You are on page 1of 4

TEORI SOSIAL KOGNITIF

I.

Pendahuluan Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori

Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru ini dilakukan pada tahun 1970-an 1962) belajar juga meniru dan 1980-an. merupakan (imitative Ide pokok Pada dari dari beberapa pemikiran Bandura (Bandura, ide Miller dan Dollard tentang pengembangan

learning).

publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media di level individu. Teori kognitif sosial yang dikemukakan Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif berperan penting dalam pembelajaran. Ketika individu belajar, maka mereka dapat mempresentasikan dan mentransformasi pengalamannya secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic recipcoral, dimana setiap modelnya saling berkaitan dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku dan begitu pula sebaliknya. Faktor kognitif mempengaruhi lingkungan dan perilaku. Faktor kognitif tersebut mencakup keyakinan, strategi berpikir, kecerdasan dan ekpektasi.

II. Latar Belakang Tokoh Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University. Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahub 1980.

Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku social dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.

III. Teori Belajar Sosial Kognitif

Albert Bandura adalah psikolog Universitas Stanford Amerika Serikat yg lahir pada tahun 1925 di provinsi Alberta, Kanada, yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Tidak seperti rekan-rekannya sesama penganut aliran behaviorisme, Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Menurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa warisan / pembawaan apa-apa dari orangtuanya, dan belajar adalah kegiatan refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada (S-R theory) serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan / pembawaan. Menurut aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya sendiri. Faktor bawaan ini memungkinkan siswa untuk menentukan merespons atau tidak terhadap stimulus, sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot. Pada tahun 70-an dan juga 80-an, teori pembelajaran sosial berkembang pesat, dan elemen baru kemudian ditambahkan, yaitu kemampuan manusia akan proses kognitif yang lebih tinggi. Proses-proses mental mempengaruhi apa yang akan individu lakukan, dan pada umumnya, sifat-sifat kepribadian yang mereka kembangkan. Itu sebabnya mengapa dua orang dapat hidup dan menjalani peristiwa yang sama dan menarik pembelajaran yang berbeda dari peristiwa

tersebut (Bandura, 2001). Semua yang bersaudara mengetahui hal ini. Contohnya, seorang anak dapat merasa dihukum oleh ayahnya sebagai bukti bahwa ayahnya kejam, namun anak lainnya dapat saja melihat perilaku yang sama sebagai wujud perhatian dan kepeduliannya terhadap anak-anaknya. Albert Bandura, menyebut teorinya sebagai teori sosial-kognitif (Bandura,1986). Istilah umum teori sosial-kognitif (social-cognitive theory) mengacu pada semua pendekatan pembelajaran sosial yang modern (Barone, Maddux, dan Snyder, 1997). Mereka memiliki kesamaan dalam penekanan akan pentingnya kepercayaan, persepsi, dan observasi perilaku orang lain dalam menentukan apa yang kita pelajari dan bagaimana kita bertindak. Bandura, secara khusus berpendapat bahwa di dalam situasi sosial kita belajar mengenai masalah lewat pengimitasian, dan bahwa pemahaman yang penuh dari pembalajaran imitative ini mensyaratkan sejumlah konsep baru. Menurut Bandura (1986), penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement) terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations ) dan harapan hasil (outcome expectancies). Outcome expectations menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang diamati tersebut dipandang sebagai sebuah penghargaan atau hukuman. (misalnya pada kasus seorang anak yang dihukum oleh ayahnya di atas.) Teori kognitif sosial mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan self-efficacy atau efikasi diri (Bandura,1977) dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku. Efikasi diri adalah pertimbangan subyektif individu terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Efikasi diri tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan dari apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Misalnya seorang anak yang memiliki kemampuan lebih

dalam bidang matematika, maka efikasi dirinya adalah mendapatkan nilai terbaik untuk pelajaran matematika.

You might also like