You are on page 1of 38

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN

NOMOR . TAHUN 2008 SERI . NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR .. TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ; dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 9 Tahun 1996 tentang Bangunan Perlu disesuaikan ; b. bahwa untuk melaksanakan penyesuaian sebagaimana di maksud huruf a perlu mengatur kembali Izin Mendirikan Bangunan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara Tahun 1950) 2. Undang undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186); 4. Undang undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3715) ; 5. Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) ; 6. Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ;

7.

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046) ; 8. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469) ; 9. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3470) ; 10. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3699) ; 11. 12. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377) ; Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377) ; 13. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 14. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) ; 15. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) ; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293) ; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di bidang Pekerjaan

Umum kepada Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353) ; 18. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692) ; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3777); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4156); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 45,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ; 30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Mendirikan Bangunan dan Ijin Undang undang Gangguan Bagi Perusahaan Industri ; 31. 32. 33. 34. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 Peraturan daerah Propinsi Jawa tengah Nomor 11 Tahun Pengelolaan Kawasan Lindung; tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ; tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah ; 2004 tentang garis Sempadan (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah tahun 2004 Nomor 46 Seri E Nomor 7); 35. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Tahun 1988 Nomor 4). Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sragen MEM UTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud : a. Daerah adalah Kabupaten Sragen ; b. Kepala Daerah adalah Bupati Sragen ; 4

c. Dinas Tata Kota dan Kebersihan adalah Dinas Tata Kota dan Kebersihan Kabupaten Sragen yang selanjutnya disingkat dengan DTK ; d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku ; e. Badan adalah bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya ; f. Pengawas Bangunan adalah Pegawai yang ditunjuk oleh Kepala DTK untuk mengawasi bangunan bangunan yang dimohonkan izin kepada Bupati ; g. Bangunan adalah Setiap Bangunan dengan nama, bentuk dan dari bahan apapun yang membentuk ruang seluruhnya atau sebagian, beserta bangunan bangunan yang lain berhubungan dengan bangunan itu di wilayah Kabupaten Sragen. h. Garis Sempadan adalah garis yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling / pekarangan yang boleh dan yang tidak boleh dibangun bangunan bangunan ; i. Izin Mendirikan Bangunan atau disingkat dengan IMB adalah izin yang dikeluarkan oleh Bupati dengan memberikan hak kepada pemiliknya untuk mendirikan, mengubah atau menambah bangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; j. Izin Penggunaan Bangunan atau disingkat dengan IPB adalah izin yang dikeluarkan oleh Bupati dengan memberikan hak kepada pemiliknya untuk menggunakan bangunan yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; k. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan hukum ; l. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi ; m. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut peraturan perundang undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu ; n. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah ; o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang ; p. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang disingkat dengan STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;

q. Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD) adalah nomor wajib retribusi yang didaftar dan menjadi identitas bagi setiap wajib retribusi ; r. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan disingkat dengan SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi daerah yang telah ditetapkan ; s. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya sama dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan ; t. Penagihan Retribusi Daerah adalah serangkaian kegiatan retribusi daerah yang diawali dengan penyampaian surat peringatan, surat teguran yang bersangkutan melaksanakan kewajiban untuk membayar retribusi sesuai dengan jumlah retribusi yang terutang ; BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 a. b. Dengan nama retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi kepada orang Obyek retribusi adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin

pribadi atau Badan Hukum atas setiap pendirian suatu bangunan. kepada orang pribadi atau badan hukum meliputi pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang untuk melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. c. Subyek retribusi izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau badan hukum yang diberikan izin mendirikan bangunan. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 3 a.a Retribusi Izin Mendirikan Bangunan merupakan salah satu jenis Retribusi

perizinnan tertentu. BAB IV PERIZINAN Bagian Pertama Permohonan IMB Pasal 4 (1) (2) (3) (4) Setiap mendirikan, mengubah dan atau merobohkan bangunan harus memiliki IMB. IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, diberikan oleh Bupati. Permohonan Izin dilakukan oleh Badan Hukum, atau perorangan. Tidak diperlakukan IMB untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut ;

a. b. c. d. e. f. g. h.

Memplester, mengecat, mengapur dan pekerjaan mengawetkan bahan ; Mengadakan perbaikan ringan tanpa mengubah konstruksi ; Membuat lantai, ventilasi, talang air, jamban dan saluran pembuangan air Memindahkan, memperbaiki pintu dan jendela ; Mendirikan pagar halaman dengan bahan yang tidak permanen ; Membongkar bangunan atas perintah Bupati karena alasan tertentu ; Membongkar bangunan yang terbuat dari kayu dan bahan lain yang sejenis ; Memperbaiki bangunan yang rusak karena bencana alam atau musibah

limbah dengan memperhatikan kesehatan lingkungan ;

sepanjang tidak menyimpang dari IMB yang telah dimiliki. Bagian Kedua Persyaratan IMB Pasal 5 (1) untuk mendapatkan IMB sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini, adalah sebagai berikut : a. b. c. 1) Pemohon mengajukan permohonan secara tertulis yang diketahui oleh Kepala Permohonan ditujukan kepada Bupati lewat Kepala DTK dengan cara mengisi Permohonan tersebut dilampiri : Gambar rencana rangkap 3 sesuai dengan ketentuan gambar rencana yang dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang konstruksi yang akan digunakan untuk gambar bangunan yang lebih dari 2 (dua) lantai atau ketinggian lebih dari 6 (enam) meter harus dilengkapi perhitungan konstruksi dan hasil pemeriksaan tanah, kecuali untuk bangunan 2 lantai dengan bentang 6 meter atau kurang dan atau bangunan yang menurut pertimbangan pemeriksa IMB dipandang layak dari segi konstruksi ; 2) 3) Foto copy sertifikat hak atas tanah atau surat keterangan status tanah dari Surat pernyataan tidak keberatan dari tetangga bagi bangunan bertingkat pejabat yang berwenang ; dan bangunan untuk usaha, bagi bangunan untuk tempat ibadah pernyataan dari tokoh masyarakat, agama dan alim ulama serta rekomendasi dari Departemen Agama Kabupaten Sragen ; 4) 5) Foto copy izin peruntukan penggunaan tanah bagi pemohon yang Foto copy Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan atau berbadan hukum ; pendirian bagi perusahaan yang berbadan hukum ; Desa/ Kelurahan dan Camat setempat ; formulir yang telah disediakan ;

6) 7) (2) a. b. c. d. e. (3) (4) bahan.

Bukti tanda pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) tahun terakhir ; Membayar biaya IMB. gambar situasi ; gambar denah ; gambar tampang bangunan dari pandangan samping dan muka ; gambar penampang lintang dan penampang membujur ; detail konstruksi yang dianggap penting ;

Gambar sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c angka 1 pasal ini terdiri dari :

gambar situasi dibuat dengan ukuran minimal skala 1 : 1.000 dan untuk gambar dalam permohonan izin mendirikan bangunan dijelaskan tentang penggunaan

denah dibuat dengan ukuran minimal 1 : 1.00.

Bagian Ketiga Pemberian IMB Pasal 6 (1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal pemohon mengajukan IMB beserta lampiran-lampiran yang ditentukan dalam pasal 5 Peraturan Daerah ini diterima, Bupati harus sudah mengambil Keputusan atas permohonan tersebut dan menyampaikan pemberitahuan kepada pemohon. (2) Permohonan IMB dapat dikabulkan untuk seluruh bangunan atau sebagian bangunan yang direncanakan yang secara struktural merupakan bagian yang terpisah. Pasal 7 (1) (2) Permohonan IMB ditolak oleh Bupati apabila bertentangan peraturan perundangundangan yang berlaku atau bertentangan dengan kepentingan umum. Penolakan atas permohonan IMB diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dengan menyatakan alasan penolakan. Pasal 8 Pemberian IMB atau penolakan IMB dapat ditunda berdasarkan : a. Pemerintah Daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk penelitian, khususnya persyaratan bangunan serta pertimbangan lingkungan yang direncanakan ;

b.

Pemerintah Daerah sedang menyusun, mengevaluasi dan atau merevisi Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Rencana Umum Tata Ruang Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Teknik Tata Ruang Kota ; c. Penundaan keputusan berdasarkan alasan tersebut pada huruf a dan b pasal ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan terhitung saat diterimanya permohonan IMB. Pasal 9 (1) (2) Tidak diperlukan IMB terlebih dahulu seperti tersebut pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini bagi bangunan apabila ditunda akan menimbulkan bahaya. Pembetulan atau penggantian tersebut dalam ayat 91) pasal ini dalam waktu 2 (dua) x 24 jam setelah peninjauan dimulai wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bupati dan mengajukan permohonan IMB sesuai pasal 4 Peraturan Daerah ini. Pasal 10 IMB untuk bangunan sementara diberikan dengan mencantumkan syarat bahwa bangunan yang bersangkutan akan dibongkar sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Pasal 11 (1) IMB berisi keterangan tentang : a. b. c. d. e. f. g. Nama dan alamat pemegang ; Jenis bangunan yang diizinkan ; Peruntukan bangunan yang diizinkan ; Alamat bangunan yang diizinkan ; Besarnya biaya IMB yang ditetapkan ; Gambar ikhtisar bangunan yang diizinkan ; Garis sempadan.

(2) Garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g Pasal ini, diukur dari as jalan dengan jarak berdasarkan ketentuan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. Jalan arteri primer tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter ; Jalan kolektor primer tidak kurang dari 15 (lima belas) meter ; Jalan lokal primer tidak kurang dari 10 (sepuluh) meter ; Jalan arteri sekunder tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter ; Jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter ; Jalan lokal sekunder tidak kurang dari 4 (empat) meter ;

g.

Jembatan tidak kurang dari 100 (seratus) meter ke arah hilir atau hulu.

Bagian Keempat Berlakunya IMB Pasal 12 (1) IMB hanya berlaku bagi badan hukum atau perorangan yang namanya tercantum dalam IMB. (2) Bila pemohon berbentuk badan hukum dan badan hukum tersebut bubar sebelum permohonan IMB yang diajukan diputuskan maka terhadap permohonan IMB itu tidak diambil Keputusan, dan apabila bubar setelah IMB ditetapkan maka IMB menjadi batal Pasal 13 (1) IMB dinyatakan tidak berlaku lagi apabila a. b. c. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak diterimanya keputusan Setelah dimulai, kemudian berhenti dan tidak ditempati serta tertunda lebih dari IMB tidak diambil oleh pemohon dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung pemegang IMB belum mulai mendirikan bangunan ; 3 (tiga) tahun dengan didahului peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali ; sejak diterimanya pemberitahuan. (2) Apabila terjadi hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini , untuk mendirikan atau meneruskan bangunan yang bersangkutan pemohon harus mengajukan permohonan kembali untuk mendapatkan IMB yang baru. (3) Akibat tidak berlakunya lagi IMB karena hal tersebut dalam ayat (1) Pasal ini, maka biaya yang telah dibayar oleh pemohon tidak dapat diminta kembali. Pasal 14 (1) Apabila pemegang IMB menghendaki perubahan ketentuan yang telah ditetapkan pada gambar rencana yang telah disyahkan, maka yang bersangkutan harus memberitahukan maksudnya kepada Bupati secara tertulis lewat Kepala DTK. (2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, Kepala DTK meneliti permohonan dimaksud dan selanjutnya diteruskan kepada Bupati untuk diputuskan. (3) Apabila permohonan dimaksud dikabulkan, maka pada IMB yang dimohonkan perubahan ditambahkan catatan-catatan perubahan.

10

Pasal 15 IMB yang rusak atau hilang dapat dimintakan salinan/ kutipan dengan dipungut biaya administrasi sebesar 5% dari Retribusi IMB lama. Pasal 16 (1) (2) Merobohkan bangunan dilaksanakan berdasarkan IMB dan atau perintah merobohkan bangunan. Bupati berwenang memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk merobohkan sebagian atau seluruh bangunan yang dinyatakan : a. b. c. Rapuh. Tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 17 Dalam keadaan yang sangat mendesak, untuk mencegah timbulnya bahaya, maka Bupati dapat mengambil tindakan pengamanan atas biaya pemilik IMB. BAB V PENCABUTAN IMB Pasal 18 (1) Bupati dapat mencabut IMB yang telah diberikan apabila : a. b. Permohonan IMB didasarkan pada keterangan yang tidak benar ; Pelaksanaan pekerjaan ternyata menyimpang dari rencana yang telah

ditetapkan. (2) Sebelum IMB dicabut kepada pemegang IMB yang bersangkutan diberikan peringatan baik lisan maupun tertulis dengan disertai alasan yang jelas. (3) Apabila yang berkepentingan akan melanjutkan pembuatan atau pembongkaran bangunan tersebut harus memperbaharui IMB. Pasal 19

11

Apabila pemegang IMB melakukan pelanggaran akan tetapi IMB tidak dicabut karena yang bersangkutan bersedia untuk mematuhi peringatan Bupati, maka kepada pemegang IMB dimaksud harus secepatnya melengkapi, membongkar, mengubah dan memperbaharui segala sesuatunya yang tidak sesuai dengan ketentuan dan atau petunjuk dalam IMB. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMEGANG IMB Pasal 20 (1) Pemegang IMB wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bupati meliputi kegiatankegiatan : a.Saat akan dimulainya pekerjaan mendirikan / merubah/ merobohkan bangunan ; b.Saat penyelesaian bagian pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan. (2) Pemberitahuan tersebut ayat (1) huruf b Pasal ini , diajukan pemegang IMB sekurangkurangnya 2 (dua) hari kerja sebelum kegiatan-kegiatan dimulai atau diakhiri. Pasal 21 Selama mendirikan bangunan pemegang IMB berkewajiban : a.Mentaati semua ketentuan dan petunjuk-petunjuk teknis yang telah ditentukan dalam IMB yang diperoleh dan petunjuk-petunjuk yang diberikan secara lisan oleh pemeriksa IMB ; b.Sewaktu-waktu apabila diperiksa oleh pemeriksa IMB dapat memperlihatkan/ menunjukkan IMB dari bangunan yang bersangkutan ; c.Mengusahakan agar pemeriksaan atas tanah, pengukuran, penggalian dan pembongkaran tanah yang telah ditetapkan dalam IMB dikerjakan dengan cepat ; d.Mengusahakan agar urat-urat besi beserta cetakan seluruhnya telah disiapkan sebelum melakukan pengecoran apabila mendirikan bangunan menggunakan konstruksi kolom beton bertulang ; e.Segera melaporkan kecelakaan yang terjadi ditempat mendirikan bangunan atau bangunan yang roboh atau runtuh kepada pemeriksa IMB ; f. Setelah pekerjaan selesai, bangunan-bangunan, pagar-pagar yang didirikan/ dipasang sementara sebagai penunjang bangunan yang diizinkan segera dibongkar ; g.Memperhatikan dan melaksanakan syarat-syarat teknis kebersihan, keindahan serta syarat-syarat lainnya dalam kaitannya dengan penggunaan bahan dan alat yang diatur dalam peraturan yang berlaku saat bangunan sedang didirikan, begitu pula penempatan bahan bangunan harus pada tempat yang tidak mengganggu ketertiban umum ;

12

h.Memberikan izin kepada pemeriksa IMB untuk memasuki ruang bangunan sewaktuwaktu guna pemeriksaan ; i. Apabila pelaksanaan pembangunan mengganggu sarana kota, maka pelaksanaan pemindahan/ pengamanan sarana kota tersebut tidak boleh dilakukan sendiri tetapi harus dikerjakan pihak berwenang atas biaya pemegang IMB atau dikerjakan oleh pemegang IMB atas izin dari pihak yang berwenang. Pasal 22 (1) selama pekerjaan mendirikan/ merubah merobohkan bangunan dilaksanakan, pemegang IMB diwajibkan mengamankan lokasi bangunan sehingga tidak mengganggu lingkungan ; (2) setiap pemegang IMB wajib memasang papan petunjuk yang memuat keterangan tentang : nomor dan tanggal IMB ; nama pemilik IMB ; jangka waktu pelaksanaan pembangunan ; jenis bangunan ; peruntukan bangunan ; lokasi/ alamat bangunan ; pelaksanaan bangunan. Pasal 23 (1) Setiap bangunan yang didirikan atau diubah tidak berdasarkan IMB, Bupati dapat

a.

b.

c.

d.

e.

g.

memerintahkan kepada pemiliknya untuk membongkar bangunan tersebut sebagian atau seluruhnya. (2) Bila selambat-lambatnya 14 hari sesudah perintah pembongkaran tersebut ayat (1) Pasal ini disampaikan dan pemilik bangunan tidak mematuhi perintah tersebut, Bupati atas biaya pemilik bangunan dapat membongkar paksa bangunan tersebut. (3) Bangunan yang didirikan atau diubah yang tidak berdasarkan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dikecualikan apabila pemilik IMB mengajukan permohonan perubahan IMB sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 24 (1) Setiap penggunaan bangunan yang tidak berdasarkan ketentuan dalam IMB, Bupati dapat memerintahkan untuk dikosongkan.

13

(2) Bila selambat-lambatnya 14 hari sesudah perintah pengosongan tersebut ayat (1) Pasal ini disampaikan dan pemilik bangunan tidak melaksanakan, maka Bupati atas biaya pemilik bangunan dapat mengosongkan secara paksa bangunan tersebut. (3) Penggunaan bangunan yang tidak berdasarkan ketentuan dalam IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dikecualikan apabila yang bersangkutan mengajukan penggunaan bangunan tersebut. BAB VII PEMERIKSA IMB Pasal 25 Setelah diserahkannya IMB kepada pemohon, tim pemeriksa bangunan manandai letak garis sempadan dan ketinggian permukaan tanah tempat bangunan yang akan didirikan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dalam IMB. Pasal 26 Pemeriksa IMB berwenang : a. Memerintahkan, menyingkirkan bahan bangunan yang ditolak setelah pemeriksaan, demikian pula alat-alat yang dianggap berbahaya serta merugikan kesehatan/ keselamatan kerja ; b. c. Melarang menggunakan pekerja yang dianggap tidak ahli untuk pekerjaan tersebut dan atau pekerja yang masih dibawah umur ; Menghentikan segera pekerjaan, sebagian atau seluruhnya untuk sementara waktu apabila : 1) 2) Pelaksanaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan menyimpang dari Peringatan tertulis Bupati tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang telah IMB yang telah ditentukan atau syarat-syarat yang telah ditetapkan ; ditetapkan. BAB VIII PENGAWAS BANGUNAN Pasal 27 (1) Pengawas bangunan mempunyai tugas : a. Mengadakan pengawasan terhadap setiap bangunan-bangunan yang sedang dikerjakan oleh pemegang IMB ;

14

b.

Melaporkan kepada Bupati lewat Kepala DTK apabila mengetahui ada

pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. (2) Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini pengwas bangunan diberi surat tugas dan tanda pengenal. BAB IX IZIN PENGGUNAAN BANGUNAN Pasal 20 (1) Penggunaan bangunan harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam IMB. (2) Apabila terjadi perubahan penggunaan bangunan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam IMB diwajibkan mengajukan permohonan IPB yang baru kepada Bupati lewat Kepala DTK. (3) Tata cara dan persyaratan permohanan IPB diatur lebih lanjut oleh Bupati dengan persetujuan DPRD Kabupaten Sragen. (4) Pemberian IPB tersebut ayat (2) Pasal ini dipungut biaya administrasi sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah). BAB X PERSYARATAN BANGUNAN Bagian Pertama Persyaratan Umum Arsitektur Paragraf 1 Situasi Pasal 29 Gambar situasi perletakan bangunan harus memuat penjelasan tentang : a. b. c. d. e. f. g. Bentuk kapling/ pekarangan yang sesuai dengan peta Badan Pertanahan Nasional ; Nama jalan menuju kapling dan disekeliling kapling ; Peruntukan bangunan disekeliling kapling ; Letak bangunan didalam kapling ; Garis sempadan ; Arah mata angin ; Skala gambar ;

15

Paragraf 2 Tata Ruang Dalam Pasal 30 Bentuk , ukuran dan perlengkapan ruang harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan keselamatan umum. Yang dimaksud perlengkapan ruang adalah pelengkap bangunan yang disyaratkan untuk rumah sehat antara lain : a. b. c. d. e. f. Ventilasi, pintu, jendela ; Penerangan alam dan buatan yang cukup ; Perlengkapan untuk pembuangan air kotor, sampah dan lain-lain ; Penyediaan air bersih ; Kamar mandi ; Partisi-partisi/ penyekat. Pasal 31 (1) (2) Setiap bangunan atau komplek bangunan harus memiliki jamban atau pembuangan air kotor sendiri dengan jumlah dan besarnya menurut persyaratan teknis yang berlaku. Syarat-syarat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati. Paragraf 3 Tata Ruang Luar Pasal 32 (1) Setiap kapling/ pekarangan yang akan didirikan bangunan harus : a. b. Direncanakan sesuai keadaan permukaan ; Mempunyai tempat parkir dengan kapasitas yang memadai sesuai standar dan

tidak memenuhi jalan disekelilingnya, kecuali kapling yang tidak terjangkau roda empat. (2) Setiap kapling/ pekarangan bilamana memerlukan jembatan atau titian untuk masuk kedalamnya harus dibuat berdasarkan peraturan yang berlaku. (3) Bilamana kapling / pekarangan berada dilingkungan yang belum mempunyai rencana jaringan jalan, pemohon harus menyediakan jalan ke kapling menurut peraturan yang berlaku. Paragraf 4 Tata Bangunan Pasal 33 (1) Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandanganlalu lintas jalan.

16

(2) Setiap bangunan langsung maupun tidak langsung tidak diperbolehkan mengganggu atau menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan umum, keseimbangan dan pelestarian lingkungan serta kesehatan lingkungan. (3) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperkenankan dibangun/ berada diatas sungai/ saluran/ selokan/ parit pengairan ,kecuali untuk kepentungan umum. (4) Setiap bangunan diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsepsi arsitektur bangunan tradisional, sehingga secara estitika dapat mencerminkan perwujudan corak budaya setempat. (5) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan menyediakan lubang dalam bentuk jendela atau pintu atau angin-angin/ ventilasi, sehingga menimbulkan gangguan keleluasaan pribadi, tetangga atau lingkungan sekitarnya. (6) Setiap bangunan harus mengelola system kebersihan, kesehatan, kerapian dan keindahan. (7) Selain bangunan tempat tinggal, setiap bangunan diusahakan mempunyai tempat parkir kendaraan yang memenuhi ketentuan yang berlaku. (8) Setiap jaringan utilitas pada bangunan dipasang tertanam atau sekurang-kurangnya terlindungi dan diatur menurut ketentuan yang berlaku. Paragraf 5 Ketinggian Bangunan Pasal 34 (1) Tinggi bangunan ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang. (2) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh Bupati dengan mempertimbangkan lebar jalan dan penggunaan bangunan. (3) Ketinggian bangunan diatas 4 (empat) lantai dan selebihnya harus berjarak dengan persil tetangga. Paragraf 6 Kebakaran Pasal 35 (1) Setiap bangunan yang rawan kebakaran harus memiliki cara, sarana dan alat perlengkapan pencegahan/ penanggulangan bahaya kebakaran yang dapat menimbulkan ancaman jiwa maupun harta yang bersumber dari listrik, gas, api dan sejenisnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (2) Setiap bangunan yang rawan kebakaran dilengkapi petunjuk secara jelas tentang : a. Cara menyelamatkan diri dari bahaya kebakaran ; b. Cara menghindari bahaya kebakaran ;

17

c. Cara mengetahui sumber bahaya kebakaran ; d. Cara mencegah bahaya kebakaran. Paragraf 7 Pencegahan Pencemaran Pasal 36 (1) Setiap bangunan yang dapat mengancam pencemaran lingkungan harus telah memiliki cara untuk mengendalikan sumber pencemaran agar tidak merusak keseimbangan lingkungan. (2) Setiap bangunan diusahakan untuk menghindari akibat pencemaran dari lingkungan sekitarnya. Paragraf 8 Perlengkapan Bangunan Pasal 37 (1) Setiap bangunan hendaknya dilengkapi dengan penerangan luar bangunan secukupnya. (2) Setiap bangunan atau komplek bangunan dilengkapi tiang bendera dengan bentuk ukuran dan tempat menurut petunjuk ketentuan yang berlaku. (3) Setiap bangunan dapat dilengkapi bangunan pengaman terhadap usaha kekerasan atau pengrusakan antara lain terali, pagar, pintu, gardu jaga/ menara jaga. (4) Setiap bangunan atau komplek bangunan dilengkapi nomor IMB. (5) Pemberian nomor, ukuran dan penempatannya diatur dengan keputusan Bupati. Bagian Kedua Persyaratan Khusus Arsitektur Paragraf 1 Bangunan Umum Pasal 30 Yang termasuk golongan ini adalah bangunan yang dikunjungi oleh umum yaitu : a. b. c. Kesenian, olah raga dan sejenisnya ; Rekreasi umum ; Perpindahan jasa transportasi/ jasa angkutan umum. Pasal 39 (1) Setiap bangunan umum harus memiliki pintu yang lebar sedemikian rupa sehingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan dalam keadaan penuh.

18

(2)

Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan

disekitarnya sekurang-kurangnya 6 (enam) dan 3 (tiga) meter dengan batas kapling.

Paragraf 2 Bangunan Perniagaan/ Jasa Pasal 40 Yang termasuk golongan ini adalah : a. b. Bangunan tempat transaksi barang dan atau jasa ; Bangunan tempat penyimpanan barang dalam jumlah banyak atau terbatas. Pasal 41 (1) Setiap bangunan perniagaan dapat diletakkan berderet dan bersambung, dengan ketentuan harus memperhatikan pencegahan menjalarnya kebakaran dari dan ke bangunan lain. (2) (3) Setiap bangunan perniagaanharus memiliki pintu dengan lebar sedemikian Pemasangan ornamen atau hiasan atau papan nama atau papan iklan tidak rupa sehingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan. dibenarkan mengganggu ketertiban umum dan bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Paragraf 3 Bangunan Pendidikan Pasal 42 Yang termasuk golongan ini adalah bangunan yang digunakan untuk : a. b. c. Kegiatan pendidikan formal, non formal, agama, kejujuran, ketrampilan ; Pengelolaan sumber informasi atau data yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan ; Kegiatan pengamatan, penelitian, perencanaan, perancangan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Pasal 43 (1) Setiap bangunan pendidikan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 6 (enam) meter dan 3 (tiga) meterdengan bangunan kapling/ pekarangan. (2) Setiap bangunan pendidikan harus memperhitungkan lebar pintu keluar sedemikian rupa sehingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan baik untuk ruang kelas maupun laboratorium.

19

Paragraf 4 Bangunan Industri Pasal 44 Yang termasuk golongan ini adalah bangunan yanmg dipergunakan untuk kegiatan : a. b. c. Mengolah bahan mentah, bahan setengah jadi menjadi bahan jadi dalam jumlah yang banyak atau terbatas ; Menyimpan barang dalam jumlah banyak atau terbatas ; Pembangkit, penyalur atau pembagi tenaga listrik. Pasal 45 (1) Setiap bangunan atau komplek bangunan industri harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan lain disekitarnya sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter dari batas kapling/ pekarangan. (2) (3) (4) Bangunan industri harus memiliki lebar pintu keluar sedemikian rupa sehingga mampu mengosongkan bangunan. Setiap bangunan industri harus dilengkapi sarana untuk memberi petunjuk tentang besarnya tindak bahaya terhadap ancaman jiwa secara langsung maupun tidak langsung. Disetiap bangunan industri yang dibangun diatas kawasan yang belum memiliki rencana tata ruang wajib merencanakan dan melaksanakan prasarana lingkungan sesuai peraturan yang berlaku. (5) Setiap bangunan industri harus memiliki sistim pembuangan bahan sisa yang tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan dan atau tidak merusak keseimbangan lingkungan. Paragraf 5 Bangunan Kelembagaan Pasal 46 Yang termasuk golongan ini adalah semua bangunan yang digunakan untuk kegiatan yang berhubungan : a. b. c. Urusan perkantoran ; Bidang kesehatan atau perawatan social ; Telekomunikasi ; Pasal 47 Setiap bangunan kelembagaan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan lain disekitarnya sekurang-kurangnya 4 (empat) meter dengan batas kapling/ pekarangan. Paragraf 6 Bangunan Rumah Tinggal

20

Pasal 48 Yang termasuk golongan ini adalah semua bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal yang berupa : a. b. c. d. e. Rumah tinggal ; Rumah kopel ; Rumah susun ; Rumah deret ; Komplek perumahan (realestate). Pasal 49 Bangunan tempat tinggal yang pelaksanaannya dikelola oleh badan hukum dan jumlahnya cukup banyak, harus menyediakan fasilitas lingkungan secara layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 50 Bangunan tempat tinggal yang dibangun diatas kawasan yang belum memiliki rencana tata ruang, wajib merencanakan dan melaksanakan prasarana lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 7 Bangunan Campuran Pasal 51 Yang termasuk golongan ini adalah bangunan dengan status induk ; a. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. Bangunan rumah tinggal ditambah dengan : Perdagangan dan jasa, atau Industri kerajinan, atau Kelembagaan. b. Bangunan umum ditambah dengan : Perdagangan dan jasa, atau Kelembagaan. c. Bangunan industri ditambah dengan : Perdagangan dan jasa, atau Kelembagaan. d. e. Bangunan kelembagaan ditambah dengan perdagangan, jasa dan rumah tempat tinggal ; Bangunan pendidikan ditambah bangunan umum perniagaan atau kelembagaan dan rumah tempat tinggal. Pasal 52

21

(1) bukan sebaliknya. (2) (3)

Semua bangunan campuran diatur menurut status induknya

ditambah status tambahannya yang kemudian menyesuaikan dengan status induknya Bangunan tambahan yang dimaksud ayat (1) Pasal ini, luasnya tidak Status tambahan tidak boleh diubah tanpa izin Bupati. Paragraf 8 Bangunan Sosial Pasal 53 Yang termasuk golongan ini adalah semua bangunan yang digunakan untuk kegiatan : a. b. c. Peribadatan dan keagamaan ; Penampungan, pembinaan dan perawatan orang lanjut usia, cacat mental atau fisik ; Rehabilitasi social kemasyarakatan. Paragraf 9 Bangunan Lainnya Pasal 54 (1) a. b. c. d. e. f. g. Yang termasuk bangunan lainnya adalah sebagai berikut : Jembatan penyeberangan ; Menara telekomunikasi ; Menara air ; Monumen ; Bangunan diatas makam (cungkup) yang menggunakan konstruksi khusus ; Pagar tembok/ besi ; Tempat jemuran hasil bumi. (2) Dalam hal mendirikan/ membuat bangunan-bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus mendapatkan IMB. Bagian Ketiga Perencanaan Konstruksi Paragraf 1 Bangunan Satu Lantai Pasal 55 (1) (2) Bangunan satu lantai semi permanen tidak diperkenankan dibangun dipinggir jalan utama/ arteri kota. Diatas pondasi bangunan satu lantai harus diberi konstruksi pengikat yang dapat menerima beban horizontal tarik ataupun tekan.

boleh lebih besar dari bangunan induknya.

22

(3) (4) (5)

Pondasi bangunan dengan bentang lebih dari 10 (sepuluh) meter harus dibuat dengan konstruksi yang diperhitungkan. Tiang-tiang penguat dinding harus dibuat memenuhi syarat teknis yang berlaku. Tiang-tiang bangunan dengan lebih dari 10 (sepuluh) meter harus diberi konstruksi pengikat satu sama lain, baik berupa balok beton atau pengikat angin sehingga menambah kekakuan konstruksi bangunan. Paragraf 2 Bangunan Bertingkat Pasal 56 Perencanaan konstruksi pondasi pada bangunan bertingkat apabila tidak ditentukan

lain mulai 2 (dua) lapis harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dapat dipertanggung jawabkan menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 57 Dalam hal bangunan bertingkat yang dibangun secara bertahap dan bersambungan, konstruksi bangunan harus sudah dipersiapkan sebagai pondasi bertingkat sesuai dengan yang direncanakan. Pasal 58 Dalam hal penambahan tingkat lantai bangunan, harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut : a. b. Pondasi dan atau dinding-dinding yang ada masih dapat memikul beban-beban tambahan yang disebabkan oleh penambahan tingkat lantai itu ; Apabila ketentuan huruf a Pasal ini tidak dimungkinkan, maka harus ada usaha-usaha perbaikan/ perkuatan konstruksi yang disesuaikan dengan penambahan tingkat lantai itu, yang dapat dipertanggung jawabkan dengan perhitungan-perhitungan konstruksi. Pasal 59 Stabilitas bangunan bertingkat harus dapat diwujudkan sebagai konstruksi kerangka kokoh yang merupakan suatu kesatuan, dimana hubungan balok-balok dan kolom-kolom yang disambung secara kokoh dapat menerima tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh bebanbeban yang bekerja pada bangunan. Paragraf 3 Perhitungan Konstruksi Pasal 60

23

(1) Perhitungan konstruksi harus didasarkan atas keadaan yang menguntungkan konstruksi, baik mengenai pembebanan, gaya-gaya pemindahan maupun tegangantegangan. (2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) Pasal ini dapat dilakukan apabila hal-hal tersebut dapat dibuktikan dengan jalan lain.

Paragraf 2 Bahan Baja Pasal 63 (1) pemakaian baja sebagai bahan kontruksi harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia, atau bilamana ditentukan lain harus memenuhi standar bahan yang berlaku. (2) Bentuk, ukuran dan toleransi alat penyambung baja harus memenuhi syarat-syarat dalam Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia dan dipilih atas dasar perhitunganperhitungan keilmuan. Paragraf 3 Bahan Beton Pasal 64 (1) Campuran Beton Bahan Konstruksi adalah Campuran Beton untuk pekerjaan-pekerjaan structural secara umum, dimana pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan pengawasan terhadap kekuatan tekanan Beton disyaratkan pemeriksaan sesuai dengan Peraturan Beton Indonesia (PBI). (2) (3) Penggunaan campuran kimia sebagai bahan campuran beton harus sesuai dengan syarat yang ditentukan. Analisa perhitungan konstruksi beton apabila tidak dihitung dengan cara lain harus berdasarkan Peraturan Beton Indonesia (PBI). Bagian Kelima Bagian-Bagian Konstruksi Paragraf 1 Atap Pasal 65

24

(1) Konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/ keahlian dan dikerjakan dengan teliti dan atau percobaan-percobaan yang dapat dipertanggung jawabkan. (2) Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup yang akan digunakan, sehingga tidak mengakibatkan kebocoran. (3) Bidang atap harus merupakan bidang yang rata kecuali dikehendaki bentuk-bentuk khusus, seperti parabola, hiperbola dan lain-lain. (4) Untuk konstruksi atap yang sederhana dengan bentang lebih dari 12 (dua belas) meter disyaratkan adanya perhitungan-perhitungan. (5) Konstruksi atap dengan bentuk tradisional harus direncanakan dan dikerjakan oleh pihak yang telah berpengalaman dan menguasai kaidah-kaidahnya. Paragraf 2 Dinding Pasal 66 (1) Dinding harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memikul beban sendiri, tekanan angin, dan dalam hal ini merupakan dinding pemikul harus dapat memikul beban diatasnya. (2) Dinding dibawah permukaan tanah harus dibuat sedemikian rupa sehingga kedap air dan dapat menahan beban akibat tekanan tanah. (3) Dinding kamar mandi dan jamban dengan tinggi sekurang-kurangnya 1,5 (satu koma lima) meter diatas permukaan lantai dibuat kedap air. (4) Dinding-dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan kedap air (tasram) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) cm dibawah permukaan tanah sampai 20 (dua puluh) cm diatas permukaan lantai tersebut. (5) Dinding-dinding harus dibuat tegak lurus, kecuali dengan alasan yang dapat diterima. (6) Adukan perekat yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat kekuatan. (7) Diatas lubang dengan panjang horizontal lebih dari 1 (satu) meter pada dinding, harus diberi balok lantai dari beton bertulang baja atau kayu awet atau dengan konstruksi lain yang bisa dipertanggung jawabkan. (8) Konstruksi dinding dengan bentuk tradisional harus dikerjakan oleh pihak yang telah berpengalaman menguasai kaidah-kaidahnya. Pargraf 3 Lantai Pasal 67 (1) Lantai-lantai harus cukup kuat untuk menahan beban-beban yang akan timbul dan harus diperhatikan pula pelenturannya.

25

(2)

Konstruksi lantai tradisional harus direncanakan dan dikerjakan oleh pihak yang telah berpengalaman menguasai kaidah-kaidahnya. Paragraf 4 Kolom/ Tiang Pasal 68 (1) Kolom-kolom harus cukup kuat untuk menahan berat sendiri, gaya-gaya dan momenmomen yang diakibatkan konstruksi-konstruksi yang dipikul. (2) Konstruksi kolom/ tiang dalam bentuk tradisional harus direncanakan dan dikerjakan oleh pihak yang telah berpengalaman dan menguasai kaidah-kaidahnya.

Paragraf 5 Pondasi Pasal 69 (1) Pondasi bangunan harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kestabilan terhadap berat sendiri, beban-beban dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain. (2) Pondasi bangunan harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penurunan setempat. (3) Pondasi bangunan harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penurunan merata lebih dari yang ditentukan masing-masing jenis bangunan. (4) Macam-macam pondasi ditentukan oleh beratnya bangunan dan keadaan bangunan (5) Dalam hal miringnya tanah bangunan lebih dari 10 (sepuluh) persen, maka pondasi bangunan harus dibuat rata atau merupakan tangga dengan bagian atas dan bawah pondasi yang datar. (6) Pekerjaan untuk tujuan penyelidikan tanah, percobaan beban, percobaan pemasangan dapat dilakukan setelah memberitahukan terlebih dahulu kepada Bupati tentang kegiatan tersebut beserta penggunaan peralatannya, rencana kegiatan penyelidikan yang akan dilakukan dan telah memdapat persetujuan tertulis. Bagian Keenam Ketahanan Konstruksi Paragraf 1 Tahan Gempa Pasal 70 Tiap bangunan dan bagian konstruksi harus mempunyai konstruksiyang tahan gaya gempa bumi sebagai tambahan beban vertical.

26

Paragraf 2 Tahan Api Pasal 71 Tiap bangunan bagian konstruksi bangunan yang dinyatakan mempunyai tingkat bahaya api cukup besar harus mempunyai konstruksi tahan api sesuai peraturan yang berlaku.

Paragraf 3 Tahan Angin Pasal 72 Tiap bangunan dan bagian bangunan yang berada ditempat yang mempunyai kecepatan angin tinggi harus mempunyai konstruksi yang tahan tekanan atau hisapan angin termasuk kemungkinan timbulnya putaran angin. Bagian Ketujuh Perencanaan Utilitas Pasal 73 Jenis perencanaan utilitas meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. Jaringan air bersih; Jaringan air hujan; Jaringan air kotor; Pembuangan kotoran sampah; Jaringan bahaya kebakaran; Jaringan gas; Instalasi elevator/lift dan escalator; Instalasi penerangan; Instalasi akustik; Instalasi alat-alat listrik/mesin dan sanitasi; Jaringan listrik; Jaringan telepon; Jaringan elektronik dan telekomunikasi; Penangkal petir.

27

Pasal 71 (1) Semua jenis pekerjaan perencanaan tersebut pada pasal 73 Peraturan Daerah ini, pada dasarnya bukan untuk semua klasifikasi penggunaan dan jenis bangunan. (2) Jenis perencanaan utilitas sebagaimana dimaksud pasal 73 Peraturan Daerah ini, harus memenuhi standart dan ketentuan yang berlaku, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

BAB XI CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 75 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas factor, luasan tanah bangunan, jumlah tingkat bangunan dan rencana penggunaan bangunan. BAB XII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF Pasal 76 Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan yang meliputi biaya pengecekan, pengukuran, pemetaan, transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian serta biaya pengadaan tanda pengawasan. BAB XIII CARA MENGHITUNG DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 77 (1) Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jasa dan tariff retribusi; (2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, diperoleh dengan perkalian nilai koefisien bangunan dan harga standart bangunan. (3) Koefisien koefisien bangunan tersebut pada ayat (2) Pasal ini, adalah sebagai berikut : a. Koefiisien kota/daerah :

28

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Hirarki Kota/Daerah Bangunan pada Kota Kabupaten Bangunan pada Kota Pembantu Bupati Bangunan pada Kota Kecamatan Bangunan pada Kota, Daerah tertentu/kota yang lain Bangunan pada Daerah Pedesaan

Koefisien 1,00 0,90 0,75 0,70 0,50

b. No. A. 1.

Koefisien Kelas Jalan Kelas Jalan Bangunan dipinggir jalan : Arteri : a. Sukowati b. 2. c. Kolektor : a. 3. b. Lokal : a. b. c. d. Lokal primer dalam kota Lokal primer luar kota Lokal sekunder dalam kota Lokal sekunder luar kota 0,40 Bangunan tidak dipinggir jalan. Kolektor Primer Kolektor Sekunder 1,00 0,75 0,75 0,50 Arteri primer luar kota Sragen Arteri Sekunder 1,25 1,00 Arteri primer dalam kota/Jalan 1,75 1,50 1,40 Koefisien

B.

c. No. 1. 2. 3.

Koefisien Guna Bangunan; Guna Bangunan Bangunan perdagangan dan jasa Bangunan perindustrian Bangunan perumahan Koefisien 1,400 1,200 1,000

29

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Bangunan kelembagaan Bangunan Umum Bangunan Pendidikan Bangunan campuran = 1,5 x koefisien bangunan induk Bangunan Sosial Bangunan lain-lain (Pagar dsb)

0,800 0,600 0,600

0,400 0,800

d. No. 1. 2. 3. e. No. 1. 2. 3. 4. f. No. 1. 2. 3. 4. 5.

Koefiisien Kelas Bangunan Kelas Bangunan Permanen dengan dinding batubata dengan Koefisien 1,00 0,75 0,50

konstruksi beton baja,. Permanen dengan dindiong batubata biasa Semi permanen dengan dinding papan/kotangan Koefisien Tingkat Bangunan Tingkat Bangunan dengan Jml. lantai Bangunan 1 lantai Bangunan 2 lantai Bangunan 3 lantai Bangunan 4 lantai Koefisien Luas Bangunan : Kelas Bangunan Bangunan dengan luas sampai dengan 100m Bangunan dengan luas 101m s.d 250 m Bangunan dengan luas 251m s.d 500 m Bangunan dengan luas 501m s.d 1000 m Bangunan dengan luas 1000m keatas Koefisien 0,80 1,00 1,25 1,50 1,75 Koefisien 1,00 0,90 0,80 0,70

30

(4) Besarnya harga standart bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, ditetapkan oleh Bupati dengan persetujuan DPRD Kabupaten Sragen. (5) Retribusi IMB untuk pemugaran / pembaharuan, perbaikan, perubahan bangunan lama dan bangunan baru bagi bangunan yang terkena pelebaran / perluasan jalan ditetapkan sebesar 25 % dari retribusi IMB sebagaimana tersebut ayat (1). Pasal ini, bagi yang sudah memiliki IMB. Pasal 78 Besarnya tarip retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) Peraturan daerah ini, ditetapkan 1 % dari tingkat penggunaan jasa. BAB XIV SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 79 Retribusi terutang terjadi pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 80 Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XVI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 81 (1) (2) Retribusi IMB dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, ditetapkan oleh Bupati. BAB XVII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 82 (1) Pembayaran Retribusi Daerah dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

31

(2)

Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, maka hasil penerimaan Retribusi Daerah harus disetor ke Kas Daerah selambat lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati. Pasal 83

(1)

Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai / lunas. (2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberi ijin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) (4) Tata cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengijinkan wajib retribusi untuk menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 84 (1) (2) (3) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 Peraturan Daerah ini diberikan tanda bukti pembayaran. Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan. Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran Retribusi ditetapkan oleh Bupati. BAB XVIII TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 85 (1) Pengeluaran Surat Teguran / Peringatan / Surat Lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) (3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran / Peringatan / Surat Lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. Surat Teguran / Peringatan / Surat Lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan Daerah ini, ditetapkan oleh Bupati. Pasal 86 Bentuk bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan Penagihan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dengan Pasal 87 ayat (1) Peraturan Daerah ini, ditetapkan oleh Bupati.

32

BAB XIX TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 87 (1) (2) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi. Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati.

BAB XX PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN Pasal 88 (1) Pelaksanaan Teknis atas berlakunya Peraturan Daerah ini diserahkan kepada Dinas Tata Kota dan Kebersihan Kabupaten Sragen bersama-sama dengan Kantor Pelayanan Terpadu, sedang pengawasan atas pelaksanaannya diserahkan kepada Badan Pengawas dan Pemeriksa Kabupaten Sragen, Bagian Hukum dan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sragen. (2) Kepada aparat pelaksanaan dan aparat pengawas sebagimana tersebut ayat (1) Pasal ini diberikan biaya operasional sebesar 5% dari penerimaan retribusi IMB dan pembagiannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan ditampung dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sragen. BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 89 Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXII PENYIDIKAN Pasal 90 Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

33

a.

Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b.

Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak Pidana Retribusi Daerah;

c. d. e. f. g.

Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah; Menyuruh berhenti, melarang seseorang meningggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. i. j. k.

Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; Menghentikan penyidikan; Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XXIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 91

(1)

IMB yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku sepanjang tidak ada perubahan karena : a. b. c. Peralihan hak atas bangunan; Bangunan telah dirobohkan/dibongkar; Bangunan berubah konstruksinya.

(2) (3)

IMB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a Pasal ini, dapat diberlakukan apabila pemohon mengajukan perubahan nama pemilikan bangunan. Besarnya retribusi perubahan nama pemilikan banguna tersebut ayat (2) Pasal ini, sebesar 10% dari besarnya retribusi IMB lama.

34

BAB XXIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 92 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diautr oleh Bupati. Pasal 93 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 11 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yang disyahkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 17 Mei 1999 Nomor 974.33-459 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen tanggal 31 Mei 1999 Nomor 06 tahun 1999 Seri B Nomor 02 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 94 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sragen. Ditetapkan di Sragen Pada tanggal DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SRAGEN KETUA BUPATI SRAGEN

(.)

()

35

Disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal Nomor Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sragen tanggal ..Nomor . Tahun . . Nomor SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SRAGEN

() PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN I. PENJELASAN UMUM Di Wilayah Kabupaten Sragen pengaturan tentang Bangunan telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 11 tahun 1998 tentang retribusi Ijin Mendirikan Bangunan. Namun karena perkembangan keadaan, Parturan Daerah tersebut dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk diterapkan saat ini, diantaranya mengenai syarat-syarat lain dan besarnya retribusi. Dalam rangka menciptakan kondisi bangunan yang menjamin ketertiban, keselamatan, keamanan, keindahan dan kelestarian lingkungan, dipandang perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen nomor 11 tahun 1998 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan mengaturnya kembali dalam Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 dan 3 Pasal 4 ayat Ayat (1) ; Cukup Jelas : Yang dimaksud dengan : a. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan itu. Termasuk dalam pengertian mendirikan bangunan adalah kegiatan penggalian tanah untuk pipa air minum, kabel telepon, kabel listrik dan pembuatan sumur serta pembuatan bangunan / papan reklame. b. Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bangunan yang ada termasuk pekerjaan membongkar 36

yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut. c. Merobohkan bangunan adalah meniadakan sebagian bangunan ditinjau dari segi fungsi bangunan dan atau konstruksi. Pasal 4 ayat Ayat (2) s. d. Pasal 5 ayat (1) huruf c (angka 6) Pasal 5 ayat (1) : Biaya IMB meliputi : b. Penggantian Papan Nama ; c. Pemeriksaan bangunan ; Pasal 5 ayat (2) s.d: Cukup Jelas Pasal 16 ayat (1) Pasal 16 ayat (2) Huruf a : yang dimaksud dengan rapuhadalah bangunan yang sebagian atau seluruhnya dalam keadaan rusak sehingga membahayakan umum, penghuninya atau pihak ketiga ataupun mengganggu keindahan lingkungan. Pasal 16 ayat (2) Huruf b : yang dimaksud dengan rencana tata ruang kota yaitu rencana umum tata ruang kota Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Kecamatan. Pasal 16 ayat (2) huruf c : Cukup Jelas s.d. Pasal 21 Pasal 22 ayat (1) : Yang dimaksud dengan mengamankan lokasi bangunan adalah menutup lokasi sedemikian rupa sehingga para pekerja, bahan bahan bangunan, lingkungan sekitar bangunan dalam keadaan aman. Pasal 22 ayat (2) s.d. Pasal 26 huruf a Pasal 26 huruf b : Yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah seseorang yang mempunyai dasar pendidikan formal dan berpengalaman professional dibidangnya. Pasal 26 huruf c s.d. Pasal 39 Pasal 10 huruf a Pasal 10 huruf b s.d. Pasal 44 : Yang termasuk golongan bangunan jasa adalah termasuk pula bangunan Pendidikan Perguruan Tinggi. : Cukup Jelas : Cukup Jelas : Cukup Jelas Huruf c angka (7) a. Biaya administrasi ; : Cukup Jelas.

37

Pasal 45 ayat (1)

: Yang tidak termasuk dalam golongan industri sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat ini adalah industri kecil / rumah tangga.

Pasal 45 ayat (2) Pasal 55 ayat (1)

: Cukup Jelas : Bangunan satu lantai semi permanen yang dimaksud adalah bangunan yang mengganggu keindahan dan ketertiban lingkungan.

Pasal 55 ayat (2) s.d. Pasal 77 ayat (4) Pasal 77 ayat (5)

: Cukup Jelas : Pembayaran retribusi sebesar 25 % sebagaimana dimaksud Pasal 77 ayat ini diberikan untuk bangunan yang direhab / keseluruhan.

Pasal 78 s.d. Pasal 85 ayat (2) Pasal 85 ayat (3) Pasal 86 Pasal 87 ayat (1)

: Cukup Jelas : Pejabat yang ditunjuk adalah Kepala DTK. : Cukup Jelas. : Disamping memperhatikan kemampuan wajib retribusi pengurangan dan keringanan retribusi tersebut maksimal diberikan 20 % dari besarnya retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi dan untuk bangunan yang dibebaskan apabila terkena bencana alam.

Pasal 87 ayat (2) s.d. Pasal 94

: Cukup Jelas

38

You might also like