya dengan menganalisis kandungan zat kimia dalam vegetasi aquatik.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T.A, 1996. Metodologi Ekologis Untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Barus, T.A, 2004. Pengantar Limnology, Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Barus, T.A, 2004. Faktor-faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. XI, No.2. Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Limnologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Bappedalda Sumatera Utara, 2006. Abstraksi Dokumen LTEMP (Lake Toba Ecosystem Management Plan). Bappedalda Sumatera Utara, 2000. Pengkajian Teknis Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba. Barnes R.S.K. dan K.H. Mann. 1984. Fundamental of Aquatic Ecology. Black Well Scientific Publication London. Brotowidjoyo MD, Tribawana & E. Mulbiantoro, 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta. Brower, J. E., Jerrold H. Z., Car I.N. V. E.., 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher, USA, New York. Budi Sutomo. 2008. Teratai Bunga Suci Yang Sarat Manfaat. http://id.wikipedia.org/wiki/teratai.5_April_2008. Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Eric Guenther, 2008. Image; Marsilea Hawaii. Jpg.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

http://en.wikipedia.org/wiki/index.html?curid=659453

Eyanoer, FHM., Sembiring M., Medju SJ. Damanik & J.Anwar, 1980. Laporan Akhir Komunitas Lingkungan Perairan dan Kehidupan Biologi Danau Toba Sumatera Utara. Pusat Kajian Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara. 69 Fazlisyam. 2008. Kiambang. http://com.kategory.kiambang.5_April_2008 Godman, R.C. dan A.J. Horne, 1983. Limnology, Mc. Graw Hill Inggris. Ginting, E.M, 2002. Pengaruh Aktivitas Manusia Terhadap Kualitas Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Heddy, S dan Kurniati M, 1994. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hafez. 2008. Kangkung si Pengusir Racun dan Resep Olahan. http://www.plantamor.com/spcdtail.php/5 April 2008 Ilyas D.S, 1998. Studi Pemanfaatan Ruang Daerah Air Danau Toba serta Hubungannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tk. II Sumatera Utara. Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kendeigh, S.C. 1980. Ecology With Special Reference to Animals and Man, Prentice Hall of India, New Delhi. Krebs, C.J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abudance. Third Edition. Harper & Row Publisher, New York. Koesbiono, 1979. Dasar-dasar Ekologi Umum. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lopinot A.C., 1971. Aquatic Weeds, Their Identification and Methods of Control. Department of Conservation Division of Fisheries Springfield, Illinois 62706.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Michael P, 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Mitchell, D.S., 1974. Aquatic Vegetation and Its Use and Control. UNESCO, Paris. Odum, E.P. 1984, Fundamentals of Ekologi, Third Edition, WB. Sounders Company Philadelphia dan London. Payne, A.I, 1986. The Ecologycal of Tropical Lake and Rivers. John Willey J. Sons, New York. Prescott, G.W. 1969. How to Know, The Aquatic Plants. WM.C Brown Company Publishers. Santoso, S. 2008. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Penerbit PT.Elex Media Komputindo, Jakarta. Sarjono, S.H. 1982. Analisis Vegetasi dari Komunitas Makrohidrophyta di Situ Bagendid-Garut. Tesis Pasca Sarjana (tidak dipublikasikan) Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sastrawijaya A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Van Bemmelen, RW. 1970. The Geology of Indonesia. Martinus Nijhoff, The Hugue. Wardana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta. Welch, E.B, 1980. Ecological Affects of Waste Water. Cambridge University Press. London. Wetzel, R.G. dan G.E.Likens, 1979. Limnological Analysis. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Whitten A.J. Anwar J, S.J. Damanik dan Hisyam, N. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Zar. J.H. 1999. Biostatistical Analysis. Prentice Hall. Inc. New Jersey.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lampiran 1. Data Vegetasi Akuatik di Perairan Danau Toba

Nilai Kerapatan Populasi (KP), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Akuatik di Stasiun I No 1 2 3 4 5 6 7 Nama Spesies Eichhornia crassipes Nelumbo Lutea Peltranda virginica Hydrilla verticillata Pistia stratiodes Ipomoea aquatica Marsilea villosa Jumlah total Jumlah spesies Jumlah Spesies 44 11 11 116 8 9 15 214 7 Rata-Rata 5,5 1,38 1,38 14,6 1 1,13 1,88 KP 5,5 1,38 1,38 14,6 1 1,13 1,88 KR(%) 20,47 5,14 5,14 54,33 3,72 4,21 6,99 100% F 0,75 0,50 0,50 1 0,38 0,38 0,38 FR(%) 19,28 12,85 12,85 25,71 9,77 9,77 9,77 100% INP(%) 39,75 17,99 17,99 80,04 13,49 13,98 16,76 200%

Nilai Kerapatan Populasi (KP), Kerapatan Relative (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Akuatik di Stasiun II No 1 Nama Spesies Eichhornia crassipes Jumlah Spesies 52 Rata-Rata 6,5 KP 6,5 KR(%) 38,01 F 1 FR(%) 42,11 INP(%) 80,12

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

2 3

Hydrilla verticillata Typha angustifolia Jumlah total Jumlah spesies

55 31 138 3

6,8 3,8

6,8 3,8

39,77 22,22 100%

1 0,38

42,11 15,78 100%

81,88 38,00 200%

72
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

101

Nilai Indeks Keanekaragaman Stasiun 1 No. 1 2 3 4 5 6 7 Nama Species Eichhornia crassipes Nelumbo Lutea Peltranda virginica Hydrilla verticillata Pistia stratiodes Ipomoea aquatica Marsilea villosa Ni 44 11 11 116 8 9 15 N = 214 Pi (ni/na) 0.20 0.05 0.05 0.54 0.03 0.04 0.07 Pi in pi - 0.32 - 0.14 - 0.14 - 0.33 - 0.10 - 0.12 - 0.18 =-1.33 Ni in ni 166.50 26.37 26.37 551.42 16.63 19.77 40.62 = 847.68 Ni (in ni )2 630.08 63.24 63.24 2621.20 34.59 43.45 110.00 = 3565.8

Nilai Indeks Keanekaragaman Stasiun 2 No. 1 2 3 Nama Species Eichhornia crassipes Hydrilla verticillata Typha angustifolia Ni 52 55 31 N = 138 Pi (ni/na) 0.37 0.39 0.22 Pi in pi - 0.36 - 0.37 - 0.33 =-1.06 Ni in ni 205.46 220.40 106.45 = 1.06 Ni (in ni )2 811.84 883.22 365.56 = 2060.62

73

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

101

H1Sta1

=-

pi ln pi

= 1,33

E=

1,33 1.33 H1 = = 0,68 = H max ln 7 1,94

S H1

ni(ln ni) ) ( ni ln ni ) /N
2 2 2

N2 3565,8 3357,76 45796

= 0,004542754

H1Sta2

=-

pi ln pi

= 1,06 H1 H1 1,06 E= = = = 0,97 H max In 3 1,09

S H2

ni(ln ni) ) ( ni ln ni ) /N
2 2 2

N2 2060,62 2053,28 19044

= 0,000385423

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

' ' ' SH 1 H 1 = S 2 H 1 + S 2 H '2

0,004542754 + 0,000385423

= 0,070

t=

' H 1 H '2 1,33 1,06 = ' ' 0,070 SH 1 H 2

0,27 0,070

= 3,85

db

(S H + S H ) (S H ) + (S H )
2 2 ' 1 ' 2 1 2 ' 2 2 2

' 2 2

N1

N2

(0,004542754 + 0,000385423) 2 0,000000096 + 0,000000001

0,000024286 0,000000097

= 250,38

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lampiran 2. Contoh Perhitungan (K,KR, F, FR, INP, H dan IS)

A. Contoh Perhitungan Kerapatan Populasi pada Eichornia crassipes

Kerapatan Populasi (KP)

Jumlah individu suatu jenis Luas Plot contoh / Plot pengamatan

5,5

= 1 m2

5,5

B. Contoh Perhitungan Kerapatan relatif pada Eichornia crassipes

Kerapatan populasi suatu jenis Kerapatan Relatif (KR)


=

Jumlah total kerapatan populasi x100% Seluruh jenis

5,5 = 26,87 x 100%

20,47%

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

C. Contoh Perhitungan Frekuensi Mutlak pada Eichornia crassipes

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah seluruh plot pengamatan

6 = = 8

0,75

D. Contoh Perhitungan Frekuensi Relatif pada Eichornia crassipes

Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (FR) =


Frekuensitotalseluruhjenis x 100%

0,75

3,89 x 100%

19,28%

E. Contoh Perhitungan Indeks Nilai Penting pada Eichornia crassipes

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

INP

= KR + FR = 20,47%+ 19,28%
= 39,75%

F. Contoh Perhitungan Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener pada Eichornia

crassipes di lokasi I

ni pi
=
N

44 =
214

= 0,20

= -pi ln pi
= - (-1,33) = 1,33

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

G. Contoh Perhitungan Indeks Keseragaman pada Lokasi I H E = H maks 1,33 = 1,94 = 0,68

H. Contoh Menghitung Indeks Similaritas Lokasi I dengan Lokasi II 2C IS = A + B 2x2 = 7+3 = 40% I. Contoh Menghitung skor untuk COD pada stasiun 1 menurut metode Storet Nilai minimum COD = 30,15 Nilai minimum melebihi baku mutu air golongan 1 ( > 10 ) maka diberi skore -2 Nilai maksimum COD = 30,25 Nilai maksimum melebihi baku mutu air golongan 1 ( > 10 ) maka diberi -2 X 100 % X 100 %

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Nilai rata-rata COD = 30,21 Nilai rata-rata melebihi baku mutu air golongan 1 ( > 10 ) maka diberi skore -6 Jumlah skor keseluruhan = -2 + -2 + -6 = -10

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lampiran 4. Foto-foto Hasil Penelitian

Lokasi penelitian 1

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lokasi Penelitian 2

Lokasi penelitian 3

Komunitas E. Crassipes dan P. virginica di Stasiun 1

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Pengambilan sampel tumbuhan E. crassipes

Komunitas E. crassipes dan Typha angustifolia pada Stasiun 2

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Tumbuhan Hydrilla verticillata

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

115

Proses pengawetan sampel tumbuhan

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

115

Lampiran 5. Tabel Uji Korelasi Pearson Hasil Stasiun I


COD IK Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .975** .005 5 Timbal Besi Amonia Nitrit Nitrat Posfat -.921* .503 .027 .388 5 5 .607 .278 5 -.638 .247 5 Sulfat Klorida TDS Suhu Kecerahan -.721 .169 5 .385 .098 .523 .875 5 5 .880* .049 5 DO pH

.272 -.389 .658 5 .517 5

-.571 .504 -.567 .315 .387 5 5 .319 5

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil Stasiun II
COD Timbal Besi Amonia Nitrit Nitrat Posfat Sulfat Klorida IK Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N -.111 .860 5 .580 -.415 .306 5 .487 5 .137 .826 5 .516 .373 5 -.302 .621 5 .405 -.108 .499 5 .863 5 TDS Suhu Kecerahan DO pH

-.664 -.547 -.479 .222 5 .340 5 .414 5

.580 -.602 .547 .305 5 .283 .340 5 5

Berpengaruh secara tidak signifikan

84
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

Lampiran 9. Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number)

1. Uji Pendugaan a. Masukkan sampel air minum pada botol Winkler dan simpan di lemari pendingin. b. Siapkan 5 tabung berisi 10 ml media LB double strength (DS) dan 10 tabung berisi 10 ml media LB Single Strength (SS), di dalam tiap-tiap tabung terdapat tabung durham. c. Masukkan 10 ml sampel ke dalam masing-masing lima tabung DS (Seri I) d. Masukkan 1 ml sampel ke dalam 5 tabung SS (Seri II) dan 0,1 sampel ke dalam 5 tabung SS (Seri III). e. Inkubasikan seluruh tabung selama 24-48 jam dengan temperatur 37 C. f. Setelah masa inkubasi, perhatikan ada tidaknya gas yang terbentuk pada tabung durham sebagai uji positif. Lihat nilai MPN pada tabel indeks MPN seri 5 tabung. 2. Uji Penegasan a. Tabung-tabung MPN yang positif, masing-masing diinokulasikan ke dalam media EMB dengan metode cawan gores, inkubasikan beserta tabung-tabung positif selama 24 jam dengan temperatur 37C. b. Jumlah cawan/tabung yang menunjukkan adanya pertumbuhan coliform dihitung nilai MPN coliform melalui tabel indeks MPN. 3. Uji Lengkap a. Dari pertumbuhan koloni pada media EMB, dipilih masing-masing satusatunya koloni yang mewakili coliform fecal dan satu koloni yang mewakili coliform non fecal. Dari masing-masing koloni tersebut dibuat pewarnaan gram, sisanya masing-masing dilarutkan ke dalam 3 ml larutan pengencer. b. Dari suspens tersebut inokulasikan ke dalam tabung berisi media LB dan tabung durham. c. Inkubasikan selama 24 jam dengan temperatur 37C. d. Koloni yang menunjukkan reaksi pewarnaan gram negatif berbentuk batang, membentuk gas di dalam media LB merupakan uji lengkap adanya bakteri coliform.

Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

You might also like