Professional Documents
Culture Documents
Telp
menarik dengan gambar-gambar lucu. Anak-anak adalah konsumen yang mudah dipengaruhi oleh budaya junk food. Menurut survei sedikitnya 155 juta (10%) anak muda di seluruh dunia mengalami gejala obesitas. Hasil riset Consumer International (2002) menunjukkan semakin tingginya angka obesitas pada anak-anak karena konsumsi junk food secara berlebihan. Di Thailand misalnya jumlah obesitas pada anak-anak usia 5-12 tahun meningkat dari 12,2% menjadi 15,6% hanya dalam waktu dua tahun saja. Melihat kenyataan ini, pemerintah Amerika Serikat, Selandia Baru, India, Inggris dan negara Eropa lain melakukan kampanye terhadap bahaya junk food. Di beberapa negara bahkan sudah dibuat peraturan yang melarang atau membatasi iklan-iklan junk food. Hal ini dilakukan karena pola makan mereka rata-rata sudah tinggi lemak. Misalnya pada negara Inggris, Pemerintah telah melakukan pelarangan penjual makanan yang mengandung lemak, garam, dan gula baik disajikan maupun mesin swalayan (wedding machines) di sekolah-sekolah Inggris dan menggantinya dengan buah dan sayuran segar serta susu. Selain itu, di Uni Eropa terdapat pula lembaga-lembaga konsumen guna mewujudkan masyarakat sehat, misalnya DG Sanco. Nama lembaga ini mungkin masih asing di telinga orang Indonesia. Directorate General for Health and Consumers Protection (DG Sanco) adalah lembaga resmi Uni Eropa yang didirikan untuk menjamin masyarakat Uni Eropa lebih sehat, lebih aman dan lebih percaya diri. Kegiatan dan kebijakan yang dilakukan DC Sanco diusahakan sedapat mungkin memberikan dampak langsung kepada masyarakat Uni Eropa. Hal ini dikarenakan masyarakat Uni Eropa menginginkan standar kesehatan yang tinggi sehingga adalah tugas DC Sanco untuk mewujudkannya. Dalam pelaksanaannya, DC Sanco bekerja sama dengan beberapa lembaga pemerintah lainnya, misalnya LSM Konsumen, LSM Kesehatan Pengusaha, Ilmuwan, peneliti, dan para pakar di bidangnya. Di luar negeri, peran dan kerja sama antara pemerintah dengan lembaga-lembaga konsumen bisa dikatakan baik. Namun, di Indonesia hal itu belumlah terbentuk peraturan khusus soal junk food belum ada. Hanya saja ada Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Berdasarkan PP ini sebenarnya bisa diturunkan menjadi aturan yang lebih rinci dan mengarah pada pembatasan keberadaan junk food. Selain itu, Indonesia memiliki Departemen Kesehatan serta Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) untuk menjamin produk makanan yang di konsumsi masyarakat kita layak dan maju. Kita yang sebagai konsumen ada baiknya jika memperhatikan terlebih dahulu komposisi produk dan Nutrition Fack yang tertera pada kemasannya. Terutama perhatikan jumlah kalori, garam, dan lemak yang terkandung pada produk tersebut. Makanan yang terlalu tinggi kandungan gulanya akan mengakibatkan kerusakan gigi, menurunkan kolestrol baik, serta meningkatkan kadar lemak darah. Pada label kemasan produk junk food, kandungan lemak, natrium, dan jumlah kalori ditulis dalam gr per sajian. Jika jumlah kalori sudah melebihi 300 maka hendaklah bersikap lebih bijak dengan mengurangi konsumsi pangan jenis ini. Berikutnya jumlah kandungan lemak umumnya berupa lemak jenuh. Setiap 5 gr lemak yang terkandung dalam produk sama dengan satu sendok teh lemak. Berarti apabila lemak dalam produk sebesar 23 gram sama saja kita mengkonsumsi 4 sendok teh lemak. Yang harus kita perhatikan adalah konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30% kebutuhan kalori per hari. Yang juga harus menjadi perhatian adalah garam (natrium). Konsumsi natrium yang dianjurkan kurang dari 2,3 gr per hari. Begitu pula dengan kolestrol, konsumsi hariannya dianjurkan tidak lebih dari 300 mg. Ada beberapa alternatif bila menghadapi makanan junk food. Diantaranya misalnya dengan menetapkan pola makan sehat dan seimbang. Jika kita makan junk food harus diimbangi dengan makanan yang kadar gizinya baik. Untuk mengurangi konsumsi junk food, biasakan diri untuk membawa makanan dari rumah. Lalu dengan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung serat semisal buah-buahan, sayur segar, serta susu. Selain itu, dengan mengkonsumsi makanan atau jajanan tradisional yang kandungan gizinya
lebih baik daripada junk food, contohnya lontong, risoles, onde-onde, kelepon, dadar gulung dan lain sebagainya. konsumen juga haruslah cermat dengan memilih makanan yang tidak mengandung bahan adiktif di dalamnya. Mengkonsumsi junk food tidak sepenuhnya merugikan selama masih sewajarnya.