You are on page 1of 11

TUGAS SEJARAH KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA MASA PASCA PROKLAMASI HINGGA DEMOKRASI TERPIMPIN (1945-1950)

1. Usaha Bangsa Indonesia Mengatasi Hiperinflasi pada tahun 1945-1950 Berbicara mengenai hiperinflasi, pada masa 1945-1950 inflasi tersebut disebabakan karena : Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak terkendali (pada bulan Agustus 1945, uang yang beredar di Jawa mencapai 1,6 Milyar dan yang beredar pada masyarakat umum mencapai 4 Milyar) Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan Sekutu dari bankbank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai.(jumlahnya mencapai 2,3 milyar) Repubik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga pemerintah tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan Jepang tidak berlaku. Peredaran mata uang Jepang dan mata uang cadangan oleh pasukan Sekutu tersebut tidak diimbangi dengan pembelanjaan oleh masyarakat Indonesia. Kelompok yang paling menderita adalah para petani. Pada masa pendudukan Jepang, petani merupakan produsen yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.Karena pada inflasi ini, hasil pertanian mereka tidak dapat dijual, sementara nilai tukar mata uang yang mereka miliki sangat rendah. Pemerintah Indonesia yang baru saja berdiri tidak mampu mengendalikan dan menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut sebab Indonesia belum memiliki mata uang baru sebagai penggantinya. Pemerintah pada tanggal 1 Oktober 1945 mengeluarkan kebijakan untuk sementara waktu menyatakan ada 3 mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu: Mata uang De Javasche Bank Mata uang pemerintah Hindia Belanda Mata uang pendudukan Jepang Keadaan tersebut diperparah dengan diberlakukannya uang NICA di daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang baru (Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford). Hal ini melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik.

Pemerintah RI yang diwakili oleh Perdana Mentri Syahrir, melakukan protes keras. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional.

Perdana Mentri Syahrir

Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Karena tindakan sekutu tersebut maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI)sebagai pengganti uang Jepang.

Dari kiri : a)mata uang De Javasche Bank, b) Mata uang Jepang, c) mata uang NICA

2. Blokade Ekonomi Belanda Keadaan ekonomi Indonesia semakin memburuk setelah diadakannya blokade oleh Belanda. Belanda menutup pintu perdagangan Republik Indonesia dengan menutup pintu keluar-masuk perdagangan dengan Indonesia. Tindakan yang dilakukan semenjak November 1945 ini membuat Indonesia tidak mempunyai pemasukan karena Indonesia tidak bisa mengekspor barang produksinya. Blokade tersebut menyebabakan: a. Barang-barang ekspor RI terlambat terkirim. b. Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan banyak barang-barang ekspor Indonesia yang dibumi hanguskan. c. Indonesia kekurangan barang-barang import yang sangat dibutuhkan. d. Inflasi semakin tak terkendali sehingga rakyat menjadi gelisah.

Tujuan/harapan Belanda dengan blokade ini adalah - Agar ekonomi Indonesia mengalami kekacauan - Agar terjadi kerusuhan sosial karena rakyat tidak percaya kepada pemerintah Indonesia, sehingga pemerintah Belanda dapat dengan mudah mengembalikan eksistensinya. - Untuk menekan Indonesia dengan harapan bisa dikuasai kembali oleh Belanda. Usaha-usaha yang dilakukan Bangsa Indonesia untuk menghadapi blokade ekonomi tersebut adalah: a. Diplomasi Beras ke India (politis) Singkatnya, Pemerintah Indonesia membantu pemerintah Indonesia yang sedang dilanda bencana kelaparan dengan mengirimkan 500.000 ton beras dengan harga rendah. Hal ini dilakukan karena akibat blokade Belanda, hasil panen Indonesia melimpah dan tidak dapat dijual keluar negeri sehingga pemerintah memperkirakan bahwa untuk tahun mendatang produksi panen bisa diperoleh 200.000 sampai 400.000 ton. Sebagai imbalannya, India mengirimkan bahan sandang yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini. Akibat dari hal tersebut, Indonesia menjalin kerjasama dengan India dan mendapat dukungan aktif dari India secara diplomatik atas perjuangan Indonesia di Forum Internasional b. Hubungan Dagang secara Langsung Pihak pemerintah maupun swasta melakukan hubungan dagang langsung keluar negeri. Hal itu merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Usaha-usaha yang dilakukan : Banking and Trading Corporation (BTC) mengadakan kontrak dagang dengan perusahaan Amerika (Isbrantsen Inc.). Tujuan dari kontrak ini adalah untuk membuka jalur diplomatis ke berbagai negara. BTC sendiri adalah Perseroan Bank dan Perdagangan yang merupakan badan perdagangan semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi pemerintah. Badan ini dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Eng Die. Dari kontrak tersebut, hasil transaksi pertama adalah Amerika bersedia membeli barang produksi Indonesia berupa gula, karet, teh, dan lain-lain. Sayangnya, kapal Amerika tersebut dihalangi oleh Belanda dan muatan barang produksi Indonesia tersebut disita Sasaran beralih ke Malaysia dan Singapura. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil

diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-. Usaha tersebut dilakukan sejak 1946 sampai akhir masa perang kemerdekaan. Pelaksanaan ini dibantu oleh Angkatan Laut Indonesia serta daerah produsen barang ekspor. Dari situlah Indonesia berhasil memperoleh senjata, obatobatan, dan barang-barang lain. Tahun 1947, Indonesia membentuk perwakilan resmi di Singapura yang bernama Indonesian Office (Indoff). Secara resmi, badan ini merupakan badan yang memperjuangkan politik luar negri Indonesia yang di sisi lain melakukan perdagangan barter secara rahasia untuk menembus blokade Belanda. Badan tersebut juga berperan sebagai perantara dengan pedagang Singapura dan mengusahakan kapal yang diperlukan. Membentuk perwakilan kementrian pertahanan di luar negeri yaitu Kementrian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokoknya adalah pembelian senjata dan perlengkapan angkatan perang.

3. Oeang Republik Indonesia (ORI) Adanya Oeang Republik Indonesia (ORI) disebabkan karena Panglima AFNEI melanggar kesepakatan, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia tidak akan ada mata uang baru. Tindakan AFNEI yang mengedarkan mata uang NICA di daerah yang didudukinya ini diprotes oleh Pemerintah Indonesia melalui Perdana Mentri Syahrir tapi tidak digubris. Oleh karena itu, pada Oktober 1946, didahului pidato wakil presiden Moh. Hatta lewat RRI, Pemerintah RI menyatakan mengeluarkan ORI sebagai pengganti uang Jepang. ORI tampil dalam bentuk kertas yang dicetak oleh Percetakan Canisius. Berdesain sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus senilai satu sen. Pada bagian muka bergambar keris terhunus dan pada bagian belakang bergambar teks undang-undang. ORI pertama kali ditandatangani oleh Menteri Keuangan saat itu, yaitu A.A Maramis. Mulai saat itu, uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi.

A.A. Maramis

Masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan dapat mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah.

Mengenai pertukaran uang Rupiah Jepang diatur berdasarkan UU No. 19 tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946. Tanggal 25 Oktober selanjutnya dijadikan sebagai hari keuangan. Dasar nilai ORI ditetapkan 10 Rupiah ORI sama dengan harga seberat 5 gram emas murni. Sementara untuk dasar penukaran dengan uang Jepang, ditetapkan 50 ruah uang Jepang sama dengan 1 rupiah ORI untuk daerah Jawa dan Madura. Di luar Jawa dan Madura, dasar penukarannya adalah 100 rupiah uang Jepang sama dengan 1 rupiah ORI. Selain itu, setiap keluarga hanya dibolehkan untuk memiliki uang ORI senilai Rp 300,00 dan bagi yang tidak berkeluarga Rp 100,00. Dalam pelaksaan koordinasi dan pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara yang semula adalah Yayasan Pusat Bank ini didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing. Margono Djojohadikusumo Meskipun begitu, usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata uang nasional tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah RI akibat perundingan IndonesiaBelanda. Sehingga di beberapa daerah mengeluarkan mata uang sendiri, yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS (Uang Republik Propinsi Sumatera) di Sumatera, URIBA (Uang Republik Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB (Uang Republik Indonesia Banten) di Banten dan Palembang. Presiden Soekarno merupakan tokoh yang paling sering ditampilkan dalam desain uang kertas ORI. Kemudian seiring waktu, uang seri ORI pun bermunculan. Uang kertas Seri ORI II pada 1 Januari 1947, Seri ORI III pada 26 Juli 1947, Uang Seri ORI Baru pada 17 Agustus 1949, dan Uang Seri Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1 Januari 1950. Untuk Uang Kertas Seri ORI II dan III, serta Uang ORI Baru diterbitkan di Yogyakarta. Sementara ORI seri RIS diterbitkan di Jakarta. 4. India Rice/Politik Beras Akibat adanya blokade ekonomi belanda, keadaan ekonomi Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itu, Sutan Sjahrir, sebagai Perdana Menteri sekaligus Menteri Luarnegeri Indonesia pada saat itu merancang strategi sebagai bentuk usaha untuk menembus blokade ekonomi. India yang sedang mengalami bencana kelaparan karena dilanda kekeringan menjadi perhatian P.M Sjahrir. Kemudian P.M Sjahrir mengusulkan untuk mengadakan diplomasi beras, yaitu mengirimkan 500.000 ton beras dengan sebagai imbalannya India mengirimkan bahan-bahan pakaian, alat-alat pertanian, atau berupa motor gerobak dan kapal pengangkut yang dibutuhkan oleh Indonesia. Pengiriman beras sebesar 500.000 ton dianggap tidak merugian Indonesia, karena pada saat itu pertanian Indonesia sedang mengalami surplus, yaitu sebesar 200.000 sampai 400.000

ton. Tujuan diplomasi simbolik tersebut adalah demi masalah politis Indonesia, yang pada saat itu merupakan negara yang belum diakui oleh keberadaannya oleh negara-negara lain. Usaha diplomasi beras lebih diperuntukkan untuk menembus isolasi ekonomi oleh Belanda. Hal itu disebabkan karena pada perjanjian Linggarjati mendatang, Indonesia harus menjual surplus beras ke negara-negara yang dikuasai oleh Belanda. Pemerintah kemudian lebih memilih untuk mengirim ke India karena India adalah negara di Asia yang paling aktif membantu perjuangan diplomatik dalam forum-forum internasional dalam rangka memerdekakan dirinya dan untuk solidaritas bangsa-bangsa Asia Mei 1946, Pemerintah Indonesia memperoleh kepercayaan dari rakyat Indonesia mengenai pengiriman beras ke India. Jawatan Kereta Api menyatakan bahwa mereka bersedia untuk membantu pemerintah dalam pengangkutan beras agar sampai dengan selamat di tempat tujuan yaitu menuju pelabuhan. Selain itu, Badan Perekonomian Rakyat Indonesia di Karawang dan Pusat Tenaga Ekonomi menyatakan siap dan sanggup untuk menyediakan masing-masing 15 ton beras. Tanggal 13 Mei 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir menerima ucapan terima kasih dari Jawaharlal Nehru dan kemudian berlanjut melakukan perundingan lanjutan. Bantuan beras yang diajukan Indonesia mulai dibicarakan oleh Perdana Menteri Sjahrir dengan K.L punjabi, yaitu wakil pemerintahan India yang diutus oleh Jawaharlal Nehru. Dalam perundingan ini, pemerintah Indonesia menungu kedatangan kapal pengangkut India yang yang akan mengangkut beras dari Indonesia ke India. Proses diplomasi tersebut dilakukan oleh P.M Indonesia, Sutan Sjahrir melalui sebuah perjamuan makan untuk K.L. Punjabi. Dalam perjamuan makan tersebut K.L. Punjabi menyetujui pengiriman beras ke India. Kemudian, sebagai tanda persaudaraan, Sutan Sjahrir menyiapkan sekeranjang beras yang ditutupi dengan bendera merah putih yang akan diserahkan kepada Raja Muda Lord Wavell di India. Pada tanggal 23 Mei 1946, Indonesia mendapat ucapan terima kasih oleh Dewan Pekerja Partai Kongres India mengenai penawaran 500.000 ton. India beranggapan bahwa bila bantuan beras Indonesia yang dilakukan pada saat keadaan yang penuh masalah kepada India merupakan bentuk persaudaraan yang kekal antara Indonesia dan India Pada tanggal 27 Mei 1946 di Jakarta dibentuk Panitia Pengiriman Beras ke India. Panitia tersebut diketuai oleh Ir. Subiarto dengan anggota-anggotanya, yaitu Masdani sebagai ketua bagian Pengumpulan, Ir. Abdulkadir sebagai ketua Pengangkutan, Mr. Sjarufuddin dan Mr. Tamsil sebagai ketua bagian Penerangan, Ir. Darmawan, Ir. Abdulkarim, Ny. Mr. M. U. Santoso, Moh. Natsir, Gaoh, Mr. Utojo, Kapten Sudiarso, R.M. Margono Djojohadikusumo, Harsudi, Sastrosuwignjo, Ir. Sosrohadikusumo sebagai ketua Pembagian Barang, dan

Suwardi sebagai ketua bagian Keuangan. Ketua-ketua yang telah terpilih tersebut kemudian membentuk badan pekerja, dan masing-masing merencanakan kegiatan bagiannya. Pada tanggal 15 Juni 1946 pemerintah Indonesia telah mendapatkan kabar dari Kantor berita Antara tentang pemberangkatan 4 kapal India ke Indonesia untuk mengangkut 500.000 ton beras yang telah dijanjikan. Tanggal 25 Juni 1946, Perdana Menteri Sjahrir beserta K. L. Punjabi berangkat ke Yogyakarta untuk menemui Presiden Soekarno mengenai masalah beras bersama sejumlah wartawan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Jawa Timur disertai dengan Ir. Darmawan Mangunkusumo sebagai Menteri Kemakmuran dan Mr. Maria Ulfah Santoso sebagai Menteri Sosial. Pengiriman beras berhasil dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1946 melalui pelabuhan Probolinggo dan dapat sampai ke India dengan selamat. Diplomasi beras ini membuat Indonesia diakui kemerdekaannya oleh ngara-negara lain. Kemudian, karena telah dibantu dengan sejumlah beras, India mengirimkan bahan-bahan pakaian, obat-obatan, maupun alat-alat pertanian seperti yang telah menjadi kesepakatan antara Indonesia dan India dalam Diplomasi Beras. Selain itu, India juga melarang pesawat terbang Belanda singgah di bandara udara India. Tidak hanya dalam penerbangan, pelabuhan-pelabuhan India pun melarang disinggahi oleh kapal-kapal Belanda yang ingin datang ke India. 5. Lembaga Ekonomi yang Dibentuk untuk Mengatasi Kondisi Ekonomi Untuk mengatasi kondisi ekonomi yang memburuk, Pemerintah membentuk beberapa lembaga ekonomi. Berikut beberapa lembaga/badan tersebut : a. Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947 Setelah diadakan konferensi ekonomi kedua, BPE dibentuk. Badan ini dibentuk atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
A.K. Gani

Rencana tersebut adalah : Semua bangunan umum, perkebunan dan industri yang menjadi milik negara pada masa sebelum perang akan diambil alih oleh pemerintah. Bangunan milik perusahaan asing akan dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti rugi.

Perusahaan milik Jepang akan disita dan diambil alih pemerintah sebagai ganti rugi atas pendudukannya. Perusahaan modal asing akan dikembalikan kepada yang berhak setelah perjanjian Indonesia-Belanda Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini, modal terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan. Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Rencana ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.

b. Rekontruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948 Program ini diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Rasionalisasi yang dimaksudkan adalah penyempurnaan administrasi negara, angkatan perang dan aparat ekonomi. Sejumlah angkatan perang dikurangi secara dratis. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi beban ekonomi negara, serta meningkatkan efesiensi. Mengapa demikian? Karena sejumlah angkatan perang tersebut akan dialihkan untuk menjadi tenaga produktif yang diurus oleh Mentri Pembangunan dan Pemuda. Rasionalosasi tersebut diikutidengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul dan peternakan. c. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE) Organisasi ini dipimpin oleh B.R. Motik. Badan ini dibentuk untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta yang dulu di larang oleh Belanda. Pengusaha swasta tersebut diharap dapat mengembangkan perekonomian nasional. Tak hanya itu, PTE pun bertujuan untuk melenyapkan sifat individualis di kalangan pedagang dan mempersatukannya sehingga mampu memperkokoh ketahan ekonomi bangsa Indonesia. PTE tidak berjalan dengan baik meskipun didukung oleh pemerintah. Bahkan hanya mampu memdirikan satu Bank PTE yang bertempat di Yogyakarta dengan modal

awal Rp 5.000.000,00. Kegiatan ini semakin mengalami kemunduran akibat Agresi Militer Belanda. d. Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan) Seperti yang kita ketahui pada bahasan usaha menghadapi blokade ekonomi Belanda, Banking and Trading Corporation (BTC) mengadakan kontrak dagang dengan perusahaan Amerika (Isbrantsen Inc.). Kontrak ini dimaksudkan untuk membuka jalur diplomatis ke berbagai negara. BTC sendiri adalah Perseroan Bank dan Perdagangan yang merupakan badan perdagangan semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi Sumitro pemerintah. Badan ini dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Djojohadikusumo Eng Die. Selain keempat badan itu, Indonesia juga berusaha untuk mengaktifkan kembali Gabungan Perusahaan Perindustrian dan Perusahaan Penting, Pusat Tembakau Indonesia, Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) dalam rangka memperbaiki ekonomi Indonesia.

6. Plan Kasimo Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Sekilas mengenai Kasimo, dalam bidang pemerintahan, di awal kemerdekaan pada tahun 1947-1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, kemudian menjadi Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto
I.J. Kasimo

Tirtoprodjo ia juga menjabat sebagai menteri. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), Kasimo duduk sebagai wakil Republik Indonesia dan kemudian setelah RIS dilebur sebagai anggota DPR. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap ia menjabat sebagai Menteri Perekonomian. Kembali ke Plan Kasimo, pada dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, yaitu tahun 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk itu, Kasimo menyarankan beberapa hal, yaitu : a. Memanfaatkan tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 hektar untuk dijadikan lahan pertanian/perkebunan.

I.J. Kasimo dan Soekarno

b. c. d. e.

Mengadakan intensifikasi dengan menanam bibit padi unggul di Jawa. Mencegah adanya penyembelihan hewan tanpa alasan. Membentuk kebun bibit pada tiap desa. Dilaksanakannya program tranmigrasi untuk perataan penduduk. 7. Obligasi Nasional

Dengan persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP), dilakukan pinjaman nasional untuk mengatasi kesulitan moneter.Sehingga kemudian di bentuklah Bank Tabungan Pos, bank ini berguna untuk penyaluran pinjaman nasional untuk meningkatkan

kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, lr. Surachman berdasarkan Undang-Undang No.4/1946. Pinjaman Nasional
akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun. Pemerintah mencoba menggalang dana sebesar Rp 1.000.000.000,00. Dan pada Juli 1946 seluruh penduduk di Jawa dan Madura diwajibkan menyetorkan uangnya ke bank Tabungan Pos dan rumah pegadaian. Pinjaman Nasional ini cukup berhasil, dibuktikan dari hasil yang dikumpulkan pada akhir tahun, dapat diperoleh sejumlah uang sebesar Rp 500.000.000,00. Ini menunjukkan bahwa rakyat percaya dan memberikan dukungan yang besar kepada Pemerintah RI.

TUGAS SEJARAH
KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA MASA PASCA PROKLAMASI HINGGA DEMOKRASI TERPIMPIN

Disusun oleh : Rusyda Dyah Utari Aditya XI IPA 3/18 SMA Negeri 7 Yogyakarta

You might also like