You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang.

Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas. Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka timbullah beberapa pertanyaan yaitu : 1. Apa yang dimaksud dengan potensi bahasa anak? 2. Bagaimana pemerolehan bahasa anak ? 3. Apa saja tugas-tugas perkembangan bahasa anak? 4. Bagaimana perkembangan berbahasa anak ? 5. Apa kaitannya Bimbingan dan Konseling dengan perkembangan bahasa anak?

BAB II PEMBAHASAN II.1 Potensi Berbahasa Anak Setiap anak memiliki potensi untuk berbahasa. Potensi kebahasaan itu akan tumbuh dan berkembang jika fungsi lingkungan diperankan dengan baik. Jika tidak, maka potensi tersebut akan bersifat laten ( terpendam ) selamanya. Perolehan bahasa pertama kali akan terjadi, manakala seorang anak mengenal bahasa di lingkungan keluarga. Bahasa yang dikenal dan dikuasai oleh anak yang berasal daari keluarga inilah yang menjadi titik awal dalam perkembangan anak. Tingkat perkembangan bahasa anak berbeda-beda sesuai dengan apa yang di dengar dan dikenalnya. Penguasaan bahasa ini akan berkembang sejalan dengan perkembangan usia anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata potensi berarti kekuatan, kesanggupan, kemampuan. Jika potensi dipahami sebagai kemampuan maka potensi adalah kesanggupan yang masih terpendam dalam diri seseorang. Sedangkan berbahasa merupakan prosese penyampaian informasi dalam berkomunikasi. Jadi, potensi berbahasa individu ialah kemampuan yang masih terpendam yang dimiliki oleh setiap orang untuk menyampaikan informasi dalam berkomunikasi. Heyster dengan tegas menyebutkan fungsi bahasa bagi manusia. Menurut nya ada tiga fungsi bahasa bagi manusia, yaitu : 1. Bahasa sebagai alat pernyataan isi jiwa. 2. Bahasa sebagai perasaan ( mempengaruhi orang lain ) 3. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat. Meskipun anak memiliki potensi untuk berbahasa, tetapi potensi itu tidak akan didukung oleh lingkungan. Disini lingkungan memiliki nilai yang strategis untuk menumbuhkembangkan potensi berbahasa anak. Ketika seorang anak dilahirkan kemudian dia dibesarkan di dalam lingkungan sosial, berinteraksi dengan banyak orang maka potensi berbahasa anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik sejalan dengan bertambahnya usia anak.

II. 2 Perolehan Bahasa Anak Berdasarkan tahap pemerolehannya, Chaer dan Agustina ( 2004 : 81) membagi pemerolehan bahasa anak menjadi dua macam, yaitu bahasa ibu ( bahasa pertama ) dan bahasa kedua (ketiga dan seterusnya). Penamaan bahasa ibu/ bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang dimaksud bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajari seorang anak. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua (disingkat B2). Andaikan kemudian si anak mempelajari bahasa lainnya lagi maka bahasa yang terakhir ini disebut bahasa ketiga (disingkat B3). Pada umumnya, bahasa pertama seorang anak indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sedangkan bahasa indonesia adalah bahasa kedua karena anak baru mempelajarinya ketika di sekolah, setelah anak mempelajari bahasa ibunya. Lalu jika anak sejak bayi sudah mempelajri bahasa Indonesia dari ibunya maka bahasa itulah yang menjadi bahasa pertama (B1) bagi anak. Yang disebut bahasa asing yaitu, bahasa yang akan selalu merupakan bahasa kedua (B2) bagi seorang anak. Di samping itu, penanaman bahasa asing juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain. Maka bahasa Malaysia, bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Cina adalah bahasa asing bagi bangsa Indonesia. Sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa kedua. Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh anak mengucapkan kata makan, maknanya mungkin ingin makan, sudah makan, lapar atau mungkin makanannya tidak enak, dsb. Pada perkembangan berikutnya mungkin anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, mama masak, yang maknanya dapat berarti: ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu. Demikian seterusnya hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk tulisannya. Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai bahasa hingga enam tahun. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal itulah yang

disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut, bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya

untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya. Gracia (dalam Krisanjaya, 1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagai awal dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangat individual dan kadang aneh seperti: mamam atau maem untuk makan, hal ini menandai tahap

pertama perkembangan bahasa formal. Untuk perkembangan berikutnya kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi, yaitu anak akan

menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa (McGraw dalam Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa

pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik. Khusus mengenai hubungan perkembangan kognitif dengan perkembangan bahasa anak dapat disimpulkan 2 hal. Pertama, jika seorang anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, penutur bahasa harus memperoleh kategori- kategori kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa alamiah, seperti: waktu, ruang, kausalitas dan sebagainya. Lenneberg salah seorang ahli teori belajar bahasa yang sangat terkenal (1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada pematangan otak secara biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti, manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupa

kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa, khusus untuk manusia. Bukti yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain: 1. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal. 2. Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan

bahasa anak. 3. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain. 4. Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik dan sintaksis yang universal. Apakah ada peran pematangan otak dalam perkembangan ide dan pikiran manusia, sampai saat ini masih diperdebatkan, tetapi hampir semua ahli teori belajar bahasa meyakini bahwa sewaktu seorang bayi lahir dia telah dikaruniai dengan semua perlengkapan dasar otak dan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk perkembangan otak dan pikirannya. Dengan demikian pertalian antara pertumbuhan otak dan perkembangan pikiran, termasuk bahasa anak kemungkinan hasil rangsangan pertumbuhan otak atau sebaliknya. Lebih jauh Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik, menjelaskan perihal hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input ini dapat berupa apa yang didengar, dilihat dan apa yang disentuh anak yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami. Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah terbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari. Lama-kelamaan sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya pun terbentuklah. Sebagian dari sistem bahasanya adalah sistem pikirannya karena makna dan semantik bahasa yang digunakan adalah ide yang merupakan

bagian dari isi pikirannya . Sistem pikiran dan bahasa bergabung melalui makna dan ide.

Walaupun masih terdapat perbedaan tentang teori pemerolehan bahasa anak, tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama dan nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan

perkembangan sosial anak dan karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum berarti ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu,

ruang, modalitas, sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif penguasaan bahasa ibu seorang anak. Sejak bayi, anak telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Jika Anda memperhatikan seorang ibu, ayah atau keluarga yang memiliki seorang bayi, pada umumnya mereka sudah sejak awal mengajak bicara pada bayi dan memperlakukan bayi tersebut seolah-olah sudah dapat berbicara. Pola bicara mereka sudah dua arah, orang tua berusaha menanggapi setiap reaksi bayi dan bertindak seolah-olah reaksi bayi tersebut ada maknanya dan perlu ditanggapi. Melalui bahasa khususnya bahasa pertama, seorang anak belajar untuk menjadi

anggota masyarakat. Dengan demikian bahasa ibu (bahasa pertama) menjadi salah satu sarana bagi seorang anak untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, pendirian,

gagasan, harapan, dan sebagainya. Anak belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya dan ia tahu bahwa tidak selalu ia dapat mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Ujaran-ujaran yang dituturkan secara salah dari seorang anak masih dapat dimaklumi, tetapi ia harus sudah mulai belajar bahwa ada norma budaya tertentu yang harus diperhatikan, yang berubah sesuai kemajuan zaman. Ada ciri lain yang khas dari seorang anak ketika sudah masuk sekolah dasar yaitu keinginan yang kuat untuk menyatu dengan anggota masyarakat sekelilingnya, khususnya dengan anak sebayanya. Kalau anak-anak sebayanya menggunakan kata-kata seperti: asyik, oke,bo, mah, tea, bokap, nyokap dan sebagainya, maka dengan segera istilah-istila itu akan digunakannya.

II. 3 Tugas-Tugas Perkembangan Bahasa Masa kanak-kanak awal disebut juga disebut juga masa anak prasekolah, terbentang antara usia 2-6 tahun. Beberapa ciri perkembangan pada masa ini salah satunya adalah perkembangan bahasa dan berpikir (Gunarsa, 1995 :11). Sebagai alat komunikasi dan mengerti dunianya, kemampuan berbahasa lisan pada anak akan berkembang karena selain terjadi oleh pematangan dari organ-organ bicara dan fungsi berpikir, juga karena lingkungan ikut membantu mengembangkannya. Di dalam hal berpikir, anak berada pada tahap pra operasional dan egosentris. Dengan bertambahnya usia, egosentrisme akan berkurang dan ditambah dengan kefasihan berbicara, anak makin lama makin mampu menggunakan simbolsimbol. Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu adalah sebagai berikut : a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti: Bapak makan b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: Bapak tidak makan c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat: 1. Kritikan : Ini tidak boleh, ini tidak baik. 2. Keragu-raguan: barangkali,mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan, kekhilafannnya. 3. Menarik kesimpulan analogi, seperti : anak melihat ibunya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur dan mengatakan bahwa ibunya tidur karena sakit. Dalam konteks ini, menurut Gunarsa, ada empat tugas yang perlu diperhatikan dalam perkembangan bahasa anak, yaitu : 1. Anak dapat mengerti pembicaraan orang lain, 2. Anak dapat menyusun dan menambah perbendaharaan kata, 3. Anak dapat menggabungkan kata menjadi kalimat, 4. Anak dapat mengucapkan dengan baik dan benar

Apabila anak berhasil dalam menuntaskan tugas yang satu maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya, penjelasan terhadap keempat tugas perkembangan bahasa anak tersebut sebagai berikut : 1. Pemahaman Yaitu kemampuan memahami makna ucapan oran lain. Bayi memahami bahasa dengan orang lain, bukan memahami katakata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan/gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya) 2. Pengembangan Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah 3. Penyusunan kata-kata Menjadi Kalimat Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya

berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) yang disertai bahasa tubuh untuk melengkapi cara berpikirnya. Contohnya anak menyebut Bola sambil menunjuk bola dengan satu jarinya. Kalimat tunggal itu berarti tolong ambilkan bola untuk saya. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks. 4. Ucapan Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam hurufhuruf tertentu.

II. 4 Perkembangan Kemampuan Berbahasa Anak Yusuf (2001: 120) membagi tipe perkembangan bahasa anak menjadi dua, yaitu : 1. Egocentric speech, terjadi ketika anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog) Berbicara monolog (egosentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun. Sementara yang socialized speech mengembangkan kemampuan

penyesuaian social (social adjusment)

2. Socialized speech, terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan bahasa pada masa socialized speech dibagi ke dalam lima bentuk : a. Adapted information : terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari b. Critism : yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain c. Command : perintah, Request : permintaan, dan Threat (ancaman) d. Quetions : pertanyaan e. Answer : jawaban Agus Sujanto ( 1996:26) membagi perkembangan kemampuan berbahasa anak yang dibedakannya atas empat masa, yaitu : 1. Masa Pertama (umur 1,0-1,6) Kata-kata pertama yang diiucapkan anak adalah kelanjutan dari meraban. Ini dapat kita lihat dengan jelas, jika kita perhatikan bahwa antara kata-kata itu terdapat beberapa kata yang diucapkan juga oleh anak dari bahasa apapun di dunia ini. Misalnya kata anak terhadap ayah atau ibunya. Kata ma untuk ibu dan kata pa untuk ayah. Bila setiap kali anggota keluarga menyebut seseuatu kata pada waktu mereka mendekat kepadanya, maka secara wajar ia mengerti bahwa kata itu adalah tertuju padanya. 2. Masa Kedua (Umur 1,6-2,0) Pada masa ini, dengan kemampuannya berjalan anak makin banyak melihat segala sesuatu dan ingin mengetahui namanya. Oleh karena itu, ia

selalu

menanyakan

nama

diantara

benda-benda

yang

kebetulan

ditemuinya. Karena masa ini disebut apa itu. Rasa ingin tahu anak ini harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Orang tua (ayah atau ibu), kakak atau siapa pun juga harus menjawabnya dengan semestinya, dan dengan ucapan yang benar, meskipun disadari anak belum mampu menirukan dengan tepat dan benar apa yang diucapkan itu. Adanya kesukaran berkata pada anak terjadi pada masa ini diyakini ada faktor penyebabnya. Ada kesenjangan antara perkembangan kemauan dan kekayaan bahasa. Karena perkembangan kemauan atau keinginan anak lebih cepat daripada kekayaan bahasanya sehingga apa yang diinginkan tidak terwakili lewat kata-kata. Sebenarnya anak inin bercerita, tetapi karena perbendaharaan kata-katanya belum mencukupi maka ia

melengkapinya dengan gerakan-gerakan tangan dan kakinya. 3. Masa Ketiga (umur 2,0-2,6) Pada masa ini anak telah mulai tampak makin sempurna dalam menyusun kata-kata. Ia sudah menggunakan awalan dan akhiran, sekalipun belum sesempurna seperti apa yang dikatakan orang dewasa. Oleh karena itu orang yang arif, akan membenarkannya dengan hati-hati. Tetapi kadang-kadang anak itu tidak begitu senang bila kata-katanya itu selalu dibenarkan. Acapkali kita dengar kesalahan yang lucu dan kerapkali ia membuat kata-kata baru menurut caranya sendiri. 4. Masa Keempat (umur 2,6-seterusnya) Pada masa ini keinginan anak untuk mengetahui segala sesuatu semakin bertambah. Rasa ingin tahu anak terhadap segala sesuatu membuat anak sering bertanya. Setiap jawaban singkat yang diberikan terkadang tidak memberikan kepuasan kepada anak. Setiap jawaban yang baru akan menimbulkan pertanyaan yang baru bagi anak. Kreativitas bertanya anak ini tidak boleh disikapi dengan sinis. Apalagi memarahinya, karena hal itu bisa mematikan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu. Orang tua yang baik tentu saja harus menanggapi kreativitas bertanya ini dengan arif dan bijaksana.

Dengan sudut pandangan yang berbeda, misalnya berdasarkan pendekatan linguistik, ada juga ahli yang mengklasifikasikan perkembangan bahasa anak seperti berikut : 1. Permulaan Bicara : Meraban (Mengoceh) Suara pertama yang dilakukan anak adalah jerit tangis pada waktu dilahirkan. Tangis pertama ini berguna untuk memungkinkan anak dapat bernapas karena mulai saat itu anak harus bernapas sendiri. Suara-suara yang dikeluarkan anak dapat dibedakan antara suara tangis dan ocehan. Tangis menunjukkan keadaan tidak senang sedangkan ocehan menunjukkan rasa senang dan kepuasaan. Tangis bukan suatu gejala yang berdiri sendiri, melainkan suatu tingkah laku refleks terhadap sesuatu karena di satu pihak menunjukkan keadaan tidak nyaman tetapi pada waktu bersamaan juga menginginkan reaksi keliling. Van Ginneken (1917) dalam bukunya Roman vann een kleuter mengatakan bahwa suara-suara pertama yang dikeluarkan adalah huruf-huruf vokal. Menurutnya tangis terletak pada dasar vokalisasi, ketawa pada dasar artikulasi. Gregoire (1937) mengemukakan dalam Lapprrentissage du langage bahwa suara-suara pertama yang dikeluarkan adalah a,e,i,o,u. Baik Van Ginneken maupun Gregoire berpendapat bahwa bahasa mempunyai dasar fisiologis. Suara-suara pertama menurut Van Ginneken maupun Gregoire dianggap mempunyai dasar fisiologis itu merupakan proses emosional, sebab rasa nyaman dan tidak nyaman tadi memang ditentukan oleh faktor- faktor fisiologis, namun mempunyai arti emosional juga. Atas dasar itulah anak mengeluarkan suara-suara. Pada umumnya ada persamaan pendapat bahwa anak usia sekitar 10 bulan betulbetul dapat menirukan kata-kata yang diengarnya. Meskipun belum merupakan peniruan yang benar namun sudah mengandung unsur-unsur peniruan yang banyak. 2. Kalimat Satu Kata dan Kalimat Dua Kata Kata-kata pertama anak ini bisa dipandang sebagai oenyebutan objek murni, mereka mempunyai isi psikologis yang bersifat intelektual, emosional, dan sekaligus volisional yaitu anak mau atau tidak mau akan sesuatu hal. Diantara bulan ke 18 dan 20 (dengan kemungkinan penyimpangan yang banyak) datanglah

kalimat dua kata yang pertama. Anak mempunyai kemungkinan yang lebih banyak untuk menyatakan maksudnya dan untuk mengadakan komunikasi. Dalam bahasa anak ada dua kelompok kata yang spesifik, yaitu kata pivot dan kata terbuka. Dalam kelompok yang pertama termasuk kata-kata yangs ering dipakai oleh anak, sedangkan kata-kata dari kelompok kedua tidak sering dipakai oleh anak. Seringkali kata-kata pivot juga mempunyai tempat yang tetap dalam kalimat dua kata. Jumlah kata-kata yang termasuk kelompok pivot tidak banyak, sedangkan kelompok terbuka ditambah dengan kata-kata baru. Yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa kata pivot yang sama dapat berbeda-beda artinya dalam kombinasi dengan kata-kata terbuka yang berlainan. Gi Susu dapat berarti bahwa anak tidak mau minum susu lagi. 3. Kalimat Tiga Kata Dari kalimat dua kata berkembanglah lambat laun kalimat tiga kata yang dalam arti struktural mula-mula masih mirip dengan kalimat dua kata. Perubahan ini terjadi kurang lebih antara bulan ke-24 dan bulan ke 30. Mengenai proses pengaturan baru dalam kata-kata ini belum dapat diperoleh hasil-hasil penelitian secara meluas mengenai waktu timbulnya kalimat satu kata, dua kata, dan tiga kata dan juga mengenai apa yang dikatakan oleh anak. Tetapi arti yang langsung mengenai pengaturan baru dalam kata-kata ini dan kata-kata apa yang mendapatkan tempat baru, belum dapat diketahui. Menurut istiwidyanti, dkk.(1980:82) berbahasa merupakan sarana berkomunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu

You might also like