You are on page 1of 15

Pendekatan CBSA dan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran

untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad / Ali Rachman, M.Pd.

disusun oleh :

Kelompok 3
1. Ahda Annisa 2. Syibtiyah 3. Hasnasari 4. Uliana Nur Anggraeni 5. Yasmin Khairina 6. Adirta Risandi 7. Riza Rahman A1A310002 A1A310003 A1A310005 A1A310036 A1A310042 A1A310040 A1A310026

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI (REGULER A) BANJARMASIN 2011

Pendekatan CBSA dan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran

1. Pengertian Pendekatan CBSA Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Active Learning (SAL). CBSA bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa popular bukan teori, melainkan merupakan cara, teknik, atau dengan kata lain disebutkan teknologi. Dalam dunia pendidikan dan

pengajaran CBSA bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori pengajaran, CBSA merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang seharusnya. Artinya merupakan tuntutan logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar. Sebagai konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betulbetul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajarnya yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa CBSA menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek. Hampir tidak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu atau siswa yang belajar. Permasalahannya hanya terletak dalam kadar atau bobot keaktifan belajar siswa. Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang, dan ada pula keaktifan kategori tinggi. Seandainya dibuat rentang skala keaktifan 0-10, maka keaktifan belajar ada dalam skala 1 sampai 10, tidak ada skala nol betapapun kecilnya keaktifan tersebut. Dengan demikian hakikat CBSA pada dasarnya adalah cara atau usaha mempertinggi atau mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pengajaran. Bentuk kegiatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran misalnya dari kegiatan fisik yang mudah diamati (seperti kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, memperagakan dan mengukur), hingga kegiatan psikis yang sulit diamati (seperti mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya,

menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan

masalah, menyimpulkan hasil eksperimen, dan membandingkan satu konsep dengan konsep lainnya). Namun demikian, kegiatan tersebut harus menekankan pada keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan tersebut terjadi pada saat kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan pengetahuan, pada saat siswa mengadakan latihanlatihan dalam pembentukan keterampilan, dan sewaktu siswa menghayati dan menginternalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai. Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan CBSA berkaitan dengan keaktifan mental, baik intelektual maupun emosional, meskipun untuk merealisasikannya diperlukan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.

2. Rasionalisasi CBSA dalam Pembelajaran Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran, masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi Guru dalam proses pembelajaran, menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi ini terus terjadi, akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, disampig kemampuan dan kemauan untuk belajar terus menerus sepanjang hayatnya. Bertolak dari pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Guru hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada siswa, tapi juga mengajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Penerapan CBSA dalam proses pembelajaran bertumpu pada sejumlah rasional. Yang terpenting diantaranya ialah rasional yang berkaitan langsung dengan upaya perwujudan tujuan utuh pendidikan serta karakteristik manusia masyarakat dan masyarakat masa depan Indonesia yang dikehendaki. Secara umum, esensi tujuan pendidikan, menurut T. Raka Joni (1980) adalah pembentukan manusia yang bukan hanya dapat menyesuaikan diri hidup didalam masyarakatnya, melainkan lebih dari itu, mampu menyumbang bagi penyempurnaan masyarakat itu sendiri. Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, serta siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya. (Raka Joni, 1992). Disisi lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif.

3. Kadar CBSA dalam Pembelajaran Kadar atau rentangan derajat ke-CBSA-an, terjadi sebagai akibat dari adanya kecenderungan peristiwa pembelajaran, yakni yang berorientasi pada guru dan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. CBSA akan tampak lebih menunjukkan kadar yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi pada siswa, dan akan terjadi sebaliknya jika arah pembelajaran cenderung berorientasi kepada guru. Kadar CBSA bergantung dan dipengaruhi keaktifan siswa dalam merencanakan, melaksanakan, serta menilai proses dan hasil pembelajaran. Mc Keachie mengemukakan tujuh dimensi proses pembelajaran yang mengakibatkan terjadinya kadar ke-CBSA-an, yaitu : Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran Tekanan pada aspek afektif dalam belajar

Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang membentuk interaksi antar siswa Kekompakan kelas Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Yamamoto mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswa yang belajar maupun guru yang mengajar memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga akan memunculkan berbagai interaksi pembelajaran. Lindgren mengemukakan empat kemungkinan interkasi pembelajaran, yaitu : Interaksi satu arah, guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan. G

S1

S2

S3

S4

Interaksi dua arah antara guru dan siswa, dimana guru mendapatkan balikan dari siswa. G

S1

S2

S3

S4

Interaksi dua arah antara guru dan siswa, dimana guru mendapat balikan dari siswa, dan siswa saling berinteraksi satu dengan yang lain. G

S1

S2

S3

S4

Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara semua siswa. G

S1

S4

S2

S3

Raka Joni (1992: 19-20), mengungkapkan bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik sebagai berikut: Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar. Tujuan kegiatan tidak hanya sekedar mengejar standar akademis, tapi untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa. Penilaian dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur tingkat kemajuan siswa. 4. Rambu-rambu Penyelenggaraan CBSA Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak seharusnya pada perilaku siswa dan guru baik dalam program maupun proses pembelajaran.Rambu-rambu yang dimaksud adalah Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Keingintahuan yang ada pada diri siswa Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa Kuantitas dan kualitas uasaha yang dilakukan guru dalam membina dan membina keaktifan siswa Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator

Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan para guru dalam proses pembelajaran Keterikatan guru terhadap program pembelajaran Variasi interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar 5. Penerapan CBSA Proses belajar-mengajar terdiri dari dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaan dan tahapan kedua adalah pelaksanaan termasuk penilaian. Perencanaan proses belajar-mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan instruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa, metode dan alat bantu mengajar, dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan proses belajar-mengajar adalah pelaksanaan satuan pelajaran pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi interaksi guru dengan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) harus tercermin dalam kedua hal di atas, yakni dalam satuan pelajaran dan dalam praktek pengajaran. Dalam suatu pelajaran, pemikiran CBSA tercermin dalam rumusan isi satuan pelajaran sebab satuan pelajaran pada hakikatnya adalah rencana atau proyeksi tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu mengajar. Dengan demikian, guru yang akan mengajar dengan penekanan CBSA harus memikirkan hal-hal apa yang akan dilakukan serta menuangkan secara tertulis ke dalam satuan pelajaran. Dimulai dari merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK), guru harus memberikan peluang bahwa pencapaian tujuan tersebut menuntut kegiatan belajar siswa yang optimal. Merumuskan bahan pelajaran harus diatur agar menantang siswa aktif mempelajarinya. Kegiatan belajar siswa ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar kelompok, dan kegiatan belajar mandiri atau perorangan. Metode mengajar dan alat bantu pengajaran diusahakan dan dipilih oleh guru agar mennumbuhkan belajar bagi siswa. Demikian pula dalam penilaian guru hendaknya menyusun sejumlah pertanyaan yang problematik, sehingga menuntut siswa mencurahkan

pemikirannya secara optimal, kalau perlu berikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas ataupun dirumah. Oleh sebab itu, peranan satuan pelajaran dalam proses mengajar yang menekankan CBSA bukan semata-mata tuntutan administrasi guru, melainkan merupakan bagian penting dari praktek pengajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang optimal. Sudah barang tentu pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan ke dalam satuan pelajaran harus secara konsekuen dipraktekkan pada waktu guru mengajar, bukan sekedar rencana di atas kertas. Praktek pengajaran tersebut atau pelaksanaan satuan pelajaran yang telah dibuat, wujudnya tidak lain adalah tindakan guru mengajar siswa, yakni adanya interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dengan berpedoman kepada satuan pelajaran yang telah dibuat, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong semua siswa aktif melakukan kegiatan belajar secara nyata. Ada beberapa ciri yang harus tampak dalam proses belajar tersebut, yakni: a. Situasi kelas merangsang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas, tetapi terkendali; b. Guru tidak mendominasi pembicaraan, tetapi lebih banyak

memberikan rangsangan berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah. c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa, bisa sumber tertulis, sumber manusia, misalnya murid itu sendiri menjelaskan permasalahan kepada murid lainnya, berbagai media yang diperlukan, alat bantu pengajaran, termasuk guru sendiri sebagai sumber belajar. d. Kegiatan belajar siswa bervariasi, ada kegiatan yang sifatnya bersamasama dilakukan oleh semua siswa, ada kegiatan belajar yang dilakukan secara kelompok dalam bentuk diskusi, dan ada pula kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh setiap siswa secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur oleh guru secara sistematis dan terencana.

e. Hubungan guru dengan siswa sifatnya harus mencerminkan hubungan manusiawi bagaikan hubungan bapak-anak, bukan hubungan pimpinan dengan bawahan. Guru menempatkan diri sebagai pembimbing semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka menghadapi persoalan belajar. f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan yang mati, tetapi sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan kebutuhan siswa. g. Belajar tidak hanya dilihat dan diukur dari segi hasil yang dicapai siswa, tetapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh siswa. h. Adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan atau pernyataan gagasannya, baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar. i. Guru senantiasa menghargai pendapat siswa, terlepas dari benar atau salah, dan tidak diperkenankan membunuh, mengurangi atau menekan pendapat siswa di depan siswa lainnya. Guru bahkan harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnya secara bebas. 6. Pendekatan Keterampilan Proses Sebagai Bagian dari CBSA a. Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pengajaran Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan terjadi belajar, apabila terjadi proses perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman. Dari jabaran kegiatan pembelajaran tersebut, dapat diidentifikasi dua aspek penting yaitu aspek hasil belajar yakni perubahan perilaku pada diri siswa, dan aspek proses belajar, yakni sejumlah pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah

membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi dirinya sendiri. Bertolak dari hal ini hal-hal pokok yang hendaknya menjadi pengalaman siswa adalah berupa cara-cara penting untuk memproses dan memperoleh pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya. Penyelenggaraan pembelajaran ideal seperti itu seringkali tidak terwujud dalam realitasnya di sekolah. Kegiatan pengajaran seringkali didasarkan pada dua premis yang terkadang diungkapkan secara jelas. Premis pertama mengungkapkan bahwa siswa belajar sesuatu bukan karena hal yang dipelajari menarik atau menyenangkan baginya, tetapi siswa belajar hanya ingin menghindarkan diri dari ketidaksenangan jika ia tidak belajar. Berdasarkan premis ini, timbul tindakan yang mengkondisikan adanya ancaman tidak naik kelas, nilai rendah, hukuman, dll, agar siswa rajin belajar. Premis kedua mengungkapkan bahwa guru merupakan motor penggerak yang membuat siswa terus menerus belajar, dari pihak siswa tidak ada inisiatif belajar sendiri. Siswa seringkali dipandang sebagai botol kosong yang harus diisi oleh guru dengan air pengetahuan. Adanya dua premis tersebut mengakibatkan kegiatan pembelajaran cenderung menjadi kegiatan penjajahan daripada sebagai pemanusiaan, hal ini disebabkan siswa hanya sebagai objek kegiatan. Lalu apa yang harus dilakukan sekolah untuk mengidealkan kegiatan dan realitas pembelajaran? Jawabannya adalah penerapan Pendekatan

Keterampilan Proses (PKP), yang didasarkan pada : Percepatan perubahan iptek yang tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep dan prinsip pada diri siswa.. Pengalaman intelektual, emosional, dan fisik dibutuhkan agar didapatkan hasil belajar yang optimal. Penanaman sikap dan nilai pencarian kebenaran ilmu. b. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses dan Keterkaitannya dengan CBSA Pendekatan Keterampilan proses adalah wahana pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber

dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Dimyati dan Mudjiono (1999) menyimpulkan bahwa : Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan. Proses pengajaran yang berlangsung memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan tidak sekedar mendengar cerita atau penjelasan guru mengenai sesuatu ilmu pengetahuan. Justru di sisi lain siswa merasa berbahagia dengan peran aktifnya di dalam proses pengajaran. Pendekatan keterampilan proses mengantarkan siswa untuk belajar ilmu pengetahuan, baik sebagai proses ataupun sebagai produk ilmu pengetahuan sekaligus. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan pada upaya membelajarkan siswa bagaimana belajar. Oleh karena itu, hubungan antara CBSA dan PKP sangat erat dan berinteraksi secara timbal balik. Pendekatan keterampilan proses dapat dikatakan merupakan perwujudan dari upaya pembelajaran melalui CBSA. c. Jenis-jenis Keterampilan dalam Keterampilan Proses Keterampilan-keterampilan Dasar (Basic Skills), terdiri dari : (1) Mengamati (observasi) Dua sifat observasi yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.

Contohnya menentukan warna (penglihatan), mengenali suara jangkrik (pendengaran), membandingkan rasa manis gula dengan sakarin (pengecap), menentukan kasar halus objek (peraba), membedakan bau jahe dan bau lengkuas (penciuman). Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain

menggunakan panca indera juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat. Contoh kegiatan

mengamati yang bersifat kuantitatif adalah menghitung panjang ruang kelas dengan satuan ukuran meter, menentukan suhu air mendidihdengan bantuan termometer, dan membedakan luas daerah satu dengan daerah lainnya. (2) Mengklasifikasikan Mengklasifikasikan memilah berbagai merupakan objek keterampilan proses untuk

peristiwa

berdasarkan

sifat-sifat

khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contohnya mengklasifikasikan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok : binatang dan tumbuhan. (3) Mengomunikasikan Mengomunikasikan dapat diartikan sebagai keterampilan

menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip, imu pengetahuan dalam bentuk suara, visual atau suara dan visual sekaligus. Contoh kegiatan mendiskusikan masalah, membuat laporan, membaca peta, dll. (4) Mengukur Mengukur adalah kegiatan membandingkan objek yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contohnya mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur temperatur kamar, dll. (5) Memprediksi Memprediksi adalah kegiatan mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Misalnya, memprediksi cuaca pada hari tertentu. (6) Menyimpulkan Menyimpulkan adalah keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip

yang diketahui. Misalnya, berdasarkan pengamatan diketahui bahwa api lilin mati setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat, siswa dapat menyimpulkan bahwa lilin dapat menyala apabila ada oksigen. Keterampilan-keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills) (1) Mengenali variabel (2) Membuat tabel data (3) Membuat grafik (4) Menggambarkan hubungan antar variabel (5) Mengumpulkan dan mengolah data (6) Menganalisis penelitian (7) Menyusun hipotesis (8) Mendefinisikan variabel (9) Merancang penelitian (10) Bereksperimen d. Penerapan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Penerapan PKP dalam pembelajaran merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh setiap guru dalam pembelajarannya. Untuk dapat menerapkan PKP, kita perlu mempertimbangkan dan memperhatikan karakteristik siswa dan karakteristik mata pelajaran/bidang studi. Selain itu kita perlu menyadari bahwa dalam suatu kegiatan pembelajaran, dapat terjadi pengembangan lebih dari satu macam keterampilan proses. Untuk keterampilan dasar akni observasi, klasifikasi, prediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengomunikasikan, pengembangannya tidak berhenti hanya pada jenjang Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran di SMP maupun SMA atau SMK, penerapan pengembangan keterampilan dasar tetap dilakukan. Namun tidak lagi diperlukan uraian teorinya bagi siswa SMP dan SMA atau SMK, yang siswa sudah mampu melakukannya. Penerapan keterampilan terintegrasi PKP dalam pembelajaran jenjang SMP, SMA dan SMK, memerlukan pembahasan teoritis tentang masing-masing keterampilan terintegrasi yang membantu memudahkan siswa mempraktekannya. Mengingat

keterampilan

terintegrasi

dalam

PKP

merupakan

keterampilan

melaksanakan suatu

kegiatan penelitian, maka penerapan dalam

pembelajaran hendaknya dilakukan dengan urutan hierarkis. Dengan kata lain, sebelum satu keterampilan dikuasai oleh siswa, jangan langsung berpindah kepada keterampilan lainnya,karena hal ini hanya akan menyulitkan pemahaman siswa tersebut.

Kesimpulan :
CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajarnya yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. CBSA menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan pada upaya membelajarkan siswa bagaimana belajar. Oleh karena itu, hubungan antara CBSA dan PKP sangat erat dan berinteraksi secara timbal balik. Pendekatan keterampilan proses dapat dikatakan merupakan perwujudan dari upaya pembelajaran melalui CBSA. Keterampilan ini berupa keterampilan dasar (mengamati/observasi, mengklasifikasikan, mengomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan) dan keterampilan terintegrasi (mengenali variabel, membuat tabel data, membuat grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel, merancang penelitian, bereksperimen).

Daftar Pustaka

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru & anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta : Rineka Cipta http://tugaskuliah-ilham.blogspot.com201103cara-belajar-siswa-aktif-cbsadan.html, (on line) diakses 29 September 2011 pukul 19.49 WITA Purwanto, Ngalim. 2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sriyono, dkk. 1992. Teknik belajar mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara

You might also like